Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) paru yaitu salah satu penyakit menular yang menyerang
organ paru-paru. Tuberkulosis adalah salah satu penyakit yang tertua yang
dikenal oleh manusia yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis complex (Info datin,2016)
TB Paru merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang terus meningkat. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan dibawah
standar, dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat.Mycobacterium
tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia (Anonim,2011)
World Health Organization (WHO, 2018)menunjukkan bahwa angka
kejadian TB di dunia mencapai jutaan orang mengalami TB setiap tahunnya,
TB menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian. Kasus TB didunia terdapat 5,8
juta jiwa yang mengalami TB pada pria , 3,2 juta jiwa yang mengalami TB
pada wanita dan 1,0 juta pada anak yang mengalami TB. Delapan Negara
yang angka kejadian TB tertinggi yaitu India (27%), Cina (9%), Indonesia
(8%), Fhilipina (6%). , Pakistan (4%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%), Dan
Afrika Selatan (3%). WHO memperkirakan pada tahun 2020 mengalami
penurunan angka kejadian TB sekitar 4-5% pertahun (WHO,2018).
Hasil Riset Keshatan Dasar prevalensi penduduk Indonesia yang
didiagnosisi TB oleh tenaga kesehatan tahun 2013-2018 mengalami
peningkatan disetiap daerah, tiga provinsi dengan TB paru tertinggi ditahun
2018 adalah Jawa Barat (0.6%), Papua (0,8%), Banten (0,8%), sedangkan
Sumatera Barat (0,2%), target renstra pada 2019 prevalensi TB paru menjadi
245/100.000 penduduk, target Studi Inventori TB ( Global Report TB 2018)
Insiden TB 321 per 100.000 penduduk di indonesia (Riskesdas, 2018).
Data Riskesdas untuk daerah Sumatra Barat angka kejadian meningkat dari
tahun 2013 sampai 2018 yaitu 0,3% menjadi 0,4% untuk kejadian TB paru di
Sumatra Barat (Rikesdas, 2018). Laporan Dinas kesehatan di Provinsi

1
Sumatra Barat Tahun 2015 melaporkan bahwa jumlah kasus baru TB BTA (+)
1.116 kasus dengan 61,6% pada laki-laki dan 38,4% terjadi pada perempuan.
Sedangkan pada tahun 2016 jumlah kasus baru TB BTA (+) adalah 1,138
kasus dengan 73,8% terjadi pada laki – laki dan 26,2% pada perempuan
(Dinkes Sumbar,2016)
Dari data cakupan capaian penemuan kasus TB yang paling tinggi tahun
2018 yakni, Kota Pariaman (67%), Kota Padang Panjang (66%), dan Kota
Bukittinggi (63%), Kemudian disusul Kota Solok (59%), Pasaman Barat
(58%), Kota Padang (56%), Pesisir Selatan (53%), Payakumbuh (51%),
Dharmasraya (48%), Mentawai (47%), Pasaman (44%), Agam (42%), Padang
Pariaman (40%), Solok Selatan (36%), Sijunjung (34%), dan Kabupaten
Limapuluh Kota (28%). Sementara yang terendah capaian penanggulangan TB
Yaitu Tanah Datar (25%), Sawahlunto (25%), dan Solok (23%) (Dinkes
Sumbar ,2018)
Di Kabupaten Pesisir Selatan, TB Paru termasuk kepada salah satu
penyakit dengan angka terbesar. Berdasarkan data Kabupaten Pesisir Selatan,
angka kejadian tuberkulosis termasuk salah satu penyakit yang tertinggi
penderitanya. Penderita TB paru jumlah penderita TB Paru yang tercatat di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2017 sebanyak 619 penderita.Angka kejadian
TB Paru di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2016, terjadi peningkatan jumlah
penderita TB Paru sebanyak 850 penderita.
Namun pada tahun 2015 jumlah penderita TB Paru menurun menjadi 685
penderita.Dijelaskannya, dari 20 Puskesmas, penderita TB sampai akhir
triwulan II paling banyak ditemukan di tiga Puskesmas yakni, Puskesmas
Balai Salasa, Puskesmas Indrapura dan Puskesmas Salido.Absolut tingginya di
tiga Puskesmas itu angkanya sama, mencapai 36 kasus (Kab.Pesisir Selatan,
2018)
RSUD dr. Muhammad Zein Painan adalah rumah sakit negeri kelas C+.
Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan
subspesialis terbatas. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari
rumah sakit antar kabupaten serta lebih khusus dalam menangani pasien
dengan TB Paru. Berdasarkan data dari MR (Medical Record) RSUD dr.

2
Muhammad Zein pada tahun 2018 jumlah penderita TB Paru yaitu sebanyak
132 orang. Pada Bulan Januari sampai September 2019 jumlah pasien TB Paru
yaitu 127 orang.
Merokok adalah perilaku yang membahayakan bagi kesehatan karena dapat
memicu berbagai macam penyakit yang mengakibatkan kematian, tapi
sayangnya masih saja banyak orang yang memilih untuk menghisapnya.
Dalam asap rokok terdapat 4.000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua
diantaranya nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik.
(Baha, 2002) Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar
kuman TB menyerang paru tetapi juga mengenai organ tubuh lainnya
(Depkes, 2009).
Faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit TB Paru antara lain kondisi
sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, status gizi dan kebiasaan merokok.
Meskipun merokok bukanlah penyebab utama terjadinya penyakit TB Paru,
namun kebiasaan merokok dapat merusak mekanisme pertahanan paru
sehingga memudahkan masuknya kuman penyakit seperti kuman penyakit TB.
Ditambah lagi, fenomena merokok di Indonesia masih dianggap wajar, bahkan
dianggap sebagai gaya hidup. Status gizi yang buruk akan meningkatkan
resiko terjadinya TB. Sebaliknya, penyakit TB paru dapat mempengaruhi
status gizi penderita karena proses perjalanan penyakitnya yang mengalami
kekurangan gizi risiko terhadap penyakitnya dan juga mempengaruhi
produktivitas kerjannya antibody dan limfosit terlambat, sehingga
penyembuhan juga terlambat. Masalah gizi menjadi sangat penting karena
perbaikan gizi merupakan salah satu upaya memutuskan lingkaran penularan
dan pemberantasan TB di Indonesia (Mariona, 2013).
Penderita penyakit TBC dapat menjadi sangat lemah, dan tidak bisa kerja,
atau melakukan tugas harian biasa, misalnya jaga anak atau kerja di kebun.
Rata-rata, seorang penderita penyakit TBC akan kehilangan 3-4 bulan waktu
kerja produktif. Jika tidak diobati, penyakit TBC menyebabkan kesakitan
selama jangka panjang, kecacatan dan kematian. Kira-kira 50% penderita

3
penyakit TBC paru yang tidak diobati akan meninggal dalam waktu 5 tahun,
mayoritas dari 50% ini akan mati dalam waktu 18 bulan.
Penderita penyakit TBC yang tidak diobati dengan baik bisa menularkan
bakteri TBC pada keluarganya, termasuk anak. Juga mereka tidak dapat bebas
bergaul, jangan sampai menularkan bakteri TBC. Hal ini sangat sulit bila
mereka tinggal dalam satu rumah dengan banyak orang. Menurut pemerintah
propinisi NTT, 20-30% jumlah pendapatan keluarga akan hilang bila ada 1
kasus TBC dalam keluarga.
TBC banyak menyerang anggota masyarakat usia bekerja (15-54 tahun),
sehingga negara kekurangan tenaga trampil. TBC banyak menyerang
masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga menambah tingkat
kemiskinan. Pengobatan TBC secara luas sangat mahal. Pemerintah harus
menyiapkan dana yang besar untuk menyediakan obat-obatan.
Berdasarkan kasus dan penjelasan diatas maka kami tertarik untuk
mengambil kasus TB Paru pada pasien Tn. S yang dirawat di ruang Paru
RSUD dr. M. Zein Painan.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan TB
Paru di RSUD dr. M. Zein Painan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian langsung terhadap Tn. S dengan TB
Paru
b. Mampu menegakan diagnosa keperawatan berdasarkan data yang
didapat
c. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada Tn. S dengan TB
Paru
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada Tn. S dengan TB Paru
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada Tn. S dengan TB
Paru

4
f. Mampu melakukan pendokumentasian terhadap tindakan keperawatan
pada Tn. S dengan TB Paru

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis

Dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta mendapatkan pengalaman


dalam melaksanakan asuhan keperawtan secara langsung pada pasien dengan
TB Paru sehingga dapat digunakan sebagai berkas Kelompok dalam
melaksanakan tugas seminar.

2. Bagi institusi pendidikan

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca dalam


menegakkan asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru.

3. Bagi RSUD. Dr. M.Zein Painan

Sebagai bahan masukan atau informasi bagi tenaga kesehatan dalam


memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis (TB) merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah.


Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis
yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu
individu ke individu lainya, dan membentuk kolonisasi di bronkioulus atau
alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui
ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang – kadang melalui
lesi kulit (Zulkoni,2010).

Apabila bakteri tuberkulin dalam jumlah yang bermakna berhasil


menembus mekanisme pertahanan sistem pernapasan dan berhasil menempati
saluran napas bawah, pejamu akan melakukan respons imun dan inflamasi
yang kuat. Karena respons yang hebat ini, terutama yang diperantarai sel-T
hanya sekitar 5% orang yang terpajan basil tersebut akan menderita
tuberkulosis aktif. Hanya individu yang mengidap infeksi tuberkulosis aktif
yang menularkan penyakit ke individu lain dan hanya selama masa infeksi
aktif (Corwin, Elizabeth J.2009)

Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infektius yang terutama menyerang


parenkim paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis yang merupakan salah satu
penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang sebagian besar basil
tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan
selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon
(Wijaya dkk,2013)

1
B. Etiologi Tuberkulosis Paru

Penyebab dari penyakit tuberkolosis paru adalah terinfeksinya paruoleh


mycobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batangdengan
ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yangmenunjukkan
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandunganoksigennya, sehingga
paru-paru merupakan tempat prediksi penyakittuberkulosis. Kuman ini juga
terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuatkuman lebih tahan terhadap asam
dan lebih tahan terhadap gangguan kimia danfisik. Penyebaran mycobacterium
tuberculosis yaitu melalui droplet nukles,kemudian dihirup oleh manusia dan
menginfeksi. Agen infeksius utama, mikrobakterium tuberkulosis adalah
batang aerolik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap
panas dan sinar ultraviolet. Mikrobakterium bovis dan mikrobakterium avium
pernah, pada kejadian yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi
tuberkulosis(Wijaya dkk, 2013)

C. Patofisiologi Tuberkulosis Paru

Tempat masuknya kuman tuberkulosis adalah saluran pernapasan,


pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Namun kebanyakan infeksi terjadi
melalui udara yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel dari orang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan
alveolus biasanya berada di bagian bawah lobus atas paru-paru atau di bagian
atas lobus bawah dan membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear (PMN) memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya.
Selanjutnya leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Gejala ini dapat sembuh
dengan sendirinya.

Proses dapat terus berlanjut dan bakteri terus difagosit dan berkembangbiak
di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Lesi
berkembang dan terbentuk jaringan parut yang mengelilingi tuberkel yang
disebut fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional dengan
fokus ghon disebut kompleks ghon. Fokus ghon dapat menjadi nekrotik dan

2
membentuk masa seperti keju, dapat mengalami kalsifiksi membentuk lapisan
protektif sehingga kuman menjadi dorman.

Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit


aktif karena gangguan atau respons inadekuat dari sistem imun. Penyakit aktif
dapat juga terjadi akibat infeksi ulang atau aktivasi bakteri dorman. Hanya
sekitar 10% yang awalnya terinfeksi yang mengalami penyakit aktif. Basil TB
dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman. Penyakit dapat juga
menyebar melalui kelenjar limfe dan pembuluh darah yang dikenal denga
penyebaran limfohematogen ke berbagai organ lain seperti usus, ginjal,
selaput otak, kulit dan lain-lain.

(Corwin, Elizabeth J.2009)

3
D. WOC

Droplet nucler/ Dahak yang mengandung basil TBC

Faktor dari luar : Batuk, bersin Faktor dari dalam :

- Faktor toksis - Usia Muda/bayi


- Sosial ekonomi Dihirupparu - Gizi buruk
- Terpapar penderita TBC -Lanjut Usia
- Lingkungan Buruk Mycobacterium Menetap/ dorman

Resiko tinggi
Imunitas Tubuh Menurun penyebaran kuman
Kurang Informasi

Reaksi infeksi / inflamasi,kavitas,


Kurangdan
pengetahuan
merusak parenkim paru

kerusakan membran Reaksi sistematis


- Produksi P Perubahan cairan
alveolar kapiler
Sekret meningkat intra pleura
merusak pleura,
- Pecahnya pembuluh
atelaktasis
darah

- Batuk produktif Ss Sesak, sianosis,


- Batuk darah penggunaanotot Anoreksia, mual, BB
Sesak nafas, ekspansi Lemah
bantu nafas menurun
toraks

Ketidakefektifan bersihan Gangguan P Pola nafas tidak Perubahan Intoleransi


jalan nafas pertukaran gas efektif pemenuhan aktivitas
nutrisikurang
dari kebutuhan

4
E. Jenis – Jenis Tuberkulosis

1. Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang berlum
mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari
udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal
saluran pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh
makrofag yang berada di alveoli. Jika pada proses ini , bakteri ditangkap oleh
makrofag yang lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh
makrofag yang lemah itu dan menghancurkan makrofag itu. Dari proses ini,
dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik monosit atau makrofag dari aliran
darah membentuk tuberkel. Sebelum menghancurkan bakteri, makrofag harus
diaktifkan terlebih dahulu oleh limfokin yang dihasilkan limfosit T.

Tidak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama.


Ada makrofag yang berfungsi sebagai pembunuh, pencerna bakteri, dan
perangsang limfosit. Beberapa makrofag menghasilkan protease, elastase,
koleganase, setra coloni stimulating factor untuk merangsang produksi
monosit dan granulosit pada sumsum tulang. Bakteri TB menyebar melalui
saluran pernapasan ke kelenjar getah bening regional (hilus) membentuk
epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat
timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivity) terhadap bakteri
TB. Hal ini terjadi sekitar 2 sampai 4 minggu dan akan terlihat pada tes
tuberkulin. Hipersensitivitas seluler terlihat sebagai akumulasi lokal dari
limfosit dan makrofag.

Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk lokus lokal (fokus


ghon), sedangkan fokus inisial bersama – sama dengan limfadenopati
bertempat di hilus dan disebut juga dengan TB primer. Fokus primer paru
biasanya bersifat unilateral dengan subpleura terletak diatas atau di bawah
fisura interlobaris, tau dibagian basal dari lobus inferior. Bakteri menyebar
lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan akan tersangkut pada
berbagai organ. Jadi, TB primer merupakan infeksi yang bersifat sistematis.

5
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang
lebih jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan
menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat
sakit lama/keras atau memakai obat yang melemahkan daya tahan tubuh
terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang dorman dapat aktif kembali.
Inilah yang disebut reaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca primer. Infeksi
ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi(Sudoyo,2007)

2. Tuberkulosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB
masih hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90%
diantaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi
apabila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan, silikosis, diabetes
melitus, AIDS.

Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan


organ lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi
imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma, mirip dengan
yang terjadi pada TB primer. Tetapi, nekrosis jaringan lebih mencolok dan
menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma.
Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan
bahan kaseosa. Secara umum, dapat dikatakan bahwa terbentuknya kavitas
dan manifestasi lainnya dari TB sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik
yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler.

TB paru pascaprimer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari seumber


eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat semasa muda pernah
terinfeksi bakteri TB. Biasanya hal ini terjadi pada daerah apikal atau segmen
posterior lobus superior (fokus simon), 10-20 mm dari pleura dan segmen
apikal lobus inferior. Hal ini mungkin disebabkan oleh kadar oksigen yang
tinggi di daerah ini sehingga menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri TB.

Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru,. Kerusakan paru


diakibatkan oleh produksi sitokin yang berlebihan. Kavitas yang terjadi
diliputi oleh produksi yang tebal berisi pembuluh darah pulmonal. Kavita

6
yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal. Masalah lainnya pada
kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang
menumbuhkan mycetoma(Muttaqin, 2008)

F. Manifestasi Klinis Tuberkulosis Paru

Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimptomatis.


Pada individu lainya, gejala berkembang secara bertahap sehingga gejala
tersebut tidak dikenali sampai penyakit telah masuk tahap lanjut.
Bagaimanapun, gejala dapat timbul pada individu yang mengalami
imunosupresif dalam beberapa minggu setelah terpajan oleh basil. Manifestasi
klinis yang umum termasuk keletihan, penurunan berat badan, letargi,
anoreksia (kehilangan napsu makan), dan demam ringan yang biasanya terjadi
pada siang hari. “berkeringat malam” dan ansietas umum sering tampak.
Dipsnea, nyeri dada, dan hemoptisis adalah juga temuan yang umum (Asih,
2004)

G. Komplikasi

Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal napas,
dan kematian. TB yang resisten terhadap obat dapat terjadi. Kemungkinan
galur lain yang resisten obat dapat terjadi(Corwin, Elizabeth J, 2009)

Penyakit TBC bisa menimbulkan komplikasi, yaitu menyerang beberapa


organ vital tubuh, di antaranya:

1. TULANG
TBC tulang ini bisa disebabkan oleh bakteri TBC yang mengendap di paru-
paru, lalu terjadi komplikasi dan masuk ke tulang. Atau bisa juga bakteri TBC
langsung masuk ke tulang lewat aliran darah dari paru-paru. Waktu yang
dibutuhkan bakteri untuk masuk dan merusak tulang bervariasi. Ada yang
singkat, tapi ada pula yang lama hingga bertahun-tahun. Bakteri TBC biasanya
akan berkembang biak dengan pesat saat kondisi tubuh sedang lemah,

7
misalnya selagi anak terkena penyakit berat. Saat itu kekebalan tubuhnya
menurun, sehingga bakteri pun leluasa menjalankan aksinya.

Bagian tulang yang biasa diserang bakteri TBC adalah sendi panggul,
panggul dan tulang belakang. Gangguan tulang belakang bisa terlihat dari
bentuk tulang belakang penderita. Biasanya tidak bisa tegak, bisa miring ke
kiri, ke kanan, atau ke depan. Sendi panggul yang rusak pun membuat
penderita tidak bisa berjalan dengan normal. Sedangkan pada ibu hamil,
kelainan panggul membuatnya tidak bisa melahirkan secara normal. Jika
kelainannya masih ringan, upaya pemberian obat-obatan dan operasi bisa
dilakukan. Lain halnya jika berat, tindakan operasi tidak bisa menolong karena
sendi atau tulang sudah hancur. Penderita bisa cacat seumur hidup.

2. USUS
Selain karena komplikasi, TBC usus ini bisa timbul karena penderita
mengonsumsi makanan/minuman yang tercemar bakteri TBC. Bakteri ini bisa
menyebabkan gangguan seperti penyumbatan, penyempitan, bahkan
membusuknya usus. Ciri penderita TBC usus antara lain anak sering muntah
akibat penyempitan usus hingga menyumbat saluran cerna. Mendiagnosis
TBC usus tidaklah mudah karena gejalanya hampir sama dengan penyakit
lain. Ciri lainnya tergantung bagian mana dan seberapa luas bakteri itu
merusak usus. Demikian juga dengan pengobatannya. Jika ada bagian usus
yang membusuk, dokter akan membuang bagian usus itu lalu
menyambungnya dengan bagian usus lain.

3. OTAK
Bakteri TBC juga bisa menyerang otak. Gejalanya hampir sama dengan
orang yang terkena radang selaput otak, seperti panas tinggi, gangguan
kesadaran, kejang-kejang, juga penyempitan sel-sel saraf di otak. Kalau
sampai menyerang selaput otak, penderita harus menjalani perawatan yang
lama. Sayangnya, gara-gara sel-sel sarafnya rusak, penderita tidak bisa
kembali ke kondisi normal.

8
4. GINJAL
Bakteri TBC pun bisa merusak fungsi ginjal. Akibatnya, proses
pembuangan racun tubuh akan terganggu. Selanjutnya bukan tidak mungkin
bakal mengalami gagal ginjal. Gejala yang biasa terjadi antara lain mual-
muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, lemah, dan sejenisnya. Gagal
ginjal akut bisa sembuh sempurna dengan perawatan dan pengobatan yang
tepat. Sedangkan gagal ginjal kronik sudah tidak dapat disembuhkan.
Beberapa di antaranya harus menjalani cangkok
ginjal(http://nerssaputra.blogspot.com/2011/01/konsep-dasar-asuhan-
keperawatan-pada.html)

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Ziehl Neelsen
(pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif
untuk basil asam cepat.

2. Kultur sputum
Positif untuk mycobakterium pada tahap aktif penyakit.

3. Tes Kulit Mantoux (PPD, OT)


Reaksi yang signifikan pada individu yang sehat biasanya menunjukan TB
Dorman atau infeksi yang disebabkan oleh mikrobakterium yang berbeda.

4. Rontgen Dada
Menunjukan infiltrasi kecil lesi dini pada bidang atas paru, deposit
kalsium dari lesi primer yang telah menyembuh, atau cairan dari suatu
efusi. Perubahan yang menandakan TB lebih lanjut mencakup kavitasi,
area fibrosa.

5. Biopsi Jarum Jaringan Paru


Positif untuk granuloma TB. Adanya sel – sel raksasa menunjukan
nekrosis.

9
6. AGD
Mungkin abnormal bergantung pada letak, keparahan, dan kerusakan paru
residual.

7. Pemeriksaan Fungsi Pulmonal


Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang rugi, peningkatan rasio udara
residual terhadap kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen
sekunder akibat infiltrasi atau fibrosis parenkim(Asih, 2004)

I. Pencegahan

1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin

2. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan (air
sabun)

3. Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan

4. Menghindari udara dingin

5. Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam


tempat tidur

6. Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari

7. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga


mencucinyadantidak boleh digunakan oleh orang lain

8. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein

(http://nerssaputra.blogspot.com/2011/01/konsep-dasar-asuhan-keperawatan-
pada.html)

J. Penatalaksanaan

Pengobatan untuk individu dengan tuberkulosis aktif memerlukan waktu


lama karena basil resisten terhadap sebagian besar antibiotik dan cepat
bermutasi apabila terpajan antibiotik yang masih sensitif. Saat ini, terapi untuk
individu pengidap infeksi aktif adalah kombinasi empat obat dan setidaknya
selama sembilan bulan atau lebih lama. Apabila pasien tidak berespon

10
terhadap obat – obatan tersebut, obat dan protokol pengobatan lain akan
diupayakan.

Individu yang memperlihatkan uji kulit tuberkulin positif setelah


sebelumnya negatif, bahkan jika individu tidak memperlihatkan adanya gejala
aktif, biasanya mendapat antibiotik selama 6-9 bulan untuk membantu respons
imunnya dan meningkatkan kemungkinan eradikasi basis total.

Jika tuberkulosis resisten obat muncul, obat yang lebih toksik akan
diprogramkan. Pasien mungkin tetap menginap di rumah sakit atau di bawah
pengawasan sejenis karantina jika tingkat kepatuhan terhadap terapi medis
cenderung rendah(Corwin, Elizabeth J, 2009).

11
K. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam, MRS, nomor
registrasi, diagnose medis.

b. Keluhan Utama.

Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.
Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis lainnya
seperti anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.

c. Riwayat Penyakit Sekarang.

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di


rasakan saat ini. Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu
makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengobatan. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.

d. Riwayat Penyakit Dahulu.

Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya


klien pernah menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada masa kecil,
pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB seperti
diabetes mellitus.

e. Riwayat Penyakit Keluarga.

Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan sebagai
factor predisposisi penularan di dalam rumah

f. Riwayat Psikososial.

Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan


perawat memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku. Data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko

12
sosio spiritual yang seksama. Pada kondisi klinis, pada klien TB paru sering
mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya.
Perawat perlu menanyakan kondisi pemukiman klien bertempat tinggal karena
TB paru sangat rentan dialami oleh mereka yang bertempat tinggal di
pemukiman padat dan kumuh dikarenakan populasi bakteri TB paru lebih
mudah hidup di tempat yang kumuh dengan ventilasi dan pencahayaan sinar
matahari yang kurang. TB paru merupakan penyakit yang pada umumnya
menyerang masyarakat miskin karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan
tubuh non spesifik, mengonsumsi makanan kurang bergizi, ketidaksanggupan
membeli obat, ditambah dengan kemiskinan membuat individunya bekerja
secara fisik sehingga mempersulit penyembuhan penyakitnya. Klien TB paru
kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya mereka seringkali tidak
menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan hal
penting(Muttaqin, 2008)

g. Pemeriksaan Fisik.

1. Keadaan umum

a. Tanda-tanda distress

b. Penampilan dihubungkan dengan usia

c. Ekspresi wajah

2. Tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan.

3. Kepala

a. Inspeksi: kesimetrisan muka, tengkorak serta warna rambut

b. Palpasi: massa, pembengkakan dan nyeri tekan.

4. Mata

a. Inspeksi

1. Kelopak mata: perhatikan adanya droping atau ptosis.

2. Konjungtiva: amati adanya conjungtivitis atau anemia

3. Sclera: menilai apakah ada ikterik atau tidak

13
4. Pupil: manilai reflex pupil terhadap cahaya

5. Gerakan bola mata: amati 6 fungsi otot mata dengan gerakan ke 8 arah.

6. Visus: pemeriksaan kedua mata dengan menggunakan kartu snellen.

b. Palpasi: palpasi kedua bola mata, bila terasa keras berarti TIO meningkat.

5. Telinga

a. Inspeksi dan palpasi

1. Pinna: bentuk, warna, lesi, dan massa

2. Tragus: nyeri tekan

3. Lubang telinga: perhatikan apakah ada serumen

4. Membran timpani: perhatikan bentuk, warna, perforasi, cairan/darah.

6. Hidung

a. Inspeksi: kesimetrisan hidung bagian luar

b. Palpasi:

1. Palpasi hidung bagian luar, untuk mengetahui adanya nyeri tekan.

2. Sinus: periksa adanya nyeri tekan pada sinus maksilaris, frontalis,

etmoidalis.

7. Mulut dan faring

a. Inspeksi:

1. Mulut: warna bibir, adanya ulkus, lesi, kelainan kongenital.

2. Faring: amati kesimetrisan ovula dan pembesaran tonsil.

8. Leher

a. Inspeksi:

1. Tiroid: Amati kelenjar tiroid

2. Leher: amati bentuk, warna kulit, pembengkakan dan massa

b. Palpasi:

14
1. Kelenjar limfe: apakah ada pembesaran (adenopati limfe)

2. Kelenjar tiroid: amati adanya pembesaran gondok.

9. Dada dan paru-paru

a. Inspeksi

1. Bentuk dada: normal, barrel chest, pigeon chest, funnel chest.

2. Ekspansi dada: perhatikan pengembangan dadanya.

3. Sifat pernapasan: perut atau dada

4. Ritme pernapasan: eupneu, kusmaul, biots, cheyne stoke

5. Frekuensi pernapasan: normal, tachypneu, bradipnea.

b. Palpasi: adanya nyeri tekan dan kesimetrisan ekspansi dada

c. Perkusi: identifikasi bunyi perkusi paru dan lokasi paru-paru

d. Auskultasi: suara/bunyi nafas terdapat bunyi tambahan ronkhi.

(vesikuler, bronchovesikuler, bronchial).

10. Jantung

a. Inspeksi: bentuk dada, denyut jantung apeks (PMI)

b. Palpasi: denyut apeks

c. Perkusi: identifikasi bunyi perkusi jantung dan lokasi jantung.

d. Auskultasi:

1. Dengarkan BJ I dengan meletakkan stetoskop pada area mitral dan

trikuspidalis

2. Dengarkan BJ II dengan meletakkan stetoskop pada area aorta dan

pulmonalis.

11. Payudara dan aksila

a. Inspeksi: puting dan areola mammae (bentuk, kesimetrisan, warna, kulit,

vaskularisasi).

15
b. Palpasi: adanya nyeri tekan dan benjolan pada aksila

12. Abdomen

a. Inspeksi: kesimetrisan dan warna kulit abdomen

b. Auskultasi: rasakan apakah ginjal teraba atau tidak

c. Palpasi: kandung kemih (untuk mengetahui adanya distensi kandung

kemih).

13. Lengan dan tungkai

Otot: periksa adanya pitting edema, perhatikan apakah atropi atau

hipertropi.

14.Genetalia

a. Genetalia wanita

1. Inspeksi: kualitas dan penyebaran pertumbuhan rambut pubis, serta

karakteristik permukaan labia mayora.

2. Palpasi: kaji ketegangan otot pada saluran vagina dan palpasi kelenjar

perineum.

b. Genetalia pria

1. Inspeksi: kaji kematangan seksual klien dengan memperhatika ukuran,

bentuk penis, dan tekstur dari kulit scrotum serta karakteristik dan

penyebaran rambut pubis.

15.Rectum dan anus

a. Inspeksi: kulit daerah perinial (halus, lembab, lesi, hemoroid eksternal,

ulkus).

b. Palpasi: kelenjar prostat untuk menentukan bentuk, kepadatan, nyeri dan

lesi.

16
16. Pengkajian neurologis

Tes Fungsi Cerebral

a. Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS

1. Respon membuka mata (E)

2. Respon motorik (M)

3. Respon verbal (V)

b. Menilai tingkat kesadaran: komposmentis, apatis, delirium, samnolen,

semikoma, koma.

c. Orientasi: orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu.

Tes Fungsi Nervus Cranialis

a. Nervus I (olfaktorius): sebagai persepsi penciuman

b. Nervus II (optikus): untuk persepsi penglihatan

c. Nervus III (okulomotorius): saraf motorik otot bola mata

d. Nervus IV (trochlearis): saraf motorik m.obliqus superior dan saraf

sensorik spindle otot informasi indera m.oblikus superior.

e. Nervus V (trigeminus): saraf sensorik pada wajah, cavum nasi, dan

cavum oris.

f. Nervus VI (abducens): saraf motorik dan sensorik m.rectus lateralis bola

mata.

g. Nervus VII (facialis): saraf motorik otot ekspresi wajah dan saraf

sensorik reseptor pengecapan dua per tiga bagian anterior lidah.

h. Nervus VIII (vestibulocochlearis): saraf sensorik untuk indera

pendengaran.

i. Nervus IX (glosofaringeus): saraf motorik untuk menelan dan saraf

sensorik untuk posterior lidah, pharynx dan larynx.

17
j. Nervus X (vagus): saraf motorik untuk hampir semua organ thorax dan
abdomen, saraf sensorik untuk pharinx, larinx, trachea, esophagus, cor, dan
viscera abdominalis.

k. Nervus XI (accesorius): saraf motorik untuk volunter pharyx dan larynx.

l. Nervus XII (hypoglossus): saraf motorik otot lidah.

Tes Fungsi Cranial

a. Tandem walk: catat adanya ketidak seimbangan/salah jalan.

b. Tes Romberg”s: catat apakah klien dapat mempertahankan keseimbangannya.

Tes Fungsi Sensori

a. Tes nyeri: gunakan jarum steril, minta klien untuk tutup mata, kemudian
tusukkan perlahan jarum kekulit klien, tanya apa yang dirasakan.

b. Sentuhan: minta klien utnuk tutup mta, kemudian sentuh klien dengan pilinan
kapas, minta klien untuk merasakannya.

c. Vibrasi: gunakan garputala, kemudian setelah bergetar letakkan pada


persendian klien, normalnya klien akan merasakan getaran garputala kesegala
arah.

d. Posisi: minta klien untuk menutup mata gerakkan satu jari anda atau gerakkan
ibu jari naik turun pada sisi jari-jari klien dan minta klien menyebutkan arah
gerakan jari tersebut.

Pemeriksaan refleks

a. Refleks biseps: respon normal bila ada fleksi pada lengan bawah dan kontraksi
otot biseps.

b. Refleks triseps: respon normal bila ada ekstensi pada lengan bawah dan
kontraksi otot triseps.

c.Refleks patella: hasil positif terjadi kontraksi otot quadriceps dan ekstensi
ekstremitas bawah.

d. Refleks Achilles: respon normal adalah fleksi flantar kaki

e.Refleks abdomen: positif jika terjadi kontraksi dinding perut.

18
f. Refleks babinski: positif bila terdapat gerakan dorsoekstensi dari ibu jari kaki
dan gerakan abduksi dari jari-jari lainnya.

Tes Rangsang Meningeal

a) Kaku kuduk: kaji apakah ada tahanan

b) Tanda Brudzinki: positif jika terjadi fleksi pada kedua lutut

c) Kernig sign: positif jika terdapat tahanan dan terdapat rasa nyeri

d) Lasaque sign: positif jika diikuti ekstensi tungkai yang lain.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d sekresimukus yang kental,


hemoptisis, kelemahan, upaya batuk kurang, dan edema trakhea/faring.

2. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d menurunnya ekspansi paru sekunder


terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.

3. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d perasaan mual,


batuk produktif.

4. Risiko penyebaran infeksi b/d tidak adekuatnya mekanisme pertahanan diri,


kerusakan jaringan, malnutrisi, paparan lingkungan, kurangnya pengetahuan
untuk mencegah paparan kuman pathogen.

5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang


lemah)

6. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b/d kurangnya


informasi tentang proses dan penatalaksanaan perawatan di rumah.

19
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC / Tujuan KH Intervensi


NIC AKTIVITAS
1. Ketidakefektifan NOC :  Airway 1. Pastikan kebutuhan
bersihan jalan napas 1. Status Pernapasan : Suction oral / tracheal
b/d sekresi mukus yang Ventilasi. suctioning
kental, hemoptisis, 2. Status Pernapasan : 2. Auskultasi suara
kelemahan, upaya Patensi Airway. nafas sebelum dan
batuk kurang, dan 3. Kontrol Aspirasi sesudah suctioning.
edema trakhea/faring. 3. Informasikan pada
Kriteria Hasil : klien dan keluarga
1. Mendemonstrasikan tentang suctioning
batuk efektif dan suara 4. Minta klien nafas
nafas yang bersih, tidak dalam sebelum
ada sianosis dan suction dilakukan.
dyspneu (mampu 5. Berikan O2 dengan
mengeluarkan sputum, menggunakan nasal
mampu bernafas untuk memfasilitasi
dengan mudah, tidak suksion nasotrakeal
ada pursed lips) 6. Gunakan alat yang
2. Menunjukkan jalan steril sitiap
nafas yang paten (klien melakukan tindakan
tidak merasa tercekik, 7. Anjurkan pasien
irama nafas, frekuensi untuk istirahat dan
pernafasan dalam napas dalam setelah
rentang normal, tidak kateter dikeluarkan
ada suara nafas dari nasotrakeal
abnormal) 8. Monitor status
3. Mampu oksigen pasien
mengidentifikasikan 9. Ajarkan keluarga
dan mencegah factor bagaimana cara
yang dapat melakukan suksion
menghambat jalan 10. Hentikan suksion
nafas. dan
berikan oksigen
apabila pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan
saturasi O2, dll..

 Manajemen 1. Buka jalan nafas,


Airway guanakan teknik
chin lift atau jaw
thrust bila perlu
2. Posisikan pasien

20
untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila
perlu
5. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
6. Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
7. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction
pada mayo
9. Berikan
bronkodilator bila
perlu
10. Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
11. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi
dan status O2

2. Ketidakefektifan pola
S Status Pernafasan : Monitor 1. Monitor jumlah,
napas respirasi: ritme, dan usaha
Ke kepatenan nafas : untuk bernafas
Indikator yang 2. Catat pergerakan
dada, lihat
diharapkan : kesimetrisan,
penggunaan otot
 jumlah pernafasan bantu nafas dan
retraksi otot
diharapkan normal supraklavikula dan
interkostal
 ritme pernafasan
3. Monitor bunyi
diharapkan normal nafas
4. Monitor pola nafas:
 kedalaman tachynea,
hiperventilasi,
pernafasan nafas kusmaul,
5. Palpasi ekspansi

21
diharapkan normal paru
6. Perhatikan lokasi
 klien diharapkan trakea, lihat apa
ada pergeseran
tidak mengalami trakea akibat
akumulasi cairan
sesak nafas lagi saat 7. Perkusi anterior
istirahat dan posterior dada
pada bagian apeks
 klien diharapkan dan basis
8. Tentukan
tidak menggunakan
kebutuhan
otot-otot pernafasan torakosentesis
untuk cairan yang
dalam bernafas ada
9. Catat jenis batuk
 klien diharapkan
10. Auskultasi bunyi
tidak mengalami paru

batuk lagi

3. Ketidakseimbangan Manajemen 1. Kaji adanya


nutrisi kurang dari Status Nutrisi : Asupan Nutrisi alergi
kebutuhan tubuh Makanan dan Cairan makanan
Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi
1. Adanya peningkatan dengan ahli
berat badan sesuai gizi untuk
dengan tujuan menentukan
2. Berat badan ideal jumlah kalori
sesuai dengan tinggi dan nutrisi
badan yang
3. Mampu dibutuhkan
mengidentifikasi pasien.
kebutuhan nutrisi 3. Anjurkan
4. Tidak ada tanda tanda pasien untuk
malnutrisi meningkatkan
5. Tidak terjadi penurunan intake Fe
berat badan yang berarti 4. Anjurkan
pasien untuk
meningkatkan
protein dan
vitamin C
5. Berikan
substansi gula
6. Yakinkan diet
yang dimakan
mengandung
tinggi serat
untuk
mencegah
konstipasi

22
7. Berikan
makanan yang
terpilih (
sudah
dikonsultasika
n dengan ahli
gizi)
8. Ajarkan
pasien
bagaimana
membuat
catatan
makanan
harian.
9. Monitor
jumlah nutrisi
dan
kandungan
kalori
10. Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi
11. Kaji
kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan

Monitor 1. BB pasien
Nutrisi dalam batas
normal
2. Monitor
adanya
penurunan
berat badan
3. Monitor tipe
dan jumlah
aktivitas yang
biasa
dilakukan
4. Monitor
interaksi anak
atau orangtua
selama makan
5. Monitor
lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan

23
dan tindakan
tidak selama
jam makan
7. Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
8. Monitor
turgor kulit
9. Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
dan mudah
patah
10. Monitor mual
dan muntah
11. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb,
dan kadar Ht
12. Monitor
makanan
kesukaan
13. Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan
14. Monitor
pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
15. Monitor
kalori dan
intake nuntrisi
16. Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik
papila lidah
dan cavitas
oral.
17. Catat jika
lidah berwarna
magenta,
scarlet

24
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. S DENGAN TB PARU DI


RUANGAN PARU RSUD Dr. M. ZEIN PAINAN

I. PENGKAJIAN

A. Identitas pasien

Nama : Tn.S

Umur : 44 Th

Pendidikan : S1 ITB

Suku Bangsa : Minang

Pekerjaan : Wiraswata

Agama : Islam

Status Perkawinan : Kawin

Alamat : Balai Selasa

No Telp/HP : 081267904040

No Medical Record : 274829

Ruang Rawatan : Paru

Golongan :O

B. Penanggung Jawab

Nama : Ny. L

Pekerjaan : IRT

Alamat : Balai Selasa

No Telp/HP :-

25
C. Data Saat Masuk RS

Tanggal Masuk RS : 27September 2019

Jam Masuk RS : 11.00 WIB

Yang mengirim/merujuk : Puskesmas Balai Selasa

Cara Masuk : Klien Masuk melalui Poli Paru Rsud Dr M.

Zein Painan

Alasan Masuk/Clnet complain : Sesak Napas

Diagnosa Medis saat masuk: TB Paru

Ruang Rawat : Paru

Diagnosa Medis saat pengkajian : TB Paru

D. Riwayat Kesehatan Sekarang

1. Keluhan utama/gejala : Batuk sejak 1 tahun yang lalu, setelah


batuk 6 bulanbaru sesak napas, berat badan menurun sejak 6 bulan ini, nafsu
makan menurun.

2. Kondisi atau keadaan klien saat pengkajian(alat bantu yang digunakan


jelaskan) :

Pasien masuk RS tanggal 26 September 2019 jam 11.00 Wib, pasien


mengatakan nafas terasa sesak dan batuk berdahak dan saat dilakukan
pengakajian tgl 27 September 2019 jam 10.00 Wib pasien mengatakan nafas
terasa sesak batuk berdahak dan dahaknya susah dikeluarkan. Pasien juga
megatakan Bb menurun sejak 6 bulan yang lalu, terakhir Bb 55 kg menjadi 35
kg, pasien mengatakan nafsu makan menurun dan pasien mengatakan badan
terasa lemas, pasien kelihatan kurus ( IMT = Bb/ (TB x TB) 35/2,72= 12,8),
pasien terlihat mengahabiskan makanan ¼ porsi, aktivitas pasien tampak
dibantu keluarga, pasien tidak bisa berjalan melakukan aktivitas sendiri karna
merasa sesak nafas ditandai dengan RR : 28x/i, pasien terpasang O2 5 liter/
menit dan infus RL 16 tetes/ menit (8 jam/ kolf). Inspeksi : Postur dada

26
Normal, Takipnea, kifosis. Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, Adanya
peradangan, Perkusi : Redup, hipersonor/ tympani , Auskultasi :
Bronkovesikuler, Ronchi Basah. Hb : 11,8 g/dl, Leukosit : 21,800 mg/dl,
Trombosit : 469/ml.

Masalah Keperawatan : - Ketidak Efektifan Bersihan Jalan Nafas

- Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

- Intoleransi Aktivitas

E. Riwayat Pengobatan Terakhir

Apakah sudah berobat Ya Belum

Bila Berobat kemana ? RSUD dr. M. Zein Painan

Penanganan yang diterima Dirawat Obat obatan

Berobat jalan

Bila dirawat dimana : Ruang paru Rsud dr. M. Zein Painan

Berapa lama : 1 minggu

Bila berobat jalan, obat apa yang diterima :

F. Riwayat kesehatan yang lalu

1. Penyakit yang pernah diderita : Sejak 1 tahun yang lalu pasien mengatakan
batuk berdahak, setelah 6 bulan mengeluh batuk dan sesak nafas.

2. Penyebab penyakit : pasien perokok berat

3. Apakah sudah berobat Ya belum

Bila sudah kemana : PuskesmasBalai Selasa

Penanganan yang diterima Dirawat Obat obatan

Berobat jalan

Bila berobat jalan : Pasien mendapatkan obat 4 FDC 1X2 Tab

Bila dirawat : Sejak 2 bulan yang lalu

27
Tindakan yang dilakukan

Sembuh Ya Tidak

4. Pernah dioperasi Ya Tidak

Jelaskan : -

Alergi ya Tidak

Jelaskan :.

G. Riwayat kesehatan keluarga

1. Kejadian penyakit keturunan/ menular lain : Ayah pasien dulu menderita


penyakit TB Paru.

2. Genogram keluarga

Keterangan :

: Perempuan

: Laki – Laki

: Pasien

:Serumah

28
H.Riwayat Psikososial dan spritual
a.Psikologis
Suasana hati/mood : Sedih
Karakter : Emosional
Keadaan emosional : Labil
Konsep diri : Pasien yakin akan sembuh dari penyakitnya
Persepsi pasien terhadap penyakitnya
Hal yang amat dipikirkan saat ini
Pasien ingin sembuh dari penyakit yang dideritanya
Harapan setelah menjalani perawatan
Pasien berharap tidak akan terulang lagi penyakitnya dan pasien akan
Berusahauntuk rajin minum obat.
Perubahan yang dirasakan setelah sakit
Seluruh anggota tubuh terasa lemas dan kurang tenaga
Mekanisme koping : Pasien sangat kooperatif.

b.Sosial
Orang yang terdekat dengan pasien: Istri
Hubungan antara keluarga : Sejak sakit ± 2 bulan berpisah
tempat tinggal dari anak dan istri karena pasien takut menular penyakit
pada anak-anaknya yang masih kecil.
Hubungan dengan orang lain : Cukup baik
Perhatian terhadap orang lain : Ada
Perhatian terhadap lawan bicara : Baik
Kegemaran/hobi : Duduk dan ngobrol di warung

c.Spritual
Pelaksanaan ibadah : Ibadah sholat 5 waktu
Kepercayaan /keagamaan dan aktifitas keagamaan yang diingkan : ingin
beribadah seperti waktu sehat
Keyakinan kepada tuhan : Pasien yakin kepada Tuhan Yang Maha Esa

29
Lain lain, jelaskan :
Keluhan lain : tidak ada
Masalah keperawatan : -

I.Pola kesehatan Fungsional


1.Pola nutrisi & cairan
a.Makanan
1)Sehat
Pola makan : 3x sehari
Jenis makanan : makan biasa nasi dan lauk
Makanan pantangan : tidak ada
Makanan kesukaan : nasi goreng
Diet khusus : tidak ada

2)Sakit
Pola makan (kalori dihabiskan) : 3 x sehari
Jenis makanan : nasi, lauk dan sayur
Jenis diet : Tinggi Kalori Tinggi Protein
Keluhan : Anoreksi Nausea
Vomitus Disphagia
Makanan pantangan :-
Perubahan berat badan : Tetap Meningkat
Menurun
Jelaskan : sejak 6 bulan ini pasien mengalami
penurunan berat badan
IMT : BB =65 Kg ( sebelum sakit) / TB :165 = 20
BB =35 (sekarang)/ TB : 165 = 10,6
(kurus)
Keluhan lain :
Masalah Keperawatan : Ketidak seimbangan nutrisi
.

30
31

Anda mungkin juga menyukai