Anda di halaman 1dari 23

PREEKLAMPSIA

A. PENDAHULUAN
Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang
spesifik pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga
didapati pada kelainan perkembangan plasenta (kehamilan mola komplit).
Meskipun patofisiologi preeklampsia kurang dimengerti, jelas bahwa tanda
perkembangan ini tampak pada awal kehamilan. Telah dinyatakan bahwa
pathologic hallmark adalah suatu kegagalan total atau parsial dari fase kedua
invasi trofoblas saat kehamilan 16-20 minggu kehamilan, hal ini pada kehamilan
normal bertanggung jawab dalam invasi trofoblas ke lapisan otot arteri spiralis.
Seiring dengan kemajuan kehamilan, kebutuhan metabolik fetoplasenta makin
meningkat. Bagaimanapun, karena invasi abnormal yang luas dari plasenta, arteri
spiralis tidak dapat berdilatasi untuk mengakomodasi kebutuhan yang makin
meningkat tersebut, hasil dari disfungsi plasenta inilah yang tampak secara klinis
sebagai preeklampsia. Meskipun menarik, hipotesis ini tetap perlu ditinjau
kembali.(1)
Preeklampsia merupakan suatu diagnosis klinis. Definisi klasik
preeklampsia meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi (didefinisikan sebagai
suatu tekanan darah yang menetap ≥ 140/90 mmHg pada wanita yang sebelumnya
normotensif), onset baru proteinuria (didefinisikan sebagai protein urine > 300
mg/24 jam atau ≥ +1 pada urinalisis bersih tanpa infeksi traktus urinarius), dan
onset baru edema yang bermakna. Pada beberapa konsensus terakhir dilaporkan
bahwa edema tidak lagi dimasukkan sebagai kriteria diagnosis.(1)

B. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2-6% dari ibu
hamil nulipara yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar
antara 4-18%. Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75% dan preeklampsia berat
terjadi 25%. Dari seluruh kejadian preeklampsia, sekitar 10% kehamilan umurnya
kurang dari 34 minggu. Kejadian preeklampsia meningkat pada wanita dengan

1
riwayat preeklampsia, kehamilan ganda, hipertensi kronis dan penyakit ginjal.
Pada ibu hamil primigravida terutama dengan usia muda lebih sering menderita
preeklampsia dibandingkan dengan multigravida. Faktor predisposisi lainnya
adalah usia ibu hamil dibawah 25 tahun atau diatas 35 tahun, mola hidatidosa,
polihidramnion dan diabetes.(2)
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang
mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:(3)
a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.
Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada
wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi yang menetap.
b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua
risiko lebih tinggi untuk preeklampsia berat.
c. Faktor Genetik
Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor
risiko meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive
trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa
preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia. Atau mempunyai
riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga.
d. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO).
Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang
tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.
e. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok
selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat
yang jauh lebih tinggi. Aktifitas fisik selama hamil atau istirahat baring yang

2
cukup selama hamil mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam
kehamilan.
f. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,
dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.
g. Mola hidatidosa
Degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia. Pada
kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan
muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada
preeklampsia.
h. Obesitas
Hubungan antara berat badan wanita hamil dengan resiko terjadinya
preeklampsia jelas ada, dimana terjadi peningkatan insiden dari 4,3% pada
wanita dengan Body Mass Index (BMI) < 20 kg/m2 manjadi 13,3% pada wanita
dengan Body Mass Index (BMI) > 35 kg/m2.
i. Kehamilan multiple
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda
dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu
karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor
penyebabnya ialah dislensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan
Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat
mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2
(1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu.

