PROPOSAL TESIS
Oleh :
DEBBI NATALIA GIRI
1
BAB I
PENDAHULUAN
kasus TB baru terbesar terjadi di Asia dengan 45% kasus dan diikuti Afrika
dengan 25% kasus baru. Indonesia menempati urutan kedua dari 30 negara kasus
TB terbesar setelah India dan diikuti China dengan prevalensi berturut-turut 23%,
10% dan 10%. Pada tahun 2016, terdapat 10,4 juta orang jatuh sakit dengan TB
dan 1,7 juta orang meninggal akibat TB termasuk 0,4 juta didalamnya terkena
DOTS diperkenalkan pada tahun 1990-an dan kemudian menjadi landasan bagi
the stop TB strategy yang diluncurkan bersamaan dengan The Global Plan to Stop
TB 2006- 2015 pada tahun 2006. The Global Plan merancang bagaimana dan
sejauh mana the Stop TB Strategy harus diimplementasikan antara tahun 2006-
dengan Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2016. The Stop TB
2
karena TB menjadi
3
50% pada tahun 2015 dan mengeliminasi TB sebagai suatu kepedulian kesehatan
dalam program SDGs bahwa target system kesehatan nasional yaitu pada goals ke
3 salah satu dari tujuan SDGs yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan
mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia. Pada 2030 SDGs
Tuberkulosis anak sudah masuk dalam salah satu tantangan global yang
jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh
morbiditas dan mortalitas pada anak semakin meningkat. Disamping itu beban
kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat diagnosis yang
populasi. Masalah inimasih memerlukan perhatian yang lebih baik dalam program
4
Laporan WHO 2017 terdapat 1.020.000 kasus TB anak di Indonesia,
anak adalah penyakit menular yang menyerang anak di bawah usia 14 tahun (TB
kematian. Bila TB pada anak tidak cepat ditangani akan cepat menyebar menjadi
Hal ini juga sejalan dengan penlitian sebelumnya pada balita yang stunting, balita
yang tidak diimunisai BCG dan balita yang kontak serumah dengan penderita TB
memiliki resiko lebih besar terkena TB. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa
kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko
kontak dengan penderita TB dan imunisasi BCG), faktor orang tua (pengetahuan
orang tua, sosial ekonomi dan perilaku orang tua) dan faktor lingkungan (Fletcher
keberadaan jendela yang tidak berfungsi, kurangnya pencahayaan dan suhu yang
rendah (Indriyani, 2016). Kuman TB dapat bertahan dalam waktu yang lama di
lingkungan yang lembab. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan
5
kuman ke
6
udara dalam bentuk percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan
dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat
kuman. Percikan dapat bertahan dalam beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab. Anak memiliki daya tahan tubuh yang rendah sehingga apabila
terpajan atau kontak langsung dengan penderita TB dewasa maka penularan dapat
lahan basah maupun lahan kering. Lahan basah dapat dicontohkan sepertisawah,
danau, pesisir, rawa dan hutan mangrove atau daerah yang terletak di dataran yang
tadah hujan yang biasa digunakan secara sawah, secara tegal atau secara ladang.
Yang membedakan lahan kering dan lahan basah adalah sumber air. Pada lahan
kering sumber airnya yaitu air hujan sedangkan pada lahan basah sumber airnya
yaitu air hujan atau air irigasi (Notohadiprawiro, 1989 dalam Harianto, 2017).
Dengan kelembapan yang tinggi pada suatu wilayah yang terdapat kasus TB
maka penularan dapat terjadi dengan cepat terutama pada anak-anak yang masih
memiliki daya tahan tubuh yang rendah. Data dari Badan Pusat Statistik Provinsi
7
Salah satu indikator untuk mengendalikan TB yaitu dengan pengobatan.
keberhasilan pengobatan. Data Dinkes Provinsi NTT (2016), ada 7 provinsi yang
pengobatan, tetapi berdasarkan Data Dinkes Provinsi NTT (2016) dalam 3 tahun
terakhir yaitu tahun 2014, 2015 dan 2016 kasus TB di NTT semakin meningkat.,
terutama pada anak di bawah usia 15 tahun dengan jumlah presentasi beturut-turut
7,10%, 8,59% dan 9,14%. Dan juga data yang diperoleh dari Dinkes Provinsi
NTT jumlah penderita TB baik semua kasus TB maupun kasus baru paling sedikit
1.2.2 Anak usia 0-14 tahun memiliki resiko yang tinggi terhadap penularan TB
1.2.3 Banyak kasus TB anak usia 0-14 tahun yang berasal dari satu keluarga
1.2.5 Faktor pemicu lain yang ditemukan pada penelitian terdahulu adalah
1.3.1 Apa ada hubungan antara karakteristik responden (jenis kelamin dan
orang tua) dengan kejadian kasus TB anak usia 0-14 tahun di wilayah
1.3.3 Apa Ada hubungan antara riwayat merokok dalam keluarga dengan
kejadian TB pada anak usia 0-14 tahun yang pernah berobat di puskesmas
oebobo?
1.3.4 Apa Ada hubungan antara pengetahuan orang tua, pendidikan orang tua,
oebobo?
Puskesmas Oebobo
9
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya penularan TBC yang
10
1.3.6 Manfaat Praktisi
2. Ada hubungan antara pendidikan orang tua dengan kejadian TB pada anak
TB pada anak usia 0-14 tahun yang pernah berobat di puskesmas oebobo
11
4. Ada hubungan antara pengetahuan orang tua, pendidikan orang tua,
oebobo.
BAB III
METODE PENELITIAN
desain penelitian kasus kontrol (case control) yaitu suatu penelitian yang
mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit dengan
3.2.1 Populasi
a. Populasi Kasus
paru BTA positif anak usia 0-14 tahun yang pernah mendapat
b. Populasi Kontrol
12
Populasi kontrol dalam penelitian ini yaitu seluruh anak usia 0-14
sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi yang akan diteliti.
tujuan penelitian.
fase lanjutan
kelompok penelitian.
penderita TB paru anak usia 0-14 tahun pada pasien anak yang berobat di
3.3.1 Variabel
anak usia 0-14 tahun. Sedangkan, variabel independen yaitu status gizi
14
1.5.1 Cara Pengumpulan Data
mendapat pengobatan.
a. Wawancara
b. Observasi
15
Observasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang keadaan
c. Pengukuran
penghuni (luas lantai dalam rumah), luas ventilasi (luas jendela, luas
d. Dokumentasi
a. Kuesioner
16
untuk menguji hipotesis penelitian (Sugiyono, 2010).
b. Rollmeter
c. Hygrometer
dalam ruangan.
a. Editing
b. Coding
17
dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk angka pada masing-
c. Tabulasi
d. Cleaning
a. Analisis Univariat
orang tua tentang TB, pendidikan orang tua, pendapatan orang tua,
status gizi anak, status imunisasi BCG, lingkungan yang terdiri dari
18
digunakan pada data berskala nominal dan ordinal untuk
(Sugiyono, 2007).
b) p value > 0,05 berarti H0 di tolak (p value > α). Uji statistik
resiko
b. Analisis Multivariat
19
dependen dua kategori (kontrol dan kasus) dilakukan dengan metode
1
𝑅=
1 + 𝑒−(α+β1x1)+(α+β2x2)+⋯(α+βnxn)
Analisis multivariat dilakukan dengan beberapa langkah
20
21
40
41
42
43
44
45
.
46
47
48
atau batuk. Penderita menyebar kuman ke udara dalam bentuk droplet
49
Beberapa kepustakaan yang menyebutkan bahwa semakin erat kontak
dapat dilihat dari 2 aspek yaitu aspek jarak seperti menggunakan kriteria
“satu tempat tidur” dan aspek waktu “intensitas waktu < / > 8 jam/hari
c. Imunisasi BCG
(kekebalan) di dalam tubuh bayi dan anak. Imunisasi adalah suatu cara
antigen sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak
50
a) Pengetahuan orang tua
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
terutama pda orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti
subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau
b) Sosial ekonomi
seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomu.
Karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer
terhadap stimulus atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit,
(Notoatmodjo, 2012).
3. Faktor Lingkungan
51
dan perumahan di bawah standar merupakan masalah kesehatan masayarakat
yang utama. Setiap tahun di Amerika 13,5 juta cedera non fatal terjadi di
dalam dan sekitar rumah (Warner, 2000). Faktor resiko definitf terjadinya
penularan TB paru anak adalah akibat kontak dari orang dewasa yang
resiko dalam penularan TB paru dewasa, sama halnya di anak, kondisi hunia
menunjukan asosiasi yang jelas anatar ventilasi yang tidak memadai dengan
kematian anak dan jenis sarana air yang digunakan dengan mortalitas penyakit
penyakit TB paru dan penyakit lain seperti influenza, meningitis, ISPA, diare
dan campak. Anak-anak yang tinggal di rumah penuh sesak sangat lebih
psikologis anak- anak. Hal ini mempengaruhi agresivitas pada anak yang
mengakibatkan
52
Hunian yang lembab merupakan sarang dari berbagai agen virus dan
jamur yang telah dikenal lama sebagai sumber alergen pernapasan. Perumahan
lembab juga diduga menjadi faktor penyumbang untuk rematik dan arthritis
prsyaratan
a. Komponen rumah (bobot skor penilaian 31%) yakni terdiri atas plafon,
dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela kamar keluarga, ruang tamu,
b. Sarana sanitasi (bobot skor penilaian 25%) yaitu sarana air bersih, sarana
pembuangan sampah
dinilai, kriteria penilaian, nilai dan bobot serta hasil penilaian secara terinci.
