PENDAHULUAN
1
Nyeri kepala ini merupakan penyakit yang sering menyebabkan
disabilitas, di lain pihak sampai saat ini tampaknya belum ada pengobatan yang
dapat menyembuhkan migren kecuali hanya usaha mengendalikan serangan nyeri
kepala ini. Diagnosis yang akurat, memberi penerangan mengenai penyakitnya,
berusaha menenangkan pasien serta memberi perhatian dan mengajak pasien
bekerja sama dalam mengenal gejala dini dan gejala migren pada umumnya serta
tindakan penanggulangannya merupakan bagian dari penatalaksanaan migren
yang dapat menurunkan angka morbiditas pasien.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebanyak 73% nyeri pada kepala adalah tipe nyeri yang paling sering dialami.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lipton, Steward, dan Korff (1997)
menyatakan bahwa migren mengenai hampir 30 juta orang di Amerika Serikat
dan menyebabkan kerugian langsung dan tidak langsung lebih dari 13 milyar US$
per tahun. Diperkirakan 14% dari populasi dunia menderita migren dan pada
tahun 2010-2011 diperkirakan sekitar 8,3% dari 2,7 juta jiwa penduduk Kanada
dilaporkan terdiagnosis dengan migren.(4)
Prevalensi migren di Kanada menunjukkan 23 hingga 26% dapat terjadi pada
wanita dan 7,8 hingga 10% pada pria. 6 Rasio prevalensi perempuan terhadap pria
dengan migren sangat bervariasi sesuai usia, dimana sebelum usia 12 tahun,
3
migren lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak
perempuan. Setelah pubertas, migren semakin sering dijumpai pada perempuan
dan pada usia 20 tahun, rasio perbandingan perempuan terhadap laki-laki adalah
sekitar 2:1.(1, 4)
Migren diperkirakan dua sampai tiga kali lebih sering pada perempuan
daripada laki-laki dan paling sering terjadi pada perempuan berusia kurang dari
40 tahun, cenderung dijumpai dalam satu keluarga dan diperkirakan memiliki
dasar genetik. Sekitar 70% hingga 80% penderita migren memiliki anggota
keluarga dekat yang menderita nyeri kepala.(1) Di Indonesia maupun negara
berkembang lainnya, prevalensi penderita migren cukup sulit diketahui secara
pasti karena sebagian besar penderita tidak terdiagnosis dan terobati dengan baik.
2.3 Klasifikasi(3)
4
2. Migraine dengan aura
A. Setidaknya dua kali serangan memenuhi kriteria B dan C
B. Terdapat satu atau lebih gejala aura dibawah ini yang bersifat reversibel:
1. Gangguan visual
2. Gangguan sensorik
3. Gangguan bicara dan atau bahasa
4. Gangguan motorik
5. Gangguan brainstream
6. Gangguan retinal
C. Setidaknya terdapat dua dari empat kriteria dibawah ini:
1. Paling sedikit satu gejala aura secara gradual ≥5menit, dan atau dua
atau lebih gejala aura yang terjadi secara berturut-turut.
2. Gejala aura terjadi 5-60 menit
3. Paling sedikit terdapat satu gejala aura yang unilateral
4. Gejala aura diikuti oleh sakit kepala yang terjadi selama 60 menit
D. Tidak berhubungan dengan klasifikasi migrain lain dan diagnossi TIA
disingkirkan.
5
3. Paling sedikit terdapat satu gejala aura yang unilateral
4. Gejala aura diikuti oleh sakit kepala yang terjadi selama 60 menit
D. Tidak berhubungan dengan klasifikasi migrain lain dan diagnossi TIA
6
1. Paling sedikit satu gejala aura secara gradual ≥5menit, dan atau dua
atau lebih gejala aura yang terjadi secara berturut-turut.
2. Gejala aura terjadi 5-60 menit
3. Paling sedikit terdapat satu gejala aura yang unilateral
4. Gejala aura diikuti oleh sakit kepala yang terjadi selama 60 menit
E. Tidak berhubungan dengan klasifikasi migrain lain dan diagnossi TIA
disingkirkan.
