Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL

KRONIK

Untuk memenuhi tugas Praktik Keperawatan Medikal Bedah III


Program Studi Sarjana Keperawatan

Dosen Pembimbing:
Ns. Riandi Alfin S. Kep., Ners., M. Kep

Oleh
ELIZA AYUNDA PUTRI
302017030

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERISTAS ‘AISYIYAH BANDUNG
BANDUNG
2020
LEARNING (CBL V)
GAGAL GINJAL KRONIK
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Gagal Ginjal Kronik


Gagal Ginjal Kronis (GGK) disebut juga sebagai Chronic Kidney Disease
(CKD). Gagal ginjal kronis atau penyakit gagal ginjal stadium akhir adalah gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemapuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit sehingga
menyebabkan uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah
(Smeltzer & Bare, 2013).
Gagal ginjal kronis merupakan penyakit pada ginjal yang perisisten
(berlangsung lebih dari 3 bulan) dengan kerusakan ginjal dan kerusakan Glomerular
Fitration Rate (GRF) dengan angka GRF lebih dari 60 ml/menit/1.73 m2 (Prabowo &
Pranata, 2014)
Operasi Cimino Suatu tindakan pembedahan dengan cara menghubungkan
arteri radialis dengan vena cephalica sehingga terjadi fistula arteriovena sebagai
akses dialisis.
B. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR).
Penyebab gagal ginjal kronik menurut Prabowo & Pranata (2014).
1. Gangguan pembuluh darah : Berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang paling sering adalah
Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik
progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia fibromaskular pada satu atau lebih
artieri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis
yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati,
dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastistisitas system, perubahan
darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonephritis : Glomerulonephritis
merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Istilah umum
glomerulonephritis (GN) biasanya dipakai untuk menyatakan sejumlah
penyakit ginjal primer yang terutama glomerulus, tetapi juga dipergunakan
untuk menyatakan lesi-lesi pada glomerulus yang dapat ataupun tidak
disebabkan oleh penyakit ginjal primer.
3. Infeksi : Dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini
mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden
dari traktus urinarius bagiab bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat
menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.
4. Gangguan metabolik : Seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan
berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh
darah secara serius merusak membrane glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer : Terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam
berat.
6. Obstruksi traktus urinarius : Oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi
uretra.
7. Kelainan kongenital dan herediter : Penyakit polikistik sama dengan kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan
didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat
konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.
C. Klasifikasi
Menurut Harrison (2012) berikut adalah klasifikasi dari GGK berdasarkan
GFR, yaitu :
1. Stadium I : Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau hampir normal atau
diatas 90 ml per menit.
2. Stadium II : laju filtrasi glomerulus 60 – 89 ml per menit ( kira – kira 50% dari
nilai normal) dengan tanda kerusakan ginjal.
3. Stadium III : laju filtrasi glomerulus antara 30 – 50 ml per menit ( 25 – 50 %
dari nilai normal) dengan hanya sedikit nefron yang tersisa.
D. Manifestasi Klinis
Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009):
1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat
menurun hingga 25% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN
sedikit meningkat diatas normal.
3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang
ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan
BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang
komplek.
E. Patofisiologi
Kondisi gagal ginjal disebabkan oleh 3 faktor pemicu yaitu pre renal, renal dan
post renal. Pre renal berkaitan dengan kondisi dimana aliran darah ke ginjal
mengalami penurunan. Kondisis ini dipicu oleh hypovolemia, vasokontriksi dan
penurunan cardiac output. Dengan adanya kondisi ini maka GRF (Glomerular
Filtation Rate) akan mengalami penurunan dan meningkatnya reabsorbsi tubular.
Untuk faktor renal berkaitan dengan adanya kerusakan pada jaringan parenkin
ginjal. Kerusakan ini dipicu oleh trauma maupun penyakit-penyakit pada ginjal itu
sendiri. Sedangkan faktor post renal berkaitan dengan adanya obstruksi pada saluran
kemih, sehingga akan timbul stagnasi bahkan adanya refluks urine flow pada ginjal.
Dengan demikian beban tahanan/resistensi ginjal akan meningkat dan akhirna
mengalami kegagalan (Prabowo & Pranata, 2014)
Gagal ginjal terjadi setelah berbagi macam penyakit yang merusak massa
nefron ginjal yang mengakibatkan laju filtrasi glomelurus/Glomerular Filtration Rate
(GFR) menurun. Dimana perjalanan klinis gagal ginjal kronik dibagi dalam tiga
stadium. Pertama, menurunnya cadangan ginjal, Glomerular Filtration Rate (GRF)
dapat menurun hingga 25% dari normal. Kedua, insufisiensi ginjal, pad keadaan ini
pasien mengalami poliuria dan nokturia, GFR 10% sampai 25% dar normal, kadar
keratin serum dan BUN sedikit meningkat di atas normal. Ketiga, penyakit ginjal
stadium akhir/End Stage Renal Disease (ESRD) atau sindrom uremik, yang ditandai
dengan GFR kurang dari 5 atau 10 ml/menit, kadar serum keratin dan BUN
meningka tajam. Terjadi kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang
dinamakan sindrom uremik memengaruhi setiap sistem dalam tubuh (Price &
Wilson, 2013)
F. Pathway

zat toksit vaskuler Infeksi Obstruksi


saluran kemih
Reaksi antigen Tertimbun ginjal
Arterio sklerosis
& antibodi Retensi urin Batu besar &

