L DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAFASAN: TB PARU DI RUANG TB PARU RSUD
PALEMBANG BARI
Disusun Oleh:
Kelompok 2
B. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar
ultraviolet. Terdapat 2 macam mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan
bovin. Basil tipe human berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari
penderita TB paru dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirup bercak ludah ini
(Nurrarif & Kusuma, 2015).
Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut:
1. Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.
2. Status imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker, lansia, HIV.
3. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.
4. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes, kekurangan gizi,
gagal ginjal kronis.
5. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi misal Asia
Tenggara, Haiti.
6. Tingkat di perumahan yang padat dan tidak sesuai standart.
7. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.
8. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai misalnya
tunawisma atau miskin.
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada, malaise,
sesak nafas, batuk darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru dibagi menjadi 2
bagian yaitu gejala sistemik dan respiratorik (Padila,2013).
1. Gejala sistemik yaitu :
a. Demam
Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri sehingga timbul gejala
demam. Ketika mycobacterium tuberculosis terhirup oleh udara ke paru dan
menempel pada bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri, maka terjadi
peradangan (inflamasi) ,dan metabolisme meningkat sehingga suhu tubuh
meningkat dan terjadilah demam.
b. Malaise
Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu makan, pegal-pegal,
penurunan berat badan dan mudah lelah.
2. Gejala respiratorik yaitu :
a. Batuk
Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian muncul peradangan
menjadi produktif atau menghasilkan sputum yang terjadi lebih dari 3 minggu
(Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
b. Batuk darah
Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi akibat dari
pecahnya pembuluh darah. Darah yang dikeluarkan bisa bervariasi, berupa
garis atau bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang
banyak. (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
c. Sesak nafas
Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas ditemukan jika
penyakit berkelanjutan dengan kerusakan paru yang meluas atau karena
adanya hal lain seperti efusi pleura, pneumothorax dan lain-lain
(Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
d. Nyeri dada
Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang dirasakan berada
pada tempat patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke tempat lain seperti
leher,abdomen dan punggung. Bersifat pluritik apabila nyeri yang dirasakan
akibat iritasi pleura parietalis yang terasa tajam seperti ditusuk-tusuk pisau
(Smeltzer & Bare,2013).
D. KOMPLIKASI
Menurut Wahid&Imam (2013), komplikasi yang muncul pada TB paru yaitu :
1. Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
2. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) di paru.
3. Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak,tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
4. Insufisiensi kardiopulmonal (Chardio Pulmonary Insufficiency).
5. Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang mengakibatkan
kematian karena terjadinya syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
pernafasan.
E. PATOFISIOLOGI
Menurut Darliana (2011), Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari
pasien TB paru ketika pasien batuk, bersin, tertawa. Droplet nuclei ini mengandung
basil TB dan ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan melayang-layang di udara.
Droplet nuclei ini mengandung basil TB. Saat Mikrobacterium Tuberkulosa berhasil
menginfeksi paru- paru maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang
berbentuk globular. Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis, bakteri TB paru
ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu
oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di
sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB paru akan menjadi dormant
(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel
pada pemeriksaan foto rontgen. Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan
reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri;
limpospesifik-tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi
jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, yang menyebabkan
bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah pemajanan.
Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan basil
yang masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan -jaringan fibrosa,
bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan menjadi nekrotik
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk
skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karna
gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit dapat juga
aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel
ghon memecah melepaskan bahan seperti keju dalam bronki. Bakteri kemudian
menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel
yang menyerang membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut.
Pathway TB paru sumber (Somantri, 2012).
G. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan TB paru menurut Kemenkes RI (2014):
a. Tujuan pengobatan
Pengobatan TB paru untuk menyembuhkan pasien, mencegah kekambuhan,
mencegah kematian, memutuskan rantai penularan serta mencegah resistensi
mycobacterium tuberculosis terhadap OAT.
b. Prinsip pengobatan
Pengobatan yang dilakukan harus memenuhi prinsip sebagai berikut: OAT
yang diberikan mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah
resistensi, diberikan dalam dosis yang tepat, obat ditelan secara teratur dan
diawasi oleh PMO sampai selesai.
c. Tahapan pengobatan
Pengobatan TB diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal (intensif) dan
tahap lanjutan.
1) Tahap awal
Pada tahap awal, penderita mendapatkan obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung guna mencegah terjadinya resisten obat.
2) Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan, penderita mendapatkan jenis obat yang lebih sedikit
tetapi dalam jangka waktu lebih lama.
d. Obat anti tuberkulosis
1) Isoniazid (H)
Isoniazid diberikan melalui oral atau intramuskular. Obat ini memiliki
dua pengaruh toksik utama yaitu neuritis perifer dan hepatotoksik. Tanda
dari neuritis perifer yaitu mati rasa dan rasa gatal pada tangan dan kaki.