C. ETIOLOGI
Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum
diketahui. Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari
penyakit ini tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori
yang dapat diterima harus dapat menjelaskan tentang mengapa preeklampsia
meningkat prevalensinya pada primigravida, hidramnion, kehamilan ganda dan
mola hidatidosa. Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan penyebab

3
bertambahnya frekuensi preeklampsia dengan bertambahnya usia kehamilan,
penyebab terjadinya perbaikan keadaan penderita setelah janin mati dalam
kandungan, dan penyebab timbulnya gejala-gejala seperti hipertensi, edema,
proteinuria, kejang dan koma. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli
yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit
teori”. Namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori
sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia
plasenta”. Teori ini pun belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan
dengan penyakit ini.(2,4)
Adapun teori-teori tersebut adalah:
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial
plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat.
Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi
generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini
menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan
penurunan volume plasma.(3,4)
2. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada
kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta tidak sempurna sehingga timbul respons imun yang tidak
menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada preeklampsia
terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti
dengan terjadinya pembentukan proteinuria.(3,4)
3. Peran Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia/eklampsia
bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang
menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia
antara lain:
a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

4
b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
4. Iskemik dari uterus.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah
iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa
plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang
berkurang. Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga
terjadi penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL),
akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk
mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan kelenjar
paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan
kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang
yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium
intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah.(3)
Pada preekslampsia terjadi perubahan arus darah di uterus, koriodesidua
dan plasenta adalah patofisiologi yang terpenting pada preeklampsia, dan
merupakan faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan. Perubahan aliran
darah uterus dan plasenta menyebabkan terjadi iskemia uteroplasenter,
menyebabkan ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat
dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang. Selain itu hipoperfusi
uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang
mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan
kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin,
aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi. Oleh
karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen
dan nutrisi ke janin. Akibatnya terjadi gangguan pertumbuhan janin sampai
hipoksia dan kematian janin.(3)
5. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam
pathogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel

5
yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah
wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai
pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai
dengan kemajuan kehamilan.(2)
Jika endotel mengalami gangguan oleh berbagai hal seperti shear stress
hemodinamik, stress oksidatif maupun paparan dengan sitokin inflamasi dan
hiperkolesterolemia, maka fungsi pengatur menjadi abnormal dan disebut
disfungsi endotel. Pada keadaan ini terjadi ketidakseimbangan substansi
vasoaktif sehingga dapat terjadi hipertensi. Disfungsi endotel juga
menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat sehingga menyebabkan edema
dan proteinuria. Jika terjadi disfungsi endotel maka pada permukaan endotel
akan diekspresikan molekul adhesi. seperti vascular cell adhesion molecule-1
(VCAM-1) dan intercellular cell adhesion molecule-1 (ICAM-1). Peningkatan
kadar soluble VCAM-1 ditemukan dalam supernatant kultur sel endotel yang
diinkubasi dengan serum penderita preeklampsia, tetapi tidak dijumpai
peningkatan molekul adhesi lain seperti ICAM-1 dan E-selektin. Oleh karena
itu diduga VCAM-1 mempunyai peranan pada preeklampsia.(2)
Namun belum diketahui apakah tingginya kadar sVCAM-1 dalam serum
mempunyai hubungan dengan beratnya penyakit. Disfungsi endotel juga
mengakibatkan permukaan non trombogenik berubah menjadi trombogenik,
sehingga bisa terjadi aktivasi koagulasi. Sebagai petanda aktivasi koagulasi
dapat diperiksa D-dimer, kompleks trombin-antitrombin, fragmen protrombin 1
dan 2 atau fibrin monomer.(5)

D. PATOFISIOLOGI
Patogenesis terjadinya Preeklamsia dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler
Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang
menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan
vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja
sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan

6
hipertensi. Pada kehamilan normal kadar angiotensin II cukup tinggi. Pada
preeklamsia terjadi penurunan kadar prostacyclin dengan akibat meningkatnya
thromboksan yang mengakibatkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga
peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.(2)
2. Hipovolemia Intravaskuler
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai
45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma hingga
mencapai 30-40% kehamilan normal. Menurunnya volume plasma
menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah. Akibatnya
perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi menurun (hipoperfusi)
sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan
oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta
mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi pertumbuhan
janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation), gawat janin, bahkan
kematian janin intrauterin.(2)
3. Vasokonstriksi pembuluh darah
Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun
cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada
kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan- bahan vasoaktif dalam tubuh
dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh
pada sistem pembuluh darah arteriole dan pra kapiler pada hakekatnya
merupakan suatu sistem kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik. Sebab
bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada
dalam syok kronik. Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti
presumtif bahwa preeklampsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun
dalam darah yang menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus,
selanjutnya membuat nekrosis berbagai organ. Gambaran patologis pada fungsi
beberapa organ dan sistem, yang kemungkinan disebabkan oleh vasospasme
dan iskemia, telah ditemukan pada kasus-kasus preeklampsia dan eklampsia
berat. Vasospasme bisa merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke

7
dalam lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal
bebas. Semua ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan/jejas endotel yang
kemudian akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar
vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin, dan lain-lain) dengan
vasodilatator (nitritoksida, prostasiklin, dan lain-lain). Selain itu, jejas endotel
juga menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan darah akibat kebocoran
endotelial berupa konstituen darah termasuk platelet dan fibrinogen.(2,6)
Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya gangguan pada
fungsi normal berbagai macam organ dan sistem. Gangguan ini dibedakan atas
efek terhadap ibu dan janin, namun pada dasarnya keduanya berlangsung
secara simultan. Gangguan ibu secara garis besar didasarkan pada analisis
terhadap perubahan pada sistem kardiovaskular, hematologi, endokrin dan
metabolisme, serta aliran darah regional. Sedangkan gangguan pada janin
terjadi karena penurunan perfusi uteroplasenta.(6)

E. PERUBAHAN FISIOLOGI PATOLOGIK


Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi.
Pada saat autoregulasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, jembatan penguat
endotel akan terbuka dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah
keluar ke ruang ekstravaskular. Hal ini akan menimbulkan perdarahan petekie
atau perdarahan intrakranial yang sangat banyak. Pada penyakit yang belum
berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri.(2,4)
Diaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada pasien
hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi pada eklampsia. Pada pasien
preeklampsia, aliran darah ke otak dan penggunaan oksigen otak masih dalam
batas normal. Pemakaian oksigen pada otak menurun pada pasien eklampsia.(2)
Perubahan Kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan
dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang

8
secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia
kehamilan atau yang secara iatrogenic ditingkatkan oleh larutan onkotik atau
kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang
ektravaskular terutama paru.(4)
Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau
menyeluruh pada satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat.
Spasmus arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang
berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan.
Pada preeklampsia dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan edema intraokuler
dan merupakan indikasi untuk dilakukannya terminasi kehamilan. Ablasio retina
ini biasanya disertai kehilangan penglihatan. Selama periode 14 tahun, ditemukan
15 wanita dengan preeklampsia berat dan eklampsia yang mengalami kebutaan
yang dikemukakan oleh Cunningham (1995).(2)
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan
gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh
perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam
retina.(2)
Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia
dan merupakan penyebab utama kematian. Edema paru bisa diakibatkan oleh
kardiogenik ataupun non-kardiogenik dan biasa terjadi setelah melahirkan. Pada
beberapa kasus terjadinya edema paru berhubungan dengan adanya peningkatan
cairan yang sangat banyak. Hal ini juga dapat berhubungan dengan penurunan
tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai
pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang dihasilkan oleh hati.(2)
Hati
Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan integritas
hepar, termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar
aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali
serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta.

