Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) sampai saat masih menjadi permasalahan utama

kesehatan, terutama di Negara berkembang seperti Indonesia. Selain mempengaruhi

produktivitas kerja juga merupakan penyebab utama kematian . Tuberkulosis (TB)

adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium

tuberculosis. Penularan penyakit ini berasal dari bakteri tahan asam (BTA) positif

pasien TB melalui percikan dahak yang dikeluarkan ketika batuk, bersin ataupun

berbicara.TB saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di Indonesia

maupun di dunia internasional, sehingga menjadi salah satu tujuan pembangunan

kesehatan berkelanjutan (SDGs). Indonesia merupakan negara ke-3tertinggi yang

menderita tuberculosis setelah India dan Cina, dan sebagai penyebab kematian ketiga

terbesar setelah kadiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan. Hal ini mendorong

penanggulangan tuberkulosis nasional dilakukan dengan program intensifikasi,

akselerasi, ekstensifikasi dan inovasi (Kementerian Kesehatan RI, 2020).

WHO memperkirakan bahwa di Indonesia setiap tahun terjadi 583.000 kasus

untuk jumlah jenis TB dan 262.000 kasus baru dengan BTA. PrevalensikasusBTA(+)

diperkirakan 715.000 dengan kematian sekitar 300 orang setiap hari dan lebih dari

100.000 orang meninggal setiap tahun atau diperkirakan setiap 100.000 penduduk

Indonesia terdapat 107 penderita TB Paru baru dengan BTA(+) dan menyerang

sebagian besar usia produktif, kelompok ekonomi lemah dan berpendidikan rendah

(Depkes, 2015).

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 1


Pasien TB paru adalah sesorang dengan gejala atau tanda sugestif TB. Gejala

umum TB adalah batuk produktif lebih dari dua minggu yang disertai gejala

pernapasan seperti sesak napas, nyeri dada, batuk darah dan/ gejala tambahan seperti

menurunnya nafsu makan, menurun berat badan, keringat malam dan mudah lelah.

(Kemenkes RI, 2016).

Faktor – faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian TB Paru yaitu

Faktor Individu meliputi umur, Jenis kelamin, pengetahuan. Dengan pengetahuan

yang baik maka sesorang akan berusaha untuk merubah pola hidupnya menjadi lebih

baik. Pengetauan bisa didapat dari pengalaman dan pengamatan akal budinya untuk

mengenali kejadian tertentu. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah

a) Pendidikan b) media c) Informasi. Faktor lain yang mempengaruhi kejadian TB

Paru adalah faktor Kepadatan Hunian rumah, kebiasaan merokok, riwayat kontak

dan lain sebagainya.

Capaian penemuan kasus TB Paru di Puskesmas Ibuh mengalami

penurunan di tahun 2017 ditemukan 50 kasus ke tahun 2018 yaitu 35 kasus, dan

mengalami peningkatan di tahun 2019 menjadi 409 kasus (Dinkes Kota

Payakumbuh, 2020). Terjadi kenaikan yang cukup signifikan pada capaian penemuan

kasus terduga TB paru pada Puskesmas Ibuh. Berbagai upaya telah dilakukan dalam

penanggulangan penyakit TB paru ini, diantaranya melalui pelatihan dokter dan

paramedis puskesmas, penyuluhan TB, pelatihan tenaga laboratorium dan bimbingan

teknis dokter ahli paru.

Strategi program penanggulangan TB yang digunakan di Indonesia adalah

strategi DOTS (Detecly Observed Treatment Shortcourse). Penemuan penderita

dalam strategi ini dilakukan secara pasif (Passive Case Finding). Yaitu penjaringan

Pasien TB dilaksanakan hanya pada penderita yang berkunjung ke sarana pelayanan


Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 2
kesehatan termasuk Puskesmas, sehingga penderita yang tidak datang masih menjadi

sumber penularan. Alternatif program pemberantasan TB paru adalah dengan Active

Case Finding yaitu menjaring Pasien TB paru dengan melibatkan peran serta

masyarakat dan Kader TB paru.

Berdasarkan profil kesehatan Kota Payakumbuh tahun 2020, angka capaian

penemuan kasus TB paru yang ditemukan pada tahun 2019 sebanyak 265 orang

(17,9%) dari 1.482 kasus yang terduga tuberkulosis, yaitu : 1. Puskesmas Ibuh

sebanyak 53 kasus TB paru dari 409 yang terduga TB, 2. Puskesmas Parit Rantang

29 kasus TB paru dari 107 kasus terduga TB, 3. Puskesmas Payolansek 37 kasus TB

paru dari 126 kasus terduga TB, 4. Puskesmas Tarok 36 kasus TB paru dari 320

kasus terduga TB, 5. Puskesmas Tiakar 31 kasus TB paru dari 116 kasus terduga TB,

6. Puskesmas Lampasi 36 kasus TB paru dari 132 kasus terduga TB, 7. Puskesmas

Air Tabit 28 kasus TB paru dari 37 kasus terduga TB, 8. Puskesmas Padang

Karambia 25 kasus TB paru dari 235 kasus terduga TB. Jumlah kematian selama

pengobatan di Kota Payakumbuh berdasarkan profil kesehatan Kota Payakumbuh

tahun 2020 adalah 5.3 per 100.000 penduduk.

