Oleh:
dr. Hedya Nadhrati Surura
NIM. 193307040028
1
2
BAB 1
PENDAHULUAN
menyerang semua bagian tubuh manusia, antara lain paru-paru, otak, ginjal,
saluran pencernaan, tulang, dan kelenjar getah bening (Yulianto, 2007). Bakteri
kematian pada anak-anak dan bayi di seluruh dunia (KNCV, 2015). Data WHO
secara global sejak tahun 1990, angka kematian pada penderita TB menurun 45%
per 100.000 penduduk per tahun dan data tahun 2000 sampai 2013, diperkirakan
37 juta jiwa diselamatkan melalui diagnosis dan pengobatan yang efektif. Data
TB dapat terjadi pada semua usia dan setiap satu penderita TB dewasa akan
usia produktif, ekonomi lemah, pendidikan rendah, serta golongan pada orang
3
yang memiliki sistem imun yang lemah atau yang belum sempurna seperti pada
dari WHO juga menyebutkan bahwa dari 9 juta kasus TB per tahunnya, sekitar 1
juta (11%) diantaranya terjadi pada anak-anak usia di bawah 15 tahun. World
melaporkan persentase dari semua kasus TB pada anak bervariasi, dari 3% sampai
Data tahun 2012 yang dihimpun oleh WHO, penderita TB kasus baru di
seluruh dunia masih dikatakan banyak, yaitu berjumlah 8,6 juta kasus dan 1,3 juta
diantaranya meninggal dunia. Penjelasan WHO menyatakan bahwa 1,3 juta orang
yang meninggal dunia akibat TB tersebut, 1 juta di antaranya adalah orang dengan
HIV negatif dan 0,3 juta orang penderita HIV positif. Data tersebut juga
Tuberkulosis (TB) anak hampir selalu berasal dari penularan TB paru orang
dewasa, terutama pada anak yang tinggal bersama dengan penderita TB paru
dunia selama insidensi TB paru dewasa masih tinggi. Kasus TB pada anak
10% dari semua kasus TB di seluruh dunia (CDC, 2014). Tuberkulosis (TB) kasus
baru pada anak menyumbang sebanyak 40% dari total kasus baru di negara-
negara dengan kasus endemik penyakit TB. Data tersebut juga menyebutkan
setengah juta anak di seluruh dunia menderita penyakit TB setiap tahun dan lebih
dari 74.000 anak meninggal akibat penyakit ini setiap tahunnya (WHO, 2013).
depan. Kasus TB pada anak ini merupakan kasus yang diremehkan di seluruh
sejumlah tantangan. Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui secara pasti
karena kurangnya alat diagnostik yang ‘child friendly’, tidak adekuatnya sistem
Indonesia menyumbang sekitar 8,2% pada tahun 2012 dari kasus TB anak di
dunia (TB Indonesia, 2013). Kasus TB (semua tipe) di Provinsi Aceh dilaporkan
pada tahun 2013 berjumlah 3.105 orang dan tahun 2014 terjadi peningkatan
menjadi 3.236 orang. Kasus TB di Aceh Utara tahun 2013 dilaporkan sebanyak
373 orang dan tahun 2014 terjadi peningkatan sekitar 11,8% yaitu berjumlah 417
tersebut merupakan terendah kedua setelah Sulawesi utara (1,7%) (TB Indonesia,
2013).
5
Data rekam medik Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum
(BLUD RSU) Cut Meutia Aceh Utara tahun 2014 menyebutkan TB kasus baru
pada anak sebanyak 232 anak dengan rentang usia 0 sampai 17 tahun dan rata-rata
diperkirakan TB pada anak juga meningkat. Data mengenai hal tersebut masih
sedikit dilaporkan berhubung karena anak tidak mempunyai gejala yang spesifik
seperti halnya pada orang dewasa sehingga terkadang tidak terdeteksi (Kemenkes,
2015).
derajat kesehatan anak, yaitu upaya penurunan angka kesakitan anak dari penyakit
yang dapat dicegah atau meringankan suatu penyakit dengan imunisasi, terutama
pada penyakit TB anak yang merupakan penyakit kompleks dan disebabkan oleh
(BCG) dan status gizi. Risiko untuk terkena sakit TB tergantung pada sistem
pertahanan tubuh, salah satunya dengan imunisasi BCG yang dipengaruhi oleh
umur, nutrisi, virulensi kuman, dosis infeksi, genetik, dan penyakit lain (Herawati
et al, 2005).
