Grevaldo Austen
112018027
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email: grevaldo.2014fk015@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak
Abstract
Preeclampsia is one of the main causes of maternal deaths. While asphyxia is the
second most common cause of infant mortality after preterm and LBW.Preeclampsia
in pregnancy is a serious complication in the second-third trimester with clinical
symptoms such as edema, hypertension, proteinuria, convulsions to coma with
gestational age over 20 weeks. Pre eclampsia in pregnancy impacts vary. Ranging
from mild to severe, for example disrupt kidney pregnant women, causing fetal
intrauterine hypoxia, the low weight of the baby when it is born, and gave birth
prematurely. Preeclampsia in pregnancy lead to high blood pressure cause a
reduction in shipments of blood to the placenta. surely this would reduce the supply
of oxygen and food for the baby. As a result, the development of the baby becoming
slow, and intrauterine hypoxia occurs, more fatal, the disease can lead to the release
of placental tissue suddenly from the uterus prematurely. The inability of the baby
after birth to breathe normally because of interference exchange and transport of
oxygen from mother to fetus so that there is interference with the availability of
oxygen and carbon dioxide expenditure. This is the effect of hypoxia asphyxia.
Therefore it can be concluded that Preeclampsia in pregnancy lead to the risk of
asphyxia in newborns.
ETIOLOGI PREEKLAMPSIA
Sampai saat ini, etiologi pasti dari pre-eklampsia/eklampsia belum diketahui. Ada
beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas, sehingga
kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory.4
PATOFISIOLOGI PREEKLAMPSIA
Menurut Roeshadi (2006) pada pre-eklampsia ada dua tahap perubahan yang
mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi
karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena
kegagalan invasi sel trofoblas pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan
awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan
sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus di plasenta
sehingga terjadilah hipoksia plasenta.4
Pada tahap kedua adalah stress oksidatif bersama dengan zat toksin yang beredar
dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endotel pembuluh darah yang disebut
disfungsi endotel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endotel pembuluh darah
pada organ-organ penderita pre-eklampsia.4
1. Otak. Pada preklampsia aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam
batas normal.
2. Plasenta dan rahim. Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan
gangguan ke plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin. Pada
pre-eklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan
kepekaannya terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.
3. Ginjal. Filtrasi gromerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal
menurun. Hal ini menyebabkan filtrasi natrium melalui gromerulus
menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi
gromerulus dapat turun sampai 59% dari normal sehingga pada keadaan
lanjut dapat terjadi oligouri dan anuria.
4. Paru-paru. Kematian ibu pada pre-eklampsia dan eklampsia biasanya
disebabkan oleh edema yang meninbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula
karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.
5. Mata. Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah.
Bila terdapat hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya pre-
eklampsia berat.
Keseimbangan air dan elektrolit. Pada pre-eklampsia ringan biasanya tidak
dijumpai perubahan yang nyata pada metabolisme air, elektrolit, kristaloid
dan protein serum. Jadi, tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit.
Gula darah, kadar natrium bikarbonat, dan pH darah berada pada batas
normal. Pada preklampsia berat dan eklampsia, kadar gula darah naik
sementara, asam laktat dan asam organik lainnya naik, sehingga cadangan
alkali akan turun. Keadaan ini disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah
konklusi selesai zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang
lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat.
Dengan demikian cadangan alkali dapat kembali pulih normal.
4. Edema Paru
5. Edema Paru
PENATALAKSANAA
Bagan 1. Manajemen Preeklampsia tanpa gejala berat.8
Bagan 2. Manajemen Preeklampsia Berat.8
KOMPLIKASI PREEKLAMPSIA
ASFIKSIA NEONATORUM
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernafas secara spontan, teratur dan adekuat.15 Asfiksia neonatorum adalah
kegagalan bernafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 didalam darah rendah (hipoksemia),
hiperkarbia (PaCO2 meningkat) dan asedosis.10
Etiologi asfiksia neonatorum adalah hipoksia janin yang terjadi karena gangguan
pertukaran gas serta transport O2 dari ibu kejanin sehingga terdapat gangguan dalam
persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung
secara menahun akibat kondisi atau kelainan ibu selama hamil (seperti; gizi buruk,
anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain), atau secara mendadak karena hal–
hal yang diderita ibu dalam persalinan.11
Terdapat tiga faktor penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir yaitu faktor
ibu, faktor lain pusat dan faktor bayi. Penyebab asfiksia berdasarkan faktor ibu di
antaranya preeklamsia dan eklamsia, perdarahan abnormal (plasenta previa atau
solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama persalinan, infeksi
berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu
kehamilan), penyakit ibu. Berdasarkan factor tali pusat yaitu lilitan tali pusat, talipusat
pendek, simpul tali pusat dan prolapsus tali pusat, sedangkan factor bayi adalah bayi
prematur, persalinan dengan tindakan, kelainan bawaan dan air ketuban bercampur
mekonium.12
Sedangkan pada preeklamsia tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada arteri
spiralis dan jaringan matriks sekitarnya, akibatnya arteri spiralis relatif mengalami
vasokonstriksi dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spinalis” sehingga aliran
darah uteroplasenta menurun dan terjadilah iskemia plasenta dan hipoksia intra uteri.
Jika janin mengalami kekurangan O2 dalam rahim akan merangsang usus janin untuk
mengeluarkan mekonium, selain itu janin juga akan mengadakan pernafasan intra
uterin sehingga terjadi aspirasi air ketuban dan mekonium dalam paru-paru yang
menyebabkan bronkus tersumbat dan bila janin lahir alveoli tidak berkembang
sehingga terjadi asfiksia.12,13
DAFTAR PUSTAKA