Kepatuhan pasien dalam minum obat merupakan faktor penting dalam

pengobatan seseorang. Pengobatan TB paru yang panjang seringkali membuat pasien

bosan dan tidak patuh dalam minum obat. Kesalahan pasien penyakit TB Paru

dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor obat, faktor kesehatan, faktor Kepadatan

Hunian, faktor sosial ekonomi, dan faktor pasien. Dukungan keluarga dan

pengetahuan pasien tentang tuberkulosis, obat anti tuberkulosis, dan keyakinan akan

khasiat obat akan mempengaruhi keputusan pasien untuk menyelesaikan terapinya.

Berdasarkan gambaran latar belakang kejadian TB paru terbanyak di Kota

Payakumbuh yaitu Puskesmas Ibuh dan rendahnya tingkat kesadaran serta perilaku
Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 3
masyarakat dalam menjalani pengobatan TB paru, penulis ingin melakukan

penelitian tentang hubungan pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dengan

pencapaian Pasien TB paru di wilayah kerja Puskesmas Ibuh.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, informasi dan masalah diatas maka yang menjadi

pusat perhatian dalam penelitian ini apa sajat faktor-faktor resiko yang berhubungan

dengan Kejadian TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Ibuh Kota Payakumbuh

Tahun 2021.

C. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk dapat mengetahui faktor-faktor resiko Kejadian TB Paru Di Wilayah

Kerja Puskesmas Ibuh Kota Payakumbuh Tahun 2021

b. Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan Pasien suspek TB

Paru i wilayah kerja Puskesmas Ibuh.

2) Untuk mengetahui faktor resiko kepadatan hunian terhadap kejadian TB

Paru di wilayah kerja Puskesmas Ibuh.

3) Untuk mengetahui faktor resiko perilaku merokok terhadap kejadian TB

Paru di wilayah kerja Puskesmas Ibuh.

4) Untuk mengetahui faktor resiko riwayat kontak terhadap kejadian TB

Paru di wilayah kerja Puskesmas Ibuh.

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 4


D. Diketahuinya besar resiko dan hubungan pengetahuan dengan kejadian TB Paru di

wilayah kerja Puskemas Ibuh

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Mengembangkan ilmu pengetahuan, meningkatkan pemahaman tentang

Pasien TB Paru dan Penyakit TB Paru.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan bacaan dan perbandingan,

digunakan dimasa yang akan datang dan dokumentasi bagi pihak Institut

Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi.

3. Bagi Pasien TB Paru

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan bagi Pasien

TB Paru tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit TB

Paru sehingga melahirkan tindakan aktif dalam pengobatan TB Paru.

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 5


F. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini membahas tentang factor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian TB paru diwilayah kerja Puskesmas Ibuh Kota

Payakumbuh tahun 2021. Jenis penelitian ini yaitu Kuantitatif bersifat survey

analitik dengan pendekatan case control study. Variabel independen antara lain

pengetahuan, kepadatan hunian, perilaku merokok, dan riwayat kontak variabel

dependen adalah penemuan kasus Pasien TB. Penelitian ini akan dilakukan pada

Bulan maret tahun 2021 dengan populasi sebanyak 409 masyarakat di wilayah kerja

puskesmas ibuh Kota Payakumbuh dengan jumlah sampel sebanyak 50 Pasien TB.

Adapun teknik pemilihan sampel pada penelitian ini yaitu Non random

sampling dengan menggunakan teknik accidental sampling (penemuan sampel

secara kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti

dapat digunakan sebagai sampel, bila orang yang ditemui itu cocok sebagai sumber

data). Teknik pengumpulan data melalui observasi, kuesioner dan data diolah

menggunakan aplikasi spss/ komputerisasi

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 6


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pasien TB Paru

Pasien TB adalah sesorang dengan gejala atau tanda sugestif TB. Gejala

umum TB adalah batuk produktif lebih dari dua minggu yang disertai gejala

pernapasan seperti sesak napas, nyeri dada, batuk darah dan/ gejala tambahan seperti

menurunnya nafsu makan, menurun berat badan, keringat malam dan mudah lelah.

(Kemenkes RI,2016).

B. Pengertian Tuberkulosis

1. Pengertian

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycrobacterium tuberculosis yang paling umum mempengaruhi paru – paru.

(Kemenkes RI,2016).

TBC bukan penyakit menular penyakit keturunan, dan bukan disebabkan oleh

kutukan dan guna – guna. Kebanyakan TBC menyerang paru – paru, tetapi

dapat juga menyerang bagian tubuh lainnya seperti kelenjer getah bening,

selaput otak, kulit, dan bagian tubuh lainnya. (DKK Payakumbuh, 2004).