Suplai darah kasar


Menekan saraf perifer
ginjal ↓
Iritasi/cedera jaringan
Nyeri pinggang
GFR ↓
Hematuria

GGK
Anemia

Sekresi protein Retensi Na Sekresi


terganggu eritopoitin ↓
Total CES ↑

Sindrom uremia Produksi HB ↓


Tekanan kapiler ↑

Volume intertisial ↑ Oksihemoglobin ↓


Ganguan pluritis
keseimbangan Edema Suplai O2 ↓
asam basa Perubahan warna
Preload ↑
kulit Intoleransi
Produksi asam aktivitas
Beban jantungg ↑
lambung ↑ Gangguan integritas
kulit Hipertrovi ventrikel Risiko penurunan
Nause/vomiting kiri curah jantung
COP menurun
Defisit nutrisi Payah jantung

Aliran darahh
Bendungan atrium kiri
ginjal ↓
Gangguan
Tekanan vena pertukaran gas
RAA ↓
pulmonal

Retensi Na & H2O


Kapiler paru ↑
Hipervolemia
Edema paru
G. Pemeriksaan Penunjang
Berikut adalah pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan
diagnosa gagal ginjal kronis :
1. Biokimiawi : Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan
keratin plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal
adal dengan analisa creatinine clearance (klirens kreatinin).
2. Urinalisasi : Dilakukan untuk menapis ada atau tidaknya infeksi ginjal atau
perdarahan aktif akibat infamasi pada jaringan ginjal.
3. Ultrasonografi Ginjal : Memberikan informasi yang mendukung
meenegakkan diagnosis gagal ginjal (Prabowo & Pranata, 2014)
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah :
1. Penyakit tulang : Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung
akan mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan
menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan menyebabkkan
fraktur pathologis.
2. Penyakit kardiovaskuler : Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan
berdampak secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, ntoleransi
glukosa, dan kelainan hemodinamika (hipertropi ventrikel kiri).
3. Anemia : Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di ginjal akan
mengakibatkan penurunan hemoglobin.
4. Disfungsi seksual : Akibat gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering
mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita dapat
terjadi hiperprolaktinemia.
I. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan
elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin,
2011) :
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka. Dialisis atau dikenal dengan nama cuci
darah adalah suatu metode terpi yang bertujuan untuk menggantikan
fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari
tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat
menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga
kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini
dikenal ada 2 jenis dialisis :
a. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser) : Hemodialisis atau
HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang
berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa keluar
dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser,
darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan
ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu
setelah darah selesai di bersihkan, darah dialirkan kembali kedalam
tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah salit dan setiap
kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
1) Tujuan hemodialisa
Hemodialysis untuk mengambil zat-zat nitrogen yang
toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan
(Smeltzer & Barre, 2013).
2) Indikasi hemodialisa
Hemodialysis dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan
beberapa kondisi, seperti enselopati uremik, pericarditis, asidosis
yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan lain, gagal
jantung, dan hyperkalemia( Muttaqin, 2011).
3) Prinsip hemodialisa
Pada hemodialysis, aliaran darah yang penuh dengan toksin
dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh klien ke dialisa tempat
darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan ke tubuh
klien.
Ada 3 prinsip yang mendasari kerja hemodialysis, yaitu difusi,
osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah
dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah,
yang memiliki konsentrasi tingggi, ke cairan dialisa dengan konsentrasi
yang lebih rendah. Cairan dialisa tersusun dari semua elektrolit yang
penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit darah
dapat dikembalikan dengan mengatur rendaman dialisa (dyalisate bath)
secara tepat. (pori-pori kecil dalam membrane semipermeabel tidak
memunginkan lolosnya sel darah merah dan protein).
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan
gradient tekanan; dengan kata lain, air bergerak dari daerah engan
tekanan yang lebih tinggi (tubuh klien) ke tekanan yang lebih rendah
(cairan dialisat). Gradient ini dapat ditingkatkan melalui penambahann
tekanan negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialysis
tekanan negative diterapkan pada alat ini tekanan negative sebagai
kekuatan pengisap pada membrane dan memfasilitasi pengeluaran air.
Karena klien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan
untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan
cairan).
b. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut) Terapi kedua adalah
dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan membrane
peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan
dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah
jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,
hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,
pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3. Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.
Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya
ada infusiensi coroner.
a. Tranfusi PRC
Sel darah merah pekat berisi eritrosit, trombosit, leukosit dan
sedikit plasma. Sel darah merah ini didapat dengan memisahkan
sebagian besar plasma dari darah lengkap, sehingga di peroleh sel
darah merah dengan nilai hematokrit 60-70%. Volume