Dirjen P2L Depkes RI, 2007 menyusun pedoman teknis penilaian rumah sehat
persyaratan
53
1) Bahan bangunan
54
a) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat
asbestos
tidak sehat sebab disamping kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah
mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang
mudah dibersihkan
3) Pencahayaan
55
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan
merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dna berkembangnya
4) Kualitas udara
Kelembapan rumah minimal 40% - 70% dan suhu ruangan yang ideal
18-30 o C.
5) Ventilasi
6) Kepadatan hunian
56
2.1.1 Lahan
Lahan atau sumberdaya lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri dari
iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada
suatu wilayah atau regional, yaitu suatu satuan ruangan berupa suatu lingkungan
hunian masyarakat manusia dan masyarakat hayati yang lain (Harianto, 2017).
topografi, hidrologi dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang
yang tidak akan habis, namun jumlahnya tetap dan dengn lokasi yang tidak dapat
dipindahkan.
Lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat yang sangat
bervariasi dalam berbagai faktor seperti keadaan topografi, sifat atmosfer, tanah,
dapat diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,
flora, fauna dan bentukan hasil budidaya manusia. Lahan merupakan satu
kesatuan
57
dari berbagai sumber daya alam yang dapat mengalami kerusakan dan penurunan
Lahan basah dapat diartikan sebagai suatu wilayah genangan atau wilayah
diketauhi oleh masyarakat adalah lahan basah seperti rawa-rawa, air payau, tanah
gambut.
Lahan basah dibedakan dari perairan dan juga dari tataguna lahan lainnya
berdasarkan tingginya muka air dan juga tipe vegetasi yang tumbuh diatasnya.
Lahan basah dicirikan oleh muka air tanah yang relatif dangkal, dekat dengan
permukaan tanah, pada waktu yang cukup lama sepanjang tahun untuk
(Antonio, 2012).
Lahan basah daratan meliputi daerah yang jenuh atau tergenang oleh air
yang pada umumnya bersifat tawar (dapat pula asin tergantung pada faktor-faktor
yang terketak di darat atau dikelilingi oleh dataran dan tidak terkena pengaruh air
laut. Tipe lahan basah yang termasuk kelompok ini antara lain : danau, telaga,
sungai, air terjun, rawa air tawar, danau-danau musiman, kolam dan rawa yang
asin di dataran (Nirarita, Wibowo dan Padmawinata, 1996 dalam Harianto, 2017).
58
Umumnya lahan basah yang ditemukan di Indonesia yaitu seperti endapan
tanah rendah sesudah air pasang surut, genangan air, mangrove. Menurut
Pramudanto (2011), ada 7 tipe lahan basah utama yang dimiliki Indonesia yaitu:
dalam bentuk alami dan bentuk buatan seperti persawahan, tambak, kolam
industri. Baik lahan basah alami maupun buatan ternyata keberadaannya sangat
macam- macam spesies tanaman yang ditanam sedikit. Secara umum lahan kering
merupakan lahan tadah hujan yang peka terhadap erosi terutama jika keadaan
air secara terbatas dan biasanya tergantung dari air hujan. Secara alamiah lahan
a. Peka terhadap erosi, terutama bila keadaan tanahnya miring atau tidak tertutup
tumbuh-tumbuhan (vegetasi)
b. Tingkat kesuburannya rendah, baik kandungan unsur hara dan bahan organik
59
c. Sifat fisik tanahnya kurang baik, seperti struktur padat, lapisan tanah dan
penerima dan peresap air hujan yang kemudian dialirkan ke dataran rendah, baik
60
Nama Peneliti Dan Judul Penelitian Desain Dan Hasil
Tahun
Jain, K. Sanjay, dkk Pediatric Tuberculosis In Analsisi regresi logistik
2013 Young Children In India : A Hasil penelitian :
Prospectove Study Ada pengaruh yang signifikan
antara infeksi HIV, TST positif
dan riwayat merorok dalam
keluarga
terhadap anak dengan TB (P ≤0,04)
Apriliasari, R dkk Faktor Yang Berhubungan Desain case control
2018 Dengan Kejadian TB Paru Hasil penelitian :
Pada Anak (Studi Di Seluruh Adanya hubungan yang signifikan
Puskesmas Di Kabupaten antara riwayat kontak dengan
Magelang) penderita TB (P: 0,018), jenis
lantai P: 0,031), luas ventilasi P:
0,004), tingkat pencahayaan P:
0,024), kelembapan hunian P:
0,009), tingkat pendapatan orang
tua P: 0,009) dan tingkat
pengetahuan
orang tua P: 0,002).
Lohala, Maria Faktor-Faktor Yang Desain cross sectional
2016 Berhubungan Dengan TBC Hasil penelitian :
Paru Pada Pasien Rawat Jalan Ada hubungan yang signifikan
Di Poli RSUD Schoolo Keyen antara umur P: 0,004, pekerjaan
Kabupaten Sorong Selatan P:0,004 dan pengetahuan P: 0,000
Tahun 2015
Purnamaningsih, Indah Hubungan Status Riwayat Desain case control
dkk Kontak BTA Positif Terhadap Hasil penelitian :
2018 Kejadian TB Anak (Sudi Di Ada hubungan antara riwayat
Balai Kesehatan Masyarakat kontak BTA positif dewasa dengan
Wilayah Semarang) kejadian TB anak (P: <0,001, OR:
15,043)
Febrian, Mira. Ayu Faktor-Faktor Yang Desain penelitian deskriptif
2015 Berhubungan Dengan Hasil penelitian :
Kejadian TB Paru Anak Di Gizi baik 40,9%, gizi buruk 36,4%,
Wilayah Puskesmas Garuda riwayat kontak positif 72,7%,
Kota Bandung imunisasi BCG yang positif 86,4%.
Kiay, Mardjo. Tarmica Hubungan Antara Tingkat Desain case control
M, dkk Pendidikan, Pendapatan Dan Hasil penelitian :
2018 Riwayat Kontak Serumah Adanya hubungan yang signifikan
Dengan Kejadian TB Di antara pendapatan dengan kejadian
Wilayah Kerja Puskesmas TB P: 0,004, OR: 4,812
Paniki Bawah Kota Manado
Susanti Milda Hubungan Status Gizi Dan Desain case control
2017 Riwayat Vaksinasi BCG Hasil penelitian :
Dengan Kejadian TB Paru Ada hubungan yang signifikan
Pada Anak RSUD Ulin antara status gizi dan vaksinasi
Banjarmasin BCG terhadap kejadian TB pada
anak dengan P value : 0,000
Riani, R. E. S Kasus Kontrol Hubungan Desain case control
2016 Imunisasi BCG Dengan Hasil penelitan :
Kejadian TB Paru Pada Anak Analisis multivariat menunjukan
61
bahwa risiko anak yang tidak
62
diimunisasi BCG dan KN sebanyak
3 kali adalah 1,13 kali lebih besar
untuk terkena TB paru
Jahiro dan Prihartono Hubungan Stunting Dengan Desain case control
2014 Kejadian TB Pada Balita Hasil penelitian :
Balita pendek dan sangat pendek
(OR = 3.54; P = 0,004 dan OR =
9.06; P = 0.001) respectively.
Imunisasi BCG, balita yang tidak
diimunisasi dibandingkan yang
diimunisasi BCG mempunyai
risiko 4 kali
sakit TB. Pada kontak serumah
dengan pasien TB, balita yang
mempunyai kontak dibandingkan
tidak
mempunyai kontak serumah
dengan pasien TB berisikohampir
12 kali sakit TB (OR = 11.96; P =
0.000).
Sedangkan jika ditinjau dari usia
balita, balita usia < 24 bulan
dibandingkan balita usia > 24
bulan mempunyai
risiko 2,8 kali sakit TB OR = 2.84;
P = 0.011). Balita stunting, yang
tidak diimunisasi, dan yang
mempunyai
kontak TB serumah TB mempunyai
risiko lebih besar sakit TB
Environment (lingkungan) :
Karakteristik hunian rumah :
Kepadatan hunian
Host (pejamu) :
Kejadian kasus TB anak 0-14 Luas ventilasi
Status gizi
tahun Jenis lantai
Perilaku kontak serumah
Kelembapan ruangan
Perilaku merokok
Suhu ruangan
Imunisasi BCG
Pencahayaan
Usia
Jenis dinding
Ras
Status sosial ekonomi orang tua :
Jenis kemalin
Pendidikan
Pengetahuan
Pendapatan
Cara memasak dalam rumah
64
kesehatan tercapai secara optimal bilamana semua faktor tersebut secara bersama-
sama dalam kondisi yang optimal pula. Bila salah satu faktor saja terganggu maka
Sesuai dengan tujuan penelitian ini dimana tidak semua faktor resiko akan
Lingkungan / environment :
1. Karakteristik hunian rumah :
a. Kepadatan hunian
b. Luas ventilasi
c. Jenis lantai
d. Kelembapan ruangan
e. Suhu ruangan
f. Pencahayaan
g. Jenis dinding
2. Cara memasak dalam rumah
3. Karakteristik orang tua :
a. Pendidikan orang tua
b. Pengetahuan orang tua Kejadian kasus TB
c. Pendapatan orang tua
Agent: :
Mycobacterium tuberkulosis
Keterangan :
66
67
mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit dengan
3.4.1 Populasi
a. Populasi Kasus
paru BTA positif anak usia 0-14 tahun yang tinggal di lahan basah dan
orang.
b. Populasi Kontrol
Populasi kontrol dalam penelitian ini yaitu seluruh anak usia 0-14
68
3.4.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
69
a. Sampel
data dan dapat mewakili seluruh populasi yang akan diteliti. Sampel
usia 0-14 tahun yang tinggal di lahan basah dan lahan kering yang
tujuan penelitian.
a) Penderita TB paru
fase lanjutan
70
2) Kriteria ekslusi : kriteria khusus yang menyebabkan calon
kelompok penelitian.
terdiri dari 36 orang yang tinggal di lahan basah dan 58 orang yang
penderita TB paru anak usia 0-14 tahun pada lahan basah yang mencakup
71
wilayah Puskesmas Camplong, Puskesmas Tarus dan Puskesmas Naibonat dan
72
lahan kering terdapat di wilayah Puskesmas Fatukanutu, Puskesmas
Desember 2018.