Sedangkan hepatotoksik jarang terjadi, mungkin terjadi pada anak dengan
TB berat dan remaja (Astuti,2010).
2) Rifampisin (R)
Efek samping obat ini yaitu terjadi perubahan warna orange pada urine
dan air mata dan gangguan saluran pencernaan.
3) Etambutol (E)
Etambutol bertujuan untuk mencegah resistensi terhadap obat yang lain.
4) Pirazinamid (Z)
Obat ini bersifat bakterisid dan memiliki efek samping rasa mual yang
disertai nyeri ulu hati dan muntah.
5) Streptomisin
Efek samping dari obat streptomisin yaitu rasa kesemutan didaerah mulut
dan muka setelah obat disuntikan.
2. Panduan OAT di Indonesia
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4H3R3
Obat diberikan selama dua bulan 2 (HRZE). Kemudian dilanjutkan pada tahap
lanjutan yang diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3)
Tabel 2.1 Panduan dosis OAT untuk kategori 1 :2(HRZE)/4H3R3
Berat Tahap intensif tiap hari selama Tahap lanjutan 3 kali seminggu
badan 50 hari RHZE selama 16 minggu RH
(150mg/75mg/400mg/275mg) (150mg/150mg)
30-37kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
Keterangan : (H=Isoniasid), (R=Rifampisin), (Z=Pirasinamid), (E=Etambutol),
(S=Streptomisin)
b. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Obat ini diberikan pada pasien BTA positif yang pernah diobat sebelumnya.
c. Obat sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT merupakan paduan paket tahap intensif atau kategori 1
yang diberikan selama 28 hari (Kemenkes,2011).
3. Hasil pengobatan TB paru.
a. Sembuh
Penderita telah menyelesaikan pengobatan dan pemeriksaan dahak ulang
hasilnya negatif pada AP ( akhir pengobatan ) dan pada satu pemeriksaan
sebelumnya.
b. Pengobatan lengkap
Penderita yang menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada
hasil pada pemeriksaan dahak ulang di akhir pengobatan.
c. Meninggal
Penderita yang meninggal saat masa pengobatan.
d. Pindah
Penderita yang dipindah ke unit pencatatan & pelaporan lain dan hasil
pengobatannya tidak diketahui.
e. Putus berobat
Penderita TB yang tidak berobat selama 2 bulan atau lebih sebelum masa
pengobatan selesai.
f. Gagal
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak positif atau kembali menjadi
positif pada bulan ke lima atau lebih saat masa pengobatan.
g. Keberhasilan pengobatan (Treatment succes)
Penderita yang sembuh dan sudah menyelesaikan pengobatan lengkap.
4. Penatalaksanaan Non Farmakologi
a. Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada terdiri atas drainase postural,perkusi,dan vibrasi dada.
Tujuannya yaitu untuk memudahkan dalam pembuangan sekresi bronkhial,
memperbaiki fungsi ventilasi, dan meningkatkan efisiensi dari otot-otot sistem
pernafasan agar berfungsi secara normal (Smeltzer & Bare,2013).
Drainase postural adalah posisi yang spesifik dengan gaya gravitasi
untuk memudahkan proses pengeluaran sekresi bronkial.
Perkusi adalah suatu prosedur membentuk mangkuk pada telapak
tangan dengan menepuk ringan pada dinding dada dalam. Gerakan menepuk
dilakukan berirama diatas segmen paru yang akan dialirkan (Smeltzer &
Bare,2013).
Vibrasi dada adalah tindakan meletakkan tangan berdampingan dengan
jari-jari tangan dalam posisi ekstensi diatas area dada (Somantri,2012).
b. Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif yaitu tindakan yang dilakukan agar mudah
membuang sekresi dengan metode batuk efektif sehingga dapat
mempertahankan jalan nafas yang paten (Smeltzer & Bare,2013).
c. Penghisapan Lendir
Penghisapan lendir atau suction merupakan tindakan yang
dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang tertahan pada jalan nafas.
Penghisapan lendir bertujuan untuk mempertahankan jalan nafas tetap
paten.
BAB III
PROFIL RUMAH SAKIT PALEMBANG BARI
A. Selayang Pandang
Rumah Sakit umum Daerah palembang BARI merupakan unsur penunjang
pemerintah daerah di bidang kota pelayanan kesehatan yang merupakan satu - satunya
Rumah sakit milik pemerintah kota palembang BARI terletak di jalan panca usaha N0.1
Kelurahan 5 Ulu Kecamatan seberang Ulu 1 dan berdiri diatas tanah seluas 4,5 H.
Bangunan berada lebih kurang 800 meter dari jalan raya jurusan Kertapati. Sejak tahun
2001, dibuat jalan alternatif dari Jakabaring menuju RSUD Palembang BARI dari jalan
poros Jakabaring.
