PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gagal ginjal kronik atau disebut juga Cronic Kidney Disease (CKD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
(Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
B. Klasifikasi
Stadium GFR (ml/menit/1.73m2) Deskripsi
menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat Untuk
digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
C. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik antara lain:
1. Diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 yang tidak terkontrol dan menyebabkan
nefropati diabetikum.
2. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.
3. Peradangan dan kerusakan pada glomerulus (glomerulonefritis), misalnya karena
penyakit lupus atau pasca infeksi.
4. Penyakit ginjal polikistik, kelainan bawaan di mana kedua ginjal memiliki kista
multipel.
5. Penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka lama atau penggunaan obat yang
bersifat toksik terhadap ginjal.
6. Pembuluh darah arteri yang tersumbat dan mengeras (atherosklerosis)
menyebabkan aliran darah ke ginjal berkurang, sehingga sel-sel ginjal menjadi
rusak (iskemia).
7. Sumbatan aliran urin karena batu, prostat yang membesar, keganasan prostat.
8. Infeksi HIV, penggunaan heroin, amyloidosis, infeksi ginjal kronis, dan berbagai
macam keganasan pada ginjal.
D. Manifestasi klinik
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
1. Kardiovaskuler :
a. Pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium
dari aktivasi system rennin-angiotensin-aldosteron)
b. Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
c. Edema periorbital
d. Gagal jantung kongestif
e. Edema pulmoner (akibat cairan berlebih)
f. Pembesaran vena jugularis
g. Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis (akibat iritasi pada lapisan
pericardial oleh toksin uremik), efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat
aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan
hipertensi.
h. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan
kalsifikasi metastatic.
2. Sistem respirasi
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem respirasi antara lain sputum
yang lengket, pernafasan kusmaul, dipsnea, takipnea, edema paru.
3. Dermatologi/integument :
a. Rasa gatal yang parah (pruritis) dengan ekskoriasis akibat toksin uremik dan
pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
b. Warna kulit abu-abu mengkilat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom.
c. Kulit kering, bersisik
d. Kuku tipis dan rapuh
e. Rambut tipis dan kasar
4. Gastrointestinal :
a. Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat lain
adalah timbulnya stomatitis
b. Ulserasi dan perdarahan pada mulut
c. Anoreksia, mual, muntah yang berhubungan dengan gangguan metabolism di
dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolism bakteri usus seperti
ammonia dan metil guanidine, serta sembabnya mukosa usus
d. Konstipasi dan diare
e. Perdarahan dari saluran GI (gastritis erosive, ulkus peptic, dan colitis uremik)
5. Hematologi :
a. Anemia, dapat disebabkan berbagai factor antara lain :
Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada
sumsum tulang menurun.
Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik.
Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang berkurang.
Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit
Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder
b. Gangguan perfusi trombosit dan trombositopenia. Mengakibatkan perdarahan
akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya factor
trombosit III dan ADP (adenosine difosfat).
c. Gangguan fungsi leukosit. Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit
menurun sehingga imunitas juga menurun.
6. Neurologi :
a. Ensefalopati metabolic.
b. Kelemahan dan keletihan, tidak bias tidur, gangguan konsentrasi, tremor,
asteriksis, mioklonus, kejang
c. Konfusi
d. Disorientasi
e. Perubahan perilaku
f. Burning feet syndrome. Rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak
kaki.
g. Restless leg syndrome. Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakkan
7. Muskuloskleletal :
a. Kram otot
b. Kekuatan otot hilang
c. Fraktur tulang
d. Foot drop
e. Miopati
f. Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal.
8. Reproduksi :
a. Atrofi testikuler
b. Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolic tertentu (seng, hormone paratiroid). Pada wanita
timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenore
9. Endokrin :
a. Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin<15 mL/menit), terjadi penurunan
klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormone aktif memanjang.
Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurun glukosa darah akan
berkurang.
b. Gangguan metabolisme lemak
c. Gangguan metabolisme vitamin D
10. Sistem urologi :
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem urologi seperti berat jenis urin
menurun, haluaran urine berkurang atau hiperuremia, azotemia, proteinuria,
hipermagnesemia, ketidakseimbanagan natrium dan kalium, fragmen dan sel dalam
urin.
