Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN KASUS ESRD (END STAGE RENAL DISEASE)
DI RUANG PANDAN 2 RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Oleh :
Monicha Saraswati
131711133071

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Gagal ginjal
kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya
berlangsung beberapa tahun.
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal secara
bertahap. Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan
fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau
penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun.

B. KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1) Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal
 Asimptomatik
 Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2) Stadium II : Insufisiensi ginjal
 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
 Kadar kreatinin serum meningkat
 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
 Ada 3 derajat insufisiensi ginjal :
a. Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b. Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
c. Kondisi berat : 2% - 20% fungsi ginjal normal
3) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
 Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
 Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
 Air kemih / urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
Menurut KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative)
merekomendasikan pembagian gagal ginjal kronik berdasarkan stadium dari tingkat
penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
1) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml/menit/1,72 m2).
2) Stadium 2 : kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
ml/menit/1,73 m2
3) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit/1,73 m2
4) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit/1,73 m2
5) Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2 atau gagal ginjal
stadium terminal.

C. ETIOLOGI
Penyebab ESRD termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler
(nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen
nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). Penyebab ESRD dibagi
menjadi delapan kelas, antara lain :
1) Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2) Penyakit peradangan misalnya glomerulonephritis
3) Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
4) Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
5) Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
6) Penyakit metabolik misalnya DM, gout hiperparatiroidisme, amyloidosis
7) Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
8) Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas : kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur
uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

D. MANIFESTASI KLINIS
1) Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
 Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
 Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin →
Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap
proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2) Kelainan Saluran cerna
 Mual, muntah, hicthcup
Dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang
mukosa lambung dan usus.
 Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak
mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
 Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3) Kelainan mata
4) Kardiovaskuler
 Hipertensi
 Pitting edema
 Edema periorbital
 Pembesaran vena leher
 Friction Rub Pericardial
5) Kelainan kulit
 Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena :
a. Toksik uremia yang kurang terdialisis
b. Peningkatan kadar kalium phosphor
c. Alergi bahan-bahan dalam proses HD
 Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah
kulit
 Kulit mudah memar
 Kulit kering dan bersisik
 Rambut tipis dan kasar
6) Neuropsikiatri
7) Kelainan selaput serosa
8) Neurologi
 Kelemahan dan keletihan
 Konfusi
 Disorientasi
 Kejang
 Kelemahan pada tungkai
 rasa panas pada telapak kaki
 Perubahan Perilaku
9) Kardiomegali

E. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko gagal ginjal kronik menurut National Kidney Foundation (2009),
yaitu pada pasien dengan :
1) Diabetes melitus atau hipertensi
2) Obesitas atau perokok
3) Berumur lebih dari 50 tahun
4) Individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal
dalam keluarga

F. KOMPLIKASI
1) Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
2) Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama
hemodialisa
5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6) Asidosis metabolic
7) Osteodistropi ginjal
8) Sepsis
9) Neuropati perifer
10) Hiperuremia

G. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat.
H. WOC
infeksi vaskuler zat toksik Obstruksi saluran
kemih
reaksi arteriosklerosis tertimbun ginjal Retensi urin batu besar dan iritasi / cidera
antigen kasar jaringan
antibodi suplai darah ginjal menekan saraf hematuria
turun perifer

nyeri pinggang anemia

GFR turun
MK : Keletihan
MK : Nyeri akut
End Stage Renal Disease (ESRD)