C. Sejarah
1. Sejarah Berdirinya
Pada awal berdiri di tahun 1986 sampai dengan 1994 dahulunya merupakan
gedung Poliklinik/Puskesmas Panca Usaha, kemudian diresmikan menjadi RSUD
Palembang BARI tanggal 19 Juni 1995 dengan SK Depkes Nomor
1326/Menkes/SK/XI/1997 lalu ditetapkan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah kelas
C pada tanggal 10 November 1997. Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor :
HK.00.06.2.2.4646 , RSUD Palembang BARI memperoleh status Akreditasi penuh
tingkat dasar pada tanggal 7 November 2003 kemudian di tahun berikutnya 2004 dibuat
Master Plan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Pembangunan
gedung dimulai dimulai pada tahun 2005 yakni Gedung Bedah Central dan dilanjutkan
lagi pada tahun berikutnya (2006) pembangunan Gedung Bank Darah. Pada tahun 2007
dilanjutkan dengan pembangunan : Gedung Administrasi, Gedung Pendaftaran, Gedung
Rekam Medik, Gedung Farmasi, Gedung Laboratorium, Gedung Radiologi, Gedung
Perawatan VIP, dan Cafetaria. Pada5februari 2008, berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
: YM.01.10/III/334/08 RSUD Palembang BARI memperoleh status Akreditasi penuh
tingkat lanjut . Serta Ditetapkan sebagai BLUD-SKPD RSUD Palembang BARI
berdasarkan Keputusan Walikota Palembang No. 915.b tahun 2007 penetapan RSUD
Palembang Bari sebagai SKPD Palembang yang menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan BLUD (PPK-BLUD) secara penuh. Adapun pembangunan yang
dilaksanakan pada tahun 2008 meliputi Gedung Poliklinik (3 lantai), Gedung Instalasi
Gawat Darurat, Gedung Instalai Gizi (Dapur), Gedung Loundry, Gedung VVIP,
Gedung CSSD, Gedung ICU, Gedung Genset dan IPAL.
Pada tahun 2009 RSUD Palembang BARI di tetapkan sebagai Rumah Sakit Tipe B
berdasarkan Kepmenkes RI Nomor : 241/MENKES/SK/IV/2009 tentang peningkatan
Kelas Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI milik pemerintah kota palembang
provinsi sumatera selatan tanggal 2 april 2009. Adapun pembangunan gedung yang
berlangsung di tahun 2009 meliputi :
Gedung Kebidanan, Gedung Neonatus, Gedung Rehabilitasi Medik serta Gedung
Hemodialisa. Selanjutnya pembangunan gedung yang berlangsung di tahun 2010-2011
meliputi: Perawatan Kelas I, II, III, Kamar Jenazah, Gedung ICCU, Gedung PICU,
Workshop dan Musholah.
1). Pada tahun 1985 sampai dengan tahun 1994 Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI merupakan geduang Poliklinik atau Puskesmas Panca Usaha.
2). Pada tanggal 19 Juni 1995 di resmikan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI. Maka dengan SK Depkes Nomor 1326/Menkes/SK/XI/1997,
tanggal 10 November 1997 di tetapkan menjadi Rumah Sakit Umum kelas C.
3). Kepmenkes RI Nomor: HK.00.06.2.2.4646 tentang pemberian statu akreditas
penuh tingkat dasar kepada Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI, tanggal
07 November 2003.
4). 4.Kepmenkes RI Nomor: YM.01.10/III/334/08 tentang pemberian status akreditasi
penuh tingkat lanjut kepada Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI,
tanggal 05 Februari 2008.
5). Kepmenkes RI Nomro: 24l/MENKES/SK/IV/2009 tentang peningkatan kelas
Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI menjadi kelas B, tanggal 02 April
2009.
6). Ditetapkan sebagai BLUD-SKPD Rumah Sakit Umum Daerah palembang BARI
berdasarkan keputusan wali kota Palembang No. 915 B tahun 2008 tentang
penetapan RSUD Palembang BARI sebagai SKPD Palembang yang menerapkan
pola pengelolaan keuangan BLUD (PPK-BLUD) secara penuh.
7). KARS-SERT/363/1/2012 tentang status akreditas lulus tingkat lengkap kepada
Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI, tanggal 25 Januari 2012.
3. Riwayat Keluarga
Sebelumnya tidak ada keluarga yang menderita penyakit TB Paru
4. Catatan Penanganan Kasus (Dimulai saat pasien di rawat di ruang rawat sampai
pengambilan kasus kelolaan)
Klien masuk RS B diruang IGD pada pukul 12.30 WIB pada tanggal 03 Oktober 2021,
setelah mendapatkan penanganan klien dipindahkan ke Ruang rawat inap TB Paru. Pada
tanggal 05 oktober 2021 dilakukan pengkajian.
