Oleh :
Pembimbing:
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai disease of theories ini, masih sulit
untuk ditanggulangi.
Preeklampsia dan eklampsia dikenal dengan nama Toksemia Gravidarum merupakan
suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh
darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih mengarah pada
kejadian eklampsia.
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya.
Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu.
Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran prematur, gawat janin, berat badan lahir rendah
atau intra uterine fetal death (IUFD).1
Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara mendasar
dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh penatalaksanaan yang dapat
dipakai sebagai dasar pengobatan untuk preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap
menjadi satu di antara banyak penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia,
sehingga masih menjadi kendala dalam penanganannya.1 Oleh karena itu diagnosis dini
preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu
segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan
bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak
diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin
mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan
eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.2
Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian bayi lebih
dari tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi di negara-negara
maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara maju terdapat kesadaran untuk
melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara rutin
Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi, preeklampsia masih merupakan sebab
utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini
preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu
segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Berdasarkan uraian di
atas, penulis tertarik untuk mengangkat laporan kasus mengenai pasien dengan preeklampsia
berat. Kasus yang kami bahas yaitu pasien wanita, 28 tahun, dengan diagnosis masuk G1P0A0
gravid 31 minggu 5 hari belum inpartu + PEB + suspek IUFD + letak memanjang +
presentasi kepala.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. DM Nama suami : Rangga
Usia : 34 tahun Usia : 23 tahun
Pendidikan : D3 Pendidikan :
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan :
Agama : Islam Agama :
Alamat : Jl. Hang Jabat Gang Pinang no. 61 Perawang Kec. Tualang Siak
No. MR : 76 82 55
II. ANAMNESIS
Pasien rujukan dari Puskesmas Perawang dengan diagnosis G1P0A0 Gravid preterm 31
minggu + preeklampsia berat.
Pasien masuk ruang Camar II RSUD Arifin Achmad pada tanggal 20 Februari 2012 pukul
09.00 WIB dari VK IGD dengan :
Keluhan Utama : Pasien rujukan puskesmas Perawang dengan gravid 31 minggu + PEB.
Riwayat Penyakit Sekarang :
2 hari SMRS tungkai pasien udem, pasien juga mengeluhkan sesak, pusing (+), nyeri
perut yang menjalar ke ari-ari (-), keluar lendir campur darah (-), keluar air-air (-), batuk ± 2
hari SMRS.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi (-), DM (-), asma (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Hipertensi (-), DM (-), asma (-).
Riwayat Haid :
Menarche usia 13 tahun, HPHT 25-10-2011, taksiran persalinan 2-9-2012.
Riwayat Kontrasepsi : (-)
Riwayat Obat : Obat-obatan dari dokter pusekesmas
Riwayat Hamil Muda : Mual (+), muntah (+), tidak mengganggu aktifitas.
Riwayat Hamil Tua : perdarahan (-).
ANC : Ke bidan 1 kali 1 bulan
Riwayat G / P / A : 1/0/0
ANAMNESIS ULANG
Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 2 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan pandangan kabur, bengkak pada kedua
tungkai, nyeri ulu hati (-), keluar darah dan cairan dari kemaluan (-).
Sejak 2 hari SMRS tungkai pasien bengkak, pasien juga mengeluhkan sesak nafas,
pusing (+), nyeri perut yang menjalar ke ari-ari (-), keluar lendir campur darah (-), keluar air-
air (-), batuk (+).
1 hari SMRS pasien masih merasakan gerakan janin. Saat itu adalah terakhir kali
pasien merasakannya, hingga saat ini pasien tidak merasakan gerakan janin dalam
kandungannya.
Kemudian pasien dibawa ke puskesmas lalu dirujuk ke RSUD AA dengan diagnosis
dari Perawang G1P0A0 Gravid aterm 31 minggu + preeklampsia berat. Di puskesmas
Perawang pasien mengeluhkan sesak nafas dan kaki bengkak, pada pemeriksaan tekanan
darah pasien 180/100 mmHg, dan protein urin (++++). Di Perawang telah diberikan IVFD
D5 + 25 cc MgSO4 40 % diberikan 200 cc pertama 100 gtt/menit, 300 cc pertama 10
gtt/menit. Juga diberikan deksametason 2 ampul IV.
