PENDAHULUAN
saat ini masih merupakan masalah kesehatan utama dunia terutama pada
akibat infeksi di seluruh dunia setelah HIV. WHO melaporkan bahwa 1,3 juta
paling banyak terdapat pada dewasa ( usia ≥ 15 tahun ) yaitu 90%. Sebagian
besar estimasi insiden TBC pada tahun 2016 terjadi di Kawasan Asia Tenggara
(45%) dan sebagian lainnya yaitu 25% terjadi di Afrika. Tuberkulosis paru
tahun 2018, pada tahun 2017 terdapat 10 juta kasus TB paru didunia, dengan
rincian penderitanya 5.8 juta adalah laki-laki, 3.2 juta perempuan dan 1 juta
anak-anak. Pada tahun 2017, 1.3 juta orang didunia meninggal karena TB.
penduduk dunia.1
Berdasarkan Global Report Tuberculosis tahun 2017, secara global
kasus baru tuberkulosis sebesar 6,3 juta, setara dengan 61% dari insiden
juta pasien.2 Beban penyakit yang disebabkan oleh tuberkulosis dapat diukur
angka insiden tuberkulosis Indonesia 391 per 100.000 penduduk dan angka
prevalensi pada tahun 2017 sebesar 619 per 100.000 penduduk sedangkan
dunia setelah India dan China. Berdasarkan laporan WHO tahun 2018,
didapatkan pada tahun 2017 kasus TB di India, China dan Indonesia berturut-
jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017.4
Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2018 prevalensi TB di Provinsi
Jambi adalah 0.27 %.3 Menurut laporan Dinkes Kabupaten Batanghari 2017,
tahun 2016 sebesar 202 kasus, menurun bila dibandingkan dengan tahun 2015
sebesar 208 kasus. Menurut jenis kelamin, kasus Tuberculosis BTA + pada
laki-laki lebih tinggi dari perempuan yaitu laki-laki 66.67% dan perempuan
33.33%.5
2
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Batanghari tahun 2017,
Puskesmas Muara Bulian pada tahun 2016 sebesar 21 kasus. Hal ini menurun
2019?
3
1.3.2.3 Mengetahui karakteristik penderita TB paru berdasarkan tingkat
2019.
1.3.2.9 Mengetahui karakteristik penderita TB paru berdasarkan status
4
1.4.4 Merupakan sumber informasi bagi peneliti lain tentang karakteristik
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
dinding kuman ini terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan, dan
gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering
mengandung lipid. Selain itu kuman ini juga bersifat aerob sehingga
5
kuman ini lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
penyakit tuberkulosis.7
A. Tuberkulosis Primer
Penularan penyakit ini sebagian besar dari udara (air borne
udara sekitar, partikel ini akan menetap dalam udara bebas selama 1-
yang buruk dan kelembapan. Pada suasana yang lembab kuman ini
orang sehat dan akan menempel pada saluran napas atau jaringan
<5 mikrometer.7
Setelah berada didalam membran alveolus, biasanya dibagian
bawah lobus atas paru atau bagian atas lobus bawah paru, kuman ini
6
trakeobronkial bersama gerakan siliar dari sekretnya. Kuman basil
yang virulen akan tetap hidup dan bila pertahanan tubuh lemah, basil
suatu sarang pneumonik yang disebut sarang primer atau afek primer
(fokus ghon). Sarang primer ini dapat terjadi pada setiap bagian
seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke
seperti berikut :
1. Sembuh dengan tidak menimbulkan cacat sama sekali (restution
ad integrum).
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas ( antara lain sarang
7
b. Penyebaran secara bronkogen baik diparu bersangkutan
dalam usus.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen.6,7
B. Tuberkulosis Post-Primer
cacat.
2. Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses
8
keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian
baru.
b. Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan
dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang
terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Pasien TB terdiagnosis secara klinis adalah pasien yang tidak
9
untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk dalam kelompok pasien
ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks
mendukung TB.
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun
10
b. Pasien yang diobati kembali setelah gagal adalah pasien TB
terakhir.
c. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
dapat berupa :
secara bersamaan
3. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid
11
d. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV
1. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV)
sedang mendapatkan ART, atau hasil tes HIV positif pada saat
diagnosis TB.