Hemiplegic migraine
A. Sekurang-kurangnya dua kali serangan memenuhi kriteria B dan C
B. Serangan aura terdiri dari dua gejala:
1. Kelemahan motorik yang reversibel
2. Gangguan visual, sensorik dan atau bicara dan bahasa yang
reversibel
C. Setidaknya terdapat satu gejala dari empat kriteria dibawah ini:
1. Paling sedikit satu gejala aura secara gradual ≥5menit, dan atau dua
atau lebih gejala aura yang terjadi secara berturut-turut.
2. Gejala aura terjadi 5-60 menit atau gangguan motorik yang terjadi
<72 jam
3. Paling sedikit terdapat satu gejala aura yang unilateral
4. Gejala aura diikuti oleh sakit kepala yang terjadi selama 60 menit
D. Tidak berhubungan dengan klasifikasi migrain lain dan diagnosis TIA
dan stroke disingkirkan
7
B. Paling sedikit serangan pertama atau kedua memenuhi kriteria
hemiplegic migrain
- Familial hemiplegic migraine type 1
A. Memenuhi kriteria familial hemiplegic migrain
B. Diketahui penyebabnya yaitu mutasi pada gen CACNA1A
- Familial hemiplegic migraine type 2
A. Memenuhi kriteria familial hemiplegic migrain
B. Diketahui penyebabnya yaitu mutasi pada gen ATP1A2
Retinal migraine
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan memenuhi kriteria B dan C
B. Terdapat phenomena visual positif/negatif monokuler yang reversibel
penuh (skintilasi, skotama, atau kebutaan, yang dikonfirmasi dengan
8
pemeriksaan selama serangan atau penderita menggambarkan adanya
gambaran defek lapangan pandang monokuler selama serangan.
C. Paling sedikit memenuhi dua dari tiga kriteria dibawah ini:
1. Serangan aura terjadi ≥ 5 menit
2. Serangan berakhir dalam 5-60 menit
3. Diikuti nyeri kepala yang terjadi dalam 60 menit
D. Tidak berhubungan dengan klasifikasi lain dan penyebab lain dari
amaurosis fugax dapat disingkirkan.
3. Chronic migraine
A. Sakit kepala terjadi ≥15 hari dalam satu bulan atau > 3 bulan dan
memenuhi kriteria B dan C
B. Terjadi paling sedikit lima serangan pada kriteria B-D mirgrain tanpa aura
dan atau kriteria B dan C migrain dengan aura.
C. Terjadi ≥ 8 hari dalam satu bulan selama > 3 bulan yang memenuhi
kriteria dibawah ini:
1. Kriteria C dan D pada migrain tanpa aura
2. Kriteria B dan C pada migrain dengan aura
3. Pasien mengaku sakit kepala berkurang dengan pemberian obat
golongan triptipan atau ergot.
D. Tidak terdapat kelainan lain.
4. Komplikasi Migrain
Status Migren
A. Serangan sakit kepala yang memenuhi kriteria B dan C
B. Adanya serngan pada pasien dengan kriteria migrain tanpa aura dan
atau migrain dengan aura, seperti serangan sebelumnya kecuali lama
serangannya.
C. Gambaran sakit kepala yang terjadi adalah:
9
1. Tidak hilang ≥ 72 jam
2. Nyeri kepala intensitas berat
D. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.
Migrenous Infark
A. Serangan migren yang memnuhi kriteria B dan C
B. Adanya serangan pada pasien dengan aura yang khas seperti serangan
sebelumnya kecuali satu atau lebih tanda-tanda aura yang menetap >60
menit.
C. Pemeriksaan neuroimaging menunjukkan infark iskemia dengan area
yang sesuai.
D. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.
5. Probable migraine
10
A. Serangan nyeri kepala memenuhi semua kriteria A-D dari migren tanpa
aura atau salah satu dari kriteria A-C dari migren dengan aura.
B. Tidak berhubungan dengan gangguan lain.
Probable migraine tanpa aura
A. Serangan nyeri kepala memenuhi semua kriteria A-D dari migren tanpa
aura.