9
Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk (1994), dengan menggunakan
sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri
hepatika.(2)
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar kemungkinan
besar penyebab terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum. Perdarahan pada
lesi ini dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul
hepar dan membentuk hematom subkapsular.(2)
Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus
meningkat cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan
filtrasi glomerulus menurun. Lesi karakteristik dari preeklampsia,
glomeruloendoteliosis, adalah pembengkakan dari kapiler endotel glomerular
yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam
urat plasma biasanya meningkat, terutama pada wanita dengan penyakit berat.(2)
Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan
sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya
volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada
beberapa kasus preeklampsia berat, keterlibatan ginjal menonjol dan kreatinin
plasma dapat meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau
berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan
intrinsik ginjal yang ditimbulkan oleh vasospasme hebat yang dikemukakan oleh
Pritchard (1984) dalam Cunningham (2005).(2)
Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan
retensi garam dan air. Taufield (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan
bahwa preeklampsia berkaitan dengan penurunan ekskresi kalsium melalui urin
karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Pada kehamilan normal, tingkat
reabsorpsi meningkat sesuai dengan peningkatan filtrasi dari glomerulus.
Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal mengakibatkan
filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam
dan juga retensi air.(2)

10
Untuk mendiagnosis preeklampsia atau eklampsia harus terdapat
proteinuria. Namun, karena proteinuria muncul belakangan, sebagian wanita
mungkin sudah melahirkan sebelum gejala ini dijumpai. Meyer (1994)
menekankan bahwa yang diukur adalah ekskresi urin 24 jam. Mereka
mendapatkan bahwa proteinuria +1 atau lebih dengan dipstick memperkirakan
minimal terdapat 300 mg protein per 24 jam pada 92% kasus. Sebaliknya,
proteinuria yang samar (trace) atau negatif memiliki nilai prediktif negatif hanya
34% pada wanita hipertensif. Kadar dipstick urin +3 atau +4 hanya bersifat
prediktif positif untuk preeklampsia berat pada 36% kasus.(2)
Seperti pada glomerulopati lainnya, terjadi peningkatan permeabilitas
terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi. Maka ekskresi
Filtrasi yang menurun hingga 50% dari normal dapat menyebabkan diuresis turun,
bahkan pada keadaan yang berat dapat menyebabkan oligouria ataupun anuria.
Lee (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan tekanan pengisian ventrikel
normal pada tujuh wanita dengan preeklampsia berat yang mengalami oligouria
dan menyimpulkan bahwa hal ini konsisten dengan vasospasme intrarenal.(2)
Protein albumin juga disertai protein-protein lainnya seperti hemoglobin,
globulin dan transferin. Biasanya molekul-molekul besar ini tidak difiltrasi oleh
glomerulus dan kemunculan zat-zat ini dalam urin mengisyaratkan terjadinya
proses glomerulopati. Sebagian protein yang lebih kecil yang biasa difiltrasi
kemudian direabsorpsi juga terdeksi di dalam urin.(2)
Darah
Kebanyakan pasien dengan preeklampsia memiliki pembekuan darah yang
normal. Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi intravaskular dan
destruksi eritrosit (lebih jarang) sering dijumpai pada preeklampsia menurut Baker
(1999) dalam Cunningham (2005). Trombositopenia merupakan kelainan yang
sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/μl yang ditemukan pada
15-20% pasien. Level fibrinogen meningkat sangat aktual pada pasien
preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Level
fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia biasanya berhubungan dengan
terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental abruption).(2)

11
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan
terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,
peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak
jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi
peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke
normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa
menetap selama seminggu.(2)
Sistem Endokrin dan Metabolism Air dan Elektrolit
Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldosteron
meningkat. Pada preeklampsia menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun ke
kisaran normal pada ibu tidak hamil. Pada retensi natrium dan atau hipertensi,
sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang sehingga proses
penghasilan aldosteron pun terhambat dan menurunkan kadar aldosteron dalam
darah.(2)
Pada ibu hamil dengan preeklampsia juga meningkat kadar peptida
natriuretik atrium. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume dan dapat menyebabkan
meningkatnya curah jantung dan menurunnya resistensi vaskular perifer baik pada
normotensif maupun preeklamptik. Hal ini menjelaskan temuan turunnya
resistensi vaskular perifer setelah ekspansi volume pada pasien preeklampsia.(2)
Pada pasien preeklampsia terjadi hemokonsentrasi yang masih belum
diketahui penyebabnya. Pasien ini mengalami pergeseran cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini diikuti dengan kenaikan
hematokrit, peningkatan protein serum, edema yang dapat menyebabkan
berkurangnya volume plasma, viskositas darah meningkat dan waktu peredaran
darah tepi meningkat. Hal tersebut mengakibatkan aliran darah ke jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia.(2)
Pada pasien preeklampsia, jumlah natrium dan air dalam tubuh lebih banyak
dibandingkan pada ibu hamil normal. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan air dan garam dengan sempurna. Hal ini disebabkan terjadinya
penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan kembali oleh tubulus ginjal
tidak mengalami perubahan.(2)