2. Pasien TB dengan HIV negatif adalah pasien dengan hasil tes
HIV negatif sebelumnya atau hasil tes HIV negatif pada saat
diagnosis TB.
3. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui adalah pasien TB
ditetapkan.
2.1.3 Diagnosis Tuberkulosis
dan gejala lokal, bila organ yang terkena adalah paru, maka gejala lokal
selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai darah), sesak napas dan nyeri
dada. Gejala lokal itu tergantung pada organ mana yang terlibat, bila
disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan
terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat
12
membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
makan dan berat badan, perasaan tidak enak (malaise) dan lemah.6,12
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ronki basah, amforik,
PA. Pemeriksaan radiologi lain adalah foto lateral, oblik atau CT-scan.
13
Diagnosis TB ditegakkan dengan ditemukaannya basil tahan asam
Gambar 2.1 Alur Diagnosis dan Tindak Lanjut TB Paru pada Pasien
Dewasa.11
14
Dengan KDT pasien tidak dapat memilih obat yang diminum, jumlah
dan tahap lanjutan. Pada tahap awal pasien mendapat obat setiap hari
berlanjut ke fase lanjutan, pada fase ini pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit namun dalam jangka waktu yang lebih lama sehingga mencegah
mg dan
b. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
15
c. Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
d. Derivat rifampisin dan INH
Tabel 2. 1 Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa11
OAT Dosis Rekomendasi
Harian 3 Kali Per Minggu
Dosis Maksimum Dosis (mg/kg Maksimum
(mg/kgBB) (mg) BB) (mg)
Isoniazid 5 (4-6) 300 10(8-12) 900
Rifampisin 10 (8-12) 600 10(8-12) 600
Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) -
Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -
Streptomisin 15 (12-18) 15 (12-18) 1000
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Paduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) ini diberikan untuk pasien
baru :
a. Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis
b. Pasien TB paru terdiagnosis klinis
c. Pasien TB ekstra paru.
2. Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah
16
b. Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT
kategori 1 sebelumnya.
c. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up).
badan anak.
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT- KDT). Tablet OAT
KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk pasien. Selain itu juga ada
paket kombipak yaitu paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid,
17
Obat yang digunakan untuk tatalaksana pasien TB resisten obat di
kemajuan pengobatan.11
Ketaatan pasien pada pengobatan TB sangat penting untuk
yang direkomendasikan oleh WHO sejak tahun 1995 dan sejak tahun
18
Pengawas menelan obat (PMO) harus mengamati setiap asupan obat
bahwa OAT yang ditelan oleh pasien adalah tepat obat, tepat dosis dan
dilatih, yang dapat diterima baik dan dipilih bersama dengan pasien.
19
menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif
tertentu
3. Proporsi pasien TB anak
Adalah persentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh
pasien TB tercatat.
4. Angka Keberhasilan Pengobatan
Adalah angka yang menunjukkan persentase penderita baru TB
tercatat.
2.2.2 Usia
20
sesuai dengan data Kemenkes Republik Indonesia (2011) bahwa
efek obat, karena metabolisme obat dan fungsi organ tubuh kurang
efisien pada bayi dan orang tua, sehingga dapat menimbulkan efek
yang lebih kuat dan panjang pada kedua kelompok umur ini.16
Jika ditinjau dari keberhasilan konversi, usia berhubungan
usia tidak dapat diandalkan untuk minum obat secara teratur, pada
waktu yang tepat atau dalam dosis yang tepat, terutama jika
21
dimungkinkan karena memori yang buruk, penglihatan yang buruk
bulan.17
2.2.3 Jenis Kelamin
Berdasarkan data Kemenkes RI (2013), sebesar 59,4% kasus
hidup seperti merokok dan pekerjaan yang berasal dari dalam atau
bosan minum obat setiap hari untuk jangka lama.16 Disamping itu
22
Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan untuk
keluarga.14
Jenis jenis pekerjaan
- Pegawai Negeri Sipil (PNS)
PNS adalah setiap warga Negara RI yang telah memenuhi syarat
berlaku.