B. Tidak berhubungan dengan gangguan lain
Probable migraine dengan aura
A. Serangan nyeri kepala memenuhi salah satu dari kriteria A-C dari
migren dengan aura ataupun jenis-jenis dibawahnya, kecuali ada salah
satu yang tidak sama.
B. Tidak berhubungan dengan gangguan lain.
11
D. Diantara dua serangan tidak terdapat gejala
E. Tidak berhubungan dengan gangguan lain.
2.4 Etiologi
2.5 Patogenesis
12
dapat dipahami disini bahwa, adanya perangsangan pada struktur peka nyeri
intracranial oleh stimulasi mekanis, kimia, dan gangguan autoregulasi
neurovaskular menyebabkan terstimulasinya nosiseptor yang ada di struktur
peka nyeri. Asal nosiseptor tersebut terbagi dua bagian, untuk struktur
supratentorial berasal dari nervus trigeminus pars ophtalmica, dan untuk
infratentorial berasal dari nervus spinalis C1-C3. Belum jelasnya mekanisme
migraine membuat para pakar neurologi melakukan penelitian yang
berkesinambungan dan menghasilkan beberapa teori yang menjelaskan
terjadinya migrain. Berikut penjelasan dari teori-teori tersebut.
1. Teori Vaskular
13
kejadian migrain tanpa aura memiliki aliran darah serebral yang konstan pada
sebagian besar pasien.(7, 9, 10)
Belakangan diteliti lebih lanjut oleh Schoonman dkk, disimpulkan bahwa
vasodilatasi pembuluh intrakranial tidak berperan dalam patogenesis migrain,
kemudian oleh Elkind dkk didapatkan bahwa mekanisme nyeri kepala sangat
ditentukan oleh diameter dinding pembuluh darah ekstrakranial. Dalam
penelitiannya (Elkind dkk) didapatkan aliran darah frontotemporal meningkat
pada subjek dengan nyeri kepala dibandingkan dengan kontrol (P <0,005),
dan nyeri kepala mereda setelah diberikan ergotamin tartrat disertai dengan
penurunan alirah darah frontotemporal, yang merupakan cabang dari arteri
karotis eksterna.(7, 9, 10)
14
Selanjutnya, sistem ini juga mengaktifkan nukleus dorsal sehingga terjadi
peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan
menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran
darah di otak. Penurunan aliran darah di otak akan merangsang serabut saraf
trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura.
Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi
pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri
kepala pada migren.(9,11)
15
mencapai ambang dalam mencetuskan aura seperti yang terjadi pada migrain
tanpa aura.
Adanya perambatan CSD kemudian mengaktivasi sistem
trigeminovaskular, yang selanjutnya akan merangsang nosiseptor pada
pembuluh darah duramater untuk mengeluarkan zat pemicu nyeri, seperti
calcitonin-gene related peptide (CGRP), substansia P, vasoactive intestinal
peptide (VIP) dan neurokinin A, yang kemudian berperan dalam terjadinya
sterile inflammation dan mekanisme nyeri.
Sebagai tambahan, melalui beberapa jalur mekanisme, CSD meningkatkan
ekspresi gen pengkode siklooksigenase (COX-2), Tumor Necrosis Factor-α
(TNF-α), interleukin 1β, dan enzim metaloproteinase. Aktivasi
metaloproteinase menyebabkan kerusakan sawar darah otak, yang
menyebabkan pengeluraran kalium, nitrit oksida, adenosin, dan produk lain
yang dihasilkan akibat CSD mejangkau dan merangsang ujung sarafbebas
nervus trigeminal terutama pada perivaskular duramater.