sekresi urea nitrogen retensi Na sekresi eritropoietin


turun
total CES naik

sindrom uremia urokrom tek. kapiler naik MK : Defisit suplai nutrisi dalam produksi Hb turun
tertimbun di nutrisi darah turun
hiperpospatem gang. kulit oksihemoglobin turun
keseimbangan vol. interstisial naik
ia perubahan MK :
pruritis asam - basa MK : Perfusi perifer
warna kulit perfusi jaringan suplai O2 turun intoleransi
edema tidak efektif aktivitas
MK : gang. prod. asam
integritas kulit naik (kelebihan volume payah jantung bendungan atrium kiri
as. lambung naik preload naik
kiri naik
nausea, vomitus iritasi lambung COP turun
beban jantung naik meningkat tek. vena pulmonalis naik
infeksi perdarahan aliran darah ginjal suplai O2 suplai O2 ke
hipertrofi ventrikel kapiler paru naik
turun jaringan otak turun
gastritis kiri
- hematemesis turun
MK : Defisit RAA turun metab. edema paru
mual, - melena
nutrisi muntah retensi Na & H2O anaerob
timb. as.
anemia
naik laktat naik MK : pola nafas
MK : intoleransi tidak efektif
MK : Resiko - fatigue
MK : Keletihan aktivitas
ketidakseimbangan cairan - nyeri sendi
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Urin :
 Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau urine tidak
ada (anuria).
 Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
 Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
 Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1
b. Kliren kreatinin mungkin agak menurun
c. Natrium : > 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
d. Protein : Derajat tinggi proteinuria
e. Darah :
 Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir
 Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya anemia. Hb
biasanya kurang dari 7-8 g/Dl
 SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada defisiensi
eritropoetin seperti pada azotemia
 GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis metabolik (kurang
dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk
mengeksekresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein.
Bikarbonat menurun PCO2 menurun.
 Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan natrium atau
normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).
 Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis), atau pengeluaran jaringan (hemolisis
SDM).
2) Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3) Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
serta prostat
J. PENATALAKSANAAN
1) Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara progresif.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
2) Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolic
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+
(hiperkalemia ) :
 Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
 Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan
7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
 Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi
dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO )
dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
 Anemia hemolysis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
 Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna
dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien
yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-
hati.
3) Terapi Pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1) Identitas pasien
2) Alasan masuk rumah sakit
3) Keluhan utama : Badan lemah, cepat lelah, kadang-kadang disertai udema
ekstremitas, napas terengah-engah
4) Riwayat kesehatan sekarang
5) Riwayat kesehatan dahulu
6) Riwayat kesehatan keluarga
7) Pemeriksaan fisik
 Penampilan / keadaan umum : Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan
sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
 Tanda-tanda vital : Tekanan darah naik, respirasi naik, dan terjadi dispnea,
nadi meningkat dan reguler.
 Antropometri : Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena
kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian
cairan.
 Dada : Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan
pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara
tambahan pada jantung.
 Abdomen : Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
 Genital : Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
 Ekstremitas : Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refil lebih dari 1 detik.
 Kulit : Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi pericarditis
8) Pemeriksaan penunjang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
(D.0056)
2) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan (D. 0019)
3) Gangguan integritas kulit b.d kekurangan/kelebihan volume cairan (D.0129)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA (SDKI) TUJUAN & KRITERIA HASIL (SLKI) INTERVENSI (SIKI)
Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan Manajemen Energi : (I. 05178)
ketidakseimbangan toleransi aktivitas meningkat, dengan kriteria 1. Observasi : Identifikasi gangguan fungsi tubuh
antara suplai dan hasil : (L.05047) yang menyebabkan lelah, monitor kelelahan fisik
kebutuhan oksigen. 1. Frekuensi nadi meningkat (5) dan emosional
(D.0056) 2. Keluhan lelah menurun (5) 2. Terapeutik : Sediakan lingkungan yang nyaman &
3. Dispnea saat aktivitas menurun (5) rendah stimulus
4. Dispnea setelah aktivitas menurun (5) 3. Edukasi : Anjurkan tirah baring, anjurkan
melakukan aktivitas secara bertahap
4. Kolaborasi : Kolaborasi denga ahli gizi untuk
Meningkatkan asupan makanan

Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan Manajemen Nutrisi : (I. 03119)
ketidakmampuan status nutrisi membaik, dengan kriteria hasil : 1. Observasi : Identifikasi status nutrisi
mencerna makanan (L.03030) 2. Terapeutik : Fasilitasi menentukan pedoman diet
(D.0019) 1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat (5) 3. Edukasi : Ajarkan diet yang diprogramkan
2. Berat badan membaik (5) 4. Kolaborasi : Pemberian medikasi sebelum makan
3. Indeks masa tubuh membaik (5)

Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan Perawatan integritas kulit : (I.11353)
b.d integritas kulit dan jaringan meningkat, dengan 1. Observasi : Identifikasi penyebab gangguan
kekurangan/kelebihan kriteria hasil : (L.14125) integritas kulit
volume cairan (D.0129) 1. Kerusakan jaringan menurun (5) 2. Terapeutik : Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah
2. Kerusakan lapisan kulit menurun (5) baring, lakukan pemijatan pada area penonjolan
3. Elastisitas meningkat (5) tulang
4. Tekstur membaik (5) 3. Edukasi : Anjurkan menggunakan pelembab/lotion,
anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, anjurkan
minum air yang cukup.
D. DAFTAR PUSTAKA
Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
: Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.
Tim pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
: Definisi dan Kriteria Hasil. Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.
Tim pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.
Udjianti, WJ. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif dan Kumalasari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.
Syamsudin. (2011). Buku Ajar Farmakoterapi Kardoivaskuler dan Renal. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai