Anda di halaman 1dari 11

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
Mycobacterium bovis atau Mycobacterium africanus. Tapi hampir semua tuberkulosis pada manusia
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kebanyakan bakteri Tuberkulosis menyerang paru-paru,
namun juga dapat merusak organ lain.
Pada tahun 2016, beberapa kasus baru tuberkulosis paru swab positif terdeteksi di Indonesia hingga
156.723 kasus, dengan laki-laki memiliki jumlah kasus tertinggi hingga 61% dan Kasus terbanyak terjadi
pada kelompok umur 45-54 tahun, mencapai 19,82%. Kerumunan Dari segi jumlah kasus, jumlah kasus
yang dilaporkan terbanyak berada di Provinsi Jawa Barat Hanya ada 23.774 kasus TB positif. Meskipun
tingkat keberhasilan Pengobatan tuberkulosis 74,5% sedangkan di Jawa Barat 64,3%. Pada Pada tahun
2018, provinsi Jawa Barat mencatat kasus tuberkulosis besar pertama jumlah kasus 99.398 kasus, di Jawa
Tengah 67.063 kasus dan di Jawa Timur 56.445 kasus. CDR (case detection rate) Jawa Barat 77,7%, CNR
(case notification) (Kemenkes, 2019).
Kasus Tuberculosis ditemukan sebanyak 566.623 kasus TB pada tahun 2018 diIndonesia,
mengalami peningkatan jika dibandingkan seluruh kasus TB sebesar 446.732 kasus pada tahun
2017. Pada tahun 2019 Case Detection Rate (CDR) kasus TB sebesar 64,5% dengan 543.874
kasus yang mana relatif bertambah bila dibandingkan 10 tahun terakhir. Namun angka CDR
yang direkomendasikan oleh WHO sebesar ≥90%, artinya masih jauh dari target (Kemenkes RI,
2019b)
Penyebaran bakteri tuberkulosis di udara (batuk, tertawa dan bersin) terjadi Sinar matahari dapat
membunuh bakteri dengan melepaskan tetesan Namun, bakteri ini dapat bertahan selama beberapa jam
pada suhu ruangan. Penderita Orang dapat terinfeksi dengan menyebarkan bakteri dalam bentuk tetesan di
udara jika setetes memasuki saluran udara. mentransfer kekuatan Pasien ditentukan oleh jumlah bakteri
yang dilepaskan dari paru-parunya. Semakin tinggi hasil tes dahak positif, semakin banyak menular bagi
pasien jika hasil tes dahak negatif (kira-kira bakteri yang terlihat) pasien tidak dianggap menular (Subbab
TB Depkes RI, 2008.
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Pada tahun 2018, tuberculosis ditetapkan sebagai 10 penyebab kematian tertinggi
di dunia dengan jumlah angka yang diperkirakan mencapai 1,3 juta pasien. Indonesia sendiri
merupakan negara yangmemiliki beban tuberculosis terbesar dari 8 negara yaitu India (27%),
China (9%), Indonesia(8%),Philippina(6%),Pakistan(5%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%) dan
Afrika Selatan (3%) (Buryanti, 2021)
Saat ini diperkirakan 9 juta orang terjangkit tuberkulosis setiap tahun dan 3 juta di antaranya berada di
negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia dan negara berkembang lainnya. Setiap tahun kira-kira
2 juta orang meninggal karena tuberkulosis di seluruh dunia. Faktor: 2 Karena itu, jika Anda tidak
menunggu pencegahan dan pengobatan cukup, kemudian antara tahun 2002 dan 2020 sekitar 1 miliar
euro Orang menjadi terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Sekitar 150 juta Orang sakit, dan
diperkirakan sekitar 36 juta orang sakit untuk mati Untuk ini ditambahkan penurunan kualitas layanan
kesehatan dan penyebaran HIV/AIDS semakin meningkat meningkatkan jumlah orang yang menderita
tuberkulosis dan munculnya strain mikobakteri yang resisten terhadap beberapa obat tuberkulosis umum
(Multi Drug Resistance). TB/MDR-TB) dan meningkatnya ketakutan akan pandemi penyakit TB (TB
Warta Gerduna, 2010.