12
Plasenta dan Uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi
plasenta. Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada
hipertensi yang singkat dapat terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat
kurangnya oksigenisasi untuk janin.(2)
Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering
terjadi pada preeklampsia. Hal ini menyebabkan sering terjadinya partus
prematurus pada pasien preeklampsia. Pada pasien preeklampsia terjadi dua
masalah, yaitu arteri spiralis di miometrium gagal untuk tidak dapat
mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya dan atheroma akut berkembang
pada segmen miometrium dari arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis
arteriopati pada ujung-ujung plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi
malignan. Atheroma akut juga dapat menyebabkan penyempitan kaliber dari
lumen vaskular. Lesi ini dapat menjadi pengangkatan lengkap dari pembuluh
darah yang bertanggung jawab terhadap terjadinya infark plasenta.(2)

F. Kriteria Diagnosa
Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam
24 jam atau tes urin dipstik ≥ positif 1, dalam 2 kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam.
Proteinuria berat adalah adanya protein dalam urin ≥ 5 g/24 jam. 5 Pemeriksaan
urin dipstik bukan merupakan pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan
kadar proteinuria. Konsentrasi protein pada sampel urin sewaktu bergantung pada
beberapa faktor, termasuk jumlah urin.3 Kuo melaporkan bahwa pemeriksaan
kadar protein kuantitatif pada hasil dipstik positif 1 berkisar 0-2400 mg/24 jam,
dan positif 2 berkisar 700-4000mg/24jam. Pemeriksaan tes urin dipstik memiliki
angka positif palsu yang tinggi, seperti yang dilaporkan oleh Brown, dengan
tingkat positif palsu 67-83%. Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh
vagina, cairan pembersih, dan urin yang bersifat basa.3 Konsensus Australian
Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang
dikeluarkan oleh Royal College of Obstetrics and Gynecology (RCOG)
menetapkan bahwa pemeriksaan proteinuria dipstik hanya dapat digunakan

13
sebagai tes skrining dengan angka positif palsu yang sangat tinggi, dan harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein urin tampung 24 jam atau rasio protein
banding kreatinin. Pada telaah sistematik yang dilakukan oleh Côte dkk
disimpulkan bahwa pemeriksaan rasio protein banding kreatinin dapat
memprediksi proteinuria dengan lebih baik
Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan bila ditemukan keadaan hipertensi
berat/hipertensi urgensi (TD≥160/110) dengan proteinuria berat (≥ 5 g/hr atau tes urin
dipstik ≥ positif 2), atau disertai dengan keterlibatan organ lain.5 Kriteria lain
preeklampsia berat yaitu bila ditemukan gejala dan tanda disfungsi organ, seperti kejang,
edema paru, oliguria, trombositopeni, peningkatan enzim hati, nyeri perut epigastrik atau
kuadran kanan atas dengan mual dan muntah, serta gejala serebral menetap (sakit kepala,
pandangan kabur, penurunan visus atau kebutaan kortikal dan penurunan kesadaran

Kriteria minimal preeklampsia:

TD ≥140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu


- Ekskresi protein dalam urin ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1 dipstik, rasio
protein:kreatinin ≥ 30 mg/mmol

Kriteria preeklampsia berat: (preeklampsia dengan minimal satu gejala dibawah


ini)