4. Aktivitas/Istirahat
Kebiasaan sebelum tidur (perlu mainan, dibacakan cerita, benda yang dibawa saat
tidur, dll):
Kebiasaan Tidur siang:......................................jam/hari
Skala Aktivitas:
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total
Persendian:
Nyeri Sendi ( ), pergerakan sendi: Baik
ROM ( Range Of Motion):
Kekuatan Otot : Baik
Kelainan Otot: Tidak ada
Tonus/aktifitas
Aktif (√ ) Tenang ( ) Letargi ( ) Kejang ( )
Menagis keras ( ) lemah ( ) melengking ( ), Sulit menangis ( )
Ekstremitas Amelia ( ), Sindaktili ( ), Polidaktili( )
Reflek Patologis : Babinsky : + ( ), - ( )
Kernig : + ( ), - ( )
Brudzinsky : + ( ), - ( )
Reflek Fisiologis
Biceps : + ( ), - ( )
Triceps : + ( ), - ( )
Patella : + ( ), - ( )
Jantung
Inspeksi: ictus cordis/denyut apeks( ), normal(√ ) melebar( )
Palpasi: kardiomegali( )
Perkusi: redup( ), pekak( )
Auskultasi: HR...............x/mnt. Aritmia( ),Disritmia( ) , Murmur ( )
Mandi: 1 x/hari
Sikat gigi : 1 x/hari
Ganti Pakaian : 1 x/hari
Memotong kuku: 1 x/minggu
Data Tambahan :
Masalah keperawatan: Intoleransi aktivitas
5. Persepsi/Kognitif
Kesan Umum
Tampak Sakit: ringan ( ),sedang(√ ),berat ( ), pucat ( ), sesak ( ), kejang( )
1. Kepala
a. Fontanel anterior Lunak( ), Tegas(√ ), Datar( ), Menonjol( ),
Cekung( )
b. Rambut: warna Hitam mudah dicabut ( √ ), ketombe( ), kutu( )
2. Mata
Mata: jernih(√ ), mengalir, kemerahan( ), sekret( )
Visus: 6/6( ), 6/300( ), 6/ tak terhingga( ),
Pupil: Isokor(√ ), anisokor( ), miosis( ), midriasis( ),
reaksi terhadap cahaya: kanan Positif( ), negatif( ),kiri negatif( ) positif( ),
alat bantu: kacamata( ), Softlens( )
Conjungtiva: merah jambu( ), anemis(√ )
Sklera: Putih(√ ), Ikterik( )
3. Bibir, Lidah
a. Bibir : normal ( √ ) sumbing ( )
b. Sumbing langit-langit/palatum ( )
c. Lidah: bersih ( √ ), kotor/ putih ( ), jamur ( )
4. Telinga, Hidung, Tenggorok
a. Telinga: Normal ( √ )Abnormal ( - ) Sekret( - )
b. Hidung: Simetris ( √ )Asimetris ( - ) Sekret ( - ) Nafas cuping hidung ( )
c. Tenggorok: Tonsil( - ), radang( )
Data Tambahan : Tidak ada
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
6. Persepsi Diri
Perasaaan klien terhadap penyakit yang dideritanya : Pasien mengatakan ingin segera
pulang
Persepsi klien terhadap dirinya : Pasien mengatakan akan lekas sembuh
Konsep diri : pasien prcaya bahwa akan sembuh
Tingkat kecemasan : pasien tidak merasa cemas
Citra Diri/Bodi image: pasien merasa percaya diri
Data tambahan : Tidak ada
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
7. Peran Hubungan
Budaya: Indonesia
Suku: Palembang
Agama yang di anut: Islam
Bahasa yang digunakan : Bahasa Palembang
Masalah sosial yang penting: tidak ada masalah
Hubungan dengan orang tua: Baik
Hubungan dengan saudara kandung: Baik
Hubungan dengan lingkungan sekitar : Baik
Data Tambahan : Tidak ada data tambahan
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
8. Seksualitas Dan Reproduksi
Genitalia dan Anus
Laki-laki
Penis: normal/ada ( - ), Abnormal ( - )
Scrotum dan testis: normal( - ), hernia( - ), hidrokel( - )
Anus ; normal/ada ( - ), atresia ani( - )
Perempuan
Vagina: sekret( ), warna( )
Anus: normal/ada (√ ), atresia ani( - )
Riwayat kehamilan dan kelahiran :
Data Tambahan : Tidak ada
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
9. Toleransi/Koping Stress
GCS : 15
E: 4
V: 5
M: 6
Data Tambahan: Tidak ada
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
12. Kenyamanan
Provaiking : Tidak ada nyeri
Quality : Tidak ada nyeri
Regio : Tidak ada nyeri
Scala : Tidak ada nyeri
Time : Tidak ada nyeri
Data Tambahan: Tidak ada
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
Terapi
Tanggal Terapi :
N Nama Dosis Cara Golonga Indikasi Kontra
