PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) paru yaitu salah satu penyakit menular yang menyerang
organ paru-paru. Tuberkulosis adalah salah satu penyakit yang tertua yang
dikenal oleh manusia yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis complex (Info datin,2016)
TB Paru merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang terus meningkat. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan dibawah
standar, dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat.Mycobacterium
tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia (Anonim,2011)
World Health Organization (WHO, 2018)menunjukkan bahwa angka
kejadian TB di dunia mencapai jutaan orang mengalami TB setiap tahunnya,
TB menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian. Kasus TB didunia terdapat 5,8
juta jiwa yang mengalami TB pada pria , 3,2 juta jiwa yang mengalami TB
pada wanita dan 1,0 juta pada anak yang mengalami TB. Delapan Negara
yang angka kejadian TB tertinggi yaitu India (27%), Cina (9%), Indonesia
(8%), Fhilipina (6%). , Pakistan (4%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%), Dan
Afrika Selatan (3%). WHO memperkirakan pada tahun 2020 mengalami
penurunan angka kejadian TB sekitar 4-5% pertahun (WHO,2018).
Hasil Riset Keshatan Dasar prevalensi penduduk Indonesia yang
didiagnosisi TB oleh tenaga kesehatan tahun 2013-2018 mengalami
peningkatan disetiap daerah, tiga provinsi dengan TB paru tertinggi ditahun
2018 adalah Jawa Barat (0.6%), Papua (0,8%), Banten (0,8%), sedangkan
Sumatera Barat (0,2%), target renstra pada 2019 prevalensi TB paru menjadi
245/100.000 penduduk, target Studi Inventori TB ( Global Report TB 2018)
Insiden TB 321 per 100.000 penduduk di indonesia (Riskesdas, 2018).
Data Riskesdas untuk daerah Sumatra Barat angka kejadian meningkat dari
tahun 2013 sampai 2018 yaitu 0,3% menjadi 0,4% untuk kejadian TB paru di
Sumatra Barat (Rikesdas, 2018). Laporan Dinas kesehatan di Provinsi
1
Sumatra Barat Tahun 2015 melaporkan bahwa jumlah kasus baru TB BTA (+)
1.116 kasus dengan 61,6% pada laki-laki dan 38,4% terjadi pada perempuan.
Sedangkan pada tahun 2016 jumlah kasus baru TB BTA (+) adalah 1,138
kasus dengan 73,8% terjadi pada laki – laki dan 26,2% pada perempuan
(Dinkes Sumbar,2016)
Dari data cakupan capaian penemuan kasus TB yang paling tinggi tahun
2018 yakni, Kota Pariaman (67%), Kota Padang Panjang (66%), dan Kota
Bukittinggi (63%), Kemudian disusul Kota Solok (59%), Pasaman Barat
(58%), Kota Padang (56%), Pesisir Selatan (53%), Payakumbuh (51%),
Dharmasraya (48%), Mentawai (47%), Pasaman (44%), Agam (42%), Padang
Pariaman (40%), Solok Selatan (36%), Sijunjung (34%), dan Kabupaten
Limapuluh Kota (28%). Sementara yang terendah capaian penanggulangan TB
Yaitu Tanah Datar (25%), Sawahlunto (25%), dan Solok (23%) (Dinkes
Sumbar ,2018)
Di Kabupaten Pesisir Selatan, TB Paru termasuk kepada salah satu
penyakit dengan angka terbesar. Berdasarkan data Kabupaten Pesisir Selatan,
angka kejadian tuberkulosis termasuk salah satu penyakit yang tertinggi
penderitanya. Penderita TB paru jumlah penderita TB Paru yang tercatat di
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2017 sebanyak 619 penderita.Angka kejadian
TB Paru di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2016, terjadi peningkatan jumlah
penderita TB Paru sebanyak 850 penderita.
Namun pada tahun 2015 jumlah penderita TB Paru menurun menjadi 685
penderita.Dijelaskannya, dari 20 Puskesmas, penderita TB sampai akhir
triwulan II paling banyak ditemukan di tiga Puskesmas yakni, Puskesmas
Balai Salasa, Puskesmas Indrapura dan Puskesmas Salido.Absolut tingginya di
tiga Puskesmas itu angkanya sama, mencapai 36 kasus (Kab.Pesisir Selatan,
2018)
RSUD dr. Muhammad Zein Painan adalah rumah sakit negeri kelas C+.
Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan
subspesialis terbatas. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari
rumah sakit antar kabupaten serta lebih khusus dalam menangani pasien
dengan TB Paru. Berdasarkan data dari MR (Medical Record) RSUD dr.
2
Muhammad Zein pada tahun 2018 jumlah penderita TB Paru yaitu sebanyak
132 orang. Pada Bulan Januari sampai September 2019 jumlah pasien TB Paru
yaitu 127 orang.
Merokok adalah perilaku yang membahayakan bagi kesehatan karena dapat
memicu berbagai macam penyakit yang mengakibatkan kematian, tapi
sayangnya masih saja banyak orang yang memilih untuk menghisapnya.
Dalam asap rokok terdapat 4.000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua
diantaranya nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik.
(Baha, 2002) Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar
kuman TB menyerang paru tetapi juga mengenai organ tubuh lainnya
(Depkes, 2009).
Faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit TB Paru antara lain kondisi
sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, status gizi dan kebiasaan merokok.
Meskipun merokok bukanlah penyebab utama terjadinya penyakit TB Paru,
namun kebiasaan merokok dapat merusak mekanisme pertahanan paru
sehingga memudahkan masuknya kuman penyakit seperti kuman penyakit TB.
Ditambah lagi, fenomena merokok di Indonesia masih dianggap wajar, bahkan
dianggap sebagai gaya hidup. Status gizi yang buruk akan meningkatkan
resiko terjadinya TB. Sebaliknya, penyakit TB paru dapat mempengaruhi
status gizi penderita karena proses perjalanan penyakitnya yang mengalami
kekurangan gizi risiko terhadap penyakitnya dan juga mempengaruhi
produktivitas kerjannya antibody dan limfosit terlambat, sehingga
penyembuhan juga terlambat. Masalah gizi menjadi sangat penting karena
perbaikan gizi merupakan salah satu upaya memutuskan lingkaran penularan
dan pemberantasan TB di Indonesia (Mariona, 2013).
Penderita penyakit TBC dapat menjadi sangat lemah, dan tidak bisa kerja,
atau melakukan tugas harian biasa, misalnya jaga anak atau kerja di kebun.
Rata-rata, seorang penderita penyakit TBC akan kehilangan 3-4 bulan waktu
kerja produktif. Jika tidak diobati, penyakit TBC menyebabkan kesakitan
selama jangka panjang, kecacatan dan kematian. Kira-kira 50% penderita
3
penyakit TBC paru yang tidak diobati akan meninggal dalam waktu 5 tahun,
mayoritas dari 50% ini akan mati dalam waktu 18 bulan.
Penderita penyakit TBC yang tidak diobati dengan baik bisa menularkan
bakteri TBC pada keluarganya, termasuk anak. Juga mereka tidak dapat bebas
bergaul, jangan sampai menularkan bakteri TBC. Hal ini sangat sulit bila
mereka tinggal dalam satu rumah dengan banyak orang. Menurut pemerintah
propinisi NTT, 20-30% jumlah pendapatan keluarga akan hilang bila ada 1
kasus TBC dalam keluarga.
TBC banyak menyerang anggota masyarakat usia bekerja (15-54 tahun),
sehingga negara kekurangan tenaga trampil. TBC banyak menyerang
masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga menambah tingkat
kemiskinan. Pengobatan TBC secara luas sangat mahal. Pemerintah harus
menyiapkan dana yang besar untuk menyediakan obat-obatan.