- Wiraswasta
Wiraswasta adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh
tambah yang memiliki sifat baru dan belum pernah ada atau yang
jagung, ubi, bunga, buah dan lain lain) dengan harapan untuk
sendiri.
23
2.2.6 Penghasilan
Masyarakat dari golongan sosial ekonomi lemah lebih sering
perumahan yang terlampau padat dan kondisi kerja yang buruk serta
penyakit menular.20
2.2.7 Sumber Penularan
Sumber penularan TB paru yaitu pasien TB BTA positif
penderita.21
2.2.8 Status Merokok
Kebiasaan merokok akan merusak mekanisme pertahanan
24
menimbulkan infeksi. Asap rokok juga dapat meningkatkan tahanan
dibagi menjadi22 :
1) Kasus baru
Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan Obat
pengobatan.
c. Kasus setelah putus berobat, adalah pasien yang pernah
akhir pengobatan.
25
d. Kasus dengan riwayat pengobatan lainnya, adalah pasien yang
melanjutkan pengobatannya.
f. Pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,
kategori di atas.
2.2.10 Status Gizi
Dari hasil penelitian Kurniawan (2015), umur pasien tidak
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
26
Berdasarkan hasil studi kepustakaan, dapat disusun kerangka konsep
Umur Riwayat
Kontak
Jenis Kelamin Status
Merokok
Karakteristik
TB Paru
Tingkat Kategori
Pengobatan
Pendidikan
Penghasilan
Keterangan :
BAB 4
METODE PENELITIAN
27
Bulian yang sudah selesai pengobatan dan sedang menjalani pengobatan periode
wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian selama bulan Agustus -September 2019
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien TB yang sudah selesai
2019.
4.3.2 Sampel
sampling.
1. Umur
28
Definisi : Usia pasien saat didiagnosis suspek TB paru. Usia yang
2. Jenis Kelamin
2. Perempuan
3. Tingkat Pendidikan
29
3. Sekolah Menengah Atas (SMA)
4. Sarjana (S1)
4. Pekerjaan
Definisi : Aktifitas mata pencaharian yang dilakukan penderita untuk biaya
hidupnya.
Cara ukur : Wawancara
pedagang, nelayan)
5. Penghasilan
Definisi : Hasil berupa uang yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan
yang dilakukannya
Cara ukur : Wawancara
2. 1-3 juta
3. >3 juta
6. Riwayat Kontak
diketahui.
Cara ukur : Wawancara
30
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur :
7. Status Merokok
8. Kategori Pengobatan
2.Kasus Relaps
3. Putus Obat
4. Lainnya
9. Status Gizi
31
Skala ukur : Ordinal
Hasil ukur : 1. Kurang bila IMT <18,5
2. Normal bila IMT ≥ 18,5- <24,9
3.Lebih bila IMT ≥25
Data yang digunakan dalam kegiatan ini adalah data primer yang berasal
dari observasi langsung dan wawancara ke rumah pasien dan data sekunder yang
Tuberkulosis (P2TB) Puskesmas Muara Bulian Januari 2019- Agustus 2019 dan
4.5.2 Pemetaan
pengobatan dan sedang menjalani pengobatan diambil dari desa atau kelurahan
dalam tabel.
pembersihan data yaitu mengecek data yang benar saja yang diambil sehingga
32
4.6.2 Analisis data
bentuk persentase.
33
BAB 5
5.1 Pemetaan
primer dan data sekunder yang didapatkan dari dokumen data laporan evaluasi
2019 dan berasal dari keterangan pemegang program P2TB secara langsung.
Hasil pemetaan pasien TB Paru diambil dari 5 desa yang merupakan
34
Gambar 5.1 Peta Penyebaran Penderita TB di Wilayah Kerja Puskesmas
Muara Bulian
merupakan desa yang memiliki pasien terbanyak diantara desa lainnya, dengan
jumlah total pasien sebanyak 4 orang (30.77%). Sedangkan desa yang memiliki
jumlah pasien terendah adalah Desa Pasar Baru yaitu 1 orang (7.69%).
memiliki riwayat kontak dengan keluarga yang pernah sakit TB. Kebanyakan
pasien yang sakit TB di desa Kilangan terlambat menyadari bahwa pasien tersebut
menderita sakit TB. Menurut hasil wawancara dengan kader TB Desa kilangan,
pada tahun 2019 ini terdapat 2 pasien yang diduga suspek TB meninggal dunia
lebih lanjut dari Puskesmas Muara Bulian kepada masyarakat Desa Kilangan
35
disebabkan oleh anggapan masyarakat bahwa sakit TB adalah suatu aib dan suatu
Selain itu terkait dengan jarak tempuh dari Desa Kilangan ke Puskesmas Muara
Bulian yang cukup jauh, akses jalan yang kurang memadai, serta sudah tidak
sehingga setiap pasien tersebut batuk dia akan terus menularkan ke keluarga dan
orang sekitar yang sering berkontak dengan penderita TB, sehingga penderita TB
Desa Kilangan tetap akan terus bertambah. Hal ini dapat diatasi dengan
Bulian
Paru yang sedang berobat dan sudah selesai pengobatan pada tahun 2019 di
Puskesmas Muara Bulian. Keluarga pasien diperiksa oleh dokter dengan tujuan
sedini mungkin. Adapun hasil pemetaan pasien suspek TB Paru adalah sebagai
berikut :
36
Tabel 5.2 Hasil Pemetaan Pasien TB BTA Positif di Wilayah Kerja
Puskesmas Kadipaten Tahun 2019
kerja Puskesmas Muara Bulian. Dari hasil wawancara kami dengan pasien
penderita TB paru dan keluarga pasien didapatkan keluarga pasien sehat-sehat dan
belum ada mengalami gejala-gejala TB Paru. Hal ini disebabkan karena tidak
semua yang mendapat riwayat kontak akan terjangkit TB paru, tergantung pada
seberapa kuat daya tahan tubuh seseorang serta dapat pula kuman TB tersebut
Bulian
pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian berdasarkan usia dan
Tabel 4.3 Karakteristik Pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian
berdasarkan jenis kelamin
37
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1. Laki-laki 9 69.23%
2. Perempuan 4 30.77%
Jumlah 13 100%
menderita TB Paru adalah laki-laki sebanyak 69.23% . Hal yang sama juga
ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh puspitasari tahun 2013 di Manado
didapatkan bahwa jenis kelamin terbanyak yang menderita TB Paru adalah laki-
laki yaitu sebanyak 76,9%. Hal ini mungkin disebabkan oleh status sosial dan
paru lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan laki-laki lebih
Tabel 5.3 Karakteristik Pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian
berdasarkan usia
menderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu sebanyak 84.62 %. Hal
38
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Susilayanti pada tahun 2012 di
Padang yang menemukan lebih dari separuh penderita TB terjadi pada kelompok
usia produktif. Usia produktif merupakan usia dimana seseorang berada ada tahap
untuk bekerja/menghasilkan sesuatu baik untuk diri sendiri maupun untuk orang
dan berjenis kelamin laki-laki, sehingga individu dengan usia produktif dan
berjenis kelamin laki-laki lebih berpeluang untuk tertular agen penyebab TB.
dan Penghasilan.
Tabel 5.4 Karakteristik Pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian
berdasarkan tingkat pendidikan
39
TB Paru terbanyak adalah SD sebanyak 38.46 %. Berdasarkan penelitian yang
2018. Hal ini disebabkan oleh Tingkat pendidikan terakhir yang dimiliki
yaitu tamat SD sebanyak 21 responden atau sebesar 36,5% dan terendah adalah
tamat perguruan tinggi sebanyak 3 responden atau sebesar 5,2%. Sedangkan pada
atau sebesar 41,4% dan terendah adalah tamat perguruan tinggi sebanyak 1
suatu penyakit tentu tidak lepas dari tingkat pendidikan yang dimilikinya. Dari
penelitian Faris pada tahun 2014 didapatkan bahwa yang berpendidikan rendah
Tabel 5.5 Karakteristik Pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian
berdasarkan pekerjaan
40
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien TB di wilayah kerja
terbanyak adalah kelompok non formal yaitu 100%. Sesuai penelitian yang
Paru antara lain supir, buruh, wirausaha dan lain-lain dengan persentase 52,2%
Tabel 5.6 Karakteristik Pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian
berdasarkan Penghasilan
41
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pasien TB di wilayah
peneltian yang dilakukan oleh Novita pada tahun 2017, hal ini disebabkan
hasil penelitian Novita pada tahun 2017 mengatakan bahwa responden yang
pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian pada tahun 2019
Tabel 4.6 Karakteristik Pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian
berdasarkan
42
Pada penelitian ini didapatkan pasien TB yang memiliki riwayat kontak
dengan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian pada tahun 2019
dengan orang tuanya penderita TB, paman menderita TB , dan ada dalam satu
keluarga bapak dan kakak nya memiliki riwayat sakit TB sebelumnya.Faktor yang
paru. Hal ini memang sering ditemui karena faktor utama seseorang dapat
Riwayat kontak yang dimaksud antara lain pernah tinggal serumah dengan
bersin atau batuk penderita dapat terhirup bersama dengan oksigen di udara dalam
proses penularan. Namun tidak semua yang mendapat riwayat kontak akan
terjangkit TB paru, tergantung pada seberapa kuat daya tahan tubuh seseorang
serta dapat pula kuman TB tersebut dorman dalam tubuh seseorang sehingga tidak
dkk (2012), terdapat 4,4% kelompok kasus atau penderita TB paru mempunyai
riwayat kontak atau tinggal serumah sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada
(0%). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Eka Fitriani (2013) menunjukkan ada
43
terjadinya penularan untuk rumah tangga dengan penderita lebih dari satu orang
adalah 4 kali lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga yang hanya satu
orang penderita TB paru di dalamnya. Pada penelitian lainnya oleh Mahpudin dan
bermakna dengan kejadian TB paru BTA (+). Mereka yang tinggal serumah
dengan kontak berisiko menderita tuberculosis 3,16 kali lebih besar dibandingkan
dengan mereka yang tidak ada kontak serumah. Temuan ini sesuai dengan
lebih besar daripada mereka yang tanpa kontak serumah. Penelitian di Kabupaten
Majalengka 8,59 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak ada
kontak serumah. Kontak erat dengan penderita TB paru BTA (+) berisiko
Paru di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian pada tahun 2019 berdasarkan
Tabel 4.6 Karakteristik Pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian
berdasarkan status merokok
44
Pada penelitian ini didapatkan bahwa pasien yang menderita TB Paru di
wilayah kerja Puskemas Muara Bulian paling banyak adalah perokok . Sesuai
pada tahun 2002 yang mendapatkan hasil 1,3% merupakan bukan perokok, 70,9%
bukan perokok merupakan jumlah yang paling rendah ( Lofondre K et al, 2002).
sebanyak 7 orang dan yang tidak menderita Tuberkulosis Paru sebanyak 3 orang.
Pada seorang yang bukan merupakan perokok maupun mantan perokok yang
Hasil yang dipaparkan diatas hampir mirip dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hsien Ho Lin dan kawan-kawan di Taiwan pada tahun 2009 yang
paru ( Lin Hsien Ho et al, 2009). Temuan lain yang dilakukan oleh Singh N.P, et al
merokok dengan Tuberkulosis yaitu peningkatan lebih dari 3 kali lipat dalam
terinfeksi Tuberkulosis paru di antara orang dewasa yang merokok satu bungkus
per hari atau lebih dan mereka yang telah merokok lebih dari 30 pack per tahun.26
45
Mekanisme yang menyebabkan antara lain adalah adanya penurunan
yang berperan adalah sel T dimana paparan rokok menyebabkan sel T terstimuli
sebagai faktor risiko dari berbagai macam penyakit. Rokok merupakan produk
bahan yang berbahaya itu terdapat 3 yang paling penting khususnya dalam hal
kanker yaitu tar, nikotin, dan karbon monoksida. Kebiasaan merokok akan
bulu getar dan bahan lain tidak dapat dengan mudah membuang infeksi yang
sudah masuk ke paru-paru karena bulu getar dan alat lain di paru rusak akibat asap
rokok. Selain itu asap rokok meningkatkan tahanan jalan nafas, dan menyebabkan
mudah bocornya pembuluh darah di paru juga akan merusak makrofag yang
merupakan sel pemakan bakteri pengganggu. Asap rokok juga diketahui dapat
menurunkan respon terhadap antigen sehingga kalau ada benda asing yang masuk
46
5.2.5 Karakteristik Pasien TB Paru Berdasarkan Kategori Pengobatan
Paru di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian pada tahun 2019 berdasarkan
Tabel 4.6 Karakteristik Pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian
berdasarkan
TB Paru di wilayah kerja puskesmas Muara Bulian tahun 2019 paling banyak
status penyakit diperoleh distribusi penderita TB paru di Kota Parepare pada tahun
adalah penderita baru yakni 171 orang, sedangkan TB paru kambuh yakni 14
orang, TB paru putus berobat 4 orang, dan yang paling sedikit adalah penderita
47
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan karakteristik pasien TB
Paru di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian pada tahun 2019 berdasarkan
Tabel 4.6 Karakteristik Pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian
berdasarkan
TB Paru di wilayah kerja puskesmas Muara Bulian tahun 2019 paling banyak
dua kali lebih berisiko menderita TB. Pasien dengan TB paru sering ditemukan
selenium yang mendasar dalam integritas respon imun. Studi menunjukkan, kadar
serum vitamin D yang menurun meningkatkan risiko TB paru. Hal ini secara
penderita mengalami anoreksia (hilangnya nafsu makan) dan asupan gizi menurun
ditemukan memiliki status gizi kurus. Kekurangan protein ini juga dapat
48
mengakibatkan jumlah sel limfosit T yang dihasilkan akan menurun. Limfosit T
kuman ini akan tetap hidup dijaringan paru yang berakibat pada keterlambatan
konversi sputum dan memperlambat proses penyembuhan . Selain itu, status gizi
BAB 6
KESIMPULAN
49
terbanyak adalah kelompok Non-Formal. Berdasarkan riwayat kontak didapatkan
23,08% pasien TB paru di wilayah kerja puskesmas Muara Bulian memiliki
riwayat kontak serumah seperti orangtua, Paman, dan saudara dari pasien.
Berdasarkan status merokok pasien penderita TB di wilayah kerja puskesmas
Muara Bulian paling banyak adalah perokok. Berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya didapatkan paling banyak adalah kasus baru (belum pernah
mengkonsumsi OAT sebelumnya). Dan berdasarkan ststus gizi didapatkan pasien
TB di wilayah kerja Puskesmas Muara Bulian merupakan pasien yang memiliki
status gizi kurang.
DAFTAR PUSTAKA
50
6. PDPI. Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsesus TB). 2011 [Diakses pada 23
Agustus 2019]. Available from : http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf.
7. Amin Z, dan Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2014. pp 864-69.
8. Hasan H. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Pusat penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
unair ; 2010.
9. Price SA, dan Wilson, LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 1. Jakarta: EGC ; 2006.
10. Djojodibroto RD. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC ; 2009.
11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran. Tatalaksana Tuberkulosis. 2013 [Diakses pada 23 Agustus 2019].
Available from: http://www.depkes.go.id/.
12. Werdhani RA. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis .
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI.
2008 [Diakses pada 23 Agustus 2019]. Available from: http://staff.ui.ac.id/.
Diakses pada 21 Mei 2015.
13. WHO. Treatment of Tuberculosis: Guidelines Edisi 4. 2009 [Diakses pada 23
Agustus 2019]. Available from:
http://www.who.int/publications/guidelines/tuberculosis/en/.
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penanggulangan
Tuberkulosis. 2009 [Diakses pada 23 Agustus 2019]. Available from:
http://www.hukor.depkes.go.id/.