o Terapi Pemberia n Obat Indikasi
n
1 RL dan NS 20 IV Kristaloid
t/mnt /
NSAID
2 Rebriting 10 Nasal/ Inhalasi
Mask L/mnt Inhalasi
3 Ceftriaxon 2x1 mg Inj. IV Antibiotik Mengatasi Hipersensivitas
e infeksi bakteri
gram
negative/positi
f
4 Insulin 6 IM Obat Infeksi berat: Hipoglikemia
unit/ja resep TB Paru, dan
m kurang BB, hipersensitivita
glukosa darah s
buruk
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium ( Tanggal Pemeriksaan )
Pemeriksaan Keterangan
HbA1c : 10% Meningkat (DM)
Protein total : 8,5 g/dL Normal
Albumin : 3,3 g/dL Hipoalbumin
Globulin : 5,2 g/dL Meningkat
Hemoglobin : 10,5 g/dL Anemia
Eritrosit : 4,14 jt/uL Normal
Leukosit : 18.200 /uL Leukositosis
Trombosit ; 292.000/mm3 Normal
Hematocrit :32% Menurun
GDS : 477 mg/dL Hiperglikemia
Ureum : 55 mg/dL Hiperuremia
Kreatinin : 0,81 mg/dL Normal
Natrium : 120 mmol/L Hiponatremia
Kalium : 3,86 mmol/L Normal
USG ( Tanggal Pemeriksaan )
EKG ( Tanggal Pemeriksaan )
Rontsen ( Tanggal Pemeriksaan )
EEG ( Tanggal Pemeriksaan )
Dll.....
ANALISA DATA
Data/Problem Etiologi Masalah Keperawatan
Data Subjektif : Bakteri Mycrobacterium Pola nafas tidak efektif
Tubercuosis
1. Pasien mengatakan sesak
nafas dan batuk Masuk ke paru-paru
mlalui udara
Data Objektif :
1. Pasien tampak sesak dan Imun tidak adekuat,
menjadi lebih parah
batuk
2. Terdengar suara tambahan Reaksi inflamasi/
peradangan, Dan merusak
Ronki
parenkim paru
3. Pasien terlihat menggunakan
Perubahan cairan
oksigen RM 10L/menit
intrapleura
4. TTV : T: 37,20C P: 129x/m
TD: 89/69 mmHg RR: Sesak, sianosis,
penggunaan otot bantu
33x/m nafas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispnea ditandai dengan penggunaan alat
bantu pernafasan
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring ditandai dengan keletihan
3. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan disfungsi pancreas
ditandai dengan lelah atau lesu
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. L
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas Manajemen jalan nafas
berhubungan dengan dispnea keperawatan selama 1x24 jam Observasi Observasi
ditandai dengan penggunaan diharapkan pola nafas/ventilasi 1. Monitor pola nafas (frekuensi, 1. Untuk mengetahui pola
alat bantu pernafasan klien menjadi adekuat dengan kedalaman, usaha nafas) nafas (frekuensi, kedalaman,
kriteria hasil : 2. Monitor bunyi nafas tambahan usaha nafas)
Pola nafas (Ronki) 2. Untuk mengetahui bunyi
No Indikator A T Terapeutik nafas tambahan (mis.
1 Dispnea 3 5 3. Berikan oksigen Mengi, wheezing, dan lain-
2 Penggunaan 4. Posisikan semi-fowler atau lain)
otot bantu 3 5 fowler Terapeutik
nafas 3. Membantu mempertahankan
Keterangan : jalan nafas klien
1. Meningkat 4. Membantu mempertahankan
2. Cukup Meningkat kestabilan pola nafas
3. Sedang
4. Cukup Menurun
5. Menurun
2 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi Manajemen Energi
berhubungan dengan tirah keperawatan selama 1x24 jam Observasi Observasi
baring ditandai dengan diharapkan pasien dapat 1. Monitor pola dan jam tidur 1. Memenuhi kebutuhan
keletihan melakukan aktivitas secara Teraupetik istirahat pasien
mandiri dengan kriteria hasil : 2. Sediakan lingkungan nyaman Teraupetik
Toleransi aktivitas dan rendah stimulus (Mis. 2. Memberikan kenyamanan
No Indikator A T Cahaya, Suara, kunjungan) dan rendah stimulus pada
1 Tekanan darah 3 5 Edukasi pasien
2 Frekuensi nafas 3 5 3. Anjurkan tirah baring Edukasi
Keterangan : Kolaborasi 3. Memenuhi kebutuhan
1. Memburuk 4. Kolaborasi dengan ahli gizi istirahat pasien
2. Cukup memburuk tentang cara meningkatkan Kolaborasi
3. Sedang asupan makanan 4. Meningkatkan dan
4. cukup membaik memperbaiki asupan gizi
5. Membaik dan makanan pada klien