2. Etiologi

Kuman penyebab TB adalah Mycobacterium tuberkolosis, kuman ini

berbentu batang dan mempunyai sifat khusus yauitu tahan terhadap asam

pewarnaan dan disebut sebagai basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat

mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa

jam ditempat yang gelap dan lembab. Kuman ini dapat dormant dalam

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 7


jaringan tubuh yaitu tertidur lama selama beberapa tahun (Kemenkes RI,

2016).

3. Gejala – gejala Tuberkulosis

a. Gejala Umum

Batuk Terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu lebih

b. Gejala tambahan, yang sering dijumpai :

a) Dahak bercampur darah

b) Batuk darah

c) Sesak nafas dan rasa nyeri dada

d) Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa

kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa

kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan. (Kemenkes RI,

2016).

4. Penularan TB Paru

Sumber penularan adalah pasien TB terutama pasien yang

mengandung kuman TB dalam dahaknya. Pada waktu batuk atau bersin,

pasien menyebarkan kuman keudara dalam bentuk percikan dahak (droplet

nuclei / percikan renik). Infeksi akan terjadi apabila seseorang menghirup

udara yang mengandung percikan dahak yang infeksius, sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak yang mengandung kuman

sebanyak 0-3500 M.Tubercolosis. Sedangkan kalau bersin dapat

mengeluarkan sebanyak 4500-1.000.000 M.Tubercolosis.

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 8


5. Pemeriksaan standar untuk menegakkan Diagnosa penyakit

Tuberculosis paru

Untuk menegakkan diagnose penyakit suspek tuberculosis paru

harus dilakukan beberapa langkah yang dibagi dua, yaitu :

1) Diagnosa Tuberculosis pada orang dewasa

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu

dengan pemeriksaan bakteriologis, yaitu pemeriksaan mikroskopis, tes

cepat molecular (TCM) TB dan biakan. TCM digunakan untuk penegakan

diagnosis, sedangkan untuk pemantauan kemajuan pengobatan tetap

dilakukan dengan mikroskopis. Jumlah contoh uji dahak yang diperlukan

sebanyak 2 dengan kualitas yang bagus. Contoh uji dapat berasal dari

dahak sewaktu – waktu atau sewaktu – pagi. BTA (+) adalah jika salah

satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil BTA (+) pasien dapat

segera ditegakkan sebagai TB BTA (+). (Kemenkes RI, 2016)

2) Diagnosis Tuberculosis Pada anak

Diagnosis TB pada anak dapat ditegakkan apabila anak mempunyai satu

atau lebih gejala TB dilakukan pemeriksaan mikroskopis. Apabila tidak

dilakukan mikroskopis lakukan foto rontgen thorak atau uji tuberculin dan

sistem skoring. (Kemenkes RI,2016).

6. Klasifikasi Tuberkulosis

1) Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi :

a) Tuberculosis Paru

Adalah TB yang berlokasi pada parenkim (jaringan) paru. Milier

paru dianggap sebagai TB Paru karena adanya lesi pada jaringan

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 9


paru. Pasien yang menderita TB Paru dan sekaligus menderita TB

ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB Paru.

b) Tuberculosis Ekstra Paru

Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misal pleura,

kelenjer limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak

dan tulang. Limfadenitis TB di rongga dada atau efusi pleura tanpa

terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,

dinyatakan sebagai TB ekstra paru.

Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan bersarkan hasil

pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru

harus diupayakan secara bakteriologis dengan ditemukan

Mycrobacterium tuberculosis.

Tuberculosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan

paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).

2) Klasifikasi berdasarkan pengobatan sebelumnya :

A. Pasien baru TB : adalah pasien yang belum pernah mendapatkan

pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun

kurang dari 1 bulan (≤ 28 dosis).

B. Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya

pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ 28 dosis). Pasien

ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB

terakhir, yaitu :

[1].Pasien kambuh adalah pasien TB yang prnah dinyatakan

sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 10


berdasarkan hasil pemerikasaan atau klinis (baik karna benar –

benar kambuh atau karena terinfeksi).

[2].Pasien yang diobati kembali setelah gagal adalah pasien TB

yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan

terakhir.

[3].Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (loss to

follow up) adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan

loss to follow up. Klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai

pengobatan pasien setelah putus berobat atau default.

[4].Lain – lain adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil

akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

C. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui adalah

pasien TB yang tidak masuk kelompok I atau II.

7. Pengobatan TB

1) Tujuan pengobatan TB adalah :

a) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktifitas dan kualitas

hidup.

b) Mencegah kematin oleh karena TB atau dampak buruk selanjutnya.

c) Mencegah terjadinya kekambuhan TB.

d) Menurunkan resiko penularan TB.

e) Mencegah terjadinya dan penularan dan TB resistan obat.

2) Prinsip pengobatan TB

Obat anti tuberculosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam

pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling

efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut kuman TB.


Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 11
Pengobatan yang adekuat harua memenuhi prinsip :

a) Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat

mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadi

resistensi.

b) Diberikan dalam dosis yang tepat.

c) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO

(Pengawas menelan obat) sampai selesai pengoabatan.

d) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi dalam

dua tahap yaitu Tahap awal dan Tahap lanjutan, sebagai pengobatan

yang adekuat untuk mencegah kekambuhan.

3) Tahapan pengobatan TB

Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap

lanjutan dengan maksud :

a) Tahap awal :

Pengobatan diberikan disetiap hari, paduan pengobatan pada tahap ini

adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman

yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari

sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum

pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada pasien

baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan

pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan

sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 12


b) Tahap lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa – sisa kuman

yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persister sehingga

pasien dapat sembuh dan mencegah kekambuhan.

4) Panduan OAT yang digunakan di Indonesia

Panduan yang digunakan adalah :

a) Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR) 3 atau 2(HRZE) / 4(HR).

b) Kategori 2 : 2(HRZE) S / (HRZE)/ 5(HR) 3E3 atau 2(HRZE) S/

(HRZE)/ 5(HR) E.

c) Kategori anak: 2(HRZ)/ 4(HR) atau 2HRZE(S)/ 4-10 HR.

d) Panduan OAT untuk TB resisten obat terdiri dari OAT lini kedua

yaitu kanamisin, kapreomisin, levofloksasin, etionanide, sikloserin,

moksiflosasin, BAS, bedakuilin, cloflazimin, linezolid, delamanid,

dan obat TB paru lainnya serta OAT lini satu yaitu pirazinamid dan

ethambutol.

5) Hasil pengobatan TB

a) Sembuh

Pasien TB Paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada

awal pengobatan yang hasil pemerikaan bakterologis pada akhir

pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan

sebelumnya.

b) Pengobatan

Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap

dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 13


hasilnya negate namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan

bakeriologis pada akhir pengobatan.

c) Gagal

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama masa pengobatan

atau kapan saja pada masa pengobatan diperoleh hasil laboratorium

yang menunjukkan adanya resistensi OAT.

d) Meninggal

Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau

sedang dalam pengoabatan.

e) Putus berobat (Loss to follow up)

Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang

pengoabatannya terputus terus menerus selama 2 bulan atau lebih.

f) Tidak dievaluasi

Pasien TB yang tdak diketahui hasil akhir pengobatannya.

C. Faktor – faktor resiko kejadian TB Paru

Adalah semua variabel yang berperan dalam timbulnya kejadian penyakit.

Pada dasarnya berbagai faktor resiko TB Paru saling berkaitan satu sama lain.

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan melalui panca indera yaitu indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebab diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang

lain, media massa maupun Kepadatan Hunian. Pengetahuan merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 14


sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku

setiap hari,sehingga dapat dikatakan bahw pengetahuan meruapakan fakta yang

mendukung tindakan seseorang ( Notoatmodjo, 2012)

a. Tingkat Pengetahuan

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai pengingat sesuatu yang dipelajari sebelumnya, oleh

sebab itu tahu adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Kerja untuk mengukur seseorang tahu tentang apa yang dipelajarinya adalah

menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehention)

Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui dan dapat diinterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham objek atau materi dapat menjelaskan, menyebutkan, dan

meramalkan dan meramalkan objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Aplication)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan teori yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi riil (yang sebenarnya). Aplikasi ini dapat

diartikan dalam konteks atau situasi lain.

4) Analisa (Analisis)

Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek dalam komponen

dalam suatu organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata – kata kerja, dapat

menggambarkan, membedakan, memisahkan dan mengelompokkan.

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 15


5) Sintesis (Synthesis)

Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian – bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru

dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang ada,

misalnya dari menyusun dapat menyelesaikan terhadap suatu teori atau

rumusan yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan untuk munjustifikasi atau penilaan terhadap

suatu kriteria yang ditentukan sendiri pengukuran, pengetahuan, dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan materi yang akan

diukur dari subjek penelitian atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkat –

tingkat diatas (Notoatmodjo, 2003).

b. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Makin tinggi pendidikan sesorang makin mungkin orang tersebut menerima

informasi. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, dimana

diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi maka orang tersebut akan

semakin luas pula pengetahuannya.

2) Mass media / informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal

dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan

perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi melahirkan

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 16


bermacam – macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan

masyarakat tentang inovasi baru.

3) Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang tanpa melalui penalaran akan

berdampak pada pengethuannya. Begitu pula dengan status ekonomi, juga

akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan

tertentu, sehingga status ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan

seseorang.

4) Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan, dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi

dimasa lalu.

5) Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Semakin tambah usia semakin berkembang pula daya tangkap dan pola

pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

(Notoatmodjo, 2007)

c. Kategori pengetahuan

Menurut Arikunto, 2010 pengetahuan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :

a. Baik, bila sunjek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh

pertanyaan.

b. Cukup, bila subjek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh

pertanyaan.

