TINJANUAN TEORI
Chronic kidney disease (CKD) atau gagal ginjal kronik didefinisikan penyakit
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat lagi pulih atau kembali
sembuh secara total seperti sediakala (irreversible) dengan laju filtrasi glomerulus
(LFG) < 60 ml/menit dalam waktu 3 bulan atau lebih, sehingga tubuh gagal
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan
uremia (Luthfia dkk, 2017).
2. Etiologi
Kerusakan yang terjadi pada ginjal dapat di sebabkan oleh gangguan prerenal,
renal, dan post renal. Pasien yang menderuta penyakit sepeti Diabetes Melitus (DM),
Glomerulonefritis (infeksi glomeruli), penyakit imun (lupus nefritis), hipertensi,
penyakit ginjal yang di turunkan, batu ginjal, keracunan, trauma ginjal dan lain-
lain.Penyakit penyakit ini sebagian besar menyerang nefron, dan mengakibatkan
hilangnya kemampuan ginjal dalam melakukan penyaringan. Kerusakan nefron terjadi
secara cepat, bertahap dan pasien tidak merasakan terjadinya penurunan fungsi ginjal
dalam jangka waktu yang lama (Siregar, 2020)
4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan Chronic Kidney Disease (CKD) menurut Guswanti
(2019) antara lain :
a. Hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas system renin –
angiotensin – aldosterone)
b. Gagal jantung kongesif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan)
c. Perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran,
tidak mampu berkonsentrasi)
Sedangkan menurut ismail (2018) tanda dan gejala CKD dibagi menjadi 7 yaitu:
5. Komplikasi
- Sindrom Uremia: sindrom uremia disebabkan oleh akumulasi urea dalam darah.
Akumulasi ini disebabkan oleh berkurangnya kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan urea sehingga urea diabsorbsi kembali ke peredaran darah dan
terakumulasi di darah. Penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan oleh uremia
antara lain:
Sistem Saraf Pusat: kelelahan, gangguan memori, insomnia, nyeri kepala,
kebingungan, ensefalopati (infeksi pada system saraf pusat)
Kulit: gatal-gatal, kulit kering, uremic frost (sekresi urea yang berlebihan
melalui kelenjar keringat)
- Gagal Jantung Kongestif: penyakit ini juga disebut “high-output heart failure”
penyakit ini pada penyakit ginjal kronis disebabkan oleh tingginya volume darah
akibat retensi cairan dan natrium pada ginjal. Peningkatan volume darah
menyebabkan jantung tidak dapat memompa secara adekuat dan menyebabkan
gagal jantung.
- Anemia: Anemia pada penyakit ginjal kronis secara umumnya disebabkan oleh
penurunan produksi eritropoietin dalam ginjal dimana eritropoietin berfungsi
sebagai hormone untuk maturasi sel darah merah. Mekanisme lain anemia adalah
berkurangnya absorpsi besi dan asam folat dari pencernaan sehingga terjadi
defisiensi besi dan asam folat.
6. Penatalaksanaan Medis
Menurut monika, (2019) penatalaksanaan medis pada pasien dengan CKD dibagi tiga
yaitu:
a. Konservatif
1) Melakukan pemeriksaan lab darah dan urine
2)Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Biasanya
diusahakan agar tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis
ringan. Pengawasan dilakukan melalui pemantauan berat badan, urine serta
pencatatan keseimbangan cairan.
3) Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein). Diet rendah protein (20-240 gr/hr) dan
tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia serta
menurunkan kadar ereum. Hindari pemasukan berlebih dari kalium dan garam.
4) Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan
garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung pada tekanan darah. Sering
diperlukan diuretik loop selain obat anti hipertensi (Guswanti, 2019).
5) Kontrol ketidak seimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia
dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia hindari pemasukan kalium yang
banyak (batasi hingga 60 mmol/hr), diuretik hemat kalium, obat-obat yang
berhubungan dengan ekskresi kalium (penghambat ACE dan obat anti inflamasi
nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan
kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kalium plasma dan EKG.
b. Dialysis
Peritoneal dialysis Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
c. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan
mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan:
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung)
Tujuannya yaitu untuk menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh fungsi eksresi yaitu
membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa
metabolisme yang lain (Guswanti, 2019).
d. Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien Crinic kidney disease (CKD),
antara lain (Monika, 2019):
a. Hematologi
1) Hemoglobin: HB kurang dari 7-8 g/dl
2) Hematokrit: biasanya menurun
3) Eritrosit
4) Leukosit
5) Trombosit
b. LFT (Liver Fungsi Test)
c. Elektrolit (Klorida, Kalium, Kalsium)
1) AGD: penurunan asidosis metabolic (kurang dari 7:2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hydrogen dan ammonia
atau hasil akhir.