16
Fase prodromal terjadi beberapa hari hingga beberapa jam sebelum nyeri
kepala. Fase ini merupakan gejala-gejala non-spesifik yang biasanya dialami
penderita seperti lemas, terus mengantuk, rasa haus, anorexia, sangat sensitif
terhadap cahaya, aroma, dan suara, sering berkemih, sangat menginginkan satu
makanan tertentu, mudah marah, dsb.(2,3,12)
Fase Aura yaitu fase yang dialami oleh penderita migrain dengan aura
(migrain klasik). Aura merupakan sekelompok manifestasi neurologi fokal yang
muncul maksimal selama 60 menit pada saat sebelum serangan nyeri atau
bersamaan dengan munculnya nyeri. Aspek neurologi yang terkena itu visual,
sensorik, dan berbahasa, baik itu bersifat positif atau negatif, dan cenderung
reversibel. Contoh gejalanya yaitu terdapat skotoma multipel atau soliter, defek
lapang pandang homonim hemianopia, gangguan penglihatan total, gejala
sensorik seperti parestesia mulai dari tangan hingga kewajah yang dapat diikuti
oleh rasa baal, serta gejala gangguan berbahasa. Fase ini dapat tidak ada pada
pasien dengan migrain tanpa aura.(2,3,12)
Fase nyeri kepala, berlangsung 4-72 jam dengan intensitas nyeri sedang-berat,
berdenyut, bersifat unilateral (kadang bilateral) dengan predileksi di fronto-
temporal, serta cenderung bertambah ketika aktivitas fisik meningkat.(12)
Fase postdromal merupakan gejala ikutan pasca serangan nyeri kepala, dapat
berlangsung hingga 24 jam, dengan karakteristik pasien merasa lelah, mood tidak
stabil, nyeri otot, dan kurang nafsu makan.(2,12)
2.7 Diagnosis
Diagnosis migraine, baik itu migraine tanpa aura (common migraine) maupun
migraine klasik (classic migraine) sepenuhnya berdasarkan gejala klinik. Gejala
yang paling utama adalah adanya keluhan nyeri kepala unilateral di regio
frontotemporal (meskipun nyeri bilateral juga terdapat pada sebagian kecil kasus),
yang terjadi secara tiba-tiba akibat faktor pencetus dengan kualitas berdenyut
17
berintensitas nyeri sedang-berat. Adapun kriteria diagnosis untuk migraine tanpa
aura adalah sebagai berikut(2, 3) :
A. Sedikitnya terdapat 5 serangan nyeri kepala, DAN memenuhi criteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (belum diobati atau
sudah diobati namun belum berhasil)
C. Nyeri kepala disertai dua dari empat ciri-ciri berikut :
1. Lokasi unilateral
2. Berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang-berat
4. Keadaan diperberat oleh aktivitas fisik atau aktivitas di luar kebiasaan
rutin (berjalan atau menaiki tangga)
D. Selama serangan nyeri kepala, minimal terdapat satu dari gejala berikut
1. Mual dan/atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan penyakit lain
Selain migraine tanpa aura, dikenal juga migraine dengan aura (classic
migraine). Aura sendiri diartikan sebagai gejala disfungsi serebral fokal yang
pulih menyeluruh dalam jangka waktu < 60 menit yang dapat terjadi sebelum
serangan nyeri kepala (sebagian besar kasus), pada saat serangan atau setelah
serangan. Adapun kriteria diagnosis migraine dengan aura, yaitu(2, 3) :
A. Sedikitnya dua serangan nyeri kepala yang memenuhi criteria B dan C
B. Satu atau lebih gejala aura yang reversibel berikut :
1. Visual
2. Sensorik
3. Bicara dan/atau bahasa
4. Motorik
5. Batang Otak
6. Retinal
18
C. Sedikitnya dua dari empat karakteristik berikut :
1. Sedikitnya satu gejala aura yang berkembang secara bertahap selama ≥
5 menit, dan/atau dua atau lebih gejala aura yang terjadi berurutan
2. Gejala aura berlangsung selama 5-60 menit
3. Sedikitnya satu gejala aura yang terjadi bersifat unilateral
4. Gejala aura bersamaan atau diikuti dengan gejala nyeri kepala sesuai
dengan criteria migrain tanpa aura
D. Tidak berkaitan dengan nyeri kepala akibat penyakit lain dan Transient
Ischemic Attack (TIA) telah disingkirkan.