E. Patofisiologi
Pada gagal ginjal kronik , terjadi banyak nephron-nephron yang rusak sehingga
nephron yang ada tidak mampu memfungsikan ginjal secara normal. Dalam keadaan
normal, sepertiga jumlah nephron dapat mengeliminasi sejumlah produk sisa dalam
tubuh untuk mencegah penumpukan di cairan tubuh. Tiap pengurangan nephron
berikutnya, bagaimanapun juga akan menyebabkan retensi produk sisa dan ion kalium.
Bila kerusakan nephron progresif maka gravitasi urin sekitar 1,008. Gagal ginjal kronik
hampir selalu berhubungan dengan anemi berat.
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi.
Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan
hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga
status uremik memburuk (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H⁺) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu men sekresi
ammonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan
asam organik lain terjadi (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang
diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menhasilkan sel darah merah,
dan produksi eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai
keletihan, angina, dan sesak napas (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Pada gagal ginjal kronik filtrasi glomerulus rata-rata menurun dan selanjutnya
terjadi retensi air dan natrium yang sering berhubungan dengan hipertensi. Hipertensi
akan berlanjut bila salah satu bagian dari ginjal mengalami iskemi. Jaringan ginjal yang
iskemi mengeluarkan sejumlah besar renin , yang selanjutnya membentuk angiotensin II,
dan seterusnya terjadi vasokonstriksi dan hipertensi.
PATHWAY
sindrom uremia urokrom total CES MK: resiko suplai nutrisi dalam produksi Hb turun
tertimbun di kulit naik Ketidakseimbangan darah turun
tek. kapiler nutrisi < keb. tubuh
perpospatemia gang. oksihemoglobin turun
keseimbangan perubahan warna naik
pruritis MK: gangguan MK: intoleransi
asam - basa kulit vol. suplai O2 kasar turun
perfusi jaringan aktivitas
interstisial
MK: gangguan. prod. asam naik naik
edema GAGAL JANTUNG bendungan atrium kiri
integritas kulit
as. lambung naik (kelebihan volume MK: Penurunan
KIRI (CHF) naik
cairan) curah jantung
nausea, vomitus iritasi lambung preload COP turun
naik tek. vena pulmonalis
Edema Paru
Pemasangan ventilator Control tekanan vent yg MK: Risiko cedera Sumber: Smeltzer&Bare, 2001
tidak sesuai Muttaqin & Sari, 2011
Jones & Fix, 2009
Interpretasi Nilai GFR
Stadium GFR Deskripsi
(ml/menit/1.73m2)
1 90 – 120 Kerusakan minimal pada ginjal, filtrasi masih
normal atau sedikit meningkat.
2 60-89 Fungsi ginjal sedikit menurun
3 30-59 Penurunan fungsi ginjal yang sedang
4 15-29 Penurunan fungsi ginjal yang berat
5 Kurang dari 15 Gagal ginjal stadium akhir (End Stage Renal
Disease)
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin
Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
F. Pemeriksaan Penunjang
1) Urin
Volume : biasanya kurang dari 400cc/24 jam atau tak ada (anuria)
Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
Berat jenis; kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat
Osmoalitas; kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular
dan rasio urin/serum sering 1:1
Klirens kreatinin; menurun
Natrium; lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
Protein; derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
2) Darah
- BUN/kreatinine meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
- Hb menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/db
- SDM; menurun, defisiensi eritropoitin
- GDA; asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
- Natrium serum; rendah
- Kalium; meningkat
- Magnesium; meningkat
- Kalsium; menurun
- Protein (albumin); menurun
3) Osmolalitas serum; lebih dari 285 mOsm/kg
4) Pelogram retrograd; abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5) Ultrasono ginjal; menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas
6) Endoskopi ginjal, nefroskopi; untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
7) Arteriogram ginjal; mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa
8) EKG; ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
9) Foto polos abdomen; menunjukkan ukuran ginjal/ureter /kandung kemih dan
adanya obstruksi (batu).
G. Manajemen pengobatan
1. Pemeliharaan fungsi ginjal dan menunda dialisis
Pemeliharaan fungsi ginjal dapat menunda kebutuhan untuk terapi dialisis. Usaha
ini dapat dicapai dengan mengontrol tekanan darah dan mengurangi asupan protein
dan katabolisme.
2. Memperbaiki kimia tubuh
Kimia tubuh klien dapat diperbaiki melalui dialysis, obat, dan diet. Dialysis
menghilangkan kelebihan air dan sisa nitrogen, mengurangi manifestasi gagal ginjal.