3 Ketidakstabilan Kadar Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia Manajemen Hiperglikemia
Glukosa Darah berhubungan keperawatan selama 2x24 jam Observasi Observasi
dengan disfungsi pancreas diharapkan volume cairan 1. Monitor kadar glukosa darah 1. Untuk mengetahui kadar
ditandai dengan lelah atau terpenuhi dengan kriteria hasil : Terapeutik glukosa darah
lesu Ketidakstabilan Kadar Glukosa 2. Berikan asupan cairan oral Terapeutik
Darah Kolaborasi 2. Membantu pemenuhan
No Indicator A T 3. Kolaborasi pemberian insulin asupan cairan klien
1 Kadar glukosa 2 5 4. Kolaborasi pemberian cairan IV Kolaborasi
dalam darah 3. Membantu menurunkan
Keterangan : kadar glukosa darah
1. Memburuk 4. Membantu pemenuhan
2. Cukup memburuk kebutuhan cairan klien
3. Sedang
4. cukup membaik
5. Membaik
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama Pasien : Ny. L
Umur : 50 tahun
Hari, Hari,
tanggal tanggal
No Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
dan dan
Jam Jam
1 Pola nafas tidak efektif Rabu Manajemen jalan nafas Rabu S : Pasien mengatakan masih
06/10/21 Observasi 06/10/21 sesak
14.30 1. Memonitor pola nafas 18.30 O : Pasien terlihat sesak
WIB R/ pasien tampak sesak WIB TTV :
2. Memonitor bunyi nafas tambahan T: 36,40C
R/ bunyi nafas pasien terdengar ronki P: 116x/m
Terapeutik TD: 103/71 mmHg
3. Memberikan oksigen 10L/menit RR: 33x/m
R/ pasien tampak sesak A : Masalah belum teratasi
4. Memposisikan semi-fowler atau fowler No Indikator A T H
R/ pasien tampak nyaman 1 Dispnea 3 5 4
2 Penggunaan
otot bantu 3 5 4
nafas
P : Intervensi dilanjutkan
dengan mengkaji ulang pola
nafas dan pemberian oksigen
2 Intoleransi Aktivitas Rabu Manajemen Energi Rabu S : Pasien mengatakan masih
06/10/21 Observasi 06/10/21 lemas
14.30 1. Memonitor pola dan jam tidur 18.30 O : Pasien terlihat lemas/lesu,
WIB R/ pasien tampak bersistirahat dengan WIB TTV :
cukup T: 36,40C
Teraupetik P: 116x/m
2. Menyediakan lingkungan nyaman dan TD: 103/71 mmHg
rendah stimulus (Mis. Cahaya, Suara, RR: 33x/m
kunjungan) A : Maslah belum teratasi
R/ pasien tampak bersistirahat dengan No Indikator A T H
nyaman 1 Tekanan
3 5 4
Edukasi darah
3. Menganjurkan tirah baring 2 Frekuensi
3 5 4
R/ pasien tampak bersistirahat dengan cukup nafas
dan nyaman P : Intervensi dilanjutkan
Kolaborasi dengan memonitor tekanan
4. Mengkolaborasikan dengan ahli gizi tentang darah dan pola nafas klien
cara meningkatkan asupan makanan
R/ pasien mengatakan nafsu makan
berkurang
3 Ketidakstabilan Kadar Rabu Manajemen Hiperglikemia Rabu S : Pasien mengatakan masih
Glukosa Darah 05/10/21 Observasi 06/10/21 lemas
16.00 1. Memonitor kadar glukosa darah 18.30 O : Pasien terlihat lemas/lesu,
WIB R/ kadar glukosa darah pasien 221 mg/dL WIB TTV :
Terapeutik T: 36,40C
2. Memberikan asupan cairan oral P: 116x/m
R/ pasien sedikit kurang minum TD: 103/71 mmHg
Kolaborasi RR: 33x/m
3. Mengkolaborasikan pemberian insulin 6 GDS : 167 mg/dL.
unit/jam A : Masalah teratasi
R/ pasien tampak lemas, lesu No Indicator A T H
4. Mengkolaborasikan pemberian cairan IV 1 Kadar 2 5 4
RL/NS glukosa
R/ pasien terpasang cairan infus dalam darah
P : Intervensi dilanjutkan
dengan memberikan Insulin
melalui IM
BAB V
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam mengumpulkan data secara komprehensif dari berbagai sumber
data untuk menemukan dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2011)..
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan verivikasi,
komunikasi dan dari data tentang pasien. Pengkajian ini didapat dari dua tipe yaitu data
subjektif dan dari persepsi tentang masalah kesehatan mereka dan objektif data yaitu
pengamatan/pengukuran yang dibuat oleh pengumpul data (Potter& Perry, 2009).