3.6.1 Variabel
ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu
diteliti dan dianalisi pada penelitian ini terdiri dari dua jenis variabel
anak usia 0-14 tahun. Sedangkan, variabel independen yaitu status gizi
73
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran
c. Kejadian kasus TB anak usia 0-14 tahun : Status anak yang didiagnosis
Cara ukur dan alat ukur : data sekunder dan wawancara dengan
kuesioner.
TB Skala : nominal
Skala : ordinal
e. Pendidikan orang tua: Pendidikan formal terakhir orang tua, dalam hal
rendah <SMA
74
Skala : ordinal
dalam rupiah.
Skala : nominal
yang diperoleh dari kelengkapan yang tertera di KMS untuk balita dan
Skala : nominal
h. Status gizi anak : Status gizi anak dengan pengukuran langsung dari
IMT >25
Skala : ordinal
i. Status gizi anak : Status gizi anak dengan pengukuran langsung dari
IMT >25
Skala : ordinal
75
j. Cara memasak dalam rumah : Kondisi memasak dalam rumah
jumlah penghuni.
Kategori : 1. Memenuhi syarat, jika luas ruangan > 8m2 per orang,
Skala : nominal
sirkulasi udara
Skala : nominal
Jenis lantai : jenis lantai yang ada di dalam ruangan (ruang tamu,
76
Cara ukur dan alat ukur : observasi
kedap air
Skala : nominal
Skala : nominal
Skala : nominal
77
persyaratan, jika cahaya matahari yang masuk tidak cukup atau
Skala : nominal
Jenis dinding : jenis dinding yang ada dalam ruangan (ruang tamu,
Skala : nominal
Skala : nominal
tinggal bersama, intensitas paparan dan status tidur (status tempat tidur
penderita
Skala : nominal.
78
1.6.1 Teknik Data
a. DataPrimer
b. Data Sekunder
yang menjadi wilayah penelitian mengenai jumlah anak usia 0-14 tahun
Kabupaten Kupang.
wilayah penelitian.
a. Wawancara
79
dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan.
b. Observasi
80
Observasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang keadaan
c. Pengukuran
penghuni (luas lantai dalam rumah), luas ventilasi (luas jendela, luas
d. Dokumentasi
a. Kuesioner
81
untuk menguji hipotesis penelitian (Sugiyono, 2010).
b. Rollmeter
c. Hygrometer
dalam ruangan.
a. Editing
b. Coding
82
dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk angka pada masing-
c. Tabulasi
d. Cleaning
a. Analisis Univariat
orang tua tentang TB, pendidikan orang tua, pendapatan orang tua,
status gizi anak, status imunisasi BCG, lingkungan yang terdiri dari
b. Analisis Bivariat
83
berhubungan atau berkorelasi (Notoatmojo, 2005).
(Sugiyono, 2007).
b) p value > 0,05 berarti H0 di tolak (p value > α). Uji statistik
resiko
c. Analisis Multivariat
84
menghitung korelasi yang paling kuat (OR) dari nilai standardized
85
dependen dua kategori (kontrol dan kasus) dilakukan dengan metode
1
𝑅=
1 + 𝑒−(α+β1x1)+(α+β2x2)+⋯(α+βnxn)
Analisis multivariat dilakukan dengan beberapa langkah
(Hidayat, 2010). Penelitian sudah dilakukan berdasarkan hasil Kaji Etik dengan
nomor 20180025-KEPK.
86
Etika penelitian yang diperlukan adalah sebagai berikut :
87
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
dari 24 Kecamatan, 17 Kelurahan, 160 desa dan 667 dusun. Kecamatan tersebut
adalah Amabi Oefeto, Amabi Oefeto Timur, Amarasi, Amarasi Barat, Amarasi
Daya, Amfoang Barat Laut, Amfoang Utara, Amfoang Timur, Fatuleu, Fatuleu
88
Nekamese,
89
Sulamu, Semau, Semau Selatan, Taebenu Dan Takari dengan luas wilayah darat
5.437,44 km2 dan laut 4.063 km2. Letak geografis antara 9o19-10o57 LS dan
121o30-124o BT.
Dari 23 pulau tersebut, 9 buah pulau belum memiliki nama dan 14 buah pulau
telah memiliki nama. 3 buah pulau telah berpenghuni yaitu pulau timor 4.937,62
km2, pulau semau 246,66 km2 dan pulau kera 1,50 km2, serta pulau yang tidak
Puskesmas Camplong.
90
Puskesmas Tarus terletak di desa mata air Kecamatan Kupang Tengah.
Kelurahan yang termasuk dalam wilayah kerja puskesmas Tarus adalah Noelbaki,
Oesao di wilayah sebelah timur dan puskesmas Oesapa di wilayah sebelah barat.
Jumlah penduduk sebanyak 47.348 jiwa dengan jumlah lak-laki sebanyak 24.465
adalah 338,60 km2 dan terdiri dari 13 desa/KeluraHan yaitu 8 desa dan 5
dengan jumlah rumah tangga 9.251 dan kepadatan penduduk adalah 134,17
jiwa/km2.
124,87 km2 dengan rincian wilayah Naibonat, Nunkurus, Manusak, Oelatimo Dan
Pukdale. Jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas naibonat yaitu 21.798 jiwa
dengan laki-laki 11.212 jiwa dan perempuan 10.583 jiwa. Jika dilihat berdasarkan
Naibonat dapat dilihat dari mata pencaharian penduduk yang sebagian besarnya
91
adalah petani dan sisanya adalah pegawai negeri dan pedagang atau wiraswata.
92
4.1.2. Lokasi Penelitian di Lahan kering
Barat, kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur dengan batas wilayah sebagai
berikut :
km2 dan daerah topografi berbukit-bukit sebagian kecil daratan yang terdiri dari 1
Kelurahan dan 7 desa yaitu Kelurahan taebenu dengan luas wilayah 14,55 km 2.
Jumlah penduduk sebanyak 15.239 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 7.798
pegunungan, hanya sebagian kecil yang datar dan sebagaian besar adalah lahan
kering dengan luas mencapai 14.283 Ha, pekarangan 231 Ha, tegalan 2.152 Ha,
Topografi yang seperti ini menimbulkan isolaso fisik, isolasi ekonomi dan
93
isolasi sosial, apalagi oleh kurangnya dukungan infrastruktur seperti jalan dan
94
jembatan di berbagai Kecamatan. Sementara transportasi ke pulau-pulau tertent
beberapa pulau.
di antara 500-100 dpl dan beberapa daerah seperti Semau, Kupang Barat,
Nekamese dan lain-lain berada antara 0-100 dpl. Sementara secara umum
Ha (10,15%), 3o-15o
(18,73%).
gunung dan berbukit dengan derajat kemiringan sampai 45o. Permukaan tanah
kritis dan gundul sehingga peka terhadap erosi. Namun pada hamparan dataran
rendah merupakan lahan yang subur dan luas dimana biasanya penduduk
tropis dan kering yang juga cenderung dipengaruhi oleh angin dan dikategorikan
sebagai daerah semi arid karena curah hujan yang rekatif rendah dan keadaan
vegetasi yang didominasi savana dan stepa. Seperti halnya di wilayah lain
indonesia, kabupaten kupang juga hanya dikenal 2 musim yaitu kemarau dan
hujan. Secara umum musim kemarau terjadi pada april-nopember dan musim
hujan pada bulan desember-maret. Musim hujan terjadi sangat pendek yaitu 3-4
bulan, sedangkan musim kemarau 8- 9 bulan. Musim hujan yang sangat pendek
95
itu hanya terjadi pada bulan desember
96
sampai bulan maret yaitu terjadi di semau dengan curah hujan terendah dan
mm/tahun. wilayah dengan curah hujan <300 mm/tahun terdapat di bagian barat
kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kelompok kasus adalah semua anak
berusia 0-14 tahun yang menderita TB dan tercatat dalam buku register / buku
kelompok kontrol yaitu anak yang tidak menderita TB, yang tinggal di sekitar
anak yang termasuk dalam kelompok kasus dan memiliki jenis kelamin yang
sama dengan kelompok kasus dan umur yang tidak jauh berbeda dengan
kelompok kasus.
98
Kejadian TB anak
Karakteristik Responden
Kasus Kontrol Kasus Kontrol
n % n % n % n %
Jenis kelamin
Laki-laki 6 33,3 16 44,4 11 37,9 26 44,8
Perempuan 12 66,7 20 55,6 18 62,1 32 55,2
Pekerjaan
Petani 14 77,8 27 75 25 86,2 55 94,8
PNS 1 5,6 1 2,8 2 6,9 0 0
Wiraswasta 1 5,6 3 8,3 1 3,4 3 5,2
Supir 0 0 0 0 1 3,4 0 0
Ojek 1 5,6 4 11,1 0 0 0 0
Tukang 1 5,6 1 2.8 0 0 0 0
basah dan lahan kering yang berjenis kelamin perempuan yang cenderung
jauh berbeda untuk responden pada kelompok kontrol yaitu yang memiliki
tinggal di wilayah lahan basah dan lahan kering memiliki mata pencaharian
sebagai petani baik kelompok kasus dan kontrol sama-sama berpeluang untuk
menderita TB.
99
4.2.1.2 Distribusi Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Kasus Tuberkulosis
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden menurut Pengetahuan,
Pendidikan, Pendapatan, Gizi, Imunisasi BCG, Karakteristik
Hunian, Cara Memasak, Riwayat Merokok dan Kontak TB
pada Lahan Basah dan Lahan Kering
Kejadian TB anak
Faktor Risiko
Kasus Kontrol Kasus Kontrol
n % n % n % n %
Pengetahuan
Kurang 11 61,1 17 47,2 7 24,1 45 77,6
Baik 7 38,9 19 52,8 22 75,9 13 22,4
100
Pendidikan
Rendah 13 72,2 27 75 9 31 21 36,2
Tinggi 5 27,8 9 25 20 69 37 63,8
Pendapatan
14 77,8 26 72,2 9 31 22 37, 9
<UMR 4 22,2 10 27,8 20 69 36 62,1
> UMR
Gizi
Tidak normal 16 88,9 19 52,8 20 69 28 48,3
Normal 2 11,1 17 47,2 9 31 30 51,7
Imunisasi BCG
Tidak pernah 2 11,1 2 5,6 8 27,6 13 22,4
Pernah 16 88,9 34 94,4 21 72,4 45 77,6
Karakteristik hunian
a. Kepadatan hunian
Tidak memenuhi syarat 13 72,2 6 16,7 21 72,4 21 36,2
Memenuhi syarat 5 27,8 30 83,3 8 27,6 37 63,8
b. Luas ventilasi
Tidak memenuhi syarat 12 66,7 9 25 7 24,1 14 24,1
Memenuhi syarat 6 33,3 27 75 22 75,9 44 75, 9
g. Jenis dinding
101
Tidak memenuhi syarat
Memenuhi syarat
wilayah lahan basah memiliki pengetahuan yang kurang tentang TB yaitu untuk
tinggal di wilayah lahan kering yaitu memiliki pengetahuan yang baik pada
tinggal di wilayah lahan basah mayoritas memiliki pendidikan rendah (< SMA)
baik pada kelompok kasus 13 orang (72,2%) dan kontrol 27 orang (75%). Berbeda
memiliki pendidikan yang tinggi (>SMA) pada kelompok kasus 20 orang (69%)
103
kontrol 26 orang (72,2%). Berbeda dengan pendapatan responden yang tinggal di
Selain aspek-aspek diatas, ada juga faktor yang berperan dalam diri yaitu
pada aspek gizi responden yang tinggal di wilayah lahan basah mayoritas
memiliki gizi tidak normal pada kelompok kasus 16 orang (88,9%) dan kontrol 19
orang (52,8%). Berbeda dengan responden yang tinggal di wilayah lahan kering
yang mayoritas memiliki gizi normal pada kelompok kasus 19 orang (65,5%) dan
imunisasi BCG baik responden yang tinggal di lahan basah (88,9% kasus dan
52,8% kontrol) dan lahan kering (72,4% kasus dan 77,6% kontrol).
Ada juga faktor yang paling penting dalam rumah yaitu karakteristik
hunian responden yang tinggal di wilayah lahan basah yang masuk dalam kategori
(nilai 40-70) 88,9% kasus dan jenis dinding (permanen dan tidak kedap air) 61,1%
lahan kering yang masuk dalam kategori memenuhi syarat tetapi memiliki kasus
TB terbanyak yaitu luas ventilasi (permanen >10m2) 75,9% kasus, jenis lantai
(permanen dan kedap air) 51,7% kasus dan kelembapan (nilai 40-70) 89,3%.
yang masuk dalam kategori tidak memenuhi syarat dan mayoritas memiliki kasus
TB terbanyak yaitu kepadatan hunian (< 8 m2) 72,2% kasus, luas ventilasi (tidak
104
permanen <10m2) 66,7% kasus, jenis lantai (tidak permanen dan tidak kedap air)
72,2% kasus dan suhu ruangan (>30oC) 83,3% kasus. Berbeda dengan
karakteristik hunian responden yang tinggal di wilayah lahan kering yang masuk
terbanyak yaitu kepadatan hunian (<8m2) 72,4% kasus, suhu ruangan (>30oC)
rumah) 55,2% kasus dan jenis dinding (tidak permanen dan kedap air) 62,1%
kasus.
Selain faktor dalam rumah dan faktor diri sendiri, ada juga faktor dalam
lahan kering mayoritas TB terbanyak (72,4 kasus) yaitu responden yang cara
Sama halnya juga pada faktor riwayat merokok dalam keluarga lebih
berisiko untuk menderita TB baik responden yang tinggal di wilayah lahan basah
(66,7% kasus) dan lahan kering (75,9% kasus). Dan faktor yang paling
dewasa, dimana responden yang sering kontak dengan TB dewasa lebih berisiko
untuk menderita TB baik responden yang tinggal di wilayah lahan basah (66,7%
105
4.2.2 Analaisis Bivariat
Hasil analisis yang menunjukan nilai p 0,336 menjelaskan bahwa tidak ada
106
Berdasarkan hasil analisis dengan nilai p 0,826 menjelaskan bahwa tidak ada
4. Analisis hubungan gizi anak dengan kejadian kasus TB anak pada lahan
basah
Tabel 4.6 Hubungan gizi anak dengan kejadian kasus TB anak 0-14 tahun
pada lahan basah
Kejadian kasus TB CI 95%
Gizi anak anak p
Kasus Kontrol value OR Lower Upper
n % n %
Tidak normal 16 88,9 19 52,8
Normal 2 11,1 17 47,2 0,009 7,158 1,432 35,775
Total 18 100 36 100
107
Analisis menghasilkan nilai p 0,009 menjelaskan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara gizi anak dengan kejadian kasus TB pada anak 0-14 tahun. Anak
dengan kondisi gizi yang tidak normal memiliki risiko 7,158 kali menderita TB
lahan basah
Tabel 4.7 Hubungan imunisasi BCG dengan kejadian kasus TB anak 0-14
tahun pada lahan basah
Kejadian kasus TB CI 95%
Imunisasi BCG anak p
Kasus Kontrol value OR Lower Upper
n % n %
Tidak pernah 2 11,1 2 5,6
Pernah 16 88,9 34 94,4 1,000 1,000 0,085 11,823
Total 18 100 36 100
Nilai p 1,000 yang ditunjukan pada tabel menjelaskan tidak ada hubungan
yang signifikan antara imunisasi BCG dengan kejadian TB pada anak 0-14 tahun.
Tabel 4.8 Hubungan kepadatan hunian dengan kejadian kasus TB anak 0-14
tahun pada lahan basah
Kejadian kasus TB CI 95%
Kepadatan hunian anak p
Kasus Kontrol value OR Lower Upper
n % n %
Tidak memenuhi 13 72,2 6 16,7
syarat 5 27,8 30 83,3 0,000 13,000 3,358 50,325
Memenuhi syarat
Total 18 100 36 100
108
Dari hasil analisis menghasilkan nilai p 0,000 menjelaskan bahwa
hunian yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko terjadinya kasus TB sebesar
lahan basah
Tabel 4.9 Hubungan luas ventilasi dengan kejadian kasus TB anak 0-14 tahun
pada lahan basah
Kejadian kasus TB CI 95%
Luas ventilasi anak p
Kasus Kontrol value OR Lower Upper
n % n %
Tidak memenuhi 12 66,7 9 25
syarat 6 33,3 27 75 0,003 6,000 1,742 20,656
Memenuhi syarat
Total 18 100 36 100
yang signifikan antara luas ventilasi rumah dengan kejadian kasus TB pada anak
0-14 tahun. Nilai OR yang dihasilkan menjelaskan bahwa responden yang tinggal
dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko terjadinya kasus
TB sebesar 6,000 kali dibandingkan dengan luas ventilasi yang memenuhi syarat.