- TD ≥ 160/110 mmHg
- Proteinuria ≥ 5 g/24 jam atau ≥ +2 dipstik
Ada keterlibatan organ lain:
- Hematologi: trombositopenia (<100.000/ul), hemolysis mikroangiopati
- Hepar: peningkatan SGOT dan SGPT, nyeri epigastrik atau kuadran kanan atas
- Neurologis: sakit kepala persisten, skotoma penglihatan
- Janin: pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
- Paru: edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
- Ginjal: oliguria (≤ 500 ml/24 jam), kreatinin ≥ 1,2 mg/dL

Penemuan Laboratorium
Penemuan yang paling penting pada pemeriksaan laboratorium penderita
preeklampsia yaitu ditemukannya protein pada urine. Pada penderita preeklampsia
ringan kadarnya secara kuantitatif yaitu ≥ 300 mg perliter dalam 24 jam atau
secara kualitatif +1 sampai +2 pada urine kateter atau midstream. Sementara pada

14
preeklampsia berat kadanya mencapai ≥ 500 mg perliter dalam 24 jam atau secara
kualitatif ≥ +2.(7)
Pada pemeriksaan darah, hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat
hemokonsentrasi. Trombositopenia juga biasanya terjadi. Penurunan produksi
benang fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat
diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada
preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat
dehidrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan
elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal.(2)

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin
dengan trauma sekecil-kecilnya, mencegah perdarahan intrakranial serta
mencegah gangguan fungsi organ vital.(8)
1. Preeklampsia Ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan
aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena
pada ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut
juga bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi
kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan
darah dan kejadian edema. Penambahan aliran darah ke ginjal akan
meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan dieresis. Diuresis dengan
sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas
kardiovaskuler, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung
akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta,
dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.(2,8)
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi
ginjal masih normal. Pada preeklampsia ibu hamil umumnya masih muda,
berarti fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet

15
yang mengandung 2 gram natrium atau 4-6 gram NaCl (garam dapur) adalah
cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi
pertumbuhan janin justru membutuhkan komsumsi lebih banyak garam. Bila
komsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan komsumsi
cairan yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein,
rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan roboransia prenatal. Tidak
diberikan obat-obat diuretik antihipertensi, dan sedative. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium HB, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi
ginjal. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan
konservatif, maka dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun
janin masih prematur.(2,8)
Rawat inap
Keadaan dimana ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di
rumah sakit ialah a) Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria
selama 2 minggu b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia
berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa pemeriksaan USG dan
Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan
amnion. Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi
dengan bagian mata, jantung dan lain lain.(8)
Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya
Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu
sampai ≤ 37 minggu. Pada kehamilan preterm (<37 minggu) bila tekanan darah
mencapai normal, selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm.
Sementara itu, pada kehamilan aterm (>37 minggu), persalinan ditunggu
sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara
spontan, bila perlu memperpendek kala II.(8)

16
2. Preeklampsia Berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat
untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut
sudah diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan
kehamilan.(2)
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada
neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi
plasenta baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress
baik pada saat kelahiran maupun sesudah kelahiran.(8)
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap
penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. Pemeriksaan
sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda tanda klinik berupa :
nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat berat
badan. Selain itu perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran
proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan USG dan NST.(8)
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan
preeklampsia ringan, dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap
penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis dan sikap
terhadap kehamilannya ialah manajemen agresif, kehamilan diakhiri
(terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil.(8)
Medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan
yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena
penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut
belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan
oligouria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan
gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh

17
karena itu monitoring input cairan (melalui oral ataupun infuse) dan output
cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan
pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan
dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda tanda edema paru, segera dilakukan
tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa a) 5% ringer dextrose
atau cairan garam faal jumlah tetesan:<125cc/jam atau b) infuse dekstrose 5%
yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer laktat (60-125 cc/jam) 500
cc.(8)
Di pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria
terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam.
Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak
kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam.
Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.(8)

