Anda di halaman 1dari 30

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Gagal ginjal kronik atau disebut juga Cronic Kidney Disease (CKD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
(Brunner & Suddarth, 2001; 1448)

B. Klasifikasi
Stadium GFR (ml/menit/1.73m2) Deskripsi

1 90 – 120 Kerusakan minimal pada ginjal, filtrasi masih


normal atau sedikit meningkat.
2 60-89 Fungsi ginjal sedikit menurun
3 30-59 Penurunan fungsi ginjal yang sedang
4 15-29 Penurunan fungsi ginjal yang berat
5 Kurang dari 15 Gagal ginjal stadium akhir (End Stage Renal
Disease)

menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat Untuk
digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

C. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik antara lain:
1. Diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 yang tidak terkontrol dan menyebabkan
nefropati diabetikum.
2. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.
3. Peradangan dan kerusakan pada glomerulus (glomerulonefritis), misalnya karena
penyakit lupus atau pasca infeksi.
4. Penyakit ginjal polikistik, kelainan bawaan di mana kedua ginjal memiliki kista
multipel.
5. Penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka lama atau penggunaan obat yang
bersifat toksik terhadap ginjal.
6. Pembuluh darah arteri yang tersumbat dan mengeras (atherosklerosis)
menyebabkan aliran darah ke ginjal berkurang, sehingga sel-sel ginjal menjadi
rusak (iskemia).
7. Sumbatan aliran urin karena batu, prostat yang membesar, keganasan prostat.
8. Infeksi HIV, penggunaan heroin, amyloidosis, infeksi ginjal kronis, dan berbagai
macam keganasan pada ginjal.

D. Manifestasi klinik
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
1. Kardiovaskuler :
a. Pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium
dari aktivasi system rennin-angiotensin-aldosteron)
b. Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
c. Edema periorbital
d. Gagal jantung kongestif
e. Edema pulmoner (akibat cairan berlebih)
f. Pembesaran vena jugularis
g. Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis (akibat iritasi pada lapisan
pericardial oleh toksin uremik), efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat
aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan
hipertensi.
h. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan
kalsifikasi metastatic.
2. Sistem respirasi
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem respirasi antara lain sputum
yang lengket, pernafasan kusmaul, dipsnea, takipnea, edema paru.
3. Dermatologi/integument :
a. Rasa gatal yang parah (pruritis) dengan ekskoriasis akibat toksin uremik dan
pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
b. Warna kulit abu-abu mengkilat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom.
c. Kulit kering, bersisik
d. Kuku tipis dan rapuh
e. Rambut tipis dan kasar
4. Gastrointestinal :
a. Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat lain
adalah timbulnya stomatitis
b. Ulserasi dan perdarahan pada mulut
c. Anoreksia, mual, muntah yang berhubungan dengan gangguan metabolism di
dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolism bakteri usus seperti
ammonia dan metil guanidine, serta sembabnya mukosa usus
d. Konstipasi dan diare
e. Perdarahan dari saluran GI (gastritis erosive, ulkus peptic, dan colitis uremik)
5. Hematologi :
a. Anemia, dapat disebabkan berbagai factor antara lain :
 Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada
sumsum tulang menurun.
 Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik.
 Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang berkurang.
 Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit
 Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder
b. Gangguan perfusi trombosit dan trombositopenia. Mengakibatkan perdarahan
akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya factor
trombosit III dan ADP (adenosine difosfat).
c. Gangguan fungsi leukosit. Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit
menurun sehingga imunitas juga menurun.
6. Neurologi :
a. Ensefalopati metabolic.
b. Kelemahan dan keletihan, tidak bias tidur, gangguan konsentrasi, tremor,
asteriksis, mioklonus, kejang
c. Konfusi
d. Disorientasi
e. Perubahan perilaku
f. Burning feet syndrome. Rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak
kaki.
g. Restless leg syndrome. Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakkan
7. Muskuloskleletal :
a. Kram otot
b. Kekuatan otot hilang
c. Fraktur tulang
d. Foot drop
e. Miopati
f. Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal.
8. Reproduksi :
a. Atrofi testikuler
b. Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolic tertentu (seng, hormone paratiroid). Pada wanita
timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenore
9. Endokrin :
a. Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin<15 mL/menit), terjadi penurunan
klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormone aktif memanjang.
Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurun glukosa darah akan
berkurang.
b. Gangguan metabolisme lemak
c. Gangguan metabolisme vitamin D
10. Sistem urologi :
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem urologi seperti berat jenis urin
menurun, haluaran urine berkurang atau hiperuremia, azotemia, proteinuria,
hipermagnesemia, ketidakseimbanagan natrium dan kalium, fragmen dan sel dalam
urin.

E. Patofisiologi
Pada gagal ginjal kronik , terjadi banyak nephron-nephron yang rusak sehingga
nephron yang ada tidak mampu memfungsikan ginjal secara normal. Dalam keadaan
normal, sepertiga jumlah nephron dapat mengeliminasi sejumlah produk sisa dalam
tubuh untuk mencegah penumpukan di cairan tubuh. Tiap pengurangan nephron
berikutnya, bagaimanapun juga akan menyebabkan retensi produk sisa dan ion kalium.
Bila kerusakan nephron progresif maka gravitasi urin sekitar 1,008. Gagal ginjal kronik
hampir selalu berhubungan dengan anemi berat.
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi.
Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan
hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga
status uremik memburuk (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H⁺) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu men sekresi
ammonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan
asam organik lain terjadi (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang
diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menhasilkan sel darah merah,
dan produksi eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai
keletihan, angina, dan sesak napas (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Pada gagal ginjal kronik filtrasi glomerulus rata-rata menurun dan selanjutnya
terjadi retensi air dan natrium yang sering berhubungan dengan hipertensi. Hipertensi
akan berlanjut bila salah satu bagian dari ginjal mengalami iskemi. Jaringan ginjal yang
iskemi mengeluarkan sejumlah besar renin , yang selanjutnya membentuk angiotensin II,
dan seterusnya terjadi vasokonstriksi dan hipertensi.
PATHWAY