Menurut WHO, ada 583 setiap tahun di Indonesia kasus baru dimana 130 pasien positif TBC meninggal
dunia. Sementara itu, menurut hasil penelitian, Kuznindar 1990, Total Jumlah kematian akibat
tuberkulosis diperkirakan mencapai 105.952 orang per tahun Kasus tuberkulosis paru terbanyak terjadi
pada kelompok masyarakat dengan keadaan sosial ekonomi yang lemah. itu terjadi Peningkatan kasus ini
karena stamina dan daya tahan tubuh terpengaruh Pola makan dan higiene perorangan serta kepadatan
pemukiman langsung (Departemen Kesehatan RI, 2002).
Hasil dan keberhasilan program tuberkulosis Indonesia telah dirasakan dalam berbagai hal kemajuan
pesat dalam penemuan kasus 69,8% (2007) dan 73,1 D44 (2009). Tingkat keberhasilan pengobatan pada
tahun 2012 adalah 91 persen 2008 (Melebihi target global 85% dalam 7 tahun terakhir). tujuan kinerja 3
Laju deteksi kasus tuberkulosis Laju deteksi kasus (CDR) adalah 70% dan tahun Pada tahun 2009,
tercapai 73,1 persen. Tujuannya adalah untuk mencapai kesuksesan adalah 85%, pada tahun 2009 menjadi
86,4%. Insiden tuberkulosis menurut tahun Dari tahun 1998 hingga 2005 kecenderungannya menurun dan
rata-rata kejadian tuberkulosis menurun tahun positif 2005-2007 sebesar 2,4% (Global TB Control WHO
Report 2008).
Berdasarkan informasi dari bidang pengendalian penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tercakup dalam Health Care Profile pada tahun 2009 Jumlah infeksi
memar positif menurun yakni 4.856, dan kabupaten/kota yang tertinggi masih di kota makassar yaitu
tidak kurang dari 1.302 yang terendah Kabupaten Pangkep 55, klinis 55, dirawat dan sembuh 245.
Data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar tahun 2009 menyatakan: triwulan I Januari-Maret 2009
sebanyak 627 orang, triwulan II April-Juni 596 orang dan pada triwulan III Juli-September 420 orang.
Itulah jumlahnya sebanyak 1.643 orang. Pada pasien tuberkulosis, usia produktif 15- 54 tahun. Biasanya
warga tinggal di daerah kumuh dan tidak sehat dan mudah tertular TBC. Mereka yang menderita penyakit
Banyak menyerang paru-paru, tertinggi di Desa Pannambungan Kecamatan Mariso dan Desa Maccini,
Kabupaten Makassar. Berdasarkan laporan dari Pusat Kesehatan Masyarakat Maccini (Puskesmas).
Sawah, Kecamatan Maccini, Kabupaten Makassar, Outcome penderita TBC mencapai 41 orang (Data
penderita TB Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2009).
Faktor risiko yang dapat menyebabkan tuberkulosis antara lain: faktor genetik, malnutrisi, vaksinasi,
kemiskinan dan kepadatan penduduk. Tuberkulosis sangat umum pada populasi yang menderita stres. gizi
buruk, kepadatan penduduk, ventilasi rumah yang buruk, perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Genetika memainkan peran kecil, tetapi faktor Lingkungan rumah memainkan peran penting dalam
perkembangan tuberkulosis. Lingkungan tidak dapat dipisahkan dari aktivitas kehidupan Pria
Lingkungan, baik fisik maupun biologis, memegang peranan yang sangat penting untuk masalah
kesehatan masyarakat, termasuk gangguan Kesehatan berupa tuberkulosis (Hopwell 1988, Rahman
2005:22).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, memberi dasar kepada peneliti merumuskan pokok masalah yaitu faktor-faktor
apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian Tuberkulosis Paru
1. Apakah ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru
2. Apakah ada hubungan hubungan antara pencahayaan dengan kejadian Tuberkulosis Paru
3. Apakah ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru
4. Apakah ada hubungan antara kontak serumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru
5. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian Tuberkulosis Paru
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Tuberkulosis Paru
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru
b. Diketahuinya hubungan antara pencahayaan dengan kejadianTuberkulosis Paru
c. Diketahuinya hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru
d. Diketahuinya hubungan antara kontak serumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru
e. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian Tuberkulosis Paru
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi dan bahan bacaaan civitas akademik UIN
Alauddin, khususnya pada mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat pada umumnya Fakultas Ilmu
Kesehatan.
