TINJAUAN TEORI
Sinergi
Integritas
Profesional
A. Definisi
Gagal ginjal kronis (GGK) adalah hasil dari
perkembangan dan ketidakmampuan kembalinya
fungsi nefron.Gejala klinis yang serius sering tidak
terjadi sampai jumlah nefron yang berfungsi menjadi
rusak setidaknya 70-75% di bawah normal.Bahkan,
konsentrasi elektrolit darah relatif normal dan volume
cairan tubuh yang normal masih bisa di kembalikan
sampai jumlah nefron yang berfungsi menurun di
bawah 20-25 persen.(Guyton and Hall, 2016).
Menurut Syamsir (2017) Chronic Kidney
Disease (CKD) adalah kasus penurunan fungsi ginjal
yang terjadi secara akut (kambuhan) maupun kronis
(menahun).Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney
Disease) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak
mampu mempertahankan lingkungan dalam keadaaan
yang cocok untuk kelangsungan hidup.Kerusakan pada
kedua ginjal bersifat ireversibel.
Dari beberapa pengertian diatas dapat
dikemukakan bahwa gagal ginjal kronis adalah
kerusakan ginjal yang ireversibel sehingga fungsi
ginjal tidak optimal dan diperkukan terapi yang
membantu kinerja ginjal serta dalam beberapa kondisi
diperlukan transplantasi ginjal.
Ada tiga prinsip yang mendasari cara kerja
hemodialisis menurut Syamsir Alam, dkk (2017),
yaitu:
1. Difusi
Toksik dan limbah di dalam darah dialihkan
melalui proses difusi. Melalui cara bergeraknya
darah yang berkosentrasi tinggi ke cairan dialisat
yang berkonsentrasi lebih rendah. Cairan dialisat
tersusun dari elektrolit yang penting dengan
konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit
darah dapat dikendalikan dengan mengatur
rendaman dialisat secara tepat.
2. Osmosis
Air yang berlebih dikeluarkan melalui proses
osmosis. Keluarnya air dapat diatur dengan
menciptakan gradien tekanan. Air bergerak dari
tekanan yang lebih tinggi (tubuh) ke tekanan yang
lebih rendah (cairan dialisat).
3. Ultrafiltrasi
Peningkatan gradien tekanan dengan penambahan
tekanan negatif yang biasa disebut ultrafiltrasi
pada mesin dialysis. Tekanan negatif diterapkan
pada alat ini. Untuk meningkatkan kekuatan
penghisap pada membrane dan memfasilitasi
pengeluaran air. Kekuatan ini diperlukan hingga
mencapai isovolemia (keseimbangan cairan).
B. Etiologi
Etiologi GGK/CKD menurut Syamsir Alam, dkk
(2017), adalah:
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis).
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis).
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis,
stenosis arteri renalis).
4. Gangguan jaringan penyambung (lupus
eritematosus sistemik, poliarteritis nodusa,
sklerosis sitemik progresif).
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal
polikistik, asidosis tubulus ginjal).
6. Penyakit metabolik (DM, gout,
hiperparatiroidisme).
7. Nefropati toksikmisalnya penyalahgunaan
analgesik,nefropati timbal.
8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih
bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis CKD menurut Syamsir Alam, dkk
(2017), adalah:
1. Gangguan pada sistem gastrointestinal: Anoreksia,
nausea, vomitus yag berhubungan dengan ganguan
metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya
zat-zat toksin akibat metabolisme bakteri usus
seperti ammonia danmelil guanidine serta
lembabnya mukosa usus.
2. Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang
berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri
dimulut menjadi amoni sehingga nafas berbau
amonia. Gastritis erosife, ulkus peptic dan colitis
uremik.
3. Kulit: Kulit berwarna pucat, anemia dan kekuning-
kuningan akibat penimbunan urokrom. Gatal-gatal
akibat toksin uremin dan pengendapan kalsium di
pori-pori kulit. Ekimosis akibat gangguan
hematologi. Ure frost: akibat kristalsasi yang ada
pada keringat. Bekas-bekas garukan karena gatal.
4. Sistem Hematologi: Anemia yang dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:
Berkurangnya produksi eritropoitin, hemolisis
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam
suasana uremia toksin, defisiensi besi, asam folat,
dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang,
perdarahan, dan fibrosis sumsum tulang akibat
hipertiroidism sekunder. Gangguan fungsi
trombosit dan trombositopenia.
5. Sistem saraf dan otot: Restless Leg Syndrome,
pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakkan. Burning Feet Syndrome, rasa semutan
dan seperti terbakar terutama di telapak kaki.
Ensefalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur,
gangguan konsetrasi, tremor, asteriksis, mioklonus,
kejang. Miopati, kelemahan dan hipertrofi otot
terutama ekstermitas proksimal.
6. Sistem kardiovaskuler: Hipertensi akibat
penimbunan cairan dan garam atau peningkatan
aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron. Nyeri
dada dan sesak nafas akibat perikarditis atau gagal
jantung akibat penimbunan cairan hipertensif.
Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis,
gangguan elektrolit dan klasifikasi metastasik.
Edema akibat penimbunan cairan.
7. Sistem Endokrin: Gangguan seksual, libido,
fertilitas, dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
testosteron dan spermatogenesis menurun. Pada
wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan
ovulasi, sampai amenore. Gangguan metabolisme
glokusa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Gangguan metabolisme lemak. Gangguan
metabolisme vitamin D.
8. Gangguan Sistem Lain: Tulang osteodistropi
ginjal, yaitu osteomalasia, osteoslerosis, osteitis
fibrosia dan klasifikasi metastasik. Asidosis
metabolik akibat penimbuna asam organik sebagai
hasil metabolisme. Elektrolit: hiperfosfotemia,
hiperkalemia, hipokalsemia.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang CKD menurut Syamsir Alam,
dkk (2017), adalah:
1. Radiologi: Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal
dan derajat komplikasi ginjal.
2. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk
menentukan ukuran ginjal dan adanya massa kista,
obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
3. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk
menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologis.
4. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan
pelvis ginjal.
5. EKG mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
6. Foto Polos Abdomen: Menilai besar dan bentuk
ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
7. Pielografi Intravena: Menilai sistem pelviokalises
dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati
asam urat.
8. USG: Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal
parenkin ginjal, anatomi sistem pelviokalises, dan
ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal,
kandung kemih dan prostat.
9. Renogram: Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri,
lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa
fungsi ginjal.
10. Pemeriksaan Radiologi Jantung: Mencari adanya
kardiomegali, efusi perikarditis.
11. Pemeriksaan radiologi Tulang: Mencari
osteodistrofi (terutama pada falangks/jari)
kalsifikasi metatastik.
12. Pemeriksaan radiologi Paru: Mencari uremik lung
yang disebabkan karena bendungan.
13. Pemeriksaan Pielografi Retrograde: Dilakukan
bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible.
14. EKG: Untuk melihat kemungkinan adanya
hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia).
15. Biopsi Ginjal: dilakukan bila terdapat keraguan
dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
16. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk
diagnosis gagal ginjal:
a. Laju endap darah
b. Urin
1) Volume: Biasanya kurang dari 400 ml/jam
(oliguria atau urine tidak ada (anuria)).
2) Warna: Secara normal perubahan urine
mungkin disebabkan oleh pus/nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat,
sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
3) Berat Jenis: Kurang dari 1,015 (menetap
pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal
berat).
c. Osmolalitas: Kurang dari 350 mOsm/kg
menunjukkan kerusakan tubular, amrasio
urine/ureum sering 1:1.
d. Ureum dan Kreatinin: Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah
yaitu 5).
e. Hiponatremia
f. Hiperkalemia
g. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
h. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
i. Gula darah tinggi
j. Hipertrigliserida
k. Asidosis metabolik
G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK
adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal yang
tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta
mencegah atau mengobati komplikasi. Terapi
konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat
memperlambat progres dari penyakit ini karena yang
dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik
dengan dialisis atau transplantasi ginjal. Pengobatan
gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap,
yaitu tindakan konservatif dan dialisis atau
transplantasi ginjal (Syamsir, 2017).
1. Tindakan Konservatif: Tujuan pengobatan pada
tahap ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif,
pengobatan antara lain:
a. pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan
cairan,
b. pencegahan dan pengobatan komplikasi;
hipertensi, hiperkalemia, anemia, asidosis,
c. diet rendah fosfat.
d. Pengobatan hiperurisemia: Adapun jenis obat
pilihan yang dapat mengobati hiperuremia pada
penyakit gagal ginjal lanjut adalah alopurinol.
Efek kerja obat ini mengurangi kadar asam urat
dengan menghambat biosintesis sebagai asam
urat total yang dihasilkan oleh tubuh.
2. Dialisis
a. Hemodialisa: Hemodialisa merupakan suatu
proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi
dialysis jangka pendek (beberapa hari sampai
beberapa minggu) atau pada pasien dengan
gagal ginjal kronik stadium akhir atau End
Stage Renal Desease (ESRD) yang
memerlukan terapi jangka panjang atau
permanen. Sehelai membran sintetik yang
semipermeabel menggantikan glomerulus serta
tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi
ginjal yang terganggu fungsinya itu. Pada
penderita gagal ginjal kronik, hemodialisa akan
mencegah kematian. Namun demikian,
hemodialisa tidak menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu
mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik
atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan
dampak dari gagal ginjal serta terapinya
terhadap kualitas hidup pasien. Pasien dengan
gagal ginjal kronik yang mendapatkan
replacement therapy harus menjalani terapi
dialisis sepanjang hidupnya atau biasanya tiga
kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4
jam per kali terapi atau sampai mendapat ginjal
pengganti atau baru melalui operasi
pencangkokan yang berhasil. Pasien
memerlukan terapi dialisis yang kronis kalau
terapi ini diperlukan untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan mengendalikan
gejala uremia.