lahan basah
109
Tabel 4.10 Hubungan jenis lantai dengan kejadian kasus TB anak 0-14 tahun
pada lahan basah
Kejadian kasus TB CI 95%
Jenis lantai anak p
Kasus Kontrol value OR Lower Upper
n % n %
Tidak memenuhi 13 72,2 12 33,3
syarat 5 27,8 24 66,7 0,007 5,200 1,501 18,015
Memenuhi syarat
Total 18 100 100 100
yang signifikan antara jenis lantai rumah dengan kejadian kasus TB pada anak 0-
rumah yang jenis lantai tidak memenuhi syarat memiliki risiko terjadinya kasus
TB sebesar 5,200 kali pada anak 0-14 tahun dibandingkan dengan jenis lantai
signifikan antara kelembapan ruangan dengan kejadian kasus TB pada anak 0-14
tahun. Anak yang tinggal dengan kelembapan ruangan yang tidak memenuhi
110
syarat yaitu dengan
111
nilai 40-70 memiliki risiko 5,091 kali menderita TB dibandingkan responden yang
10. Analisis hubungan suhu ruangan dengan kejadian kasus TB anak pada
lahan basah
Tabel 4.12 Hubungan suhu ruangan dengan kejadian kasus TB anak 0-14
tahun pada lahan basah
Kejadian kasus TB CI 95%
Suhu ruangan anak p
Kasus Kontrol value OR Lower Upper
n % n %
Tidak memenuhi 15 83,3 19 52,8
syarat 3 16,7 17 47,2 0,028 4,474 1,101 18,172
Memenuhi syarat
Total 18 100 36 100
Hasil analisis menghasilkan nilai p 0,028 yang menjelaskan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara suhu ruangan dengan kejadian kasus TB pada
anak 0-14 tahun. Dan juga dengan nilai OR yang dihasilkan menjelaskan bahwa
risiko terjadinya kejadian kasus TB sebesar 4,474 kali pada responden yang
lahan basah
112
Dari hasil analisis menghasilkan nilai p 0,847 yang menjelaskan bahwa
pencahayaan tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian kasus TB pada
12. Analisis hubungan jenis dinding dengan kejadian kasus TB anak pada
lahan basah
Tabel 4.14 Hubungan jenis dinding dengan kejadian kasus TB anak 0-14
tahun pada lahan basah
Kejadian kasus TB CI 95%
Jenis dinding anak p
Kasus Kontrol value OR Lower Upper
n % n %
Tidak memenuhi 7 38,9 18 50
syarat 11 61,1 18 50 0,440 0,636 0,201 2,012
Memenuhi syarat
Total 18 100 36 100
Nilai p 0,440 yang dihasilkan menjelaskan bahwa jenis dinding tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan kejadian kasus TB pada anak 0-14 tahun.
Tabel 4.15 Hubungan cara memasak dalam rumah dengan kejadian kasus TB
anak 0-14 tahun pada lahan basah
Kejadian kasus TB CI 95%
Cara memasak anak p
dalam rumah Kasus Kontrol value OR Lower Upper
n % n %
Tidak menggunakan 11 61,1 22 61,1
kayu 7 38,9 14 38,9 1,000 1,000 0,313 3,192
Menggunakan kayu
Total 18 100 36 100
Hasil analisis nilai p 1,000 menjelaskan bahwa cara mememasak dalam rumah
tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian TB pada anak 0-14 tahun.
113
14. Analisis hubungan riwayat merokok dalam keluarga dengan kejadian TB
merokok dalam keluarga tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian
dengan kejadian kasus TB pada anak 0-14 tahun. Dengan risiko yang terjadi yaitu
sebesar
114
22,000 kali terjadinya kasus TB pada anak 0-14 tahun yang sering kontak dengan
hubungan yang signifikan antaradengan kejadian kasus TB pada anak 0-14 tahun.
memiliki risiko terjadinya TB secara protektif artinya risiko yang terjadi tidak
menilmbulkan sakit/kasus.
115
Tinggi 20 69 37 63,8 0,632 0,793 0,306 2,053
Total 29 100 58 100
tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian kasus TB pada anak 0-14
tahun.
hubungan yang signifikan dengan kejadian kasus TB pada anak 0-14 tahun.
4. Analisis hubungan gizi anak dengan kejadian kasus TB anak pada lahan
kering
Tabel 4.21 Hubungan gizi anak dengan kejadian kasus TB anak 0-14 tahun
pada lahan kering
Kejadian kasus TB CI 95%
Gizi anak anak p
Kasus Kontrol value OR Lower Upper
n % n %
Tidak normal 20 69 28 48,3
Normal 9 31 30 51,7 0,067 2,381 0,930 6,097
Total 29 100 58 100
116
Berdasarkan tabel menunjukan bahwa nilai p 0,067 yang dihasilkan
menjelaskan bahwa gizi tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian
lahan kering
Tabel 4.21 Hubungan imunisasi BCG dengan kejadian kasus TB anak 0-14
tahun pada lahan kering
Kejadian kasus TB CI 95%
Imunisasi BCG anak p
Kasus Kontrol value OR Lower Upper
n % n %
Tidak pernah 8 27,6 13 22,4
Pernah 21 72,4 45 77,6 0,595 1,319 0,475 3,663
Total 29 100 58 100
BCG tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian kasus TB pada anak 0-
14 tahun.
117
Hasil analisis menunjukan nilai p 0,001 yang menjelaskan bahwa kepadatan
hunian ada hubungan yang signifikan dengan kejadian kasus TB pada anak 0-14
tahun. Dengan nilai OR yang dihasilkan menjelaskan bahwa faktor risiko terjadi
kasus TB pada anak usia 0-14 tahunsebesar 4,625 kali pada responden yang
lahan kering
Tabel 4.23 Hubungan luas ventilasi dengan kejadian kasus TB anak 0-14
tahun pada lahan kering
Kejadian kasus TB CI 95%
Luas ventilasi anak p
Kasus Kontrol value OR Lower Upper
n % n %
Tidak memenuhi 7 24,1 14 24,1
syarat 22 75,9 44 75,9 1,000 1,000 0,353 2,834
Memenuhi syarat
Total 29 100 58 100
tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian kasus TB pada anak 0-14
tahun.
lahan kering
Tabel 4.24 Hubungan jenis lantai dengan kejadian kasus TB anak 0-14 tahun
pada lahan kering
Kejadian kasus TB CI 95%
Jenis lantai anak p
Kasus Kontrol value OR Lower Upper
n % n %
Tidak memenuhi 14 48,3 26 44,8
syarat 15 51,7 32 55,2 0,761 1,149 0,470 2,807
118
Memenuhi syarat
119
Total 29 100 58 100
Dari tabel menunjukan nilai p 0,761 yang menjelaskan bahwa jenis lantai tidak
ada hubungan yang signifikan dengan kejadian kasus TB pada anak 0-14 tahun.
hubungan yang signifikan dengan kejadian kasus TB pada anak 0-14 tahun. Dan
juga dilihat dari nilai OR yang dihasilkan menjelaskan bahwa risiko terjadinya
kasus TB pada anak usia 0-14 tahun sebesar 3,593 kali pada kelembapan yang
memenuhi syarat.
10. Analisis hubungan suhu ruangan dengan kejadian kasus TB anak pada
lahan kering
Tabel 4.26 Hubungan suhu ruangan dengan kejadian kasus TB anak 0-14
tahun pada lahan kering
Kejadian kasus TB CI 95%
Suhu ruangan anak p
Kasus Kontrol value OR Lower Upper
n % n %
120
Tidak memenuhi 27 93,1 40 69
syarat 2 6,9 18 31 0,012 6,075 1,302 28,345
Memenuhi syarat
Total 29 100 58 100
Tabel menunjukan nilai p 0,012 yang menjelaskan bahwa suhu ruangan ada
hubungan yang signifikan dengan kejadian kasus TB pada anak 0-14 tahun. Dan
juga dilihat dari nilai OR yang dihasilkan menjelaskan bahwa risiko terjadinya
kasus TB pada anak usia 0-14 tahun sebesar 6,075 pada suhu yang tidak
lahan kering
memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian kasus TB pada anak 0-14
tahun. Dan dilihat dari nilai OR yang dihasilkan menjelaskan bahwa risiko
terjadinya kasus TB pada anak usia 0-14 tahun sebesar 2,986 kali dengan
12. Analisis hubungan jenis dinding dengan kejadian kasus TB anak pada
lahan kering
121
Tabel 4.28 Hubungan jenis dinding dengan kejadian kasus TB anak 0-14
tahun pada lahan kering
Kejadian kasus TB CI 95%
Jenis dinding anak p
Kasus Kontrol value OR Lower Upper
n % n %
Tidak memenuhi 18 62,1 23 39,7
syarat 11 37,9 35 60,3 0,048 2,490 0,996 6,225
Memenuhi syarat
Total 29 100 58 100
dinding ada hubungan yang signifikan dengan kejadian kasus TB pada anak 0-14
tahun. Dan dilihat dari nilai OR yang dihasilkan menjelaskan bahwa risiko
terjadinya kasus TB pada anak usia 0-14 tahun sebesar 2,490 kali pada jenis
dinding tidak memenuhi syarat dibandingkan dengan jenis dinding rumah yang
memenuhi syarat.
Tabel 4.29 Hubungan cara memasak dalam rumah dengan kejadian kasus TB
anak 0-14 tahun pada lahan kering
Kejadian kasus TB CI 95%
Cara memasak anak p
dalam rumah Kasus Kontrol value OR Lower Upper
n % n %
Tidak menggunakan 16 55,2 16 27,6
kayu 13 44,8 42 72,4 0,012 3,231 1,273 8,198
Menggunakan kayu
122
Total 29 100 58 100
Nilai p 0,012 yang dihasilkan menjelaskan bahwa cara memasak dalam rumah
ada hubungan yang signifikan dengan kejadian kasus TB pada anak 0-14 tahun.