2. Manfaat Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan kepada pemerintah dan instansi terkait dalam
rangka meningkatkan upaya pencegahan dan kebijakan perencanaan kesehatan khususnya mengatasi
permasalahan terjadinya Tuberkulosis Paru
3. Manfaat Praktis
Penelitian ini menambah pengetahuan dan merupakan pengalaman berharga bagi penulis serta merupakan
salah satu syarat meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Tuberkulosis (TB) Paru
1. Pengertian Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis
yang telah menginfeksi hampir sepertiga penduduk dunia dan merupakan penyebab kematian kesembilan
di dunia. Pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus tuberkulosis, 90% kasus terjadi pada orang dewasa,
65% pada laki-laki dan 10 kasus tuberkulosis-HIV (WHO, 2017).
Kasus baru TB Tahun 2017 yaitu 1,4 kali lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan, hal ini sejalan dengan survei prevalensi TB yang menyatakan bahwa
prevalensi TB pada laki-laki 3 kali lebihtinggi dibandingkan pada perempuan. Kemungkinan hal ini
terjadi karena salah satu faktor risikodari TB adalah kebiasaan merokok dan ketidakpatuhan
mengonsumsi obat yang biasanya ditemukan pada laki-laki. Menurut survei, partisipan laki-laki
yang merokok sebanyak 68,5 persen dan perempuan 3,7 persen (Kemenkes RI, 2019a)
Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat obat–obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh
dokter di minum dengan tekun dan teratur dalam waktu yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya
kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
2. Penyebab Penyakitnya
Soeparman dalam Herdianto P (2011) menyatakan,Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang
dapat terjadi menyerang organ atau jaringan tubuh. penyebab penyakit ini adalah spesies batang
berkecambah (bacillus) yang dikenal sebagai Mycobacterium tuberculosis. Embrio ini memiliki bentuk
batang Ukuran 0,5 - 4 µ x 0,3 - 0,6 µ batang tipis, lurus, sedikit melengkung granular atau tidak,
berpasangan atau berkelompok, tidak ada Spora tidak memiliki amplop tetapi lapisan luar tebal, tersusun
dari lipoit. Artikel ini memiliki fitur khusus terhadap penghilangan warna oleh asam dan alkohol, yang
disebut Basil Tahan Asam (BTA).
3. Gejala-gejala Tuberkulosis
Gejala yang biasa dialami oleh pasien TBC paru antara lain sebagai berikut :

 Batuk terus – menerus (berdahak maupun tidak berdahak).


 Demam dan meriang dalam jangka waktu yang panjang.
 Sesak nafas dan nyeri dada.
 Berat badan menurun.
 Ketika batuk terkadang dahak bercampur darah.
 Nafsu makan yang menurun.
 Berkeringat di malam hari meski tanpa melakukan kegiatan.

4. Penularan TB Paru
Bakteri TB ditularkan melalui droplet yang terinfeksi di udara. Begitu tetesan ini memasuki udara, siapa
pun di dekatnya dapat menghirupnya. Seseorang dengan TB dapat menularkan bakteri melalui bersin,
batuk, berbicara, dan nyanyian.