infeksi vaskuler zat toksik Obstruksi saluran


kemih
reaksi arteriosklerosis tertimbun ginjal Retensi urin batu besar dan iritasi / cidera
antigen kasar jaringan
antibodi suplai darah ginjal
menekan saraf hematuria
turun
perifer
anemia
nyeri pinggang
GFR turun
Hemodialisa SDM rusak saat HD Anemia
CKD/GGK
sekresi protein terganggu retensi Na sekresi eritropoitis turun

sindrom uremia urokrom total CES MK: resiko suplai nutrisi dalam produksi Hb turun
tertimbun di kulit naik Ketidakseimbangan darah turun
tek. kapiler nutrisi < keb. tubuh
perpospatemia gang. oksihemoglobin turun
keseimbangan perubahan warna naik
pruritis MK: gangguan MK: intoleransi
asam - basa kulit vol. suplai O2 kasar turun
perfusi jaringan aktivitas
interstisial
MK: gangguan. prod. asam naik naik
edema GAGAL JANTUNG bendungan atrium kiri
integritas kulit
as. lambung naik (kelebihan volume MK: Penurunan
KIRI (CHF) naik
cairan) curah jantung
nausea, vomitus iritasi lambung preload COP turun
naik tek. vena pulmonalis

infeksi perdarahan beban jantung aliran darah ginjal suplai O2 suplai O2 ke


resiko gangguan
turun jaringan turun otak turun kapiler paru naik
nutrisi naik
gastritis
- hematemesis hipertrofi RAA turun metab. anaerob syncope Cairan berpindah ke
mual, - melena ventrikel kiri (kehilangan intertitial
muntah retensi Na & H2O timb. as. laktat kesadaran)
anemia naik naik
MK: intoleransi Akumulasi cairan
MK: kelebihan vol. cairan - fatigue aktivitas >>
- nyeri sendi
Akumulasi cairan >>

Edema Paru

MK: Gangguan pertukaran gas


Alveoli terisi cairan

Pertukaran gas di alveoli terganggu

Perfusi jaringan terganggu

Brain Breath Blood Bladder Bowel Bone

Iscemic jaringan otak: pons Takipnea, dispnea Hipoksia Perfusi ginjal


Perfusi GIT Kelemahan

Kesadaran – pusat pernafasan Retensi Na & H2O


terganggu pucat
Iscemic sal. pencernaan

Produksi urin <<


Gagal nafas
Mual, muntah

Pemasangan ventilator Control tekanan vent yg MK: Risiko cedera Sumber: Smeltzer&Bare, 2001
tidak sesuai Muttaqin & Sari, 2011
Jones & Fix, 2009
Interpretasi Nilai GFR
Stadium GFR Deskripsi
(ml/menit/1.73m2)
1 90 – 120 Kerusakan minimal pada ginjal, filtrasi masih
normal atau sedikit meningkat.
2 60-89 Fungsi ginjal sedikit menurun
3 30-59 Penurunan fungsi ginjal yang sedang
4 15-29 Penurunan fungsi ginjal yang berat
5 Kurang dari 15 Gagal ginjal stadium akhir (End Stage Renal
Disease)
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin
Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

F. Pemeriksaan Penunjang
1) Urin
 Volume : biasanya kurang dari 400cc/24 jam atau tak ada (anuria)
 Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
 Berat jenis; kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat
 Osmoalitas; kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular
dan rasio urin/serum sering 1:1
 Klirens kreatinin; menurun
 Natrium; lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
 Protein; derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
2) Darah
- BUN/kreatinine meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
- Hb menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/db
- SDM; menurun, defisiensi eritropoitin
- GDA; asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
- Natrium serum; rendah
- Kalium; meningkat
- Magnesium; meningkat
- Kalsium; menurun
- Protein (albumin); menurun
3) Osmolalitas serum; lebih dari 285 mOsm/kg
4) Pelogram retrograd; abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5) Ultrasono ginjal; menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas
6) Endoskopi ginjal, nefroskopi; untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
7) Arteriogram ginjal; mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa
8) EKG; ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
9) Foto polos abdomen; menunjukkan ukuran ginjal/ureter /kandung kemih dan
adanya obstruksi (batu).

G. Manajemen pengobatan
1. Pemeliharaan fungsi ginjal dan menunda dialisis
Pemeliharaan fungsi ginjal dapat menunda kebutuhan untuk terapi dialisis. Usaha
ini dapat dicapai dengan mengontrol tekanan darah dan mengurangi asupan protein
dan katabolisme.
2. Memperbaiki kimia tubuh
Kimia tubuh klien dapat diperbaiki melalui dialysis, obat, dan diet. Dialysis
menghilangkan kelebihan air dan sisa nitrogen, mengurangi manifestasi gagal ginjal.
Berikut adalah empat tujuan dasar terapi dialysis:
a) Untuk menghilangkan produk akhir metabolism protein, seperti ureum dan
kreatin dari dalam darah.
b) Untuk menjaga konsentrasi aman serum elektrolit
c) Untuk mengoreksi asidosis dan menambah kadar bikarbonat darah
d) Untuk menghilangkan kelebihan cairan dari darah
Ada dua jenis dialysis : hemodialysis dan dialysis peritoneal.
1) Hemodialysis dikenal sebagai "cuci darah", menggunakan alat dialiser (ginjal
buatan) untuk membuang kelebihan cairan, elektrolit, dan produk sisa
metabolisme dari darah. Seorang pasien mungkin memerlukan 2 hingga 3 kali
pengobatan hemodialisis per minggu, dan setiap sesi pengobatan akan
memakan waktu 4 hingga 6 jam.
2) Dialysis peritoneal dikenal sebagai "pembersihan perut", memanfaatkan
pembuluh darah pada peritoneum (selaput tipis yang melapisi bagian dalam
perut dan mengelilingi serta menopang organ-organ perut) yang
memungkinkan dilakukannya proses dialisis. Cairan dialisis lalu dikeluarkan
dari tubuh (bersama dengan produk sisa metabolisme) setelah 4-10 jam dan
cairan dialisis baru dimasukkan ke dalam perut kembali. Proses ini diulang
sebanyak 3-4 kali per hari.
3. Pembatasan Elektrolit dan Cairan
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya oedem dan komplikasi
kardiovaskuler. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang
keluar, baik melalui urin maupun Insensible Water Loss (IWL), dengan berasumsi
bahwa air yang keluar melalui IWL antara 500-800 ml/hari. Elektrolit yang harus
diwaspadai asupannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan kalium dilakukan
karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena
itu, pemberian obat-obatan yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi
kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium yang dianjurkan
3,5-5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk me-ngendalikan
hipertensi dan oedem. Selain itu, untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus
adalah dengan pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis. Pembatasan
asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai
tersebut pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan.
4. Transfusi darah
Pada pasien dengan penyakit CKD, terjadi anemia pada 80-90% pasien.
pemberian transfusi darah untuk meningkatkan jumlah sel darah merah. Transfusi
yang dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh,
hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut
berbagai studi klinik adalah 11-12 gr/dl.
5. Pemberian obat-obatan
Pemakaian obat antihipertensi, di samping bermanfaat untuk memperkecil
resiko kardiovaskuler, juga sangat penting untuk memperlambat perburukan
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi
glomerulus. Beberapa obat antihipertensi terutama ACE inhibitor (Angiotensin
Converting Enzyme inhibitor), seperti Captopril, melalui berbagai studi terbukti
dapat memperlambat proses perburukan fungsi ginjal.24 Hal ini terjadi melalui
mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria
Bicnat merupakan salah satu antasida dimana merupakan basa lemah yang
bereaksi dengan asam lambung untuk membentuk air dan garam, dengan
demikian menghilangkan keasaman lambung. Obat ini juga memiliki efek lain
seperti pengurangan kolonisasi H. pylori dan merangsang sintesis prostaglandin.
Zat-zat antasida sangat bervariasi dalam komposisi kimia, kemampuan
menetralkan asam, kandungan natrium, rasa dan harganya. Kemampuan
menetralkan asam suatu antasida tergantung pada kapasitas untuk menetralkan
HCl lambung dan apakah lambung dalam keadaan penuh atau kosong (makanan
memperlambat pengosongan lambung, memungkinkan antasida bekerja untuk
waktu yang lebih lama). pemberian Lasix (Furosemide) yang merupakan “Loop
atau HighCeiling Diuretic” dapat menghambat kotranspor Na+ /K+ /Cl- dari
membrane lumen pada pars ascenden ansa Henle sehingga reabsorbsi Na+ /K+
/Cl- menurun. Loop diuretic berkerja cepat bahkan di antara pasien dengan fungsi
ginjal yang terganggu atau yang tidak bereaksi terhadap tiazid atau diuretic lain .
Jadi, pada pasien dengan Gagal ginjal kronik perlu diberikan obat antihipertensi,
suplemen besi (tambah darah), agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid
(membantu berkemih), dan bicnat sebagai obat lambung.
6. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan 1 dari 3 terapi pengganti ginjal pada penderita
gagal ginjal kronis tahap akhir, selain cuci darah dan continuous ambulatory
peritoneal dialysis (CAPD), atau yang dikenal dengan cuci darah lewat perut.
Dinamakan terapi pengganti ginjal karena ginjal yang sudah rusak akibat gagal
ginjal kronis tidak dapat membaik, tetapi dapat digantikan kerjanya. Pada
transplantasi ginjal, ginjal yang sudah rusak akan digantikan kerjanya oleh ginjal
donor yang cocok.

Trend Isu
Trend dan isu yang terjadi pada kasus gagal ginjal kronis yang terjadi
di masyarakat sangat khususnya pada penderita gagal ginjal kronik. Trend
yang terjadi di kalanagn masyarakat penderita gagal ginjal kronis adalah
adalah tindakan medis yaitu hemodialisa. Hemodialisa adalah Hemodialisis
berasal dari kata “hemo” artinya darah, dan “dialisis” artinya pemisahan zat-
zat terlarut. Hemodialisis berarti proses pembersihan darah dari zat-zat
sampah, melalui proses penyaringan di luar tubuh. Hemodialisis menggunakan
ginjal buatan berupa mesin dialisis. Tindakan hemodialisa ini dilakukan untuk
menunjang kehidupan para penderita gagal ginjal kronik. Dan isu yang
berkembang di masyarakat adalah bahwa mahal untuk dapat mengakses
prosedur tersebut dan sangat rumitnya untuk mendapatkan bagi pasien pada
tingkat ekonomi rendah.
H. Prinsip Pendidikan Kesehatan Pada Pasien Dan Keluarga Terkait Masalah
a. Edukasi pembatasan asupan cairan bagi pasien dan keluarga pasien

Pada masalah gagal ginjal kronik pendidikan kesehatan pada pasien dan
keluarga untuk mendukung suksenya program hemodialisa adalah Pembatasan
asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa
merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena asupan cairan yang
berlebihan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan, edema, bronkhi basah
dalam paru – paru, kelopak mata yang bengkak dan sesak nafas yang diakibatkan
oleh volume cairan yang berlebihan. Beberapa penelitian menggambarkan
pembatasan cairan yang sangat sulit bagi pasien hemodialisa. Menurut Kugler,
Valminck, Haverich & Maes, (2010), sebanyak 76,4% pasien mengalami
kesulitan dalam pembatasan cairan dengan menggunakan metode DDFQ (Dialysis
Diet and Fluid Nonadherence Quistionare). Alharibi (2012), dari 222 pasien
hemodialisa terdapat 58,7% tidak mematuhi pembatasan cairan, sehingga perlu
mendapatkan edukasi dan konseling secara rutin dan berkelanjutan. Penelitian lain
melaporkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis akan mengalami
perubahan terhadap gaya hidup, keterbatasan aktivitas / mobilitas,
ketidakmampuan dalam melakukan perjalanan, pembatasan makanan dan cairan,
bergantung kepada orang lain, penurunan kemampuan menolong orang lain,
kehilangan penghasilan, kelemahan, ketidaknyamanan, pasrah terhadap takdir,
dan kematian (Gibson, 1995).
b. Pendidikan tentang self afficacy bagi pasien hemodialisa

Pemberian pendidikan self afficacy pada pasien hemodialisa telah terbukti


pada beberapa penelitian lain tentang self efficacy training pada penderita gagal
ginjal kronik yang menjalani hemodialisa menunjukkan keefektifan terhadap
ketaatan dalam pengaturan intake cairan yang dapat mempengaruhi fluid weigh
gain (Joanna Briggs Instiute, 2011) dan responden yang menerima self efficacy
training merasa lebih percaya diri terhadap kemampuannya dan keikutsertaannya
dalam promosi perilaku kesehatan dan lebih taat dalam pembatasan intake cairan
(Tsay, 2003). Self care management pada pasien hemodialisa perlu mendapatkan
perhatian dari perawat. Orem dalam teorinya menyebutkan bahwa tujuan dari
perawat adalah membantu pasien untuk menemukan perawatan dirinya (self care)
(Basavanthappa, 2007). Selain itu juga mengetahui kemampuan serta kemauan
pasien GGK yang menjalani hemodialisa dalam kaitannya dengan self care
management membantu serta mendorong mereka secara aktif dalam proses
pengobatan dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

I. Discharge Planning Pada Pasien Kritis

Discharge planning merupakan layanan yang mempersiapkan pasien untuk


mendapatkan kontinuitas perawatan, baik dalam proses penyembuhan maupun dalam
upaya mempertahankan derajat kesehatan sampai pasien siap kembali ke lingkungan
(Cawthorn, L., 2005). Discharge planning sebagai bagian dari asuhan keperawatan
akan optimal pelaksanaannya apabila didukung oleh pelaksanaan fungsi manajemen
yang baik. Kegiatan keperawatan yang berkaitan dengan fungsi manajemen
diantaranya adalah perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, dan
pengendalian (Sulistyawati W, 2016). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Hardivianty (2017) diketahui bahwa masih terdapat rumah sakit yang belum
maksimal dalam melaksanakan discharge planning (Winarni, Sujana, and Gasong
2018).
Beberapa faktor yang menyebabkan belum maksimalnya pelaksanaan
discharge planning tersebut, antara lain: sumber daya manusia yang belum memahami
pentingnya discharge planning, belum tersedianya standar operasional prosedur (SOP)
dan panduan rencana pemulangan yang sesuai, serta adanya hambatan yang berasal
dari faktor personil yaitu pemberi dan penerima pelayanan (Hardivianty, 2017).
Kegagalan dalam memberikan discharge planning akan beresiko terhadap beratnya
penyakit, ancaman hidup, dan disfungsi fisik (Nursalam, 2009). Prevalensi GGK yang
terus mengalami peningkatan mengindikasikan dibutuhkannya peran tenaga kesehatan
untuk memberikan informasi yang cukup kepada pasien terkait program terapi melalui
pelaksanaan discharge planning. Melalui pelaksanaan discharge planning yang baik
diharapkan kualitas hidup pasien dapat optimal. Selain menjalankan peran educator,
perawat juga menjalankan peran sebagai pelaksana discharge planning atau pemberi
asuhan keperawatan. Perawat melakukan pengkajian terhadap kondisi pasien,
memastikan bahwa pasien sudah memenuhi kriteria pemulangan seperti; Hb dan
kreatinin dalam batas normal, serta tidak mengalami sesak nafas. Kemudian perawat
memberikan discharge planning sesuai kebutuhan pasien dan melakukan evaluasi
terhadap discharge planning yang sudah diberikan. Cynthia Hardivianty tahun 2017
menyatakan bahwa beberapa proses pelaksanaan discharge planning yang harus
dilakukan adalah pengkajian tentang kebutuhan pelayanan kesehatan, pengkajian
kebutuhan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga, dan pengkajian
faktorfaktor lingkungan di rumah yang dapat mengganggu perawatan diri
(Hardivianty, 2017).
Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat belum melakukan
pengkajian faktor-faktor lingkungan rumah yang dapat membahayakan pasien dan
belum melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk memastikan bahwa
pasien mendapatkan perawatan dirumah atau layanan kesehatan lainnya. Dalam hal
ini peran perawat adalah menjelaskan treatment lanjutan yang dibutuhkan setelah
pasien pulang untuk memastikan bahwa perawatan pasien terus berlanjut (Safrina &
Putra, 2016). Penyakit gagal ginjal kronis menyebabkan pasien mengalami perubahan
gaya hidup seperti harus melakukan diet, pengaturan cairan, pengobatan, HD, serta
melakukan pembatasan aktivitas. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pasien
GKK terpaksa harus mengurangi beban kerjanya untuk mempertahankan kondisi
kesehatannya, selain itu pasien GGK juga diharuskan mematuhi dan memahami jenis
makanan dan buah yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi, jadwal melakukan
hemodialisis, dan jumlah cairan yang boleh diminum. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pasien yang sudah lama terdiagnosa GGK lebih memahami halhal yang harus
dilakukan untuk mempertahankan kesehatannya, seperti tidak mengkonsumsi buah
yang mengandung kalium, makanan yang dapat meningkatkan kreatinin, dan cara
mengatasi efek samping cuci darah. Hal ini dikarenakan pasien yang sudah lama
terdiagnosa GKK lebih memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan. Untuk
memberikan informasi yang tepat mengenai diet kepada pasien GGK, maka perawat
melakukan kolaborasi dengan ahli gizi (Fahmi, F. Y., & Hidayati 2016).

J. ASUHAN KEPERAWATAN
Tn.D (78 tahun) dirawat di ICU dengan diagnosis CKD Pro HD, Asidosis metabolic,
Ketosis DM, Anemia. Riwayat penyakit Sekarang : Pasien tidak mau makan, mual,
nyeri ulu hati, demam hilang timbul sejak 3 hari sebelum masuk RS.
Hasil pengkajian : GCS : E4M5V4, kesadaran : apatis.
TTV : TD : 101/51 mmHg, MAP :67, HR: 78x/menit, Suhu : 36,5 oC, RR: 17x/menit
dengan Rebreathing Mask 8 lpm. Diameter pupil : 2mm/2mm, Refleks cahaya: +/+.

Hasil pemeriksaan Hematologis :


Hb : 10,4 g/dl
Hematokrit : 33%
Leukosit : 10,7 x103/uL
Trombosit : 204 x103/uL
Eritrosit : 4,12 x106/uL
GDS : 120 mg/dl
SGOT: 12 U/L
SGPT: 9 U/L
Ureum : 293 mg/dL
Kreatinin : 10,66 mg/dL
Natrium : 151 mmol/L
Kalium : 4,70 mmol/L
PT/PTT : 16,2 detik/ 35,6 detik

Hasil AGD :
PH : 7,35
PCO2 : 30 mmHg
HCO3: 13,9 mmol/L
PO2: 181,5mmHg
SpO2 : 98 %

Hasil Rontgen : Cardiomegali dengan konfigurasi RVH pneumonia.

Pasien mendapatkan terapi : IVFD NaCl 0,9% 500cc, Omeprazol 2x4 mg, Ceftriaxone
: 1x2 gr, Ondancentron 3x4 mg, Furosemide 2x40 mg, Novorapud 5 unit. Oral : Asam
folat 3x1 tab, Bicnat 2x1 tab, Simvastatin 1x20 mg, Bisoprolol 1x1,25 mg.
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Umur : 78 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jl. Meruyung, RT 001/004, Limo, Depok
Suku/ Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk RS : 30 September 2020
Tanggal Pengkajian : 30 September 2020
No Rekam Medis : 1765432
Diagnosa Medis : CKD Pro HD Asidosis metabolic, Ketosis DM,
Anemia

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny.N
Umur : 65 Tahun
Hub. Dengan Pasien : Istri

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan tidak mau makan, mual, nyeri ulu hati, demam
hilang timbul sejak 3 hari.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat Ketosis DM, Anemia, Asidosis Metabolic

c. Keluhan Penyakit dahulu


Pasien Mempunyai Riwayat DM

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien mengatakan di keluarganya ada yang memiliki penyakit
seperti diabetes mellitus dan hipertensi, tetapi tidak ada yang menderita gagal
ginjal (CKD).

Genogram :
Keterangan:

= laki-laki meninggal
= perempuan meninggal
= laki-laki
= perempuan

3. Primary Survey

a. Airway

Keadaan Jalan Nafas

Tingkat kesadaran : Apatis

Pernafasan :-

Upaya Bernafas :-

Benda asing di jalan Nafas :-

Bunyi Nafas :-

Hembusan Nafas :+

b. Breathing

1. Fungsi pernafasan

Jenis pernafasan : snoring (-), Gurgling (-), Stridor (-)

Frekuensi pernafasan : Respirasi 17x/menit, SPO2 = 98 %

Retraksi Otot Bantu Nafas : + (stemocleidomastoidius dan


intercosta)

Kelainan Dinding Thoraks : simetris, perlukaan (-), jejas (-),trauma (-)


Bunyi nafas :-

Hembusan Nafas :+

c. Circulation
Keadaan sirkulasi

Tingkat kesadaran : Apatis

Perdarahan (internal/eksternal) : Tidak ada perdarahan

Nadi Radial/carotis : Teraba

Akral Perifer : Hangat

Kapilari Refill : >2 detik

Pulse : 78x/menit

Blood Preasure : 101/51 mmHg

d. Disability

Pemeriksaan Neurologis

GCS : E4M5V4

Reflex Fisiologis :+

Reflex Patologis :-

4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum : Apatis

b. Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah : 101/51 mmHg

Herat Rate : 78x/mnt

Respirasi : 17x/mnt

Suhu : 36,5ͦ c

c. Pemeriksaan Sistem Tubuh


1. Keadaan Umum
Pasien  tampak pucat, lemah, mual, Kesadaran apatis dengan GCS
E4M5V4.
2. Kepala : Muka simetris, Warna Rambut mulai beruban, Kulit kepala bersih
tidak ada lesi, tidak ada deformasi.
3. Mata : Bentuk bola mata bulat (sferik), konjungtiva anemis, sclera putih,
pupil isokor, Diameter pupil : 2mm/2mm, Refleks cahaya: +/+, gerakan
mata tidak kaku dan dapat bergerak bebas, tekanan bola mata tidak ada
nyeri tekan. Kulit pada sekitar daerah mata tampak keriput.
4. Telinga : daun telinga bersih dan simetris, liang telinga ada serumen
bewarna coklat dan kotor, tidak ada nyeri tekan, pendengaran sedikit
terganggu karena bisa mendengar ketika suara di keraskan sedikit.
5. Hidung : bagian luar terlihat simetris, tidak ada ingus, tidak ada
pendarahan,tidak ada penyumbatan, tidak ada nyeri tekan pada sinus,
terdengar suara mengi, terpasang Rebreathing Mask 8 lpm.
6. Mulut : mukosa bibir kering, susunan gigi sudah tidak lengkap lagi, faring
tidak ada pembengkakan, ovula tidak ada pembengkakan, tonsil tidak ada
pembengkakan, tidak ada nyeri tekan pada lidah dan pipi dan terdapat bau
mulut.
7. Leher : bentuknya simetris, warna kulit normal, tidak ada pembengkakan,
tidak ada tumor, dan dapat bergerak bebas serta tidak kaku, kelenjar limfe
tidak ada pembengkakan , kelenjar tiroid tidak ada pembengkakan.
8. Dada
Paru-Paru : 
Inspeksi Bentuk : bentuk normal, bentuk simetris antara kanan dan kiri
Kulit : normal, tidak ada lesi
Palpasi : Pengembangan : dapat mengembang maksimal
          Taktil/Vokal Fremilus : antara kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor 
Auskultasi :  Frekuensi dan Irama : 17x/menit dan reguller, Suara mengi
Jantung :
Inspeksi : bentuk dada  simetris
Palpasi   : Iktus kordis teraba di interkostal ke 5
Perkusi   : Pekak / Datar / Redup
Auskultasi  : Bunyi jantung normal
- BJ I (S1)  : penutupan katub mitral dan trikuspidalis = LUB
- BJ II (S2) : penutupan katub Aorta dan Pulmonal  = DUB
9. Abdomen
Inspeksi   : Bentuk abdomen pasien tampak buncit
Auskultrasi : Peristaltik usus 22x/menit
Palpasi      : Pasien mengatakan tidak ada nyeri tekan
Perkusi      : Tympani

10. Extremitas : tangan kanan dan kedua punggung kaki tampak bengkak
seperti ada cairan atau oedem.
` 11. Anus dan Rectum : Tidak ada hemoroid

d. Aspek Sosial
Pasien merupakan pribadi yang jarang bertetangga, pasien juga tidak aktif dalam

kegiatan masyarakat

e. Aspek Spiritual

Pasien beragama Islam dan sering beribadah ke masjid

Nilai CPOT : (pasien tidak terpasang intubasi)

No Indikator Skala pengukuran Skor Hasil


Penilaian
1 Ekspresi wajah Rileks, netral 0
Tegang 1 0
Meringis 2
2 Gerakan tubuh Tidak bergerak 0
Perlindungan 1 0
Gelisah 2
3 Kesesuaian dengan Dapat mentoleransi 0
ventilasi mekanik Batuk, tapi dapat 1
0
mentoleransi
Fighting ventilator 2
4 Ketegangan otot Rileks 0
Tegang dan kaku 1 0
Sangat tegang /kaku 2
Total skor 0
5. Data Penunjang
a. Data Laboratorium (Hematologi, Anilisis gas darah arteri, dll)

Tanggal dan Jam Pemeriksaan


No Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Interpretasi
HEMATOLOGI
RUTIN
1 Hemogoblin 10,4 g/dl 13.5 - 17.5 Rendah
2 Hematokrit 33 % 33 - 45 Rendah
3 Leukosit 10,7 Ribu/UI 45 - 11.0 Rendah
4 Trombosit 204 Ribu/UI 150 – 450 Normal
5 Eritrosit 4,12 Ribu/UI 4.50 – 5.90 Rendah
INDEX
ERITROSIT
1 MCV /um 80.0 – 96.0
2 MCH Pg 28.0 – 33.0
3 MCHC g/dl 33.0 – 36.0
4 RDW % 11.6 – 14.6
5 MPV FI 7.2 – 11.1
6 PDW % 25 – 65
HITUNG JENIS
1 Eosinofil % 0.00 – 4.00
2 Basofil % 0.00 – 2.00
3 Netrofil % 55.00 – 80.00
4 Limfosit % 22.00 – 44.00
5 Monosit % 0.00 – 7.00
6 Golongan Darah A
HEMOSTASIS
1 PT 16,2 Detik 10.0 – 15.0 Tinggi
2 APTT 35,6 Detik 20.0 – 40.0 Normal
3 INR
KIMIA KLINIK
1 Glukosa darah 120 Mg/dl 60 – 140 Normal
sewaktu
2 SGOT 12 U/1 < 35 Normal
3 SGPT 9 U/1 < 45 Normal
4 Albumin g/dl 3.2 – 4.6
5 Kreatinin 10,66 Mg/dl 0.8 – 1.3 Tinggi
6 Ureum 293 Mg/dl < 50 Tinggi
ELEKTROLIT
1 Natrium darah 151 Mmol/L 132 – 146 Tinggi
2 Kalium darah 4,70 Mmol/L 3.7 – 5.4 Normal
ANALISA GAS
DARAH
1 PH 7.35 7.35 – 7.45 Normal
2 PO2 181,5 mmHg 80 – 100 Tinggi
3 PCO2 30 mmHg 35 – 45 Rendah
4 HCO3 13,9 mEq/L 22 - 26 Rendah

b. Pemeriksaan rontgen

Pemeriksaan Hasil
fisik
COR tampak membesar ( CTR>50) diafragma normal
Rontgen Sinuses normal
Pulmo : tak tampak infiltrate
Cardiomegali dengan konfigurasi RVH pneumonia

c. APACHE II SCOR (1X24 jam)

Sesuai Kasus : tidak dapat dihitung, karna data dalam kasus tidak lengkap.

Sesuai Kasus : tidak dapat dihitung, karna data dalam kasus tidak lengkap.

6. Penatalaksanaan Medis

a. Obat - Obatan
Nama Obat Dosis Cara Indikasi Side effects
Pemberian
IVFD NACL 500cc Infus Vena Pengganti cairan menyebabkan
0,9% yang hilang dalam penumpukan
tubuh natriumdan udem.
Omeprazol 2x4mg Injeksi mengurangi Nyeri perut dan
produksi asam di sakit kepala
dalam lambung.
Ceftriaxone 1x2gr Injeksi Mengatasi berbagai Nyeri perut, mual,
infeksi bakteri muntah, diare,
pada tubuh pusing, mengantuk,
sakit kepala,
bengkak dan iritasi
pada area suntikan,
muncul keringat
berlebih

Ondancentron 3x4mg Injeksi Mencegah dan Sakit kepala,


mengobati mual sembelit, lelah dan
dan muntah karena lemah,
operasi, meriang,mengantu
kemoterapi, dan k, dan pusing.
radioterapi
Furosemide 2x40mg Injeksi Edema akibat Pusing, vertigo,
gangguan jantung, mual, muntah,
hati,dan ginjal, diare, peglihatan
serta hipertensi. buram dan sembelit
Novorapid 5 unit Injeksi Terapi diabetes Kulit kemerahan,
melitus terjadi
pembengkakan
pada area injeksi,
sembelit, kenaikan
berat badan, kulit
terasa kebal.
Asam Folat 3x1 tab Oral Mengatasi berbagai Demam tinggi,
kondisi yang kulit memerah,
disebabkan karena nafas pendek, ruam
kurangnya kulit, gatal-gatal
asupanfolat pada kulit, dada
contohnya dialisis sesak, kesulitan
ginjal bernapas, mengi
Bicnat 2x1 tab Oral Mengatasi asidosis Mual, haus, perut
metabolik, urine kembung, kram
yang terlalu asam, perut
dan asam lambung
berlebih.
Simvastatin 1x20mg Oral Peningkatan resiko Bersin-bersin,
atherosklerosis pilek, sakit
vaskuler yang tenggorokan, mual,
disebabkan oleh sembelit.
hiperkolesterolemi
a, penyakit jantung
koroner,
mengurangi resiko
mortalitas
Bisoprolol 1x 1,25mg Oral mengobati Pusing, mual,
hipertensi atau muntah, kelelahan,
tekanan darah denyut jantung
tinggi, angina lambat, konstipasi,
pektoris, aritmia, diare, akral dingin.
dan gagal jantung

7. Analisa Data

N DATA PROBLEM ETIOLOGI


O
1 Ds : - Gangguan Pertukaran Gas Ketidakseimbangan
Do : ventilasi perfusi
- RR : 17 x/menit
- HB : 10,4 g/dl
- Hasil AGD :
PH: 7,35
PCO2: 30 mmHg
HCO3: 13,9 mmol/L
PO2: 181,5 mmHg
SpO2 :98%
- Asidosis metabolik

- Hasil rontgen :
Cardiomegali dengan
konfigurasi RVH
pneumonia
2 Ds:- Ketidakseimbangan Disfungsi ginjal
elektrolit
Do:
TTV : TD : 101/51 mmHg,
MAP :67, HR: 78x/menit,
Suhu : 36,5 C
Hasil laboratorium
3 Ureum : 293 mg/dL
Kelebihan volume cairan Gangguan Mekanisme
Kreatinin : 10,66 mg/dL Regulasi
Natrium : 151 mmol/L
Kalium : 4,70 mmol/L

Hematokrit : 33%
Ds :
- Keluarga mengatakan
pasien tangan dan
kakinya bengkak
4
Do : Intoleran Aktivitas Tirah Baring
- hasil lab :
HB : 10,4
HT : 33
Ureum : 293
Kreatinin : 10,66
Natrium : 151 mmol/L
- TD: 101/51 mmhg
- Hasil Rontgen :
Cardiomegali dengan
konfigurasi RVH
Pneumonia

Ds :
- Pasien mengatakan
lemas,tidak mau makan, mual
- Pasien mengatakan nyeri
pada ulu
Hati
- Keluarga pasien
mengatakan aktifitas
pasien di bantu
seluruhnya oleh
keluarga

Do :
- TD : 101/51
- RR : 17 x/menit
- HR: 78x/menit
- HB : 10,4
- Hasil Rontgen:
Cardiomegali dengan
konfigurasi RVH
pneumonia

8. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi
2. Ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan Disfungsi ginjal
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Gangguan Mekanisme Regulasi
4. Intoleran Aktivitas berhubungan dengan tirah baring
9. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


(NOC)
1 Gangguan Setelah dilakukan intervensi Terapi Oksigen (3320)
pertukaran keperawatan selama 3 x 24 jam,  Pertahankan kepatenan
gas diharapkan gangguan pertukaran jalan napas
berhubungan gas dapat teratasi dengan  Anjurkan pasien untuk
dengan kriteria: mendapatkan resep
ketidakseimb Status Pernafasan: Pertukaran oksigen tambahan
angan Gas (0402) sebelum perjalanan udara
ventilasi  Tekanan parsial oksigen atau perjalanan ke dataran
perfusi darah arteri (Pao2) (4) : tinggi yang sesuai
80 – 100  Pantau efektivitas terapi
 Tekanan parsial oksigen (pulse oximetry
karbondioksida di darah BGA )
arteri ( PCO2 ) (4) : 35 –  Observasi anda pada
45 oksigen yang disebabkan
 PH arterial (4) : 7.35 –
7.45 hipoventilasi
 Saturasi oksigen (4) : 95-  Monitor aliran oksigen
99 % liter
 Keseimbangan perfusi  Monitor posisi dalam
Ventilasi (4) oksigenasi
 Monitor tanda - tando
keracunan oksigen dan
Keseimbangan elektrolit dan atelektasis
asam basa (0600)  Monitor peralatan
oksigen untuk
 Gangguan kesadaran memastikan bahwa tidak
dipertahankan pada skala 3 mengganggu pasien
dalam berapa
ditingkatkan ke 5.  Kelola pemberian
 Frekuensi pernafasan oksigen tambahan sesuai
resep
dipertahankan pada 4  Konsultasi dengan tenaga
ditingkatkan ke 5. kesehatan lain mengenai
penggunaan oksigen
tambahan saat aktivitas
dan atau tidur