Dan dilihat dari nilai OR yang dihasilkan menjelaskan bahwa risiko terjadinya
kasus TB pada anak usia 0-14 tahun sebesar 3,231 kali dengan cara memasak
dalam rumah tidak menggunakan kayu. Dibandingkan dengan cara memasak yang
menggunakan kayu.
merokok dalam keluarga ada hubungan yang signifikan dengan kejadian kasus TB
pada anak 0-14 tahun. Riwayat merokok dalam keluaraga berisiko terjadi
terjadinya kasus TB pada anak usia 0-14 tahun seberar 3,134 kali dibandingkan
dengan TB dewasa ada hubungan yang signifikan dengan kejadian kasus TB pada
anak 0-14 tahun. Dan dilihat dari nilai OR yang dihasilakan menjelaskan bahwa
Variabel yang masuk dalam analisis bivariat yang akan dilanjutkan pada
analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda yaitu variabel yang
memiliki nilai p value <0,25. Namun bisa saja p valuenya >0,25 tetap ikut ke
seleksi multivariat bila variabel tersebut secara substansi sangat penting. Dalam
hal ini seleksi pada lahanbasah untuk variabel riwayat merokok dalam keluarga
dan pada lahan kering yaitu gizi anak merupakan variabel independen yang sangat
penting bagi variabel dependen. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 4.32 untuk model seleksi bivariat lahan basah dan lahan kering, tabel 4.33
untuk model selekssi multivariat pada lahan basah dan tabel 4.34 untuk model
Tabel 4.32 Model Tabel Seleksi Bivariat pada Lahan Basah dan Lahan
Kering
Variabel Independen p value
124
Lahan Basah Lahan Kering
masuk dalam seleksi multivariat untuk lahan basah yaitu gizi anak, kepadatan
hunian, luas ventilasi, jenis lantai, kelembapan ruangan, suhu ruangan, riwayat
ruangan, suhu ruangan, pencahayaan, jenis dinding, cara memasak dalam rumah,
125
Tabel 4.33 Model Tabel Seleksi Multivariat pada Lahan Basah
B Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
a. Variable(s) entered on step 1: Gizi, KH, LV, JL, KR, SR, Kontak, Rokok.
menggunakan metode enter yang menunjukan bahwa nilai p value > 0.05 yang
dihasilkan dari semua variabel menjelaskan bahwa tidak ada hubungan signifikan
126
variabel-variabel pada lahan basah tersebut hanya sebagai variabel perancu atau
independeng dan variabel dependen. Hal ini berbeda dengan hasil analisis yang
menggunakan uji chi square yang dimana ada 8 variabel yang memiliki hubungan
yang signifikan ditunjukan dengan nilai p value < 0,05. Dengan demikian dapat
gizi, kepadatan hunian, luas ventilasi, jenis lantai, kelembapan ruangan, suhu
ruangan dan kontak dengan penderita TB dewasa dengan kejadian TB anak 0-14
tahun.
Lower Upper
a. Variable(s) entered on step 1: Pengetahuan, KH, KR, SR, Pencahayaan, JD, Memasak, Rokok, Kontak_TB, Gizi.
127
backward LR dimana ingin mengetahui varibael independen mana yang sangat
berpengaruh
128
terhadap variabel dependen. Dari hasil analisis terdapat empat kali seleksi yang
ditunjukan dengan step 1, step 2, step 3 dan step 4. Hasil dari step empat itulah
yang dipakai untuk hasil seleksi terakir. Dari hasil tersebut maka terdapat empat
faktor yang memiliki hubungan signifikan saat dilakukan analisis secara bersama-
sama (simultan)yang ditunjukan dengan nilai p < 0,05 yaitu varibael kepadatan
value 0,000) dan gizi (p value 0,035). Dari keempat faktor ini, yang paling
berpengaruh langsung terhadap kejadian TB pada anak 0-14 tahun yaitu faktor
y = -20,844 + 2,443(0)+2,094(0)+4,327(0)+1,932(0)
y = -20,844
p =1/(1+e-y)
p =1/(1+2,7-20,844)
p =0,99.
tidak memenuhi syarat, pencahayaan yang tidak memenuhi syarat, gizi yang tidak
129
4.3 Pembahasan
kuman MTB. Seseorang dapat tertular penyakit TB paru melalui percikan dahak
ketika pasien TB paru BTA positif tidak serta merta tertular TB paru. Namun,
konsentrasi percikan dan lamanya menghirup udara tersebut. Dan yang paling
Kupang. Dari hasil penelitian pada lahan basah dan lahan kering menunjukan
bahwa anak dengan jenis kelamin perempuan yang paling banyak menderita TB.
Hal ini berbeda dengan Kemenkes RI (2015) yang menyebutkan bahwa jumlah
kasus TB terbesar terdapat pada laki-laki. Penelitian ini juga tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Yura Zuriya (2016) yang menyebutkan bahwa penderita
TB terbesar terdapat pada laki-laki. Hal tersebut dapat terjadi karena dapat dilikat
Selain faktor jenis kelamin, ada juga faktor yang sangat berpengaruh
terhadap kejadian TB yaitu faktor pekerjaan. Dari hasil penelitian pada lahan
basah dan lahan kering menyatakan bahwa mayoritas responden yang menderita
ekonomi dari setiap orang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
130
Lohala (2016)
131
yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan
kejadian TB anak.
1. Pengetahuan
Hasil analisis tabel silang 2x2 pada penelitian ini menunjukan bahwa ada
responden pada lahan kering mayoritas memiliki pengetahuan baik (75,9%) dan
memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian TB pada anak dengan resiko
terjadinya TB sebesar 0,092 kali pada anak dengan pengetahuan baik. Hal ini
mengetahui tentang TB dan juga obat- obatan yang tidak selalu tersedia dengan
dengan responden yang berada di wilayah lahan kering yang dimana mayoritas
responden memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini terjadi karena responden-
mendapat penjelasan yang baik tentang TB dari petugas kesehatan. Selain itu juga
132
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan orang tua
133
dengan kejadian TB anak di seluruh Puskesamas Kabupaten Magelang. Tetapi
tidak sejalan dengan penelitian Yura Zuriya (2016) yang menyatakan bahwa tidak
Pamulang. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Wenas, et al (2015) dalam
Yura Zuriya juga menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan
penularan maupun perawatan pasien dengan penyakit TB paru. Hal ini dapat
dilihat berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian yaitu dapat
disimpulkan bahwa keadaan responden pada lahan basah berbeda jauh dengan
lahan kering. Dapat diihat dari pengetahuan yang dimiliki tentang TB. Responden
yang tinggal di lahan kering memiliki tempat tinggal yang jauh dari puskesmas
dan akses untuk ke puskesmas juga sulit, keterbatasan sarana transportasi dan juga
penghasilan yang masih dibawah kemampuan. Tetapi hal ini tidak menjadi
lanjutan tentang TB. Berbeda dengan responden pada lahan basah. Tempat tinggal
terletak tidak terlalu jauh dari puskesmas dan juga sarana transportasi sangat
mudah dijangkau tetapi masih memiliki pengetahuan yang rendah tentang TB.
Dan juga berdasarkan hasil wawancara petugas dari puskesmas jarang melakukan
134
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tidak
yang lain.
2. Pendidikan
pengaaman yang memiliki efek formatif pada orang berpikir, merasa atau
pengetahuan rendah pada lahan basah. Berbeda dengan responden pada lahan
kering yang memiliki pengetahuan tinggi yang paling banyak jumlah penderita
TB. Berdasarkan hasil penelitian ini tidak ada hubungan antara pendidikan dengan
kejadian TB paru. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurwanti
(2015) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan
kejadian TB paru. Tetapi tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
3. Pendapatan
pendapatan <UMR pada lahan basah, tetapi pendapatan >UMR pada lahan kering.
Berdasarkan hasil penelitian juga menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara
pendapatan dengan kejadian TB anak. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
135
yangdilakukan oleh Mardjo Ratang dan Asrifudin Afnal (2018) yang menyatakan
4. Gizi
sehingga berpengaruh terhadap daya tahan tubuh dan respon imunologik terhadap
kekurangan nutrisi atau nutrisi dibawah rata-rata. Status gizi pada anak sangat
penting, karena status gizi yang baik akan meningkatkan daya tahan tubuh dan
kekebalan tubuh anak, sehingga anak tidak mudah menderita penyakit TB. Dan
bila terinfeksi pun, anak dengan status gizi yang baik cenderung menderita TB
basah memiliki kondisi gizi tidak normal atau gizi kurang dan gizi buruk. Dengan
resiko terjadinya TB sebesar 7,158 kali pada anak dengan kondisi gizi tidak
normal. Sedangkan sebagian besar responden pada lahan kering memiliki kondisi
gizi yang normal. Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi gizi dipengaruhi oleh
pendapatan dari responden yang dapat dilihat pada responden di lahan basah
memiliki pendapatan yang rendah sehingga asupan gizi juga tidak sesuai dengan
asupan yang normal. Berbeda dengan responden pada lahan kering, dimana
pendapatan responden rendah tetapi memiliki gizi yang baik. Dengan demikian
bahwa kejadian TB di lahan kering dapat dipengaruhi oleh faktor yang lain.
Penelitian ini juga menyatakan bahwa ada hubungan antara gizi dengan
kejadian TB pada lahan basah, tetapi tidak ada hubungan antara gizi dengan
kejadian TB pada lahan kering. Penelitian yang sejalan yang memiliki hubungan
136
bermakna yaitu penelitian yang dilakukan oleh Febrian Mira (2015), Susanti
5. Imunisasi BCG
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan natra imunisasi
BCG dengan kejadian TB baik pada lahan basah dan lahan kering. Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oeh Riani (2016) dan Jahiro bahwa anak
yang tidak diimunisasi BCG memiliki risiko terkena TB. Dan juga tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2017) dan Febrian (2015) yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara imunisasi BCG dengan kejadian TB anak.