15. KBBI. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2016 [Diakses pada 23 Agustus
2019]. Available from: http://kbbi.web.id/pusat
16. Amaliah R. Faktor- Faktor yan Berhubungan dengan Kegagalan Konversi
Penderita TB Paru BTA Positif Pengobatan Fase Intensif di Kabupaten Bekasi
Tahun 2010 (Tesis). Universitas Indonesia : Fakultas Kesehatan Masyarakat ;
2012 [Diakses pada 24 Agustus 2019]. Available from. lib.ui.ac.id/file?
file=digital/20313567-T31309-Faktor-faktor.pdf
17. Mota PC, Carvalho A, Valente I, Braga R, dan Duarte R. Predictors of
Delayed Sputum Smear And Culture Conversion among a Portuguese
Population with Pulmonary Tuberculosis. Rev Port Pneumol : 2012 ; 18(2):
72-79.
51
18. Suprijono D. Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Konversi
Dahak Setelah Pengobatan Fase Awal pada Penderita Baru Tuberkulosis Paru
Bakteri Tahan Asam (BTA) Positif (Tesis). Universitas Diponegoro : 2005
[Diakses pada 24 Agustus 2019]. Available from.
http://core.ac.uk/download/pdf/11714650.pdf
19. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penilitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta : Slemba Medika ; 2008.
20. Meirtha Y S. Karakteristik Penderita TB Paru Relapse Yang Berobat Di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Tahun 2000-2007. Medan :
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara ; 2009.
21. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta :
Kemenkes RI ; 2015.
22. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014
23. Puspitasari P, Wongkar MCP, Surachman E. Profil Pasien Tuberkulosis Paru
di Poliklinik Paru RSUP Prof Dr.R.D.Kandou Manado. Jurnal E-Clinic.
2014;2(1): 1-9. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2019.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/3716/3239.
24. Nurkumalasari, Wahyuni D, Ningsih N. Hubungan Karakteristik Penderita
Tuberkulsosis Paru dengan Hasil Pemeriksaan Dahak di Kabupaten Ogan Ilir.
Palembang. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2016; 3(2): 51-58.
Diakses pada tanggal 5 Oktober 2019.
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jk_sriwijaya/article/view/4242/2181 .
25. Dotulong JFJ, MR. Sapulete, GD.Kandou. 2015. Hubungan Faktor Risiko
Umur,Jenis Kelamin dan Kepadatan Hunian dengan Kejadian Penyakit TB
Paru diDesa Wori Kecematan Wori. Universitas Sam Ratulangi. Jurnal
KedokteranKomunitas danTropik.2015.
26. Lin Hsien Ho, et al. Association between Tobacco Smoking and Active
Tuberculosis in Taiwan. Am J Respir Crit Care Med. 2009;180 : 476-479
27. Wardhani RA. Patogenesis, Diagnosis dan Klasifikasi
Tuberkulosis.Universitas Indonesia. 2013.
28. Susilayanti EN, Medison I, Erkadius. Profil Penderita Tuberkulosis Paru BTA
Positif yang ditemukan di BP4 Lubuk Alung periode Januari 2012-Desember
2012. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2):151-55. Diakses pada tanggal 7
Oktober 2019. http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/69
52
29. YunusYM. Faktor Risiko yang Berhubungan Dengan Kejadian TB Paru di
Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar [Skripsi]. Makassar:
Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin; 2018. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2019.
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YTRlZ
mI5NzM4NTZjNWQyOGViN2MyZDBmNjFiZjZmZTVkY2QzODBlZA==.
pdf.
30. Fitria E, Ramadhan R, Rosdiana. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru di
Puskesmas Rujukan Mikroskopis Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Penelitian
Kesehatan . 2017;4(1):13-20. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2018.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/sel/index.
31. Mahpudin, AH, Mahkota, Renti. Faktor Lingkungan Fisik Rumah, Respon
Biologis, dan Kejadian TBC Paru di Indonesia. FKM UI. 2007.
32. Leffondre K, et al. Modeling Smoking History: A Comparation of Different
Approaches. Am. J. Epidemiol. 2002; 156: 813-820.
33. Feng Yan, et al. Exposure to Cigarette Smoke Inhibits the Pulmonary TCell
Response to Influenza Virus and Mycobacterium Tuberculosis. Infection and
Immunity. 2011; 79: 235-236.
34. Narasimhan, P et al. Risk Factor for Tuberculosis. The University of New
South Wales. Hindawi Publishing Corporation. 2013.