5. Pengobatan TB Paru
Pengobatan TB Paru terdiri dari 2 tahap sebagai berikut :
1. Tahap Awal (Intensif) : berlangsung sejak memulai pengobatan hingga 2 bulan.
2. Tahap Lanjutan : sejak bulan ke-2 hingga bulan ke-6 atau lebih.

6. Cara Mencegah Tuberculosis

Pemerintah selain melakukan tindakan pemberantasan TB di seluruh wilayah Indonesia juga melakukan
beberapa program pencegahan penyakit TB yang dilaksanakan di setiap Puskesmas yang ada diseluruh
Indonesia. Adapun upaya yang dilakukan adalah:
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB.
2. Meningkatkan kualitas lingkungan yang ada seperti lingkungan, perumahan, lingkungan kerja
dan lingkungan sosial.
3. Meningkatkan kualitas hygiene perorangan guna mencegah masuknya sumber penyakit TB ke
dalam tubuh seseorang.
4. Meningkatkan gizi penduduk.
5. Pengobatan
Pencegahan utama dari tuberculosis (TB) adalah menjaga pola hidup, makan cukup, tidur cukup dan
berhenti merokok. Jika sudah terinfeksi, selain menjalani pengobatan, sebaiknya melakukan cara
pencegahan TBC terbaik agar tidak terjadi penyebaran bakteri tersebut dari orang yang sakit ke orang
sehat. Dan jangan lupa untuk vaksin BCG pada bayi untuk mencegah TBC atau menurunkan angka
keparahan penyakit TBC.
B. Tinjauan Umum tentang Ventilasi Rumah
Ventilasi adalah tempat keluar masuknya udara dari luar rumah sebagai tempat sirkulasi pertukaran udara.
Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi
pemilik rumah, salah satu fungsi ventilasi yaitu mempertahankan udara yang ada di dalam rumah tersebut
agar tetap terjaga kesegarannya. Semakin padat penghuni di dalam rumah maka semakin tinggi
kelembaban karena uap air baik dari pernapasan maupun keringat. Kelembaban dalam ruang tertutup
dimana banyak terdapat manusia di dalamnya lebih tinggi dibanding kelembaban di luar ruang.
Disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik
karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan
media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen, sehingga apabila dalam ruangan terjadi pencemaran
bakteri (oleh penderita TBC) akan memudahkan terjadinya penularan. Fungsi kedua pada ventilasi adalah
untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen karena disitu selalu
terjadi aliran udara yang terus menerus, sehingga bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir.
Fungsi ketiga adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban yang optimum
(Patanding S, 2005:17-18).
Dalam suatu ruangan rumah yang memiliki ventilasi jelek menyebabkan rasa tidak nyaman bagi
penghuninya. Hal ini disebabkan oleh 3 faktor yaitu:
1. Berkurangnya O2 dalam udara
2. Bertambahnya konsentrasi CO2
3. Adanya bahan racun organik yang ikut terhirup
Ventilasi yang baik dalam ruangan harus memenuhi syarat-syarat ventilasi sebagai berikut :
a. Temperatur udara ruangan harus lebih rendah paling sedikit 40C dari temperatur udara
luar untuk daerah tropis.
b. Luas ventilasi 10% dari luas lantai ruangan
c. Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap dari sampah, pabrik,
knalpot kendaraan, debu, dan lain-lain
d. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang hawa berhadapan
antara dua dinding ruangan.
e. Aliran udara jangan menyebabkan orang masuk angin,untuk itu jangan menempatkan
tempat tidur atau tempat duduk persis pada aliran udara.
Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai
rumah, dengan menggunakan role meter. Menurut indikator pengawasan rumah, luas ventilasi yang
memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat
kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah (Kepmenkes RI, 1999).
Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi
penghuninya. Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Rahman (2005:21), salah satu fungsi ventilasi adalah
menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Luas ventilasi rumah yang <10 % dari luas
lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen dan
bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak
cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang
baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman Tuberkulosis.
C. Tinjauan Umum tentang Pencahayaan Rumah
Pencahayaan rumah yang sehat harus memerlukan cahaya yang cukup, khususnya cahaya yanng alamiah
berupa cahaya yang berisi antara lain ultra violet. Cahaya matahari mimimal yang masuk di rumah yaitu
60 lux dengan syarat tidak menyilaukan orang di dalam rumah.
Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor. 829/menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah
tinggal, rumah harus cukup mendapatkan penerangan baik siang maupun malam hari. Yang ideal adalah
penerangan listrik. Diusahakan agar ruangan-ruangan mendapatkan sinar matahari terutama pagi hari.
Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat menerangi seluruh bagian ruangan
minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.

Cahaya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:


1. Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-
bakteri patogen di dalam rumah, misalnya Bakteri TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus
mempunyai jalan cahaya yang cukup. Seyogianya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya
sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah.
Perlu diperhatikan di dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung
masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini, disamping
sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya. Lokasi penempatan jendela pun harus
diperhatikan dan diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari
dinding). Maka sebaiknya jendela itu harus ditengah-tengah tinggi dinding (tembok). Jalan masuk
cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca. Genteng kaca pun dapat dibuat secara
sederhana, yakni dengan melubangi genteng biasa waktu pembuatannya, kemudian menutupnya
dengan pecahan kaca.
2. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya tapi bukan alamiah seperti lampu minyak
tanah, listrik, api dan sebagainya. Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan
luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang
leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh
bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan
10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux, kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih
redup. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses
mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca
tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat daripada yang melalui
kaca berwarna. Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar
matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar
penghuni akan sangat berkurang ( Notoatmodjo,2003).
Menurut Sukidjo Notoatmodjo (2003), cahaya matahari mempunyai sifat membunuh bakteri, terutama
kuman Mycobacterium tuberculosa. Menurut Depkes RI (2002), kuman tuberkulosis hanya dapat mati
oleh sinar matahari langsung. Oleh sebab itu, rumah dengan standar pencahayaan yang buruk sangat
berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis. Kuman Tuberculosis dapat bertahan hidup pada tempat yang
sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar
matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api dan rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai
resiko menderita Tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari
D. Tinjauan Umum tentang Kepadatan Hunian
Beberapa persyaratan rumah untuk kesehatan Penduduk, baik fisik maupun psikis, meliputi: ventilasi,
kelembaban, pencahayaan, ukuran ruangan dan frekuensi penggunaan. Semakin banyak penghuni di
rumah, semakin menuntut ruang banyak dan luas, misalnya kamar tidur (Rahman S, 2005:26)
Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas
rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded).
Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama Tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota
keluarga yang lain (Notoatmodjo, 2003 dalam Nurhidayah dkk:17).
Semakin padat jumlah penghuni di dalam rumah, semakin cepat sirkulasi udaranya Rumah itu kotor.
Karena jumlah penduduk semakin mempengaruhi kandungan oksigen di dalam ruangan dan kandungan
uap air dan temperatur udara. Mengangkat Tingkat CO2 di udara rumah menawarkan peluang untuk
tumbuh dan berkembang biak karena Mycobacterium tuberculosis. Dengan demikian akan semakin
banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah melalui saluran pernafasan (Fatimah, 2008).
Kepadatan penduduk juga sangat tinggi terkait penyebaran penyakit Ini memainkan peran penting dalam
penyakit yang ditularkan melalui udara seperti infeksi saluran pernafasan. Di sebuah rumah dengan
banyak penghuni, Penyebaran penyakit ini sangat mudah ketika satu atau lebih orang terkena Warga
menderita penyakit menular melalui kontak sangat berdekatan. Kondisi kehidupan seperti itu
menyebabkan Tingkat infeksi pernapasan di negara-negara ini tetap tinggi maju seperti Indonesia
(Rahman S, 2005: 27).