Manajemen Asam Basa: Asidosis


Metabolik (1911)
- Pertahankan kepatenan jalan
nafas
- Berikan cairan NaCl 0,9% 500cc
- Berikan furosemid 2x40mg
- Berikan novorapid 5unit
- Persiapkan dialisis bagi pasien
gagal ginjal
- Pertahankan tirah baring
- Monitor indikator PaO2, dan Hb
- Monitor manifestasi saluran
pencernaan akibat memburuknya
asidosis metabolik (seperti
anoreksia, mual dan muntah)
- Berikan bicnat 2x1 tablet

2 Ketidakseim Setelah dilakukan tindakan Manajemen elektrolit (2000)


bangan keperawatan selama 3x24jam - Pertahankan kepatenan akses IV
elektrolit diharapkan masalah - Konsultasikan dengan dokter jika
dihubungkan ketidakseimbangan elektrolit tanda-tanda dan gejala
dengan dapat teratasi dengan kriteria: ketidakseimbangan cairan
disfungsi Keseimbangan elektrolit (0606) dan/atau elektrolit menetap atau
ginjal.  Serum natrium normal memburuk
(135-148mmol/L) - Monitor dengan ketat terkait
 Pertahankan serum dengan adanya level serum
kalium normal potasisum pada pasien yang
(3,5-5,5)
mengkonsumsi obat – obat
digitalis dan diuretik
Keseimbangan cairan (0601)
- Monitor respon pasien terhadap
 Tekanan darah normal (110-
terapi elektrolit yang diresepkan
120/70-80mmHg)
 Hematokrit normal (35%-47%)
Pemantauan (Monitor) elektrolit
 Serum elektrolit normal
(2020)
- Monitor adanya mual muntah
- Identifikasi tindakan yang
berakibat pada status elektrolit
termasuk penggunaan obat
diuretik
- Monitor hipernatremia: haus
hebat, demam, membran mukosa
kering dan lengket, takikardi,
hipotensi, letargi, bingung,
perubahan mental dan kejang.
- Berikan diet yang tepat pada
pasien dengan ketidakseimbangan
elektrolit (diet rendah natrium)
- Konsultasikan kepada Dokter jika
tanda gejala ketidakseimbangan
cairan atau elektrolit menetap
atau memburuk
3 Kelebihan Setelah dilakukan intervensi Manajemen elektrolit/cairan
volume keperawatan selama 3 x 24 jam,
(2080)
cairan diharapkan kelebihan volume
berhubungan cairan dapat teratasi dengan
dengan kriteria:  monitor perubahan status
gangguan Keseimbangan Cairan (0601) paru dan jantung yang
mekanisme
regulasi menunjukkan kelebihan
 Tekanan darah 110/70-
140/100 mmHg cairan (ronki basah,
 Denyut nadi radial 80- poliuria, edema)
100x/mnt
 Intake dan output dalam
 dapatkan specimen lab
24 jam seimbang
 Berat badan stabil untuk pemantauan
 Edema perifer (-) perubahan cairan dan
elektrolit (BUN, protein,
natrium, Ht, kalium) yang
sesuai

 timbang berat badan


harian dan pantau gejala

 batasi cairan yang sesuai

 monitor tanda-tanda vital

 siapkan pasien untuk


dialysis
 konsultasi dengan dokter
jika tanda gejala
ketidakseimbangan
elektrolit/cairan menetap
atau memburuk

Terapi hemodialisa (2100)

 Ambil sampel darah dan


meninjau kimia darah
(misalnya BUN,
kreatinin, natrium,
pottasium, tingkat
phospor) sebelum
perawatan untuk
mengevaluasi respon thdp
terapi.
 Catat tanda vital: berat
badan, denyut nadi,
pernapasan, dan tekanan
darah untuk
mengevaluasi respon
terhadap terapi.
 Sesuaikan tekanan filtrasi
untuk menghilangkan
jumlah yang tepat dari
cairan berlebih di tubuh
klien.
 kolaboratif menyesuaikan
lama dialisis, peraturan
diet, keterbatasan cairan
dan obat-obatan.

4 Intoleran Setelah dilakukan intervensi Terapi Aktivitas (4310)


Aktivitas keperawatan selama 3 x 24 jam,  Kolaborasikan dengan
berhubungan diharapkan intoleran aktivitas Tenaga Rehabilitasi
dengan tirah dapat teratasi dengan kriteria: dalam merencanakan
baring Toleransi Terhadap Aktivitas program terapi yang tepat
(0005)  Bantu klien untuk
 Saturasi Oksigen saat mengidentifikasi aktivitas
aktivitas (4) yang mampu dilakukan
 Nadi saat aktivitas (4 )  Bantu untuk memilih
 RR saat aktivitas (4) aktivitas konsisten yang
 Tekanan darah sistolik sesuai dengan
diastolik ketika kemampuan fisik ,
beraktivitas (4) fisiologis dan social
 Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk
mendapatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi
roda , krek
 Bantu klien tintuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
 Bantu pasien keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
 Observasi adanya
pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas

Anda mungkin juga menyukai