Berdasarkan pengkajian pada asuhan keperawatan yang diberikan, pada kasus Ny
L umur 50 tahun dengan data mendapatkan keluhan utama klien yaitu klien mengatakan
masih sesak dan lemas, TTV : T: 36,40C, P: 116x/m, TD: 103/71 mmHg, RR: 33x/m,
GDS : 167 mg/dL.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang masalah klien
serta pengembangan yang dapat memecahkan atau diubah melalui tindakan yang
menggambarkan respon aktual atau potensi klien terhadap masalah kesehatan. Diagnosa
diharapkan memberikan dasar pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang
diharapkan ( Potter dan Perry, 2009).
Diagnosa keperawatan prioritas utama yang diangkat penulis adalah pola nafas
tidak efektif karena pada saat pengkajian keluhan yang dirasakan klien adalah sesak
nafas dengan RR 33 kali permenit. Pola nafas tidak efektif adalah inspirasi atau ekspirasi
yang tidak memberikan ventilasi adekuat (SDKI, 2017).
Diagnosa keperawatan kedua adalah Intoleransi Aktivitas karena pada saat
pengkajian keluhan yang dirasakan klien adalah lemas dan perlu bantuan saat
beraktivitas. Intoleransi Aktivitas adalah ketidakcukupan enegi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari (SDKI, 2017).
Dan penulis mengangkat diagnosa Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah sebagai
diagnosa ketiga. karena pada saat pengkajian keluhan yang dirasakan klien adalah lemas
dan hasil GDS klien adalah 221 mg/dL. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah adalah
variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang normal (SDKI, 2017).
3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah semua rencana keperawatan untuk membantu klien
beralih dari status kesehatan saat ini ke status yang diuraikan dalam hasil yang
diharapkan (Potter& Perry, 2009).
Menurut Asmadi (2011) sebelum menentukan intervensi harus ditentukan tujuan
tindakan sehingga tindakan dapat diselesaikan dengan metode cerdas yaitu spesifik
adalah rumusan tujuan yang harus ditentukan dan khusus Measurable adalah tujuan yang
dapat diukur, Achierable adalah tıjuan yang dapat diterima, dicapai dan ditetapkan
bersama klien, rasional adalah tujuan dapat tercapai dan nyata dan waktu harus ada target
waktu. Seianjutnya akan diuraikan rencana pengumpulan dari diagnosa yang ditegakk an
dan kriteria hasil berdasarkan NOC/SIKI yaitu tindakan khusus dan detail yang
dilakukan perawat (Wilkinson, 2010).
Dari uraian diatas, maka penulis mengambil 3 diagnosa yaitu :
1. Pola nafas tidak efektif
Tujuan diangkat diagnosa Pola nafas tidak efektif agar klien tidak merasa sesak
dengan cara memberikan intervensi berupa : Monitor pola nafas (frekuensi,
kedalaman, usaha nafas), Monitor bunyi nafas tambahan (Ronki), Berikan oksigen
dan Posisikan semi-fowler atau fowler (SIKI, 2018).
2. Intoleransi Aktivitas
Tujuan diangkat diagnosa intoleransi aktivitas yaitu agar klien dapat mengembalikan
energi dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan cara memberikan intervensi
berupa : Monitor pola dan jam tidur, Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (Mis. Cahaya, Suara, kunjungan), Anjurkan tirah baring, Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan (SIKI, 2018).
3. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Tujuan diangkat diagnosa Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah yaitu agar kadar
glukosa didalam darah klien mengalami penurunan dengan cara memberikan
intervensi berupa : Monitor kadar glukosa darah, Berikan asupan cairan oral,
Kolaborasi pemberian insulin, Kolaborasi pemberian cairan IV (SIKI, 2018).
4. Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimasa tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan
keperawatan (Potter, 2013).
1. Pola nafas tidak efektif
Implementasi yang dilakukan oleh penulis untuk diagnosa Pola nafas tidak efektif
adalah Memonitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas), Memonitor bunyi
nafas tambahan (Ronki), memberikan oksigen dan memposisikan semi-fowler atau
fowler (SIKI, 2018).
2. Intoleransi Aktivitas
Implementasi yang dilakukan oleh penulis untuk diagnosa intoleransi aktivitas adalah
Memonitor pola dan jam tidur, menyediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
(Mis. Cahaya, Suara, kunjungan), menganjurkan tirah baring, dan mengkolaborasikan
dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan (SIKI, 2018).
3. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Implementasi yang dilakukan oleh penulis untuk diagnosa Ketidakstabilan Kadar
Glukosa Darah adalah Memonitor kadar glukosa darah, memberikan asupan cairan
oral, mengkolaborasikan pemberian insulin dan mengkolaborasikan pemberian cairan
IV (SIKI, 2018).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang rencana
keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalah kesehatan actual, mencegah
kekambuhan dari masalah potensial dan mempertahankan status keschetan. Evaluasi
terhadap tujuan asuhan keperawatan menentukan tujuan ini telah terlaksana (Potter,
2013). Penulis mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan suatu
kemajuan atau kemunduran dalam diagnosa keperawatan. Pada evaluasi penulis
menyesuaikan dengan teori yang ada yaitu SOAP yang berarti S adalah subjektif keluhan
utama klien, O adalah objektif hasil pemeriksaan, A adalah perbandingan data dengan
teori dan P adalah perencanaan yang akan dilakukan (Asmadi, 2011).