Beberapa penelitian sebelumnya telah menemukan keterkaitannya hubungan yang signifikan antara
frekuensi penggunaan dan prevalensi tuberkulosis paru, seperti saya Nawir pada tahun 1994, Salvato im
Rahardi 2002, dan penelitian oleh Parhan di Gorontalo tahun 2004 (Rahman S, 2005:27)
E. Tinjauan Umum tentang Kontak Serumah
kontak serumah dengan penderita tuberkulosis merupakan Faktor risiko tuberkulosis Semua kontak
dengan pasien tuberkulosis yang dinyatakan positif harus dijelaskan sputum terkontrol. Kontak dekat,
misalnya dalam keluarga, dan kontak berskala besar, misalnya dengan tenaga medis, mendukung
penyebaran infeksi. percikan lumpur. Faktor risiko ini lebih besar dalam kondisi perumahan yang buruk,
seperti kepadatan penduduk, ventilasi yang tidak memadai Kondisi dan kelembapan dalam ruangan
merupakan lingkungan transisi bagi bakteri tuberkulosis. Oleh karena itu, penderita tuberkulosis dapat
menularkannya langsung, terutama di lingkungan rumah, di masyarakat sekitar dan lingkungan kerja yang
meningkatkan waktu kontak dengan orang sakit meningkatkan risiko infeksi. Ini menunjukkan bahwa
paparan bakteri TB dimungkinkan Faktor individu, kontak dekat dan faktor lingkungan berpengaruh pada
rumah seseorang (Riadi, 2011).
Menurut penelitian dan pengembangan Atmosukardo di bidang kesehatan (2000) Data telah diterima
yaitu Ada kebiasaan di rumah tangga pasien Saat tidur dengan anak kecil, risiko tertular TBC 2,8 kali
lebih tinggi yang tidur terpisah. Tingkat penyebaran penyakit TBC di lingkungan keluarga penderita Ini
dapat menginfeksi rata-rata 2-3 orang di rumah. Berisiko tinggi Terjadinya infeksi di rumah tangga
dengan lebih dari satu orang yang terkena adalah empat kali lebih tinggi daripada di rumah dengan hanya
satu pasien tuberkulosis (Nurhidayah et al., 2007: 16).
Berdasarkan Depkes RI, 2011 pengawasan terhadap penderita, kontak dan lingkungan sebagai berikut:
1. Bagi yang sedang sakit, bisa dilakukan dengan menutup mulut saat batuk dan jangan membuang dahak
sembarangan.
2. Komunitas dapat diciptakan dengan menambahkan kekebalan vaksinasi untuk bayi.
3. untuk petugas kesehatan memberikan penyuluhan terkait Penyakit Tuberkulosis dengan Gejala,
Bahaya serta akibat yang ditimbulkan.
4. Isolasi, pemeriksaan yang terinfeksi, pengobatan khususnya tuberkulosis. Perawatan rumah sakit hanya
untuk orang sakit kelas berat yang membutuhkan pengembangan perangkat lunak Perawatan karena
alasan sosial ekonomi dan medis pemeliharaan jalan yang tidak diinginkan.
5. Kontrol infeksi, cuci tangan dan kontrol kebersihan rumah Selain itu, tegasnya, membutuhkan
perhatian khusus saat muntah dan Meludah (piring, tempat tidur, pakaian) serta ventilasi dan penerangan
rumah matahari yang cukup .
6. imunisasi kontak. pencegahan bagi Orang yang sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, tenaga
kesehatan lainnya) dan yang lain merekomendasikan vaksinasi dan perawatan lanjutan bagi mereka yang
melakukannya positif terinfeksi.
7. Teliti informasi kontak. Tes tuberkulin untuk semua anggota Keluarga dengan sinar-X merespons
secara positif dengan cara ini Jika hasilnya negatif, pemeriksaan harus diulang setiap bulan selama 3
bulan bila perlu penelitian intensif.
F. Tinjauan Umum tentang Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok merupakan pemicu yang juga meningkatkan risiko terkena tuberkulosis paru.
Merokok menghirup racun berbahaya dan mendorong penyebaran berbagai penyakit, termasuk bakteri
tuberkulosis. Kebiasaan merokok telah terbukti terkait dengan setidaknya 25 penyakit berbeda pada tubuh
manusia. Salah satunya adalah faktor risiko berkembangnya tuberkulosis, karena merokok dapat
melemahkan paru-paru sehingga lebih mudah terinfeksi tuberkulosis. Bakteri (Mathofani & Febriyanti,
2020).