19
sensorik,
visual, otonom
Cluster Orbito- Dewasa muda Nyeri hebat, Tidak
Headache temporal dan laki-laki tidak diketahui
(Nyeri dewasa (90%) berdenyut, pasti, alkohol
kepala lakrimasi, pada beberapa
kluster) rinore, injeksio kasus
konjungtiva
Tension Fronto- Dewasa Tertekan, Kelelahan,
Headache Oksipital, muda, usia terikat tali, stress psikis
( Nyeri menyeluruh pertengahan, tidak
kepala terkadang berdenyut,
ketegangan anak-anak, berlangsung
) wanita>pria berhari-hari,
bulan, tahunan
Temporal Unilater- Usia >50 Nyeri Tidak ada
Arteritis bilateral di tahun berdenyut,
(Giant-Cell regio kemudian
Arteritis temporalis persisten dan
terasa terbakar,
nyeri tekan
arteri
Neuralgia Unilateral, Usia Nyeri seperti Mengunyah,
Trigeminal mengikuti umumnya 60- tertusuk, berat, berbicara,
persarafan 70 tahun dan muncul menyikat gigi,
sensorik mendadak menyentuh
n.trigeminus area/lokasi
pada kepala nyeri
2.10 Penatalaksanaan
20
Secara umum, penanganan migrain terbagi dalam terapi farmakologis dan
non-farmakologis. Di mana untuk terapi non-farmakologis adalah dengan
menghindari faktor pencetus serangan, seperti perubahan pola tidur (kurang tidur/
tidur berlebih), makanan yang merangsang, cahaya terlalu terang, stres, kelelahan,
perubahan cuaca, dsb.(3)
Untuk terapi farmakologis, dibagi dalam dua bagian, yaitu terapi abortif dan
terapi profilaksis. Terapi abortif bertujuan untuk menangani serangan nyeri akut.
Terapi lini pertama adalah sebagai obat abortif nonspesifik untuk serangan ringan
sampai sedang atau serangan berat atau berespons baik terhadap obat yang sama,
dapat dipakai golongan analgesik atau NSAID yang dijual bebas. Dosis obat lini 1
yang dapat diberikan yaitu(3) :
Paracetamol 100-600 mg/ 6-8 jam
Aspirin 500-1000 mg/ 6-8 jam, maksimal 4 gram/ hari
Ibuprofen 400-800 mg/ 6 jam, maksimal 2,4 gr/ hari
Ketorolac 60 mg IM tiap 15-30 menit, maksimal 120 mg/hari, tidak boleh
lebih dari 5 hari
Potasium diklofenak 50 mg-100 mg/hari, dosis tunggal
Sodium naproksen 275 – 550 mg/ 2-6 jam, dosis maksimal 1,5 gr/ hari
Steroid seperti dexametahson atau methylprednisolon dapat menjadi
pilihan pada pasien dengan status migrenosus (serangan migrain >72
jam)
Terapi lini kedua adalah sebagai obat abortif spesifik apabila tidak responsif
terhadap analgesik dan NSAID (obat abortif nonspesifik) seperti golongan triptan
dan dihidroergotamin (DHE). Golongan triptan digunakan pada migren sedang
sampai sedang atau migren ringan sampai sedang yang tidak responsif terhadap
analgesik atau NSAID. Sedangkan golongan dehidroergotamin seperti alkaloid
ergot (ergotamin tartat) walaupun efikasinya tidak lebih baik dari triptan namun
21
golongan tersebut memiliki rekurensi yang lebih rendah pada beberapa pasien.