Berdasarkan kasus dan penjelasan diatas maka kami tertarik untuk
mengambil kasus TB Paru pada pasien Tn. S yang dirawat di ruang Paru
RSUD dr. M. Zein Painan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan TB
Paru di RSUD dr. M. Zein Painan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian langsung terhadap Tn. S dengan TB
Paru
b. Mampu menegakan diagnosa keperawatan berdasarkan data yang
didapat
c. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada Tn. S dengan TB
Paru
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada Tn. S dengan TB Paru
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada Tn. S dengan TB
Paru
4
f. Mampu melakukan pendokumentasian terhadap tindakan keperawatan
pada Tn. S dengan TB Paru
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
1
B. Etiologi Tuberkulosis Paru
Proses dapat terus berlanjut dan bakteri terus difagosit dan berkembangbiak
di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Lesi
berkembang dan terbentuk jaringan parut yang mengelilingi tuberkel yang
disebut fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional dengan
fokus ghon disebut kompleks ghon. Fokus ghon dapat menjadi nekrotik dan
2
membentuk masa seperti keju, dapat mengalami kalsifiksi membentuk lapisan
protektif sehingga kuman menjadi dorman.
3
D. WOC
Resiko tinggi
Imunitas Tubuh Menurun penyebaran kuman
Kurang Informasi
4
E. Jenis – Jenis Tuberkulosis
1. Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang berlum
mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari
udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal
saluran pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh
makrofag yang berada di alveoli. Jika pada proses ini , bakteri ditangkap oleh
makrofag yang lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh
makrofag yang lemah itu dan menghancurkan makrofag itu. Dari proses ini,
dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik monosit atau makrofag dari aliran
darah membentuk tuberkel. Sebelum menghancurkan bakteri, makrofag harus
diaktifkan terlebih dahulu oleh limfokin yang dihasilkan limfosit T.
5
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang
lebih jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan
menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat
sakit lama/keras atau memakai obat yang melemahkan daya tahan tubuh
terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang dorman dapat aktif kembali.
Inilah yang disebut reaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca primer. Infeksi
ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi(Sudoyo,2007)
2. Tuberkulosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB
masih hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90%
diantaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi
apabila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan, silikosis, diabetes
melitus, AIDS.
6
yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal. Masalah lainnya pada
kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang
menumbuhkan mycetoma(Muttaqin, 2008)
G. Komplikasi
Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal napas,
dan kematian. TB yang resisten terhadap obat dapat terjadi. Kemungkinan
galur lain yang resisten obat dapat terjadi(Corwin, Elizabeth J, 2009)
1. TULANG
TBC tulang ini bisa disebabkan oleh bakteri TBC yang mengendap di paru-
paru, lalu terjadi komplikasi dan masuk ke tulang. Atau bisa juga bakteri TBC
langsung masuk ke tulang lewat aliran darah dari paru-paru. Waktu yang
dibutuhkan bakteri untuk masuk dan merusak tulang bervariasi. Ada yang
singkat, tapi ada pula yang lama hingga bertahun-tahun. Bakteri TBC biasanya
akan berkembang biak dengan pesat saat kondisi tubuh sedang lemah,
7
misalnya selagi anak terkena penyakit berat. Saat itu kekebalan tubuhnya
menurun, sehingga bakteri pun leluasa menjalankan aksinya.
Bagian tulang yang biasa diserang bakteri TBC adalah sendi panggul,
panggul dan tulang belakang. Gangguan tulang belakang bisa terlihat dari
bentuk tulang belakang penderita. Biasanya tidak bisa tegak, bisa miring ke
kiri, ke kanan, atau ke depan. Sendi panggul yang rusak pun membuat
penderita tidak bisa berjalan dengan normal. Sedangkan pada ibu hamil,
kelainan panggul membuatnya tidak bisa melahirkan secara normal. Jika
kelainannya masih ringan, upaya pemberian obat-obatan dan operasi bisa
dilakukan. Lain halnya jika berat, tindakan operasi tidak bisa menolong karena
sendi atau tulang sudah hancur. Penderita bisa cacat seumur hidup.
2. USUS
Selain karena komplikasi, TBC usus ini bisa timbul karena penderita
mengonsumsi makanan/minuman yang tercemar bakteri TBC. Bakteri ini bisa
menyebabkan gangguan seperti penyumbatan, penyempitan, bahkan
membusuknya usus. Ciri penderita TBC usus antara lain anak sering muntah
akibat penyempitan usus hingga menyumbat saluran cerna. Mendiagnosis
TBC usus tidaklah mudah karena gejalanya hampir sama dengan penyakit
lain. Ciri lainnya tergantung bagian mana dan seberapa luas bakteri itu
merusak usus. Demikian juga dengan pengobatannya. Jika ada bagian usus
yang membusuk, dokter akan membuang bagian usus itu lalu
menyambungnya dengan bagian usus lain.