diperkirakan150-300 mL. Sel darah merah ini disimpan pada suhu 1 -

6 Celsius.
1) Indikasi tranfusi PRC
Sel darah merah pekat ini digunakan untuk meningkatkan
jumlah sel darah merah pada klien yang menunjukkan gejala
anemia, yang hanya memerlukan massa sel darah merah pembawa
oksigen saja misalnya pada klien dengan gagal ginjal atau anemia
karena keganasan. Pemberian unit ini disesuaikan dengan kondisi
klinis klien bukan pada nilai Hb atau hematokrit. Keuntungannya
adalah perbaikan oksigenasi dan jumlah eritrosit tanpa menambah
beban volume seperti klien anemia dengan gagal jantung.
2) Kontraindikasi tranfusi PRC
Dapat menyebabkan hipervolemia jika diberikan dalam
jumlah banyak dalam waktu singkat.
3) Dosis dan cara pemberian
Pada orang dewasa, 1 unit sel darah merah pekat akan
meningkatkan Hb sekitar 1 g/dl atau hematokrit 3-4%.
Pemberian sel darah ini harus melalui filter darah standar (170
μ). Hematokrit yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya
hiperviskositas dan menyebabkan kecepatan transfusi menurun
sehingga untuk mengatasinya maka diberikan salin normal 50-
100 ml sebagai pencampur sediaan sel darah merah dalam
CPD atau CPDA-1 tetapi harus hati-hati karena dapat terjadi
kelebihan beban.

4. Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.
Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan
100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan
dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi
asidosis.
5. Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator
dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus
hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6. Transplantasi ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik
maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
7. Pemberian terapi farmakologi
a. Obat-obat anti hipertensi untuk mengontrol tekanan darah dan edema.
b. Obat-obatan golongan loop diuretics untuk mempertahankan
keseimbangan cairan.
c. Obat-obatan golongan glikosid kardiak seperti digoksin untuk
memobilisasi cairan yang menyebabkan edema.
d. Obat-obatan antiemetic untuk mengendalikan mual dan muntah.
e. Obat natrium bicarbonate untuk mencegah keadaan hiperkalemia.
8. Penatalaksanaan supportif (Diet)
a. Pemberian suplemen vitamin, khususnya vitamin B dan D
b. Suplemen zat besi dan folat untuk mengatasi anemia
c. Membatasi asupan cairan serta natrium dan kalium
J. Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronis
Pengkajian
1. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur. Kelemahan otot dan
tonus, penurunan ROM
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada. Peningkatan
JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
3. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan. Menolak, cemas,
takut, marah, irritable
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin,
urin pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen
kembung
5. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi,
anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan.
Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
koma
7. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki. Distraksi, gelisah
8. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal
Dyspnea (+). Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema
pulmonal
9. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi),
petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM
terbatas
10. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
11. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya
Diagnosa Keperawatan
1. Hipervolemia
2. Defisit Nutrisi
3. Risiko gangguan integritas kulit
4. Gangguan pertukaran gas
5. Intoleransi aktivitas
6. Risio penurunan curah jantung
7. Nyeri akut
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC


Harrison. (2012). Nefrologi Dan Gangguan Asam Basa. Jakarta : EGC
Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta
: Salemba Medika
Price, S.A & Wilson, L.M. (2015). Patofisioloi Konsep Klinis Proses Penyakit.
Edisi IV. Jakarta : EGC
Prabowo, E & Pranata, A.E (2014). Asuhan Keparawatan Sistem Perkemihan.
Yogjakarta : Nuha Medika
Smeltzer & Bare. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Kasus 12