Vital Sign
Tekanan darah : 180/130 mmHg
Nadi : 180 x/menit
Frekuensi napas : 42 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Berat Badan :
Tinggi Badan :
Kepala : Edema palpebra (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Dada : Paru : I = gerakan paru kanan dan kiri simetris
Pal = sulit dinilai
Per = sonor seluruh lapangan paru
Au = ronkhi basah pada basal paru kiri dan kanan
Jantung : I = ictus cordis tidak terlihat
Pal = ictus cordis teraba di SIC V
Per = batas jantung dalam batas normal
Au = reguler, tidak terdapat bunyi jantung tambahan
Abdomen : Status obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : Edema tungkai (+/+).
Status Obstetri
Muka : Edema palpebra (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Mamae : Hiperpigmentasi areola dan papilla (+/+).
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membuncit.
Palpasi : Nyeri tekan (-), Leopold:
I : TFU 3 jari di atas pusat, teraba massa bulat dan kenyal.
II : Tahanan terbesar di kanan.
III : Teraba massa bulat, keras.
IV : Bagian terbawah janin belum masuk PAP.
DJJ : Tidak terdengar.
HIS : (-).
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : BU (+) normal.
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0 gravid 31 minggu + PEB + janin hidup ? + observasi dyspnue + impending ALO
Follow up
Sabtu, 2 Juni 2012
Pukul Follow up
05.03 S:
HPHT = 25-10-2011 , TP = 28-7-2012
Sesak (+), Batuk (+)
Infus terpasang SM 40%, DC (+)
Os sudah dapat dexa 2 ampul IV, jam 03.00 WIB
O:
KU : sedang
TD : 180/130 mmHg, Nadi : 101 x/i, Suhu : 37ºC, RR : 35 x/i
Palpasi : TFU 3 jari di atas pusat, puka, his (-), DJJ : tidak jelas dengan
dopler.
TBJ : 1085 gram, udem tungkai (+)
VT tidak dilakukan.
A:
G1P0A0 gravid 31 minggu 5 hari + PEB + Janin hidup ? tunggal intra
uterin
P:
Cek lab
Kolaborasi dengan dokter jaga co dr. Ruza, SpOG a/p
IVFD RL drip SM 40%
Injeksi Lasix 1 ampul/IV
Konsul ke dokter spesialis penyakit dalam
O2 4 liter/menit
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Hipertensi Dalam Kehamilan
3.1.1. Definisi
Menurut American College Obstetric and Gynaecologist (ACOG). Hipertensi adalah
suatu keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik
minimal 140 mmHg atau kenaikan tekanan diastolik minimal 15 mmHg atau kenaikan
tekanan sistolik minimal 30 mmHg. Tekanan darah harus diukur 2 kali dengan selang waktu
6 jam.2
Beberapa definisi yang berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan adalah
sebagai berikut :2,7,8
Preeklampsia adalah suatu keadaan hipertensi yang disertai proteinuria, edema, atau
keduanya (trias) yang terjadi akibat kehamilan di atas 20 minggu dan paling sering
mendekati aterm dan dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila terjadi penyakit
trofoblas.
Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita dengan kriteria klinis
preeklampsia yang bukan disebabkan penyakit neurologi seperti epilepsi.
Superimposed preeklampsia adalah suatu keadaan preeklampsia-eklampsia yang terjadi
pada wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi vaskuler kronis atau penyakit
ginjal.
Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap dengan penyebab apapun
yang sudah diderita sebelum konsepsi atau sebelum kehamilan 20 minggu atau menetap
selama 6 minggu post partum.
Transient hipertensi yaitu timbulnya hipertensi dalam kehamilan sesudah trimester II
atau dalam 24 jam pertama post partum tanpa ada tanda-tanda hipertensi kronis atau
preeklampsia-eklampsia dan gejala ini akan hilang setelah 10 hari post partum.