Berikut adalah empat tujuan dasar terapi dialysis:
a) Untuk menghilangkan produk akhir metabolism protein, seperti ureum dan
kreatin dari dalam darah.
b) Untuk menjaga konsentrasi aman serum elektrolit
c) Untuk mengoreksi asidosis dan menambah kadar bikarbonat darah
d) Untuk menghilangkan kelebihan cairan dari darah
Ada dua jenis dialysis : hemodialysis dan dialysis peritoneal.
1) Hemodialysis dikenal sebagai "cuci darah", menggunakan alat dialiser (ginjal
buatan) untuk membuang kelebihan cairan, elektrolit, dan produk sisa
metabolisme dari darah. Seorang pasien mungkin memerlukan 2 hingga 3 kali
pengobatan hemodialisis per minggu, dan setiap sesi pengobatan akan
memakan waktu 4 hingga 6 jam.
2) Dialysis peritoneal dikenal sebagai "pembersihan perut", memanfaatkan
pembuluh darah pada peritoneum (selaput tipis yang melapisi bagian dalam
perut dan mengelilingi serta menopang organ-organ perut) yang
memungkinkan dilakukannya proses dialisis. Cairan dialisis lalu dikeluarkan
dari tubuh (bersama dengan produk sisa metabolisme) setelah 4-10 jam dan
cairan dialisis baru dimasukkan ke dalam perut kembali. Proses ini diulang
sebanyak 3-4 kali per hari.
3. Pembatasan Elektrolit dan Cairan
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya oedem dan komplikasi
kardiovaskuler. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang
keluar, baik melalui urin maupun Insensible Water Loss (IWL), dengan berasumsi
bahwa air yang keluar melalui IWL antara 500-800 ml/hari. Elektrolit yang harus
diwaspadai asupannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan kalium dilakukan
karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena
itu, pemberian obat-obatan yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi
kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium yang dianjurkan
3,5-5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk me-ngendalikan
hipertensi dan oedem. Selain itu, untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus
adalah dengan pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis. Pembatasan
asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai
tersebut pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan.
4. Transfusi darah
Pada pasien dengan penyakit CKD, terjadi anemia pada 80-90% pasien.
pemberian transfusi darah untuk meningkatkan jumlah sel darah merah. Transfusi
yang dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh,
hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut
berbagai studi klinik adalah 11-12 gr/dl.
5. Pemberian obat-obatan
Pemakaian obat antihipertensi, di samping bermanfaat untuk memperkecil
resiko kardiovaskuler, juga sangat penting untuk memperlambat perburukan
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi
glomerulus. Beberapa obat antihipertensi terutama ACE inhibitor (Angiotensin
Converting Enzyme inhibitor), seperti Captopril, melalui berbagai studi terbukti
dapat memperlambat proses perburukan fungsi ginjal.24 Hal ini terjadi melalui
mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria
Bicnat merupakan salah satu antasida dimana merupakan basa lemah yang
bereaksi dengan asam lambung untuk membentuk air dan garam, dengan
demikian menghilangkan keasaman lambung. Obat ini juga memiliki efek lain
seperti pengurangan kolonisasi H. pylori dan merangsang sintesis prostaglandin.
Zat-zat antasida sangat bervariasi dalam komposisi kimia, kemampuan
menetralkan asam, kandungan natrium, rasa dan harganya. Kemampuan
menetralkan asam suatu antasida tergantung pada kapasitas untuk menetralkan
HCl lambung dan apakah lambung dalam keadaan penuh atau kosong (makanan
memperlambat pengosongan lambung, memungkinkan antasida bekerja untuk
waktu yang lebih lama). pemberian Lasix (Furosemide) yang merupakan “Loop
atau HighCeiling Diuretic” dapat menghambat kotranspor Na+ /K+ /Cl- dari
membrane lumen pada pars ascenden ansa Henle sehingga reabsorbsi Na+ /K+
/Cl- menurun. Loop diuretic berkerja cepat bahkan di antara pasien dengan fungsi
ginjal yang terganggu atau yang tidak bereaksi terhadap tiazid atau diuretic lain .
Jadi, pada pasien dengan Gagal ginjal kronik perlu diberikan obat antihipertensi,
suplemen besi (tambah darah), agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid
(membantu berkemih), dan bicnat sebagai obat lambung.
6. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan 1 dari 3 terapi pengganti ginjal pada penderita
gagal ginjal kronis tahap akhir, selain cuci darah dan continuous ambulatory
peritoneal dialysis (CAPD), atau yang dikenal dengan cuci darah lewat perut.
Dinamakan terapi pengganti ginjal karena ginjal yang sudah rusak akibat gagal
ginjal kronis tidak dapat membaik, tetapi dapat digantikan kerjanya. Pada
transplantasi ginjal, ginjal yang sudah rusak akan digantikan kerjanya oleh ginjal
donor yang cocok.
Trend Isu
Trend dan isu yang terjadi pada kasus gagal ginjal kronis yang terjadi
di masyarakat sangat khususnya pada penderita gagal ginjal kronik. Trend
yang terjadi di kalanagn masyarakat penderita gagal ginjal kronis adalah
adalah tindakan medis yaitu hemodialisa. Hemodialisa adalah Hemodialisis
berasal dari kata “hemo” artinya darah, dan “dialisis” artinya pemisahan zat-
zat terlarut. Hemodialisis berarti proses pembersihan darah dari zat-zat
sampah, melalui proses penyaringan di luar tubuh. Hemodialisis menggunakan
ginjal buatan berupa mesin dialisis. Tindakan hemodialisa ini dilakukan untuk
menunjang kehidupan para penderita gagal ginjal kronik. Dan isu yang
berkembang di masyarakat adalah bahwa mahal untuk dapat mengakses
prosedur tersebut dan sangat rumitnya untuk mendapatkan bagi pasien pada
tingkat ekonomi rendah.
H. Prinsip Pendidikan Kesehatan Pada Pasien Dan Keluarga Terkait Masalah
a. Edukasi pembatasan asupan cairan bagi pasien dan keluarga pasien
Pada masalah gagal ginjal kronik pendidikan kesehatan pada pasien dan
keluarga untuk mendukung suksenya program hemodialisa adalah Pembatasan
asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa
merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena asupan cairan yang
berlebihan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan, edema, bronkhi basah
dalam paru – paru, kelopak mata yang bengkak dan sesak nafas yang diakibatkan
oleh volume cairan yang berlebihan. Beberapa penelitian menggambarkan
pembatasan cairan yang sangat sulit bagi pasien hemodialisa. Menurut Kugler,
Valminck, Haverich & Maes, (2010), sebanyak 76,4% pasien mengalami
kesulitan dalam pembatasan cairan dengan menggunakan metode DDFQ (Dialysis
Diet and Fluid Nonadherence Quistionare). Alharibi (2012), dari 222 pasien
hemodialisa terdapat 58,7% tidak mematuhi pembatasan cairan, sehingga perlu
mendapatkan edukasi dan konseling secara rutin dan berkelanjutan. Penelitian lain
melaporkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis akan mengalami
perubahan terhadap gaya hidup, keterbatasan aktivitas / mobilitas,
ketidakmampuan dalam melakukan perjalanan, pembatasan makanan dan cairan,
bergantung kepada orang lain, penurunan kemampuan menolong orang lain,
kehilangan penghasilan, kelemahan, ketidaknyamanan, pasrah terhadap takdir,
dan kematian (Gibson, 1995).
b. Pendidikan tentang self afficacy bagi pasien hemodialisa
J. ASUHAN KEPERAWATAN
Tn.D (78 tahun) dirawat di ICU dengan diagnosis CKD Pro HD, Asidosis metabolic,
Ketosis DM, Anemia. Riwayat penyakit Sekarang : Pasien tidak mau makan, mual,
nyeri ulu hati, demam hilang timbul sejak 3 hari sebelum masuk RS.
Hasil pengkajian : GCS : E4M5V4, kesadaran : apatis.
TTV : TD : 101/51 mmHg, MAP :67, HR: 78x/menit, Suhu : 36,5 oC, RR: 17x/menit
dengan Rebreathing Mask 8 lpm. Diameter pupil : 2mm/2mm, Refleks cahaya: +/+.
Hasil AGD :
PH : 7,35
PCO2 : 30 mmHg
HCO3: 13,9 mmol/L
PO2: 181,5mmHg
SpO2 : 98 %
Pasien mendapatkan terapi : IVFD NaCl 0,9% 500cc, Omeprazol 2x4 mg, Ceftriaxone
: 1x2 gr, Ondancentron 3x4 mg, Furosemide 2x40 mg, Novorapud 5 unit. Oral : Asam
folat 3x1 tab, Bicnat 2x1 tab, Simvastatin 1x20 mg, Bisoprolol 1x1,25 mg.