Pemberian obat antikejang(8)


MgSO4
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding
fenitoin, berdasar Cochrane review terhadap enam uji klinik yang melibatkan
897 penderita eklampsia.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian
magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran
rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan
ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat
kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi
pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.
Cara pemberian MgSO4
- Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc)
selama 15 menit

18
- Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam;
atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4
gram im tiap 4-6 jam
Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit
- Refleks patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
- Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl
- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl
- Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
- Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah
24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian
magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 %
dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas)
Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang yaitu diazepam atau
fenitoin (difenilhidantoin), thiopental sodium dan sodium amobarbital. Fenitoin
sodium mempunyai khasiat stabilisasi membrane neuron, cepat masuk jaringan
otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin
sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian
intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat.
Pengalaman pemakaian fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.
Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-
paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah
furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat
janin.

19
Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas
(cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort
mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmhg dan MAP ≥ 126
mmHg.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan
diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan
mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan
sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak yakni
pemberian diazokside, ketanserin dan nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin
(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada
arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output,
sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah
labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin
(catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan
dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama
- Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120
mg dalam 24 jam
Antihipertensi lini kedua
- Sodium nitroprussida : 0,25µg iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25µg
iv/kg/5 menit.
- Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi.
Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik
(payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non

20
kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis
preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria.
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan
ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga
diberikan pada sindrom HELLP.
Sikap terhadap kehamilannya
Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap
terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian medikamentosa.
Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu
tanpa disertai tanda –tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada
pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap
kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif,
kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
Bila setelaah 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh
dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda tanda
preeklampsia ringan.
Perawatan aktif
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah
ini, yaitu:
Ibu
1. Umur kehamilan ≥ 37 minggu
2. Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia

21
3. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
4. Diduga terjadi solusio plasenta
5. Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin
1. Adanya tanda-tanda fetal distress
2. Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction
3. NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
4. Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
1. Adanya tanda-tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat

I. PENCEGAHAN
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda
dini preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan preeklampsia
tersebut. Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah seutuhnya, namun frekuensi
preeklampsia dapat dikurangi dengan pemberian pengetahuan dan pengawasan
yang baik pada ibu hamil.(2)
Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat yang
berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam hal ini
yaitu dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak
duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam
dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat dianjurkan. Mengenal
secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan
obat antihipertensi merupakan manfaat dari pencegahan melalui pemeriksaan
antenatal yang baik.(2)

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Pangemanan Wim T. Komplikasi Akut Pada Preeklampsia. Palembang.


Universitas Sriwijaya. 2002
2. Universitas Sumatra Utara. Hubungan Antara Peeklampsia dengan BBLR.
Sumatera Utara. FK USU. 2009
3. Hartuti Agustina, dkk. Referat Preeklampsia. Purwokerto. Universitas
Jendral Sudirman. 2011
4. Simona Gabriella R. Tugas Obstetri dan Ginekologi, Patofisiologi
Preeklampsia. Maluku. Universitas Pattimura. 2009
5. Dharma Rahajuningsih, Noroyono Wibowo dan Hessyani Raranta.
Disfungsi Endotel pada Preeklampsia. Jakarta. Universitas Indonesia. 2005
6. Anonim. Hipertensi Dalam Kehamilan. (Cited at may, 17 2012)(update on
2005). Available From http://www.scribd.com
7. Universitas Sumatra Utara. Peeklampsia. Sumatera Utara. FK USU. 2007
8. Prawirohardjo Sarwono dkk. Ilmu Kebidanan, Hipertensi Dalam
Kehamilan. Jakarta. PT Bina Pustaka. 2010. Hal : 542-50\
9. Kusumawardhani, dkk. Pre Eklampsia Berat Dengan Syndrom Hellp, Intra
Uterine Fetal Death , Presentasi Bokong, Pada Sekundigravida Hamil
Preterm Belum Dalam Persalinan. Universitas Negri Surakarta. 2009

23

Anda mungkin juga menyukai