Selain itu, alkaloid ergot dapat menginduksi drug overuse headache sangat cepat
pada dosis sangat rendah sehingga penggunaannya dibatasi hanya sampai 10 hari
per bulan dan tidak boleh diberikan pada pasien dengan penyakit kardiovaskuer
dan cerebrovaskuler, hipertensi, gagal ginjal, kehamilan, dan masa laktasi. Obat
golongan triptan bekerja dengan cara agonisasi dari reseptor 5HT IB/ID seperti
sumatriptan 6 mg subkutan atau 50-100 mg per oral, atau derivat ergot seperti
ergotamin 1-2 mg yang dapat diberikan secara oral, subkutan ataupun rektal.(13)
Pemberian antiemetik diberikan pada serangan migren akut untuk mengatasi
nausea dan potensi emesis, diduga obat-obat antiemetik meningkatkan resorpsi
analgesik. Metoklopramid 20 mg direkomendasikan untuk dewasa dan remaja
sedangkan domperidon 10 mg untuk anak-anak.(13)
Terapi profilaktik umumnya diindikasikan apabila pasien mengalami lebih
dari dua kali serangan migren per bulan atau yang aktivitas sehari-harinya
terganggu akibat nyeri kepala. Obat yang dapat digunakan antara lain amitriptilin,
propranolol, dan nadolol sebagai lini pertama. Untuk lini kedua dapat digunakan
topiramat, gabapentin, venlafaksin, kandesartan, lisinopril, magnesium, dan
riboflavin. Untuk lini ketiga, dapat dipakai flunarizin,pizotifen, dan natrium
divalproat. Beberapa pertimbangan khusus sebelum dokter memberikan
profilaktik meliputi ada tidaknya hipertensi atau penyakit kardiovaskuler,
gangguan mood, insomnia, kejang, obesitas, kehamilan, dan toleransi rendah
terhadap efek samping medikasi.(13)
2.11 Komplikasi
22
komplikasi penyakit metabolik pada seseorang seperti diabetes melitus dan
hipertensi, dyslipidemia, dan penyakit jantung iskemik.(13)
2.12 Prognosis
Pada umumnya migren dapat sembuh sempurna jika dapatmengurangi
paparan atau menghindari faktor pencetus,dan meminum obat yang teratur. Tetapi
berdasarkan penelitian dalam beberapa studi, terjadi peningkatan resiko untuk
menderita stroke pada pasien riwayat migren, terutama pada perempuan. Namun,
hingga saat ini masih kontroversial dan diperdebatkan.(1)
23
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Migraine adalah nyeri kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri yang
berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut,
intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai
dengan mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia
Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang
hidupnya.Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul
pada 11% masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang. Prevalensi
migraine ini beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migraine
dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai dewasa. Migraine lebih sering terjadi
pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun,
tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada
kelompok umur 25-44 tahun.
Secara umum, migren dibagi menjadi migren dengan aura, migren tanpa aura,
kronik migren, komplikasi migren, probable migren,serta episodik sindrom yang
berhubungan dengan migren.
Tatalaksana migren meliputi langkah umum yaitu menghindari faktor
pencetus untuk terjadinya migrain, terapi abortif, terapi untuk menghilangkan nyeri
serta terapi preventif.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Hartwig M WL. Nyeri. In: Price S WL, editor. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2015. p. 1063-101.
2. (IHS) IHS. Headache Classification. International Headache Society.
2013;33(9):629-808.
3. Arifputra A AT. Migrain. In: Chris Tanto d, editor. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius; 2014. p. 967.
4. Ramage-Morin PL GH. Prevalence of migraine in the canadian household
population. . Canada: Stat Can. 2014.
5. un-Edelstein C MA. "Foods and supplements in the management of migraine
headaches". The Clinical Journal of Pain 2009;25(5):446-52.
6. Lay CB, SW "Migraine in women". Neurologic Clinics 2009;27(2):503-11.
7. Guyton. Guyton textbook of Medical Physiology. USA: Elsevier; 2009.
8. Netter FM. Atlas Anatomi Manusia. USA: Elsevier saunders; 2011.
9. Cutrer F, Charles, A. The Neurogenic Basis of Migraine. Headache: The
Journal of Head and Face Pain. 2008;48:1411-4.
10. Shevel E. The Extracranial Vascular Theory of Migraine. HeadacheMedscape.
2011;51(3):409-17.
11. Goadsby, P. Pathophysiology of migraine. Ann Indian Acad Neurol. 2012
Aug; 15(Suppl 1): S15–S22.
12. Ropper, A., Brown, R. Adams and Victor’s Principles of Neurology ed 8th.
USA : McgrawHill; 2005
13. Anurogo D. Penatalaksanaan migren. RS PKU Muhammadiyah Palangkaraya,
Kalimantan Tengah, 2012.
25
26