Rosental tahun 1961 (dikutip dalam Colditz tahun 1994, h. 698) menjelaskan
bahwa pemberian BCG dapat mengurangi morbiditas sampai 74%. Data WHO
menyebutkan efikasi imunisasi BCG terhadap TB sebesar 0 sampai 80%. Uji coba
dan Gunadi tahun 1985 pada anak umur 0 sampai 12 bulan yang didiagnosis TB.
Efektifitas imunisasi BCG melindungi anak dari semua jenis TB adalah 37% dan
66% perlindungan terhadap TB berat. Uji klinis vaksin BCG pada bayi baru lahir
pernah dilakukan pada tahun 1992 oleh Isbagio et al. Imunisasi BCG ini
diberikan pada bayi yang mempunyai berat badan lahir ≥ 2.500 gram dan tes
BCG yang dipakai di Indonesia cukup aman dan potensial. Hasil penelitian
Penelitian lain yang dilakukan oleh Maria et al tahun 2005 menyebutkan bahwa,
pemberian imunisasi BCG tidak mempunyai hubungan yang bermakna atau tidak
ada hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan penyakit TB pada anak.
Data tahun 2013 sebanyak 13.790 anak dengan rentang usia 0 sampai 11
bulan telah mendapatkan imunisasi BCG di wilayah Aceh Utara dan kota
Lhokseumawe. Data tahun 2014, anak di wilayah Aceh Utara dan kota
Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP & PL) dari Kemenkes tahun 2014, cakupan
imunisasi BCG tahun 2013 sudah memenuhi target nasional, yaitu lebih dari 90%
(96,3%) dengan rentang usia 0 sampai 14 tahun, namun angka kejadian TB pada
anak masih merupakan salah satu angka kesakitan tertinggi dari semua penyakit
7
imunisasi BCG dengan kejadian TB pada anak di Badan Layanan Umum Daerah
Rumah Sakit Umum (BLUD RSU) Cut Meutia Aceh Utara tahun 2015.
Penulisan:
1. Judul: sudah tepat, Masalah yang tertera pada judul tidak bediri sendiri dan
2. Latar belakang: menurut saya, latar belakang sudah sinkron dengan judul
berdasarkan teori dan penelitian yang ada sebelumnya, serta latar belakang
kasus berdasarkan kasus yang saat itu menjadi trending topic atau menjadi
imunisasi BCG pada penyakit TB anak, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
riwayat status imunisasi BCG dengan kejadian TB pada anak di BLUD RSU Cut
Penulisan: Semua kaidah penulisan ini sebelumnya mengikuti aturan kampus saya
saat skripsi S1 tahun 2015. Jika berdasarkan struktur penelitian dan penulisan
8
ilmiah menurut filosfi, harusnya sub bab 1.2 merupakan pembahasan “Identifikasi
Masalah Penelitian”, sehingga sub bab yang seharusnya dalam 1.2 ini diperbaiki
sebagai berikut:
imunisasi BCG pada penyakit TB anak, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
riwayat status imunisasi BCG dengan kejadian TB pada anak di BLUD RSU Cut
pada anak di BLUD RSU Cut Meutia Aceh Utara tahun 2015?
Penulisan: Semua kaidah penulisan ini sebelumnya mengikuti aturan kampus saya
saat skripsi S1 tahun 2015. Jika berdasarkan struktur penelitian dan penulisan
9
ilmiah menurut filosfi, harusnya sub bab ini di isi oleh 1.3 Pembatasan Masalah,
sehingga penulisan yang seharusnya dalam 1.3 ini adalah sebagai berikut:
diagnosis sakit TB, baik yang sudah atau belum di imunisasi BCG.
riwayat status imunisasi BCG dengan kejadian TB pada anak di BLUD RSU Cut
TB pada anak di BLUD RSU Cut Meutia Aceh Utara tahun 2015.
kejadian TB pada anak di BLUD RSU Cut Meutia Aceh Utara tahun 2015.
Penulisan: Tulisan pada sub bab 1.2 dan 1.3 sebelumnya (yang belum diperbaiki
dan yang masih berwarna hitam), merupakan aturan penulisan dari kampus
10
sebelumnya saat skripsi S1 tahun 2015, antara rumusan masalah dan pertanyaan
masalah penelitian merupakan sub bab yang berbeda dan terpisah. Jika mengikuti
struktur penelitian dan penulisan ilmiah menurut filosfi, yang benar di sub bab
perumusan masalah disertakan pertanyaan apa saja yang ingin kita cari
jawabannya, sehingga penulisan yang benar di sub bab 1.5 ini menurut saya
imunisasi BCG pada penyakit TB anak, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
riwayat status imunisasi BCG dengan kejadian TB pada anak di BLUD RSU Cut
Apakah ada hubungan riwayat status imunisasi BCG dengan kejadian TB pada
informasi bagi akademisi tentang hubungan riwayat status imunisasi BCG dengan
kejadian TB pada anak di BLUD RSU Cut Meutia Aceh Utara tahun 2015.