b. CAPD: Continous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) merupakan salah satu cara
dialisis lainnya, CAPD dilakukan dengan
menggunakan permukaan peritoneum yang
luasnya sekitar 22.000 cm2. Permukaan
peritoneum berfungsi sebagai permukaan difusi
.
c. Transplantasi Ginjal (TPG): Tranplantasi ginjal
telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas
pasien dengan penyakit renal tahap akhir
hampir di seluruh dunia. Manfaat transplantasi
ginjal sudah jelas terbukti lebih baik
dibandingkan dengan dialisis terutama dalam
hal perbaikan kualitas hidup. Salah satu
diantaranya adalah tercapainya tingkat
kesegaran jasmani yang lebih baik
Penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
CKD adalah sebagai berikut:
a. Ketidakefektifan Perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan hipertensi
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluran urin dan retensi cairan dan
natrium.
c. Perubahan pola napas berhubungan dengan
hiperventilasi paru.
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia mual muntah.
e. Gangguan perfusi jaringan berhubungan
dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke
jaringan sekunder.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
keletihan anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.
g. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan kerusakan alveolus sekunder terhadap
adanya edema pulmoner.
h. Resiko penurunan curah jantung berhubungan
dengan ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan
tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi,
irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan
elektrolit).
NO Diagnosa Keperawatan SLKI Intervensi Keperawatan SIKI
1. Pola napas tidak efektif b.d (Pola napas L. 01004) Manajemen Jalan napas (1.01011)
sindrom hipoventilasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
selama 2x24 jam Pola napas pasien
menjadi efektif dengan kriteria hasil : 4. Monitor pola napas
5. Monitor bunyi napas tambahan
1. Frekuensi napas
Teraupetik
2 5
6. Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilk dan chin-lift
2. Kedalaman napas 7. Posisikan semi Fowler atau fowler
2 5 8. Berikan minum hangat
9. Lakukan fisioterapi dada
10. Lakukan penghisapan lendir kurang
3. Ekskursi dada dari 15 detik
2 5 11. Lakukan hiperpksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
12. Keluarkan sumbatan benda padat
Ket : dengan forsep McGill
2 cukup memburuk
5 membaik Edukasi
13. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
14. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik
2 Hipervolemia berhubungan Keseimbangan Cairan (L.03020) Manajemen Hipervolemia (1.15506)
dengan mekanisme Observasi
regulisas Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3x24 jam Cairan dapat 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia
seimbang. 2. Identifikasi penyebab hipervolemia
3. Monitor status hemodinamik
Kriteria Hasil: 4. Monitor intake output cairan
1. Asupan cairan 5. Monitor tanda hemokonsentrasi
6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma
2 5 7. Monitor kecepatan infus secara ketat
8. Monitor efeksampik deuretik
2. Haluaran urin Terapeutik
2 5 1. Timbang berat badan setiap hari
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Kelembaban membran mukosa 3. Tinggikan kepala tempat tidur
Edukasi
2 5 1. Anjurkan melapor jika haluaran urin
2. Anjurkan melopor jika bb bertambah
Ket : 3. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
2 cukup menurun haluaran cairan
5 meningkat 4. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian deuretik
2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
deuretik
3. Kolaborasi pemberian continous renal replacement
tharapy.
3 Perfusi perifer tidak efektif Perfusi perifer (L.02011) Perawatan sirkulasi ( 1.02079)
berhubungan dengan Observasi
peningkatan tekanan darah Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan perfusi 1. Periksa sirkulasi perifer
perifer meningkat 2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
3. Monitor panas,kemerahan, nyeri atau bengkak
Dengan kriteria hasil
Terapeutik
1. . edema perifer 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan di area
perbatasan perfusi
2 5
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ektermitas
dengan keterbatasan perfusi
2. Kelemahan otot
3. Hindari penenkanan dan pemasangan touniquet pada
2 5 area yang cidera
4. Lakukan pencegahan infeksi
3. Tekanan darah 5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
Edukasi
2 5
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
4. Turgor kulit 3. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit
terbakar
2 5 4. Anjurkan meminum obat penurun tekanan darah
5. Anjurkan menghindari obat penyekat beta
Ket : 6. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
2 cukup menurun 7. Anjurkan program rehabilitasi vaskular
5 meningkat 8. Ajarkan program diet untuk memberbaiki sirkulasi
9. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan.
kolaborasi
4 Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas (L. 05047) Manajemen energi :
berhubungan dengan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
keletihan anemia, retensi
produk sampah dan selama 3x24 jam Intoleransi aktivitas − monitor kelelahan fisik dan emosional
prosedur dialysis. adekuat.
− monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
Kriteria Hasil: melakukan aktivitas
1. Keluhan lelah teraupetik
− lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
2 5
edukasi
2. Dispnea saat beraktivitas anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
2 5
2 5
4. Perasaan lemah
2 5
Ket :
2 cukup memburuk
5 membaik
DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 12, Jakarta: EGC.
Nurarif. A.H. & Kusuma. H. 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC. Jilid 1, 2 dan 3,
Yogyakarta: Media Action.
Syamsir Alam, dkk. 2017. Gagal Ginjal, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.