2) Kalium: peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolisis.
d. RFT (Renal Fungsi Test ) (Ureum dan Kreatinin)
1) BUN/ Kreatinin:
Kadar BUN (normal: 5-25 mg/dL), kreatinin serum (normal 0,5-1,5 mg/dL;
45- 132,5 µmol/L [unit SI]) biasanya meningkat dalam proposri kadar
kreatinin 10mg/dl, natrium (normal: serum 135-145 mmol/L; urine: 40-220
mEq/L/24 jam), dan kalium (normal: 3,5-5,0 mEq/L; 3-5,0 mmol/L [unit SI])
meningkat.
e. Urine rutin
1) urine khusus: bend aketon, Analisa kristal batu
2) volume: kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria
3) warna: secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri, partikel, koloid dan
fosfat
4) sedimen: kotor, kecoklatan, menunjukkan adanya darah, HB, myoglobin,
porfitrin
5) berat jenis: kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan kerusakan
ginjal berat
f. EKG
EKG: mungkin abnormal untuk menunjukkan keselimbangan elektrolit dan asam
basa
g. Endoskopi ginjal: dilakukan secara endoskopik untuk menentukan pelvis ginjal,
pengangkatan tumor selektif
h. USG abdominal
i. CT scan abdominal
j. Renogram
RPG (Retio Pielografi) katabolisme protein bikarbonat menurun PC02 menurun
untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah penilaian klinik tentang respons individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual atau potensial,
diagnosa Keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan
untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat. Setelah dilakukan
pengkajian kemungkinan diagnosa yang akan muncul pada klien dengan penyakit
ginjal kronik, yaitu:
A. Gangguan fisiologi
1) Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan.
2) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
3) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis.
4) Hipervolemia b.d Gangguan mekanisme regulasi
5) Penurunan curah jantung b.d
6) Perfusi perifer tidak efektif b.d
B. Gangguan psikologis
1) Anisetas
2) Harga diri rendah
3. Perencanaan
Edukasi :
1. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
2. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
3. Latih Teknik relaksasi
8. Harga diri Setelah dilakukan tindakan Manajemen Prilaku
rendah keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
Harga diri rendah dengan 1. Identifikasi haapan
kriteria hasil : untuk mengendalikan
perilaku negative
1. Penilaian diri positif
Terapeutik :
meningkat.
1. Ciptakan dan
2. Persaan memiliki
pertahankan lingkungan
kelebihan atau
dan kegiatan perawatan
kemampuan positif
konsisten
meningkta.
2. Tingkatkan aktivitas
3. Penerimaan penilain
fisik sesuai kemampuan
positif terhadap diri
sendiri meningkat.
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat setelah perencanaan. Dalam tahap ini
penulis melaksanakan Tindakan sesuai dengan rencana Tindakan yang telat
ditetapkan. Pelaksanaan Tindakan keperawatan disesuaikan dengan
memperhatikan keadaan dan kondisi klien saat itu. Pada tahap pelaksanaan
keperawatan, penulis bekerja sama dengan klien, keluarga, perawat, tim
Kesehatan yang mengacu pada rencana Tindakan.
5. Evaluasi
Dalam evaluasi perawat menentukan respon pasien terhadap intervensi
keperawatan dan mengetahui sejauh mana tujuan telah dicapai Jika hasil tidak
terpenuhi, revisi mungkin diperlukan dalam pengkajian (pengumpulan data),
diagnosis keperawatan, perencanaan, atau implementasi. Evaluasi juga
merupakan penilaian ulang dan menginterpretasikan data baru yang
berkelanjutan untuk menentukan apakah tujuan tercapai sepenuhnya, sebagian,
atau tidak sama sekali. Evaluasi memastikan bahwa klien menerima perawatan
yang tepat dan kebutuhannya terpenuhi (Siregar, 2021).