Pemberian imunisasi BCG dapat melindungi dari meningitis TB, TB milier dengn
derajat proteksi sekitar 86%. BCG melindungi terhadap penyebaran bakteri secara
Hal ini sejalan dengan Retno (2008), berjangkitnya TB paru pada anak ini
Misalnya cara penyuntikan yang salah, dosis yang diberikan tidak sesuai dengan
indikasi, vaksin yang tidak dalam kondisi kurang baik akibat penyimpanan yang
tidak sesuai dengan suhu vaksin, area penusukan dan sudut penusukan yang salah.
Bisa juga tergantung pada daya tahan tubuh pada anak, jumlah kuman dan
137
Oleh karena itu, pada penelitian ini meskipun anak sudah diberikan
imunisasi BCG ternyata anak masih terkena penyakit TB. Hal ini kemungkinan
oleh sebab lain sehingga efektifitas proteksi dari vaksin BCG tersebut tidak
optimal.
responden sudah mendapatkan imunisasi BCG, tetapi imunisasi BCG tidak dapat
6. Kepadatan hunian
Luas lantai bangunan harus sesuai dengan jumlah penghuni agar tidak
kepadatan hunian yang tidak memiliki syarat lebih banyak dari pada penderita TB
yang memiliki kepadan hunian yang memenuhi syarat baik pada lahan basah dan
lahan kering dengan resiko terjadinya TB sebesar 13 kali pada lahan basah dan
4,625 kali pada lahan kering.Hal tersebut menunjukan bahwa luas rumah
responden tidak sebanding dengan jumlah penghuni atau jumlah penghuni lebih
banyak dari jumlah kamar yang ada di rumah sehingga kebutuhan oksigen tidak
138
tercukupi.
139
Berdasarkan hasil penelitian ini juga menyebutkan bahwa ada hubungan
antara kepadatan hunian dengan kejadian TB baik pada lahan basah dan lahan
kering. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahpudin dan
Mahkota (2007), Sejati dan Sofiana (2015) dalam penelitian Zuriya Yufa yang
paru. juga menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian
menular melalui udara akan semakin mudah dan cepat. Semakin banyak manusia
uap air baki dari pernapasan maupun keringat. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Lanus (2014) yang menyebutkan bahwa ada
Penelitian lain yang dilakukan oleh Ayomi (2012) juga menyebutkan bahwa ada
responden yang tinggal di wilayah lahan basah. Semakin banyak responden dalam
rumah dengan luas bangunan yang tidak sesuai standar dapat memicu terjadinya
kejadian TB. Tetapi tidak menutup kemungkinan terjadinya TB pada lahan kering
juga. Sama seperti hasil pada penelitian ini. Kepadatan hunian sangat penting
7. Luas ventilasi
yang memiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat pada lahan basah jumlahnya
140
lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki luas ventilasi
memenuhi syarat. Hal ini berbeda dengan jumlah responden pada lahan kering
dimana jumlah responden yang paling banyak terdapat responden yang memiliki
luas ventilasi yang memenuhi syarat dibandingkan dengan yang tidak memenuhi
syarat. Kondisi ventilasi dikatakan memenuhi syarat jika jumlah minimal 10%
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa ada hubungan antara luas
ventilasi dengan kejadian TB anak pada lahan basah dengan resiko terjadinya TB
sebesar 6 kali. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Apriliasari
Rusliana, Hestiningsih Ratno dan Martini (2018) yang menyatakan bahwa ada
kering tidak ada hubungan antara laus ventilasi dengan kejadian TB anak.Hal ini
sejalan dnegan penelitian yang dilakkan oleh Yura Zuriya (2016) yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian TB
anak. Penelitian lain oleh Rosiana (2013), Mahpudin dan Mahkota (2007)
menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian TB
anak.
Secara teori, luas ventilasi mempengaruhi proses dilusi udara. Dengan kata
lain dapat membantu mengencerkan konsentarsi kuman TB dan kuman lain. Yang
dimana sejalan dengan penelitian ini, terdapat hubungan antara luas ventilasi pada
lahan basah. Tetapi tidak sejalan dengan hasil pada lahan kering yang tidak ada
dengan luas ventilasi. Hal tersebut dapat dipengaruhi karena meskipun responden
memiliki luas ventilasi memenuhi syarat namun tidak selalu dibuka setiap hari
141
Dapat disimpulkan bahwa luas ventilasi yang memenuhi syarat penting
8. Jenis lantai
Hasil penelitian ini ditemukan jenis lantai pada lahan basah dengan jumlah
jenis lantai yang tidak memenuhi syarat. Kondisi lantai tidak memenuhi syarat
yaitu tidak permanen dan tidak kedap air. Berbeda dengan responden yang ada di
wilayah lahan kering, jumlah kasus TB terbanyak terdapat pada responden yang
Berdasarkan hasil analisis pada lahan basah ada hubungan antara jenis
lantai dengan kejadian TB paru dengan resiko terjadinya TB sebesar 5,2 kali. Hal
Hestiningsih Ratno dan Martini (2018) yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara jenis lantai dengan kejadian TB paru. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Rustono yang juga menytakan tidak ada hubungan antara jenis lantai dengan
kejadian TB. Berbeda dengan hasil penelitian pada lahan kering yaitu tidak ada
hubungan antara jenis lantai dengan kejadian TB paru. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Niko Putra yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antar jenis lantai dengan kejadian TB paru. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Toni Tobing juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
142
9. Kelembapan ruangan
143
Suatu ruangan dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat
pertukaran udara dari luar rumah sehingga memberi kesempatan kepada bakteri
TB untuk dapat bertahan hidup di dalam ruang tersebut karena sifat bakteri TB
yang mampu bertahan hidup di dalam ruangan yang gelap dan lembab.
Kelembapan udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk kuman-
bertahan hidu selama bebarap jam dan dapat menginfeksi penghuni rumah. Dan
di kelembapan ruangan yang tidak memenuhi syarat. Dan dari hasil analisis
baik pada lahan basah dan lahan kering dengan resiko terjadinya TB sebesar 5,091
kali pada lahan basah dan 3,593 kali pada lahan keing. Hal ini sejalan dengan
Martini (2018) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kelembapan dan
kejadian TB paru.
jumlah penderita TB yang tinggal di rumah dengan kondisi suhu ruangan tidak
144
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat hubungan antara suhu dalam
ruangan dengan kejadian TB pada anak baik pada lahan basah dan lahan kering
dengan resiko terjadinya TB sebesar 4,474 kali pada lahan basah dan 6,075 kali
pada lahan kering. Dan belum ada penelitian yang menjelaskan tenang fakto suhu
11. Pencahayaan
memiliki kasus TB terbanyak baik pada lahan basah dan lahan kering. Dari hasil
lahan basah tetapi memiliki hubungan antara pencahayaan pada lahan kering
yang dimaksudkan disini yaitu pencahayaan secara alami dari sinar matahari yang
masuk ke dalam rumah. Yang diukur dengan cara kemampuan membaca dengan
Hal yang sejalan dengan penelitian ini pada lahan kering tetapi tidak
sejalan dengan hasil penelitian pada lahan basah pada penelitian ini yaitu yang
dilakukan oleh Aprilisari Rusliana, Hestiningsih Ratno dan Martini (2018) dan
Niko Putra, Musadad, Toni Tobing yang menyatakan bahwa ada hubungan antara
pada responden yang tinggal dengan jenis dinding yang memenuhi syarat pada
lahan basah. Tetapi berbeda dengan responden yang tinggal di lahan kering yang
145
memiliki jumlah TB terbanyak pada responden dengan jenis dinding yang tidak
memenuhi syarat.
memenuhi kesehatan adalah bahan dinding yang kedap air dan mudah
dibersihkan. Misalnya tembok, karena jika dinding tidak terbuat dari bahan yang
kedap air dan mudah dibersihkan seperti bambu, batu bara dan batu-batuan yang
tidak diplester mudah menjadi lembab dan berdebu sehingga sangat potensial
untuk tempat berkembangnya bakteri patogen. Dalam hal ini adalah bakteri
Dinding sebaiknya diplester sehingga mudah untuk dibersihkan dan kedap air
serta dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara dan
antara jenis dinding dengan kejadian TB paru pada lahan basah.Hal yang sejalan
dengan penelitian ini yang tidak ada hubungan antara jenis dinding dengan
kejadian TB yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Apriliasari, dkk. Tetapi
berbeda dengan hasil penelitian pada lahan kering yang menyatakan bahwa ada
2,490 kali.Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurwanti (2015)
yang menyatakan bahwa ada hubungan antara jenis dinding dengan kejadian TB
paru.
menderita TB cara memasak dalam rumah dengan tidak menggunakan kayu. Dan
146
dari hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara cara
memasak dalam
147
rumah dengan kejadian TB pada lahan basah. Tetapi berbeda dengan cara
memasak dalam rumah pada lahan kering yang memiliki hubungan dengan
kejadian TB dengan resiko terjadinya TB sebesar 3,231 kali. Hal ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Jain Sanjay, Ordonez Alvaro, Kinikar
Aarti, et.al (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara cara
Hasil analisis tabel silang 2x2 pada penelitian menunjukan bahwa proporsi
dibandingkan yang tidak merokok baik yang terdapat di lahan basah maupun
lahan kering sama-sama lebih banyak. Berdasarkan hasil wawancara pada lahan
basah sebagian responden sudah merokok sejak belum menikah dan sejak usia
remaja dan ada juga yang sudah berhenti merokok karena alasan kesehatan.