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 17


c. Kurang, bila subjek mampu menjawab dengan benar <56% dari seluruh

pertanyaan.

d. Pengukuran pengetahuan

Menurut Arikunto, 2010 pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur

dari subjek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin diukur

dan digunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dibagi 2 jenis yaitu:

a. Pertanyaan subjektif

Penggunaan pertanyaan subjektif dengan jenis pertanyaan essay digunakan

dengan penelitian yang melibatkan faktor subjektif dari penilai, sehingga

hasil nilai akan berbeda dari setiap penilai dari waktu ke waktu.

b. Pertanyaan objektif

Jenis pertanyaan objektif seperti pilihan ganda (multiple coise), betul salah

dan pertanyaan menjodohkan dapat dinilai secara pasti oleh peneliti..

2. Faktor Kepadatan Hunian Rumah

Kepadatan Hunian adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu.

Kepadatan Hunian berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam

individu yang berada dalam Kepadatan Hunian tersebut, karena adanya interaksi

timbal balik yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu

(Notoatmodjo, 2007)

Rumah sehat adalah yang memenuhi standar kebutuhan penghuninya baik

dari aspek kesehatan, keamanan dan kenyamanan. Kejadian TB Paru dapat

dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya seperti Kepadatan Hunian perumahan

terdiri dari Kepadatan Hunian fisik, biologis dan sosial (Suyono, 2011) .

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 18


Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat

berlindung, dimana Kepadatan Hunian berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani

serta keadaan sosialnya baik demi kesehatan keluarga dan individu (Komisi WHO

mengenai Kesehatan dan Kepadatan Hunian, 2010)

Rumusan yang dikeluarkan oleh American Public Health Association

(APHA), syarat rumah sehat harus memenuhi kriteria (winslow) sebagai berikut :

a. Memenuhi kebutuhan fisologis, antara lain pencahayaan, penghawaan dan

ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.

b. Memenuhi kebutuhan psikologis, antara lain privasi yang cukup, komunikasi

yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.

c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni

rumah, yaitu dengan persediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah

rumah tangga, bebas vector penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak

berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman

dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, baik yang timbul

karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis

sepadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan

tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,

artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah

penghuni rumah agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab

disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota

keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga

yang lain (Notoatmodjo, 2005).


Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 19
3. Kebiasaan Merokok

Perilaku sesorang yang berhubungan dengan penyakit TB adalah perilaku

yang mempengaruhi atau menjadikan seseorang untuk mudah terinfeksi atau tertular

kuman TB misalnya kebiasaan membuka jendela setiap hari, menutup mulut bila

batuk dan bersin, meludah sembarangan, merokok dan kebiasaan menjemur kasur

ataupun bantal (Suarni, 2009).

Merokok dapat diketahui mempunyai hubungan dengan peningkatan risiko

untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik,

dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok juga meningkatkan risiko untuk

terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per

orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dibandingkan dengan 430

batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana, dan 760

batang/orang/tahun di Pakistan (Ahmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir

semua negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan

wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan

mempermudah untuk terjadinya infeksi TB paru.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Made Agus Nurjana (2015) pada

kelompok usia produktif menunjukkan risiko perokok aktif lebih besar dibandingkan

dengan perokok pasif maupun kelompok bukan perokok.

4. Riwayat Kontak

Variabel atau indikator yang paling dominan untuk memprediksi kejadian TB

paru adalah riwayat kontak dengan penderita TB. Hal ini memang sering ditemui
Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 20
karena faktor utama seseorang dapat terinfeksi adalah setelah menghirup udara yang

mengandung droplet yang mengandung kuman yang ditularkan oleh penderita TB

paru BTA positif (Depkes RI, 2005). Riwayat kontak yang dimaksud 35 antara lain

pernah tinggal serumah dengan penderita TB paru, sehingga memungkinkan droplet

kuman TB yang keluar lewat bersin atau batuk penderita dapat terhirup bersama

dengan oksigen di udara dalam rumah oleh anggota keluarga lainnya sehingga sangat

memudahkan terjadinya proses penularan. Namun tidak semua yang mendapat

riwayat kontak akan terjangkit TB paru, tergantung pada seberapa kuat daya tahan

tubuh seseorang serta dapat pula kuman TB tersebut dorman dalam tubuh seseorang

sehingga tidak menimbulkan gejala tuberkulosis.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ryana dkk (2012), terdapat 4,4%

kelompok kasus atau penderita TB paru mempunyai riwayat kontak atau tinggal

serumah sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada (0%). Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Eka Fitriani (2013) menunjukkan ada hubungan antara riwayat

kontak dengan kejadian TB paru. Tingkat penularan TB di Kepadatan Hunian

keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita dapat menularkan kepada

2-3 orang di dalam rumahnya, sedangkan besar risiko terjadinya penularan untuk

rumah tangga dengan penderita lebih dari satu orang adalah 4 kali lebih besar

dibandingkan dengan rumah tangga yang hanya satu orang penderita TB paru di

dalamnya.

d. Capaian Penemuan Pasien TB di Puskesmas

Dalam menetapkan masalah prioritas pada kasus TB paru dimulai dengan

melihat adanya kesenjangan antara pencapaian dengan target / tujuan yang

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 21


ditetapkan. Untuk itu digunakan indikator utama yaitu angka capaian ( Case

Detection Rate), angka kesembuhan, angka konversi dan angka kesalahan

pemeriksaan laboratorium (error rate) (Depkes RI, 2014).