TB pada anak, kajian dan evaluasi mengenai efektivitas dari imunisasi BCG pada
anak.
Penulisan: Semua kaidah penulisan ini sebelumnya mengikuti aturan kampus saya
saat skripsi S1 tahun 2015. Jika berdasarkan struktur penelitian dan penulisan
ilmiah menurut filosfi, harusnya sub bab ini di isi oleh 1.5 Tujuan Penelitian dan
struktur penelitian dan penulisan ilmiah menurut filosfi, penulisan di sub bab ini
riwayat status imunisasi BCG dengan kejadian TB pada anak di BLUD RSU Cut
TB pada anak di BLUD RSU Cut Meutia Aceh Utara tahun 2015.
kejadian TB pada anak di BLUD RSU Cut Meutia Aceh Utara tahun 2015.
informasi bagi akademisi tentang hubungan riwayat status imunisasi BCG dengan
kejadian TB pada anak di BLUD RSU Cut Meutia Aceh Utara tahun 2015.
TB pada anak, kajian dan evaluasi mengenai efektivitas dari imunisasi BCG pada
anak.
13
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
sampai 90%), sehingga disebut pulmonary TB. Tuberkulosis (TB) juga dapat
menyerang organ tubuh lainnya dan TB yang menyerang organ tubuh lain tersebut
2.1.2 Etiologi
bergerak, tidak membentuk spora, panjang sekitar 2 sampai 4 µm, dan mereka
yang tumbuh pada media sintetis yang mengandung gliserol sebagai sumber
karbon dan garam amonium sebagai sumber nitrogen. Mikobakteria ini tumbuh
paling baik pada suhu 37 sampai 41º C, menghasilkan niasin dan tidak ada
pigmentasi. Dinding sel yang kaya lipid menimbulkan resistensi terhadap daya
Penyakit TB pada anak tidak lepas dari kontak erat dari penderita TB pada
orang dewasa, yaitu anak yang tinggal serumah atau sering bertemu pada
14
udara dari orang dewasa yang menderita TB dengan sputum basil tahan asam
2.1.4 Patogenesis
penyakit lokal dari tempat masuknya basil tuberkel dan nodus limfatikus regional
yang mengaliri daerah fokus primer. Infeksi dapat terjadi di setiap tempat di
tubuh, tetapi pada manusia, paru merupakan tempat yang paling lazim.
Awal mula yang terjadi adalah terbentuknya fokus primer di paru yang
dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau peluritis fokal. Basil tuberkel
polimorfonuklear jika telah terhirup. Basil tersebut sebagian berhasil diangkut dari
tempat inkolusi melalui aliran limfe ke kelompok nodus imfatikus regional yang
mengaliri fokus primer. Proses infeksi tersebut, leukosit akan digantikan oleh
makrofag dan membentuk fokus longgar jaringan yang terinfiltrasi dimulai pada
hari kedua. Keadaan ini menetap selama 6 sampai 12 hari atau lebih. Makrofag
yang berinfiltrasi secara progresif menjadi lebih padat dan akhirnya cenderung
memanjang, sebagian bersatu satu sama yang lain dan membentuk tuberkel sel
selanjutnya akan terjadi perubahan reaksi terhadap basil serta hasil metaboliknya.
Hipersensivitas timbul pada pejamu setelah 4 sampai 8 minggu dan reaksi kulit
terhadap tuberkulin menjadi positif, terjadi nekrosis di bagian tengah lesi dan
15
menetap sebagai massa seperti keju kekuningan yang disebut bahan kaseosa. Lesi
akan dibatasi oleh penumpukan kolagen oleh fibrosit dan pembentukan kapsul
berat akan menyebabkan bagian tengah lesi mencair dan keluar melalui bronkus
sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru atau yang disebut kavitas. Bulan
dan fibrosis atau dengan perkapuran dapat sembuh sendiri dalam 6 bulan sampai
Perkijauan dan basil tuberkel yang hidup menetap selama bertahun-tahun setelah
Pembesaran ini bisa melewati batas atau memasuki visera di dekat bronkus,
darah melalui sistem limfatik dan nodus regional. Penyebaran sporadik ini
cenderung berhenti setelah terbentuk resistensi yang di dapat. Hasil tuberkel yang
aktif. Keadaan ini mungkin membaik atau sembuh sempurna atau tetap diam
16
dengan mengandung basil tuberkel yang bisa memulai lagi aktivitasnya bertahun-
dalam 12 bulan pertama setelah infeksi primer. Usia merupakan faktor penting.
Risiko anak yang terinfeksi pada usia di bawah 5 tahun untuk mendapat
meningitis atau penyakit miliaris dalam 12 bulan adalah 4%, angka ini menurun
pada anak yang berusia antara 5 sampai 10 tahun dan kemudian meningkat
kembali pada masa remaja. Lesi tulang timbul dalam 2 sampai 3 tahun. Lesi ginjal
dan kulit terjadi sangat lambat dan jarang sebelum 5 tahun setelah infeksi
(Rudolph, 2006).
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB,
dikarenakan ukurannya yang sangat kecil (< 5 µm) (Rudolph, 2006; IDAI, 2008).
Kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai
tertentu dan hanya sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon. Setelah
saluran limfe menuju ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang
(Limfadenitis) yang terkena. Lesi yang terjadi pada fokus primer yang terletak di
lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe
parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat
primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu
yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa
rentang waktu antara 2 sampai 12 minggu. Waktu proses atau masa inkubasi
tersebut, kuman akan tumbuh hingga mencapai jumlah 103 sampai 104 yaitu
jumlah yang cukup untuk meransang respon imunitas seluler (IDAI, 2008;
Rudolph, 2006).
yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji
tuberkulin masih negatif. Individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, ketika
hidup dalam granuloma, akan tetapi hanya sejumlah kecil dari kuman TB tersebut.
Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru masuk ke dalam alveoli
akan segera dimusnahkan (IDAI, 2008; Nelson 2012). Fokus primer yang berada
imunitas seluler telah terbentuk. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami
fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama
tempat masuk dan limfonodi regional yang mengaliri daerah tersebut (lihat pada
gambar 2.1), sehingga akan terjadi limfangitis dan limfadenitis. Beberapa basil
yang dapat bertahan hidup di dalam makrofag yang dinonaktifkan, akan terbawa
ke limfonodi regional melalui vasa limfatika. Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal
yang awalnya berukuran normal diawal infeksi akan membesar karena reaksi
parsial pada bronkus tersebut akibat tekanan eksternal yang akan menimbulkan
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijauan dapat merusak serta
atau membentuk fistula. Masa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada
sering disebut sebagai lesi segmental kolaps konsolidasi (Rudolph, 2006; IDAI,
2008).
Lima tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama) pada anak,
biasanya sering terjadi komplikasi. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun
2008 memaparkan ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran
penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini
regional dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3 sampai 9 bulan).
Tuberkulosis (TB) paru kronik dapat terjadi dalam waktu yang bervariasi,
tergantung pada usia terjadinya infeksi primer pada pasien yang bersangkutan.
tuberkel yang sebelumnya telah terbentuk di dalam tubuh seseorang dan bersifat
endogen. Dalam arti lain, terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak
20
mengalami resolusi sempurna. Reaksi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering
terjadi pada remaja dan dewasa muda (Rudolph, 2006; IDAI, 2008).
Keterangan:
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2) dan
bisa melalui proses reaktivitas fokus lama TB (endogen) yang biasanya pada
orang dewasa.
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
2. Demam lama (lebih dari 2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang
jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-
(tidak pernah ada atau intensitas semakin lama semakin parah) dan
(failure to thrive).
6. Diare persisten atau menetap (lebih dari 2 minggu) yang tidak sembuh
dijumpai batuk yang tak henti-hentinya selama lebih dari 21 hari dan
Pediatrics, 2008/2009).
2.1.6 Diagnosis
kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena
lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan
parenkim paru bagian perifer serta tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat
pada orang dewasa. Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila
biasanya ketika batuk, terutama pada batuk berdahak, dahak akan segera ditelan
(NGT) dan harus dilakukan oleh pertugas berpengalaman, tetapi cara ini kurang
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2008 menjelaskan tata cara
TB aktif pada anak. Uji tuberkulin dapat negatif pada anak yang menderita
dan indurasi lebih dari 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi
kuman TB.