Berdasarkan analisi terdapat perbedaan pada lahan basah dan lahan kering,
yaitu pada lahan basah tidak ada hubungan antara riwayat merokok dalam
keluarga dengan kejadian TB anak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Yura, Zuriya (2016) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara merokok dengan kejadian TB paru pada Puskesmas Pamulang. Selain itu
hasil penelitian Sejati dan Sofiana (2015) di Kabupaten Sleman juga menyebutkan
bahwa tidak ada hubungan antara merokok dengan kejdian TB paru. Sedangkan
pada lahan kering ada hubungan antara riwayat merokok dalam keluarga dengan
kejadian TB anak dengan resiko terjadinya TB sebesar 3,134 kali.Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Jain, Sanjay, dkk (2013) yang
148
India. Hasil penelitian lain
149
yang dilakukan oleh Kloppan dan Gopi yang menyebutkan bahwa seseorang yang
menghisap rokok >20 batang/hari memiliki risiko 3,68 kali tekena TB apru
dibandingkan orang yang tidak merokok. Selain itu juga, penelitian yang
<10 batang/hari memiliki risiko 3,98 kalu terkena TB paru dibandingkan dengan
orang yang tidak merokok dan sesorang yang menghisap rokok > 10 tahun
memiliki risiko 2,96 kali terkena TB paru dibandingkan dengan orang yang tidak
meokok.
menurunkan daya tahan tubuh, sehingga mudah terserang penyakit. Namun pada
penelitian ini terdapat perbedaan yaitu tidak ada hubungan antara merokok dengan
kejadian TB anak pada lahan basah dan terdapat persamaan yaitu ada hubungan
Hasil analiss tabel silang pada penelitian ini menunjukan bahwa penderita
kepada anggota keluarga yang lain. Hal tersebut diasumsikan karena penderita TB
paru lebih lama dan sering melakukan kontak kepada anggota keluarga potensi
dengan TB dewasa dengan kejadian TB paru anak baik di lahan basah dan lahan
kering dengan resiko terjadinya TB sebesar 10 kali pada lahan basah dan 16,190
150
kali pada lahan kering. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Apriliasari Rusliana,
151
Hestingsih Ratno dan Martini (2018), Febrian Mira (2015), Jahiro dan Prihartono
(2015), Mahpudin dan Mahkota (2007), Fitriani (2013) yang menyatakan bahwa
batuk, bersin, berbicara dan bernyanyi sehingga orang terdekat dapat menghirup
dan kemudian terinfeksi. Responden pada penelitian ini adalah anak usia 0-14
tahun yang dimanan memiliki sistem imun yang belum stabil sehingga mudah
terserang penyakit yang disebabkan oleh virus, kuman dsbnya. Berdasarkan hasil
sama dengan anggota rumah tangga lainnya baik yang belum terinfeksi kuman TB
152
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
TB anak 0-14 tahun pada lahan basah. Tetapi memilki hubungan yang
lahan kering
4. Ada hubungan yang signifikan antara gizi dengan kejadian TB anak 0-14
tahun pada lahan basah. Tetapi tidak ada hubungan yang signifikan antara
kejadian TB anak 0-14 tahun pada lahan basah dan lahan kering
153
6. Ada hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian dengan kejadian
anak 0-14 tahun pada lahan basah. Tetapi tidak ada hubungan yang
signifikan antara luas ventilasi dengan kejadian TB anak 0-14 tahun pada
lahan kering
anak 0-14 tahun pada lahan basah. Tetapi tidak ada hubungan yang
signifikan antara jenis lantai dengan kejadian TB anak 0-14 tahun pada
lahan kering
kejadian TB anak 0-14 tahun pada lahan basah dan lahan kering
10. Ada hubungan yang signifikan antara suhu ruangan dengan kejadian TB
11. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan dengan kejadian
TB anak 0-14 tahun pada lahan basah. Tetapi ada hubungan yang
lahan kering
12. Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis dinding dengan kejadian
TB anak 0-14 tahun pada lahan basah. Tetapi ada hubungan yang
signifikan antara jenis dinding dengan kejadian TB anak 0-14 tahun pada
lahan kering
13. Tidak ada hubungan yang signifikan antara cara memasak dalam rumah
dengan kejadian TB anak 0-14 tahun pada lahan basah. Tetapi ada
154
hubungan yang signifikan antara cara memasak dalam rumah dengan
155
14. Tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat merokok dalam
keluarga dengan kejadian TB anak 0-14 tahun pada lahan basah. Tetapi
15. Ada hubungan yang signifikan antara kontak dengan penderita TB dewasa
dengan kejadian TB anak 0-14 tahun pada lahan basah dan lahan kering
kontak dengan TB dewasa dan gizi terhadap kejadian TB anak 0-14 tahun
jika diuji secara simultan (bersama) pada lahan kering. Tetapi tidak ada
5.2 Implikasi
berbagai karakteristik yang terjadi, oleh karena itu perlu penyuluhan lebih
5.3 Saran
156
Perlu adanya penelitian lanjutan dengan menambah variabel bebas tentang
kasur dan faktor lain) yang berpengaruh terhadap kejadian TB pada anak 0-14
tahun pada lahan basah dan lahan kering, dengan demikian banyak fakor yang
jawab ini memiliki beban kerja ganda pada pelayanan pengobatan TB, bahkan
juga di pelayanan kesehatan lain. Oleh karena itu, hal ini masih belum
usaha penelurusan kontak khususnya pada anak yang rentan dengan pendrita
TB serumah.
Pedoman secara tersurat penting untuk menghilangkn batas antar unit yang
kimunitas. Koordinasi yang baik di antara lini yang disusun dnegan regulasi
kepala.
Dan juga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi
157
pengelola program TB khususnya sebagai pertimbangan dalam penentuan
158
strategi pencegahan terjadinya kekambuhan penyakit dan kasus baru dengan
3. Bagi Masyarakat
yang terjadi ketika kontak dengan anak. Hal ini menjadi titik fokus yang sulit
penjelasan dengan bijak mengenai dampak yang timbul bisa jadi merubah
sikap dan perilaku bagi penderita TB dewasa yang dekat dengan anak.
159
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2016. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka 2017. NTT.
BPS Prov NTT
160
Direktorat Jenderal. 2016. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta:
Kemenkes RI
Harianto, Sugeng. P dan Dewi Bairah Sari. 2017. Buku Ajar Biologi Konversi
Biodiversitas Fauna di Kawasan Budidaya Lahan Basah. Universitas
Lampung
161
Jordan dan Davies. 2010. Clinical Tuberculosis and Treatment Outcome
International Journal TB Long Desease
Krieger, J and Higgins, D. L. 2002. Housing and Health: Time Again for Public
Health Action. American Journal of Public Health
Loihala, Maria. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan TBC Paru pada
Pasien Rawat Jalan Di Poli RSUD Schoolo Keyen Kabupaten Sorong
Selatan Tahun 2015. Jurnal Kesehatan Prima Volume 10, No 2. Agustus
2016 Hal 1665-1671.
Newton, S. M., Brent, A. J., Anderson, S., Whilfahrt, E and Kompmarn, B. 2008.
Pediatric Tuberculosis. Lancet Infect Disease
Nurwanti. 2015. Skripsi Hubungan Antara Faktor Penjamu (Host) dan Faktor
Lingkungan (Environment) dengan Kejadian TB Paru Kambuh (Relaps)
Puskesmas Sekota Semarang tahun 2015. Universitas Negeri Semarang
Fakultas Ilmu Keolahragaan Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
162
Riani, R. E. S dan Machmud, P. B. 2016. Kasus Kontrol Hubungan Imunisasi
BCG dengan Kejadian TB Paru Pada Anak tahun 2015-2016. Depok. Seri
pediatri vol 19 no 6 april 2018
Sedan, James, A., Delone Shingoda. 2014. Epidemiology And Desease Burder Of
Tuberculosis In Children : a global perspective. Article journal infection
and drug resistance 7, 153-165
Soborg, B., Anderson, A. B., Melbye, M., Andersson, M., Bigger, R. J.,
Ladefoged, K., Thomsen, V. O., Koch, A. 2011. Risk Factors For
Mycobacterium Tuberculosis Infection Among Children In Greenland.
Buil World Health Organ
Soepardi. 2004. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. Vol VI. Jakarta: EGC
Susanti Milda. 2017. Skripsi Hubungan Status Gizi dan Riwayat Vaksinasi BCG
dengan Kejadian TB Paru Pada Anak di Poliklinik Anak RSUD Ulin
Banjarmasin tahun 2017. Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan
Masyarakat Prodi Keperawatan Banjarmasin
Upe AL Asyary. 2015. Disertasi Tuberkulosis Paru Anak (0-14 tahun) Akibat
Kontak Serumah Penderita Tuberkulosis Paru Dewasa di Daerah
Istimewah Yogyakarta. Depok UI
Yuniar, Isma., Saswono., Lestari, S.D. 2018. Hubungan Status Gizi dan
Pendapatan Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru. Jurnal PPNI, Volume
1, Nomor 1 tahun 2017
163
Zuriya, Yufa. 2016. Skripsi Hubungan Antara Faktor Host dan Lingkungan
dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesamas Pamulang.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
164