Peningkatan capaian adalah peningkatan capaian penemuan dan pengobatan

penderita, dengan kata lain peningkatan proporsi dari penderita baru yang ditemukan

dan diobati oleh suatu unit pelayanan dibandingkan dengan perkiraan jumlah

penderita yang ada di wilayah tersebut.

WHO menetapkan bahwa target cakupan penemuan tersebut adalah 90 %,

dengan cure rate minimal 85 %. Dengan kata lain, peningkatan cakupan penemuan

dan pengobatan di suatu wilayah atau unit pelaksana hanya dilakukan bila kualitas

program sudah memenuhi standar (Depkes RI, 2014).

Peningkatan capaian penemuan dapat dilakukan dengan :

1. Peningkatan KIE, seperti penyuluhan (promosi) dan pendekatan

penemuan berbasis masyarakat

2. Perluasan unit pelaksana

3. Pemeriksaan kontak serumah dengan penderita BTA positif

Sebelum peningkatan capaian, baik melalui peningkatan KIA atau dengan

perluasan unit pelaksana (pengembangan wilayah), yang mutlak harus dilakukan

adalah peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas ini mencakup segala aspek mulai

dari penemuan,diagnosis penderita, pengobatan dan case holding penderita,sampai

ada pencatatan pelaporan (Depkes RI, 2014).

Proporsi Pasien TB yang diperiksa adalah persentase suspek diantara

perkiraan jumlah suspek yang seharusnya ada. Angka ini digunakan untuk

mengetahui jangkauan pelayanan, dengan rumus :

Jumlah suspek yang diperiksa x 100 %


Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 22
Perkiraan jumlah suspek yang ada

D. KERANGKA TEORI

Sumber Transmisi Manusia Dampak

Faktor Resiko Faktor Resiko


Kepadatan Individu:
Hunian:
1. Umur
1. Kepadatan 2. Jenis
Hunian Kelamin
Penderita TB Penderita TB
2. Pencahayaan 3. Pengetahu
Paru BTA (+) Paru BTA (+)
3. Ventilasi an
4. Suhu 4. Tingkat
5. kelembaban Pendidikan
5. Kebiasaan
Merokok
6. Riwayat
kontak

Faktor Resiko Geografis :


- Kepadatan Penduduk
- Sarana Pelayanan Kesehatan
- Iklim

Sumber : (goleman, daniel; 2019)

Gambar2.1
Kerangka Teori Kejadian TB Paru

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 23


BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konsep

Pada penelitian ini yang menjadi variabel independenyaitupengetahuan, sikap

dan dukungan keluarga,sedangkan variabel dependen adalahCapaian Penemuan

Pasien TB paru. Adapun kerangka konsep pada penelitian ini tergambar pada skema

berikut :

Variabel Independent Variabel Dependent

Pengetahuan

kepadatan hunian

Kejadian TB Paru

Kebiasaan
Merokok

Riwayat Kontak

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 24


B. Defenisi Operasional

Tabel 3.1
Defenisi Operasional

No. Variabel Defenisi Alat ukur Cara Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
2 Pengetahuan Segala sesuatu Kuesioner Wawancara Baik≥ mean Ordinal
yang diketahui oleh
responden tentang Buruk <
penyakit TB, mean
dampak penyakit
TB dan cara
penyembuhan
penyakit TB

3 Kepadatan Perbandingan Kuesioner Pengisian Memenuhi Ordinal


hunian jumlah penghuni media syarat jika ≥
dengan luas kuesioner 10m2
bangunan, dengan oleh
persyaratan responden Tidak
minimal ≥ 10m2 / memenuhi
orang syarat jika
<10m2

4 Kebiasaan Kegiatan Kuesioner Pengisian Merokok : Ordinal


Merokok menghisap media jika pernah
gulungan kuesioner merokok
temabakau yang oleh walaupun
dibungkus kertas responden sekali
(kamus besar
bahasa Indonesia) Tidak
merokok :
jika tidak
pernah
mencoba
merokok

5 Riwayat Responden Kuesioner Pengisian Ada riwayat Ordinal


Kontak mengalami kontak media jika
baik secara kuesioner responden
langsung maupun oleh pernah
tidak langsung responden tinggal
dengan penderita serumah
TB Paru BTA (+) dengan
penderita TB
BTA (+)