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Umur : 78 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jl. Meruyung, RT 001/004, Limo, Depok
Suku/ Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk RS : 30 September 2020
Tanggal Pengkajian : 30 September 2020
No Rekam Medis : 1765432
Diagnosa Medis : CKD Pro HD Asidosis metabolic, Ketosis DM,
Anemia
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan tidak mau makan, mual, nyeri ulu hati, demam
hilang timbul sejak 3 hari.
Genogram :
Keterangan:
= laki-laki meninggal
= perempuan meninggal
= laki-laki
= perempuan
3. Primary Survey
a. Airway
Pernafasan :-
Upaya Bernafas :-
Bunyi Nafas :-
Hembusan Nafas :+
b. Breathing
1. Fungsi pernafasan
Hembusan Nafas :+
c. Circulation
Keadaan sirkulasi
Pulse : 78x/menit
d. Disability
Pemeriksaan Neurologis
GCS : E4M5V4
Reflex Fisiologis :+
Reflex Patologis :-
4. Pemeriksaan Fisik
b. Tanda-tanda Vital
Respirasi : 17x/mnt
Suhu : 36,5ͦ c
10. Extremitas : tangan kanan dan kedua punggung kaki tampak bengkak
seperti ada cairan atau oedem.
` 11. Anus dan Rectum : Tidak ada hemoroid
d. Aspek Sosial
Pasien merupakan pribadi yang jarang bertetangga, pasien juga tidak aktif dalam
kegiatan masyarakat
e. Aspek Spiritual
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan Hasil
fisik
COR tampak membesar ( CTR>50) diafragma normal
Rontgen Sinuses normal
Pulmo : tak tampak infiltrate
Cardiomegali dengan konfigurasi RVH pneumonia
Sesuai Kasus : tidak dapat dihitung, karna data dalam kasus tidak lengkap.
Sesuai Kasus : tidak dapat dihitung, karna data dalam kasus tidak lengkap.
6. Penatalaksanaan Medis
a. Obat - Obatan
Nama Obat Dosis Cara Indikasi Side effects
Pemberian
IVFD NACL 500cc Infus Vena Pengganti cairan menyebabkan
0,9% yang hilang dalam penumpukan
tubuh natriumdan udem.
Omeprazol 2x4mg Injeksi mengurangi Nyeri perut dan
produksi asam di sakit kepala
dalam lambung.
Ceftriaxone 1x2gr Injeksi Mengatasi berbagai Nyeri perut, mual,
infeksi bakteri muntah, diare,
pada tubuh pusing, mengantuk,
sakit kepala,
bengkak dan iritasi
pada area suntikan,
muncul keringat
berlebih
7. Analisa Data
- Hasil rontgen :
Cardiomegali dengan
konfigurasi RVH
pneumonia
2 Ds:- Ketidakseimbangan Disfungsi ginjal
elektrolit
Do:
TTV : TD : 101/51 mmHg,
MAP :67, HR: 78x/menit,
Suhu : 36,5 C
Hasil laboratorium
3 Ureum : 293 mg/dL
Kelebihan volume cairan Gangguan Mekanisme
Kreatinin : 10,66 mg/dL Regulasi
Natrium : 151 mmol/L
Kalium : 4,70 mmol/L
Hematokrit : 33%
Ds :
- Keluarga mengatakan
pasien tangan dan
kakinya bengkak
4
Do : Intoleran Aktivitas Tirah Baring
- hasil lab :
HB : 10,4
HT : 33
Ureum : 293
Kreatinin : 10,66
Natrium : 151 mmol/L
- TD: 101/51 mmhg
- Hasil Rontgen :
Cardiomegali dengan
konfigurasi RVH
Pneumonia
Ds :
- Pasien mengatakan
lemas,tidak mau makan, mual
- Pasien mengatakan nyeri
pada ulu
Hati
- Keluarga pasien
mengatakan aktifitas
pasien di bantu
seluruhnya oleh
keluarga
Do :
- TD : 101/51
- RR : 17 x/menit
- HR: 78x/menit
- HB : 10,4
- Hasil Rontgen:
Cardiomegali dengan
konfigurasi RVH
pneumonia
8. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi
2. Ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan Disfungsi ginjal
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Gangguan Mekanisme Regulasi
4. Intoleran Aktivitas berhubungan dengan tirah baring
9. Intervensi