Salah satu faktor risiko tuberkulosis paru adalah merokok. Rokok mengandung lebih dari 4000 zat kimia
yang berbeda, 400 diantaranya dapat menjadi racun bagi tubuh manusia, sedangkan 40 zat tersebut dapat
menyebabkan kanker. Secara umum kandungan yang terdapat dalam rokok dapat dibedakan menjadi dua
komponen yaitu komponen gas menjadi 92 komponen padat atau partikel sampai dengan 8%. Komponen
gas dan padat yang terhirup dari asap rokok yang terbakar mudah menguap dalam bentuk gas, dan
komponen tersebut mengembun bersama gas membentuk komponen partikulat (Eliandy, 2020).
Menghirup asap rokok dalam jumlah besar dapat meningkatkan risiko keparahan, kekambuhan, dan
kegagalan pengobatan tuberkulosis. Merokok dapat mengurangi keefektifan beberapa mekanisme
pertahanan pernapasan. Efek asap rokok dapat merangsang pembentukan selaput lendir dan mengurangi
pergerakan silia, menyebabkan penumpukan selaput lendir dan meningkatkan risiko pertumbuhan bakteri,
termasuk tuberkulosis, bakteri yang menyebabkan kerentanan tubuh terhadap tuberkulosis paru (Nuraini,
2015).
Menurut Bustan (2000) dalam Arief ( 2011) jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang,
bungkus, pak per hari. Kategori perokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu:
1. Perokok ringan
Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari
2. Perokok sedang
Disebut perokok sedang jika menghisap 10-20 batang perhari.
3. Perokok berat
Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang perhari. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa ada korelasi konstan Merokok dan kejadian dan perjalanan tuberkulosis paru. Ternyata Prevalensi
reaktivitas tuberkulin dan kebiasaan berhubungan merokok Studi lain menunjukkan hubungan antara
kebiasaan merokok dengan tuberkulosis paru aktif atau tidak aktif dan faktor risiko tuberkulosis paru
pada orang dewasa (Rahman S, 2005: 27).
BAB III
METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analitik Observasional dengan pendekatan
rancangan Cross Sectional Study, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel independen yaitu
kondisi fisik rumah meliputi ventilasi dan pencahayaan, kepadatan hunian rumah, riwayat kontak
serumah dan kebiasaan merokok dengan variabel dependen yaitu kejadian Tuberkulosis Paru.
b. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang berkunjung dan tercatat pada rekam medik di
ruangan Pemberantasan Penyakit (P2) TB Puskesmas mulai bulan Januari sampai Juni 2012 sebanyak 190
orang.
2. Sampel
Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel secara acak
sederhana (Simple Random Sampling). Cara teknik memilih yaitu dengan cara mengundi (Lottery
Technique).
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian dari pasien yang tercatat pada medical
record yang pernah berkunjung di ruangan P2 TB paru Puskesmas, baik yang tidak menderita maupun
yang menderita TB yang berjumlah 66 orang.
c. Pengolahan dan Penyajian Data
Cara Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16. Penyajian data disajikan dalam
bentuk tabel distribusi disertai penjelasanpenjelasan dan penyajian data penyajian data juga dilakukan
dalam bentuk tabel analisis hubungan antara variable yaitu tabel 2x2.
DAFTAR PUSTAKA
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/3220/1/Jumriana.pdf
https://www.researchgate.net/profile/Agung-Sutriyawan/publication/
360814911_Faktor_Yang_Berhubungan_dengan_Kejadian_Tuberkulosis_Paru/links/
62b8f9526ec05339cca6b2aa/Faktor-Yang-Berhubungan-dengan-Kejadian-Tuberkulosis-Paru.pdf
https://plk.unair.ac.id/mengenal-gejala-tbc-paru/
https://eprints.umm.ac.id/76439/3/BAB2.pdf
https://www.ejournal.lppmunidayan.ac.id/index.php/kesmas/article/view/841/682

Anda mungkin juga menyukai