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 25


Tidak ada
riwayat jika
responden
tidak pernah
tinggal
serumah
dengan
penderira TB
BTA (+)
6 Penyakit Responden positif kuesioner Pengisian Kasus Ordinal
Tuberculosis TB paru berdasarkan media apabila
data Rekam medis kuesioner responden
oleh merupakan
responden penderita TB
BTA (+)

Kontrol
apabila
responden
merupakan
suspek TB
Paru

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 26


C. Hipotesis

Hipotesis Alternatif (Ha) :

a. Pengetahuan merupakan factor resiko TB paru dan ada hubungan

pengetahuan dengan kejadian TB Paru diwilayah kerja puskesmas Ibuh

Kota Payakumbuh tahun 2021.

b. Faktor Kepadatan Hunian dan kepadatan hunian merupakan faktor resiko

kejadian TB paru diwilayah kerja puskesmas Ibuh Kota Payakumbuh

tahun 2021.

c. Faktor perilaku merokok merupakan faktor risiko kejadian TB paru

diwilayah kerja puskesmas Ibuh Kota Payakumbuh tahun 2021.

d. Faktor riwayat kontak merupkan faktor risiko kejadian TB paru diwilayah

kerja puskesmas Ibuh Kota Payakumbuh tahun 2021.

Hipotesisi Null (Ho):

a. Tidak ada hubungan pengetahuan dengan kejadian TB paru diwilayah

kerja Puskesmas Ibuh Kota Payakumbuh tahun 2021.

b. Faktor Kepadatan Hunian dan kepadatan hunian bukan merupakan faktor

resiko kejadian TB paru diwilayah kerja puskesmas Ibuh Kota

Payakumbuh tahun 2021.

c. Faktor perilaku merokok bukan merupakan faktor risiko kejadian TB

paru diwilayah kerja puskesmas Ibuh Kota Payakumbuh tahun 2021.

d. Faktor riwayat kontak bukan merupkan faktor risiko kejadian TB paru

diwilayah kerja puskesmas Ibuh Kota Payakumbuh tahun 2021.

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 27


BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian

deskriptif analitik, adapun penelitian dari metode deskriptif analitik menurut

(Sugiono,2009) adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau

memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah

terkumpul sebagaimana adanya. Dengan pendekatan case control yang merupakan

jenis metode penelitian dengan dataset yang ekstensif untuk melihat banyak kasus

dan hubungan antar variabel. Penelitian dilakukan terhadap variabel yang diduga

berhubungan, yaitu pengetahuan Pasien TB paru, sikap Pasien TB dan dukungan

keluarga dengan pencapaian penemuan Pasien TB paru, dimana pengumpulan data

dilakukan sekaligus pada waktu yang sama.

B. Waktu dan Tempat

A. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Ibuh Kota

Payakumbuh Tahun 2021.

B. Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2021

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 28


C. Populasi dan Sampel

1) Populasi Kasus dan Kontrol

Populasi dalam penelitian ini adalah subyek yang memenuhi kriteria yang

telah ditetapkan. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Notoatmodjo,

2010). Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh Pasien TB

paru yang ada diwilayah kerja Puskesmas Ibuh kota Payakumbuh, yaitu 205

dengan populasi kasus dan 204 dengan populasi kontrol

2) Sampel Kasus dan Kontrol

Sesuai dengan rancangan penelitian yaitu penelitian case control

menggunakan Odds Ratio (OR), maka besar sampel dihitung dengan

menggunakan rumus besar sampel untuk penelitian case control. Berikut

rumus perkiraan besar sampel menurut Lemeshow, S, et al, 1997 dalam

Astuti 2013 :
2
{Z 1−a /2 √ 2 P (1−P)+ Z 1−β √ P 1(1−P 1)+ P 2(1−P2)❑
n 1=n2❑ =
( p 1−p 2 ) 2

Keterangan :

n1 = n2 = Besar sampel minimum

𝑍1−𝑎/2 = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu

𝑍1−𝛽 = Nilai distribusi normal baku

P1 = Proporsi pada kelompok kasus

P2 = Proporsi pada kelompok kontrol

x (¿) P 2
P1 = e = (
¿ ) p 2=(1− p 2)

p 1+ p 2
P=
2

Diketahui :

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 29


OR = 1,2 (Kusumayati 2016)

P2 = Proporsi Tidak Tb

P2 = 27,7

P1=

{1 , 96 ( 2 X 0 ,25 )+1 , 64 √ 0 , 93 ( 1−0 , 93 )+ 0 ,57 ( 1−0 , 27 ) 2


¿
( 0 , 93−0 ,27 ) 2

2 ,8416
= = 23,68= 24
0 , 12

Besar sampel dalam penelitian dengan tingkat derajat kemaknaan 5% dan

kekuatan uji 95% berdasarkan rumus diperoleh hasil sampel untuk masing-

masing kelompok adalah 24terduga TB. Pada penelitian ini dipilih kelompok

case yaitu pasien TB dan control yaitu pasien tidak TB dengan perbandingan

1:1, sehingga besar sampel untuk setiap kelompok 24orang, maka jumlah

besar sampel sebanyak 48sampel

1. Teknik Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dengan melakukan observasi atau melakukan

kunjungan ke rumah responden yang mempunyai alamat lengkap

diwilayah kerja Puskesmas Ibuh, meminta biodata diri, serta melakukan

wawancara dan pengisian kuesioner secara langsung dan/atau didampingi

keluarga responden.