Pada diagnosa pertama Pola nafas tidak efektif belum teratasi dan Intervensi
dilanjutkan dengan mengkaji ulang pola nafas dan pemberian oksigen. Pada diagnosa
kedua Intoleransi Aktivitas masalah belum teratasi dan Intervensi dilanjutkan dengan
memonitor tekanan darah dan pola nafas klien. Dan Pada diagnosa ketiga
Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah juga belum teratasi dan melanjutkan Intervensi
dengan memberikan Insulin melalui IM.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penulisan, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
meliputi pengkajian, analisa data, intervensi, implementasi, evaluasi dan disajikan
dalam bentuk narasi yang dilaksanakan di RSUD Palembang Bari di Ruang TB Paru
tentang Tuberculosis Paru pada Ny L. Dapat di ambil beberapa kesimpulan tersebut
dipaparkan sebagai berikut :
1. Data yang akurat diperoleh dengan melakukan pengkajian secara menyeluruh
menggunakan teknik wawancara dan observasi pada Ny L umur 50 tahun dengan
data subjektif didapatkan keluhan utama klien yaitu klien mengatakan sesak dan
lemas, TTV : T: 36,40C, P: 116x/m, TD: 103/71 mmHg, RR: 33x/m, GDS : 167
mg/dL.
2. Sesuai dengan data yang diperoleh saat pengkajian, penulis dapat menentukan
beberapa diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
Tuberculosis Paru pada Ny L adalah: (1) Pola nafas tidak efektif (2) Intoleransi
Aktivitas (3) Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah.
3. Berdasarkan diagnosa yang ditegakkan oleh penulis, maka penulis membuat rencana
tindakan keperawatan berdasarkan diagnosa yang telah diangkat berdasarkan SLKI
dan SIKI, salah satunya yaitu motivasi klien, keluarga dan membantu dalam
melaksanakan peningkatan kesehatan.
4. Setalah merencanakan tindakan keperawatan, penulis mengimplementasikan rencana
yang telah dibuat serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang diberikan.
Dari hasil evaluasi masalah keperawatan belum teratasi.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan pihak akademik dapat menyediakan riset-riset dan menambah referensi
agar dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai asuhan keperawatan
khususnya pada penyakit Gangguan sisiem pernafasan: Tuberculosis Paru dan
mengaplikasikannya dengan baik dan benar pada saat praktek dilapangan.
2. Bagi Rumah Sakit
Bagi RSUD Palembang Bari khususnya di ruang TB Paru diharapkan petugas
kesehatan agar dapat meningkatkan peran sertanya di Rumah Sakit dalam
memberikan informasi berupa penyuluhan terkait masalah penyakit gangguan sistem
pernafasan: Tuberculosis Paru sehingga klien dan keluaraga dapat mengerti dan mau
bekerjasama untuk mengambil keputusan dalam mengatasi masalah dan mau
mengikuti proses pengobatan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang lebih baik.
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat meningkatkan lagi proses asuhan keperawatan baik secara teoritis
maupun secara klinis agar pada saat menerapkan atau dalam melaksanakan asuhan
keperawatan dapat berjalan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Darliana, Devi. 2011. Manajemen Pasien Tuberculosis Paru. Jurnal PSIK-FK Unsyiah. Vol
2, No 1, ISSN: 2087-2879, Hal 27.
Febrian, M A. (2015) . Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TB Paru Anak
Di Wilayah Puskesmas Garuda Kota Bandung: Jurnal Ilmu
Keperawatan . Volume III. (2). Hal. 64-78.
Friedman, M. 2010. Buku Ajar Keperawatan keluarga : Riset, Teori, dan Praktek.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC.
Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI
Nursalam.(2011). Proses dan dokumentasi keperawatan, konsep dan praktek. Jakarta :
Salemba Medika.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Potter, P.A., Perry, A.G., Stockert, P.A., Hall, A.M. (2013). Fundamentals of nursing. 8th
ed.St. Louis, Missouri: Elsevier Mosby
Potter & Perry (2009). Buku ajar fundamental keperawatan. Jakarta : Erlangga
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: DPP
PPNI
SDKI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Cetakan 3. Jakarta : DPP
PPNI
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Somantri, Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson dkk. 2010. Buku saku diagnosis keperawatan: NANDA NIC NOC. Jakarta EGC.
Wahid, Abdul. Suprapto, Imam. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan
Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV. Trans Info
Media.