35. Pratomo IP, Burhan E, dan Tambunan V. Malnutrisi dan Tuberkulosis. Artikel
Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan. 2012; 62 (2): 230-36.
36. Usman S .Konversi BTA padaPenderita TB ParuKategori I
denganBeratBadanRendahDibandingkandenganBeratBadan Normal yang
MendapatkanTerapiIntensif [Tesis].Medan: Universitas Sumatera Utara;2008.
37. Faris,Muaz. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi kejadian Tuberkulosis
Paru Basil Tahan Aasam Positif di Puskesmas WilayahKecamatan Serang
Kota Serang. Jakarta. FakultasKedokteranUniversitas Islam NegeriSyarif
Hidayatullah;2014
38. Widhiasnasir, Eka. KarakteristikPenderita TuberkulosisParu di Kota Parepare.
Makassar.FakultasKedokteranUniversitasHasanudin. 2017; 3(3): 51-58.
Diakses pada tanggal 4 Oktober 2019.
https://ejournal.unhas.ac.id/index.php/jk_hasanudin/article/view/3242/2061
39. Novita,Elsa. Analisis Hubungan Karakteristik Individu dan Kondisi Rumah
Dengan Tuberkulosis Paru BTA Positif Di Puskesmas Kunti Kabupaten
Ponorogo.Surabaya: Universitas Airlangga;2017
53
54
LAMPIRAN
Data pasien TB dan Suspek TB di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Bulian Pada Tahun 2019
No Nama Alamat Umur JK Pendidikan Pekerjaan Penghasilan Riwayat Kontak Kategori Pengobatan Status Gizi Merokok
1 HR Teratai RT 07 36 th LK SMP Wirausaha 1-3 juta/bulan Tidak Diketahui Kasus Baru Baik Bukan Perokok
2 YN Pasar Baru RT 08 33 th PR SMA IRT <1 juta/bulan Tidak Diketahui Kasus Baru Baik Bukan Perokok
3 EW Hutan Lindung RT 15 34 th LK SMP Wiraswasta 1-3 juta/bulan Tidak Diketahui Kategori II Baik Perokok
4 ST Teratai RT 07 71 th PR SD IRT < 1 juta/bulan Tidak Diketahui Kasus Baru kurus Bukan Perokok
MR Rengas Condong RT 10 18 th LK SMA Pelajar - Tidak Diketahui Kasus Baru Baik Perokok
5
6 ST Muara Bulian 30 th LK S1 Swasta 1-3 juta/ bulan Tidak Diketahui Kasus Baru kurus Bukan Perokok
Ibu Rumah
NB Muara Bulian RT 17 70 tahun Pr SD <1 juta/bulan Tidak Diketahui Kasus Baru kurus Bukan Perokok
7 Tangga
8 TM Kilangan RT 05 93 th PR SD IRT <1 juta/ bulan Tidak Diketahui Kasus Baru sangat kurus Perokok
9 YA Kilangan RT O7 20 th LK SMP Sopir <1 juta/bulan ada Kasus Baru kurus Bukan Perokok
10 SD Kilangan AMD RT 07 60 tahun LK SD Petani <1 juta/bulan ada Kasus Baru kurus Perokok
11 MS Kilangan AMD RT 22 18 tahun LK SMA Mahasiswa tidak ada tidak diketahui Kasus Baru kurus Perokok
12 NS Gemilang RT 07 43th LK SMA Wiraswasta 1-3 juta/bulan tidak diketahui Kasus Baru kurus Perokok
13 PG Muara Bulian RT 34 48 tahun LK SD Nelayan <1 Juta ada Kasus Baru kurus Perokok
DATA PASIEN TB PARU
Umur :
Jenis Kelamin :
1. Laki-laki
2. Perempuan
Tingkat Pendidikan :
4. Sarjana (S1)
Pekerjaan :
nelayan)
Penghasilan :
1 . < 1 juta
2. 1-3 juta
3. > 3 juta
Riwayat Kontak :
1. Perokok
2. Bukan Perokok
Kategori Pengobatan :
1. Kasus Baru
2.Kasus Relaps
3. Putus Obat
4. Lainnya
Status Gizi :
DOKUMENTASI PENDATAAN TB
2
3
4