2. Data sekunder diperoleh dari data rekam medik responden di puskesmas

Ibuh kota payakumbuh, data biodata masyarakat di tahun sekarang ketika

melakukan penelitian

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 30


Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 31
D. Teknik Pengolahan Data

Data diolah secara komputesisasi, setelah data terkumpul diolah dengan

langkah – langkah sebagai berikut :

1. Editing

Mengedit adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diisi. Tujuan dari

editing adalah untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada dalam

daftar pertanyaan yang sudah diselesaikan.

2. Coding

Coding adalah mengklarifikasi jawaban – jawaban responden kedalam

kategori – kategori yang dilakukan dengan cara memberi tanda atau kode

berbentuk angka pada masing – masing jawaban.

3. Processing

Data, yakni jawaban dari masing – masing responden yang dalam bentuk

kode dimasukkan kedalam program Komputer.

4. Cleaning

Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan ke computer untuk melihat

kemungkinan – kemungkinan adanya kesalahan, ketidak lengkapan data dsb.

(Notoatmodjo, 2010)

E. Teknik Analisis Data

1) Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian, yang disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi dan persentase (Notoatmodjo, 2010).

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 32


2) Analisa Bivariat

Analisa bivariate dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan

atau berkolerasi. Dengan melakukan pengukuran asosiasi paparan (faktor risiko)

dengan kejadian penyakit; dihitung dari angka kejadian penyakit pada kelompok

berisiko (terpapar faktor risiko) dibanding angka kejadian penyakit pada kelompok

yang tidak berisiko (tidak terpapar faktor risiko). Analisis hasil uji statistik

dengan menggunakan Case Control, untuk menyimpulkan adanya hubungan

2 variabel. Analisa data menggunakan derajat kemaknaan signifikan 0,05.

Hasil analisa chi-square dibandingkan dengan nilai p, dimana bila p ≤ 0,05

artinya secara statistik bermakna dan apabila nilai p > 0,05 artinya secara

statistik tidak bermakna.

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 33


DAFTAR PUSTAKA

BPS Kota Payakumbuh, 2019. Kecamatan Payakumbuh dalam Angka 2019.

Cholid Narbuko, 2017. Metodologi Penelitian, Jakarta : Bumi Aksara.

Depkes RI, 2016. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta

Depkes RI, 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2015, Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh, 2020. Profil Kesehatan Kota Payakumbuh


Tahun 2019.

Dinkes Kesehatan Kota Payakumbuh, 2014. Panduan bagi kader dalam


penanggulangan TB, Payakumbuh

----------, 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008, Jakarta : Depkes RI

----------, 2010. “3 B “ Bukan Batuk Biasa Bisa Jadi TB ‘ pegangan untuk Kader dan
Petugas Kesehatan, Jakarta : Pusat Promkes Depkes RI

Fitriani, E. 2013. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis


paru. Unnes J Public Health. 2(1) hal. 2-5.

Hopewell, Philip C, 2006. Standar Internasional untuk Pengobatan Tuberculosis,


The Global Found, Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2020. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata


Laksana Tuberculosis,Jakarta : Kemenkes RI

Kemenkes RI. 2016. Profil Data Kesehatan Indonesia. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI, 2015. Tatalaksana TB di Fasilitas Kesehatan, Jakarta :


Kemenkes RI

Kurniasari, RA., dkk. 2012. Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru di


Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri. FKM UNDIP. Semarang.

Nurjana, Made Agus. 2015. Faktor Risiko Terjadinya Tuberkulosis Paru Usia
Produktif (15-49 Tahun) di Indonesia. Balai Litbang P2B2 Donggala

Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.


Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 34
Rindu, 2018. Faktor Resiko kejadian TB Paru di Wilayah Puskesmas Lainea,
Kabupaten Konawe selatan

Suarni, H. 2009. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit TB


Paru BTA Positif di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Bulan Oktober
Tahun 2008 – April 2009 [Tesis]. Program Pasca Sarjana FKM UI: Depok.

Sujarweni,Wiratna, 2015. Metodologi Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Baru

World Health Organization. 2017. Global Tuberculosis Report 2017. Geneva: World
Health Organization

World Health Organization. 2018. Weekly Epidemiological Record, August 2018.

World Health Organization, 2019. Global Tuberculosis Report 2019. Switzerland:


World Health Organization Centre for Health Development

Institut Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi 35

Anda mungkin juga menyukai