3.1.2. Insiden
Spellacy dkk, melaporkan bahwa pada wanita > 40 tahun insiden hipertensi
meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan wanita usia 20-30 tahun. Hansen melaporkan
peningkatan insiden preeklampsia sebesar 2-3 kali pada nullipara yang berusia di atas 40
tahun bila dibandingkan dengan usia 25-29 tahun. Secara umum insiden preeklampsia ± 5%
dari seluruh kehamilan, hampir 70% diantaranya adalah nullipara. Hampir 20% nullipara
menderita hipertensi sebelum, selama persalinan, dan masa nifas jika dibandingkan dengan
multipara sebesar 7%. Menurut Cunningham dan Leveno di RS Parkland selama tahun 1986
ditemukan insiden hipertensi sebesar 18% pada ras kulit putih, 20% hispanik, dan 22% ras
kulit hitam. Insiden hipertensi dalam kehamilan pada multipara adalah 6,2% pada kulit putih,
6,6% pada hispanik, dan 8,5% pada ras kulit hitam.2
3.1.3. Klasifikasi
Hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :2
1. Hipertensi karena kehamilan dan sembuh setelah persalinan.
a. Hipertensi tanpa proteinuria atau edema patologis.
b. Preeklampsia dengan proteinuria dan atau edema patologik.
i. Preeklampsia berat.
ii. Preeklampsia ringan.
c. Eklampsia yaitu proteinuria dan atau edema patologik disertai kejang.
2. Hipertensi yang sudah ada sebelumnya dan diperberat oleh kehamilan.
a. Superimposed preeklampsia.
b. Superimposed eklampsia.
3. Hipertensi bersamaan dengan kehamilan, yaitu hipertensi kronis yang sudah ada
sebelum kehamilan atau menetap setelah persalinan.
3.2. Preeklampsia
3.2.1. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi
organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah dan proteinuria.2
Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat
pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan
kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai
preeklampsia yang berat (George, 2007).2
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Apakah diagnosis di puskesmas dan IGD pada pasien ini sudah tepat?
Diagnosis pasien ini di puskesmas G1P0A0 Gravid preterm 31 minggu + preeklampsia
berat, dan diagnosis di IGD G1P0A0 gravid 31 minggu 5 hari + PEB + Janin hidup ? tunggal
intra uterin.
Penulisan status paritas yaitu G1P0A0 sudah tepat karena telah sesuai dengan kaidah
penulisan status obstetri.
Diagnosis usia kehamilan pasien ini tidak tepat karena berdasarkan penghitungan
dengan rumus Naegele [(tanggal sekarang – tanggal HPHT) + (bulan sekarang – bulan
HPHT) x 4⅓] dimana HPHT pasien ini 25 Oktober 2011 dan tanggal pemeriksaan pada 1
Juni 2012, perkiraan usia kehamilan seharusnya 30 – 31 minggu. Jika digunakan cara
Spiegelberg dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari simfisis maka didapatkan usia
kehamilan kurang dari 22 minggu, karena tinggi fundus uteri pasien ini 20 cm. Hal ini
mungkin dikarenakan telah terjadi IUFD yang lama atau janin mengalami IUGR pada pasien
ini sebagai komplikasi PEB.
Penulisan janin hidup ? tunggal intra uterin pada kasus ini tidak tepat. Menurut buku
Ilmu bedah kebidanan (Wiknjosastro) tidak boleh menggunakan tanda tanya (?) atau istilah
yang tidak jelas. Tulislah dengan tepat apa yang dimaksud dengan istilah tersebut dan hal
yang meragukan, bila ditemukan akan dapat diperjelas dalam rencana permulaan.
5. Apakah penatalaksanaan di IGD dan bangsal pada pasien ini sudah tepat?
Penatalaksanaan di IGD dan bangsal pada pasien ini sudah tepat. Karena pada pasien
ini terjadi udem paru dan pasien sudah mendapat furosemid.