3. Foto toraks
Gambaran foto toraks TB paru pada anak tidak khas dan interpretasi biasanya
(Kemenkes, 2013).
dilakukan dengan bilasan lambung karena dahak sulit di dapat pada anak.
melakukan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring. Sistem
skoring tersebut dikembangkan dan diuji coba melalui tiga tahap penelitian
oleh para ahli IDAI, Kemenkes, didukung oleh WHO, dan disepakati sebagai
Kesepakatan ini dibuat untuk mempermudah penganan TB anak secara luas. Unit
Tuberkulosis Anak (PNTA) yang telah tersebar luas dan telah diadopsi oleh
Tabel 2.1 Sistem skoring TB anak (Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, UKK
Pulmonologi PP IDAI, 2005)
Parameter 0 1 2 3
Batuk ≥3 minggu
Sistem skoring tersebut jika didapatkan nilai ≥ 6 maka diberikan terapi selama 2
Keterangan:
1. Kontak dengan pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti tertulis hasil
laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari TB 01 atau
hasil laboratorium.
a. Berat badan, panjang dan tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment
opname).
b. Dilakukan parameter berat badan per tinggi badan (BB/Tb) atau berat badan
per umur (BB/U). Penentuan status gizi menggunakan cut off Z score WHO
27
tahun 2006 untuk usia 0 sampai 5 tahun, sedangkan untuk usia lebih 5 tahun
bulan.
3. Demam (lebih dari 2 minggu) dan batuk (lebih dari 3 minggu) yang tidak
2.1.7 Klasifikasi TB
Setiap anak yang diduga pasien TB yaitu anak yang menunjukkan gejala
kelompok ini.
28
adalah pasien TB paru BTA negatif, pasien TB dengan BTA tidak diperiksa
penentuan klasifikasi dan tipe kasus TB pada anak tergantung dari hal berikut:
a. Tuberkulosis paru
paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya seperti
kelamin, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, saluran kencing, dan lain-
lain. Anak dengan gejala hanya pembesaran kelenjar tidak selalu menderita
a. Kasus Baru
Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
b. Pengobatan ulang
Kasus TB anak yang pernah mendapat pengobatan dengan OAT lebih dari 1
4. Status HIV
endemis HIV atau risiko tinggi terinfeksi HIV. Berdasarkan pemeriksaan HIV,
30
a. HIV positif
b. HIV negatif
d. HIV expose atau curiga HIV. Anak dengan orang tua penderita HIV
pemeriksaan HIV menunjukkan negatif pada anak usia < 18 bulan, maka
status HIV perlu diperiksa ulang setelah usia > 18 bulan Imunisasi BCG.
2.2.1 Sejarah
atas penyakit TB. Teridentifikasinya bakteri tersebut, Albert Calmette dan Jean
(M. Bovis) yang dilemahkan sebagai vaksinasi untuk mengurangi angka kejadian
TB, sehingga vaksinasi ini disebut Bacille Calmette-Guérin (BCG) (Dzauji &
Rambe; 2013).
(WHO, 2013).
31
BCG ini diberi suspensi M. bovis hidup yang sudah dilemahkan (Ranuh et al,
2008).
2.2.2 Definisi
kekebalan yang bersifat pasif. Vaksinasi adalah tindakan memberi vaksin untuk
dengan timbulnya imunitas (Rahayu, 2010). Vaksin BCG adalah vaksin galur M.
2.2.3 Tujuan
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah
Penyakit TB pada anak dapat dicegah dengan imunisasi yang baik secara
aktif maupun pasif. Imunisasi pasif yang diperoleh berupa kekebalan secara alami
atau bawaan berupa antibodi yang diperoleh bayi dari ibunya selama
perkembangan janin intrauterine yang dapat melewati plasenta dan kolustrium air
susu ibu. Antibodi yang diperoleh dari ibu tersebut dapat memberikan
yang sangat virulen seperti basil TB. Perlindungan imunitas pasif pada bayi
tersebut hanya sekitar 6 sampai 9 bulan sampai anak tersebut secara aktif
vaksin BCG pada bayi, terutama sejak kelahiran bayi yang dapat meningkatkan
daya tahan tubuh terhadap infeksi basil TB primer yang virulen sehingga
tahun ke depan. Vaksin BCG juga memberikan perlindungan pada TB yang lebih
menderita penyakit TB primer yang ringan tetapi dapat terhindar dari penyakit TB
yang berat.
infeksi primer TB dan tidak mencegah reaktivasi infeksi TB paru laten, namun
BCG efektif untuk mencegah TB yang lebih berat, terutama meningits TB.