3. OTAK
Bakteri TBC juga bisa menyerang otak. Gejalanya hampir sama dengan
orang yang terkena radang selaput otak, seperti panas tinggi, gangguan
kesadaran, kejang-kejang, juga penyempitan sel-sel saraf di otak. Kalau
sampai menyerang selaput otak, penderita harus menjalani perawatan yang
lama. Sayangnya, gara-gara sel-sel sarafnya rusak, penderita tidak bisa
kembali ke kondisi normal.
8
4. GINJAL
Bakteri TBC pun bisa merusak fungsi ginjal. Akibatnya, proses
pembuangan racun tubuh akan terganggu. Selanjutnya bukan tidak mungkin
bakal mengalami gagal ginjal. Gejala yang biasa terjadi antara lain mual-
muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, lemah, dan sejenisnya. Gagal
ginjal akut bisa sembuh sempurna dengan perawatan dan pengobatan yang
tepat. Sedangkan gagal ginjal kronik sudah tidak dapat disembuhkan.
Beberapa di antaranya harus menjalani cangkok
ginjal(http://nerssaputra.blogspot.com/2011/01/konsep-dasar-asuhan-
keperawatan-pada.html)
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Ziehl Neelsen
(pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif
untuk basil asam cepat.
2. Kultur sputum
Positif untuk mycobakterium pada tahap aktif penyakit.
4. Rontgen Dada
Menunjukan infiltrasi kecil lesi dini pada bidang atas paru, deposit
kalsium dari lesi primer yang telah menyembuh, atau cairan dari suatu
efusi. Perubahan yang menandakan TB lebih lanjut mencakup kavitasi,
area fibrosa.
9
6. AGD
Mungkin abnormal bergantung pada letak, keparahan, dan kerusakan paru
residual.
I. Pencegahan
2. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan (air
sabun)
(http://nerssaputra.blogspot.com/2011/01/konsep-dasar-asuhan-keperawatan-
pada.html)
J. Penatalaksanaan
10
terhadap obat – obatan tersebut, obat dan protokol pengobatan lain akan
diupayakan.
Jika tuberkulosis resisten obat muncul, obat yang lebih toksik akan
diprogramkan. Pasien mungkin tetap menginap di rumah sakit atau di bawah
pengawasan sejenis karantina jika tingkat kepatuhan terhadap terapi medis
cenderung rendah(Corwin, Elizabeth J, 2009).
11
K. Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam, MRS, nomor
registrasi, diagnose medis.
b. Keluhan Utama.
Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.
Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis lainnya
seperti anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.
Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan sebagai
factor predisposisi penularan di dalam rumah
f. Riwayat Psikososial.
12
sosio spiritual yang seksama. Pada kondisi klinis, pada klien TB paru sering
mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya.
Perawat perlu menanyakan kondisi pemukiman klien bertempat tinggal karena
TB paru sangat rentan dialami oleh mereka yang bertempat tinggal di
pemukiman padat dan kumuh dikarenakan populasi bakteri TB paru lebih
mudah hidup di tempat yang kumuh dengan ventilasi dan pencahayaan sinar
matahari yang kurang. TB paru merupakan penyakit yang pada umumnya
menyerang masyarakat miskin karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan
tubuh non spesifik, mengonsumsi makanan kurang bergizi, ketidaksanggupan
membeli obat, ditambah dengan kemiskinan membuat individunya bekerja
secara fisik sehingga mempersulit penyembuhan penyakitnya. Klien TB paru
kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya mereka seringkali tidak
menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan hal
penting(Muttaqin, 2008)
g. Pemeriksaan Fisik.
1. Keadaan umum
a. Tanda-tanda distress
c. Ekspresi wajah
3. Kepala
4. Mata
a. Inspeksi
13
4. Pupil: manilai reflex pupil terhadap cahaya
5. Gerakan bola mata: amati 6 fungsi otot mata dengan gerakan ke 8 arah.
b. Palpasi: palpasi kedua bola mata, bila terasa keras berarti TIO meningkat.
5. Telinga
6. Hidung
b. Palpasi:
etmoidalis.
a. Inspeksi:
8. Leher
a. Inspeksi:
b. Palpasi:
14
1. Kelenjar limfe: apakah ada pembesaran (adenopati limfe)
a. Inspeksi
10. Jantung
d. Auskultasi:
trikuspidalis
pulmonalis.
vaskularisasi).
15
b. Palpasi: adanya nyeri tekan dan benjolan pada aksila
12. Abdomen
kemih).
hipertropi.
14.Genetalia
a. Genetalia wanita
2. Palpasi: kaji ketegangan otot pada saluran vagina dan palpasi kelenjar
perineum.
b. Genetalia pria
bentuk penis, dan tekstur dari kulit scrotum serta karakteristik dan
ulkus).
lesi.
16
16. Pengkajian neurologis
semikoma, koma.
cavum oris.
mata.
g. Nervus VII (facialis): saraf motorik otot ekspresi wajah dan saraf
pendengaran.
17
j. Nervus X (vagus): saraf motorik untuk hampir semua organ thorax dan
abdomen, saraf sensorik untuk pharinx, larinx, trachea, esophagus, cor, dan
viscera abdominalis.
a. Tes nyeri: gunakan jarum steril, minta klien untuk tutup mata, kemudian
tusukkan perlahan jarum kekulit klien, tanya apa yang dirasakan.
b. Sentuhan: minta klien utnuk tutup mta, kemudian sentuh klien dengan pilinan
kapas, minta klien untuk merasakannya.
d. Posisi: minta klien untuk menutup mata gerakkan satu jari anda atau gerakkan
ibu jari naik turun pada sisi jari-jari klien dan minta klien menyebutkan arah
gerakan jari tersebut.
Pemeriksaan refleks
a. Refleks biseps: respon normal bila ada fleksi pada lengan bawah dan kontraksi
otot biseps.
b. Refleks triseps: respon normal bila ada ekstensi pada lengan bawah dan
kontraksi otot triseps.
c.Refleks patella: hasil positif terjadi kontraksi otot quadriceps dan ekstensi
ekstremitas bawah.
18
f. Refleks babinski: positif bila terdapat gerakan dorsoekstensi dari ibu jari kaki
dan gerakan abduksi dari jari-jari lainnya.
c) Kernig sign: positif jika terdapat tahanan dan terdapat rasa nyeri
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
19
3. Intervensi Keperawatan
20
untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila
perlu
5. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
6. Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
7. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction
pada mayo
9. Berikan
bronkodilator bila
perlu
10. Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
11. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi
dan status O2
2. Ketidakefektifan pola
S Status Pernafasan : Monitor 1. Monitor jumlah,
napas respirasi: ritme, dan usaha
Ke kepatenan nafas : untuk bernafas
Indikator yang 2. Catat pergerakan
dada, lihat
diharapkan : kesimetrisan,
penggunaan otot
jumlah pernafasan bantu nafas dan
retraksi otot
diharapkan normal supraklavikula dan
interkostal
ritme pernafasan
3. Monitor bunyi
diharapkan normal nafas
4. Monitor pola nafas:
kedalaman tachynea,
hiperventilasi,
pernafasan nafas kusmaul,
5. Palpasi ekspansi
21
diharapkan normal paru
6. Perhatikan lokasi
klien diharapkan trakea, lihat apa
ada pergeseran
tidak mengalami trakea akibat
akumulasi cairan
sesak nafas lagi saat 7. Perkusi anterior
istirahat dan posterior dada
pada bagian apeks
klien diharapkan dan basis
8. Tentukan
tidak menggunakan
kebutuhan
otot-otot pernafasan torakosentesis
untuk cairan yang
dalam bernafas ada
9. Catat jenis batuk
klien diharapkan
10. Auskultasi bunyi
tidak mengalami paru
batuk lagi
22
7. Berikan
makanan yang
terpilih (
sudah
dikonsultasika
n dengan ahli
gizi)
8. Ajarkan
pasien
bagaimana
membuat
catatan
makanan
harian.
9. Monitor
jumlah nutrisi
dan
kandungan
kalori
10. Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi
11. Kaji
kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
Monitor 1. BB pasien
Nutrisi dalam batas
normal
2. Monitor
adanya
penurunan
berat badan
3. Monitor tipe
dan jumlah
aktivitas yang
biasa
dilakukan
4. Monitor
interaksi anak
atau orangtua
selama makan
5. Monitor
lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan
23
dan tindakan
tidak selama
jam makan
7. Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
8. Monitor
turgor kulit
9. Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
dan mudah
patah
10. Monitor mual
dan muntah
11. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb,
dan kadar Ht
12. Monitor
makanan
kesukaan
13. Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan
14. Monitor
pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
15. Monitor
kalori dan
intake nuntrisi
16. Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik
papila lidah
dan cavitas
oral.
17. Catat jika
lidah berwarna
magenta,
scarlet
24
BAB III
I. PENGKAJIAN
A. Identitas pasien
Nama : Tn.S
Umur : 44 Th
Pendidikan : S1 ITB
Pekerjaan : Wiraswata
Agama : Islam
No Telp/HP : 081267904040
Golongan :O
B. Penanggung Jawab
Nama : Ny. L
Pekerjaan : IRT
No Telp/HP :-
25
C. Data Saat Masuk RS
Zein Painan
26
Normal, Takipnea, kifosis. Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, Adanya
peradangan, Perkusi : Redup, hipersonor/ tympani , Auskultasi :
Bronkovesikuler, Ronchi Basah. Hb : 11,8 g/dl, Leukosit : 21,800 mg/dl,
Trombosit : 469/ml.
- Intoleransi Aktivitas
Berobat jalan
1. Penyakit yang pernah diderita : Sejak 1 tahun yang lalu pasien mengatakan
batuk berdahak, setelah 6 bulan mengeluh batuk dan sesak nafas.
Berobat jalan
27
Tindakan yang dilakukan
Sembuh Ya Tidak
Jelaskan : -
Alergi ya Tidak
Jelaskan :.
2. Genogram keluarga
Keterangan :
: Perempuan
: Laki – Laki
: Pasien
:Serumah
28
H.Riwayat Psikososial dan spritual
a.Psikologis
Suasana hati/mood : Sedih
Karakter : Emosional
Keadaan emosional : Labil
Konsep diri : Pasien yakin akan sembuh dari penyakitnya
Persepsi pasien terhadap penyakitnya
Hal yang amat dipikirkan saat ini
Pasien ingin sembuh dari penyakit yang dideritanya
Harapan setelah menjalani perawatan
Pasien berharap tidak akan terulang lagi penyakitnya dan pasien akan
Berusahauntuk rajin minum obat.
Perubahan yang dirasakan setelah sakit
Seluruh anggota tubuh terasa lemas dan kurang tenaga
Mekanisme koping : Pasien sangat kooperatif.
b.Sosial
Orang yang terdekat dengan pasien: Istri
Hubungan antara keluarga : Sejak sakit ± 2 bulan berpisah
tempat tinggal dari anak dan istri karena pasien takut menular penyakit
pada anak-anaknya yang masih kecil.
Hubungan dengan orang lain : Cukup baik
Perhatian terhadap orang lain : Ada
Perhatian terhadap lawan bicara : Baik
Kegemaran/hobi : Duduk dan ngobrol di warung
c.Spritual
Pelaksanaan ibadah : Ibadah sholat 5 waktu
Kepercayaan /keagamaan dan aktifitas keagamaan yang diingkan : ingin
beribadah seperti waktu sehat
Keyakinan kepada tuhan : Pasien yakin kepada Tuhan Yang Maha Esa
29
Lain lain, jelaskan :
Keluhan lain : tidak ada
Masalah keperawatan : -
2)Sakit
Pola makan (kalori dihabiskan) : 3 x sehari
Jenis makanan : nasi, lauk dan sayur
Jenis diet : Tinggi Kalori Tinggi Protein
Keluhan : Anoreksi Nausea
Vomitus Disphagia
Makanan pantangan :-
Perubahan berat badan : Tetap Meningkat
Menurun
Jelaskan : sejak 6 bulan ini pasien mengalami
penurunan berat badan
IMT : BB =65 Kg ( sebelum sakit) / TB :165 = 20
BB =35 (sekarang)/ TB : 165 = 10,6
(kurus)
Keluhan lain :
Masalah Keperawatan : Ketidak seimbangan nutrisi
.
30
31