Penjelasan ini diperjelas oleh Arbeláez et al (2000) bahwa secara teori seseorang
yang telah mendapatkan vaksin BCG, tidak mencegah seseorang tersebut untuk
kesimpulan bahwa efektivitas BCG dikatakan rendah terhadap semua bentuk sakit
TB.
mencegah sakit TB berat 60 sampai 80%, terutama TB meningitis. Hal ini sama
seperti yang diuraikan oleh WHO. Penelitian yang dilakukan oleh Mangtani et al
(2013) didapatkan bahwa untuk pertama kalinya didapatkan vaksin BCG sangat
34
dari efektivitas vaksin BCG tersebut, tergantung pada lokasi di setiap negara
(Mangtani et al, 2013). Miller 1982 (dikutip dalam Kuswantoro tahun 2002, h. 87)
menjelaskan bahwa variasi efektivitas dan sifat protektif imunisasi BCG tersebut
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti potensi imunisasi BCG, cara pemberian
BCG, karakteristik manusia, adanya kontak dengan penderita TB, dan lainnya.
tersebut seperti cahaya dan suhu pengawet. Jika kondisi lingkungan tempat
yang panas atau terlalu dingin, hal ini memungkinkan menurunnya efektivitas
vaksin BCG yang menyebabkan strain bakteri di dalam vaksin tersebut akan
Rahayu (2001) memaparkan BCG diberikan pada usia kurang dari 2 bulan.
Bacille Calmette-Guérin (BCG) sebaiknya diberikan pada anak yang dengan uji
Mantoux (tuberkulin) negatif. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2014
telah menyusun rapi jadwal imunisasi yang baru tahun 2014 (lihat gambar 2.3).
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2014 menganjurkan suntik BCG
diberikan sebelum usia 3 bulan dan pemberian optimal diusia 2 bulan. Pemberian
35
BCG sesudah usia 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Vaksinasi BCG tertera
Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0,10 ml untuk anak dan 0,05 ml
untuk bayi. Vaksin BCG juga tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan
pada suhu 2 sampai 8ºC dan tidak boleh beku (Sujitno & Purwanti, 2011).
anak usia ˂ 1 tahun dan 0,10 ml (untuk anak usia ˃ 1 tahun) di lengan atas sebelah
kanan. Vaksin BCG berbentuk bubuk kering, harus dilarutkan dengan 4 cc NaCl
0,9%. Vaksin tersebut harus segera dipakai dalam waktu 3 jam setelah dilarutkan,
sisanya dibuang. Penyimpanan harus pada suhu ˂ 5ºC dan terhindar dari sinar
BCG yaitu:
2. Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung jarum
krusta akan sembuh dalam 2 sampai 3 bulan dan meninggalkan parut bulat dengan
diameter 4 sampai 8 mm. Dosis yang terlalu tinggi maka ulkus yang timbul akan
lebih besar, namun apabila penyuntikan terlalu dalam maka parut yang terjadi
Reaksi normal lokal pada imunisasi BCG terjadi pada beberapa minggu
b. 3 sampai 4 minggu pustul pecah dan menjadi ulkus yang tidak perlu
pengobatan.
mm.
akan timbul respon sistem seluler pertahanan tubuh. Respon tersebut dapat
terjadi di kelenjar aksila dan servikal yang timbul 2 sampai 6 bulan sesudah
Penjelasan: menurut saya kerangka teori dalam bab Tinjauan Pustaka sudah
menjelaskan dasar pemikiran atau dasar teori yang digunakan dalam penelitian
ini. Bab ini juga sudah menjelaskan justifikasi atau dasar pemilihan variable dan
penentuan hipotesis. Bab ini sudah menyajikan suatu dasar pemikiran yang logis.
Namun saya sedikit bingung tentang kerangka berpikir, apakah kerangka berpikir
38
sama dengan kerangka konseptual? karena di kampus saya sebelumnya tidak ada
membuat kerangka berpikir, namun aturan di kampus saya, isi dari bab 3 ada
kerangka konseptual dan hipotesis. Jika kerangka berpikir dan karakter konseptual
berbeda, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan, maka dapat disusun sebuah
mempengaruhi
Riwayat Imunisasi Kejadian TB Pada Anak
BCG
Keterangan :
1. = Variabel Independen
2. = Variabel Dependen
TB pada anak di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Cut
pada anak di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Cut