Seorang laki-laki, Tn. S, (42 tahun) dirawat di Ruang Bedah Umum baru saja dilakukan
hemodialisis pertama kali dan ditransfusi PRC 4. Sebelumnya pasien dibawa kerumah
sakit karena mengeluh sesak dan nyeri pinggang. Sesak yang dirasakan seperti tertimpa
benda berat dan nafas pendek. Nyeri pada pinggang menyebar ke punggung dengan rasa
terbakar dan skala nyeri 7. Hasil pemeriksaan laboratorium sebelum hemodialisis: Hb 7
gr/dl, Ureum 214 mg/dL, Kreatinin 6,6 mg/dL. Hasil pemeriksaan Hemodinamik TD
160/100 mmHg, frekuensi nadi 100 kali/menit, frekuensi pernafasan 30 kali/menit,
Suhu 37 oC. Hasil laboratorium sesudah hemodialisis: Hb 10 gr/dl, Ureum 67 mg/dL,
Kreatinin 2,7 mg/dL. Saat pengkajian, klien baru datang dari OK post pemasangan
Simino di tangan sebelah kiri . Terpasang infus Tramadol drip 2 ampul dalam NaCL
0,9% 20 gtt/menit. Terdapat luka jahitan 4 cm, terpasang folley kateter dengan produksi
urine 150 cc warna kuning keruh.Klien dalam keadaan compos mentis dan tampak
kesakitan pada area luka post op sehingga tampak ketakutan bila bergerak, skala nyeri 6
(0 – 10). Klien sudah dianjurkan untuk membatasi minum hanya 800 cc/24 jam. Tanda-
tanda vital TD 150/100 mmHg, frekuensi nadi 92 x/menit, frekuensi napas 24 x/menit,
Suhu 36 oC, BB pasien 75 TB 165. Riwayat pekerjaan pasien adalah masinis . Selama
ini klien memang sering mengeluh panas di pinggang, mual, tidak nafsu makan, dan
mengeluh mudah lelah, tetapi klien selalu tidak mengindahkannya. Hal ini sudah
dirasakan kurang lebih 5 bulan terakhir, tetapi kemudian 1 minggu yg lalu kondisinya
drop dan langsung dibawa ke RS
Format laporan ASKEP RUANG OPERASI

I. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama Pasien : Tn. S
b. Tgl lahir/Umur : 29 Desember 1978 (42 thn )
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : D3
e. Pekerjaan : Masinis
f. Alamat : Kp. Kiaracondong Rt 02/03
g. No CM : 0003412
h. Diagnosa Medis : Gagal Ginjal Kronik
IDENTITAS ORANG TUA/PENANGGUNG JAWAB
a. Nama : Ny.S
b. Umur : 40 thn
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : SMA
e. Hubungan dengan pasien : Istri
Asal pasien : □ Rawat Jalan ■ Rawat Inap □ Rujukan

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Nyeri pinggang
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Sebelumnya pasien dibawa kerumah sakit karena mengeluh nyeri
pinggang. Nyeri pada pinggang menyebar ke punggung dengan rasa terbakar
dan skala nyeri 7. Pasien juga mengeluh sesak. Sesak yang dirasakan seperti
tertimpa benda berat dan nafas pendek.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Tidak ada riwayat kesehatan dahulu.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada riwayat keluarga (tampilkan genogram jika ada)
3. Riwayat Psikososial Spiritual
a. Data Psikologis (konsep diri, emosional)
Pasien seorang masinis, pasien tidak megetahui terkait kondisi paien
sebelumnya sampei pasien mengalami drop dan dibawa ke rumah sakit.
b. Data Sosial
Pasien mempunyai seorang istri, dan dua orang anak.
c. Data Spiritual
Pasien beragama islam, selama sakit masih menjalankan shalat lima
waktu, jarang mengikuti acara kegiatan keagamaan, pasien merasa bahwa sakit
yang dialami adalah ujian.
4. Riwayat Activity Daily Living (ADL)
No Kebiasaan Di Rumah Di Rumah Sakit
1 Nutrisi Makan
o Jenis Nasi, sayur, ayam ikan Nasi, sayur. Ayam
o Frekuensi 3 x/hari 3 x/hari
o Porsi 1 porsi habis Hanya makan 3 suap

o Keluhan Tidak ada keluhan Kurang nafsu makan


Minum
o Jenis Air putih, Susu, teh Air Putih
o Frekuensi 8 Gelas/Hari
o Jumlah (cc) 900-1500cc Kurang lebih 800 cc/Hari

o Keluhan Tidak Ada Kelebihan volume cairan


2 Eliminasi
o BAB
o Frekuensi 1 x/hari Belum BAB
o Warna Kuning Belum

o Konsistensi Berbentuk Belum


Tidak Ada Tidak Ada
o Keluhan
BAK
o Frekuensi Sering Tidak Tau Karena Pake
folley kateter
o Warna Kuning Kuning keruh
o Jumlah (cc) Banyak 150 cc
Tidak Ada Ada
No Kebiasaan Di Rumah Di Rumah Sakit
o Keluhan
3 Istirahat dan tidur
o Waktu tidur Tidak tentu 21.00
o Lamanya 5 – 6 Jam 1 – 2 Jam
o Keluhan Tidak Ada Sulit tidur karena nyeri
4 Kebiasaan diri
o Mandi 3x/hari 1x/hari (di washlap)
o Perawatan rambut 1 Minggu sekali belum
o Perawatan kuku 3x/hari Belum

o Perawatan gigi Tidak tentu Belum

o Ketergantungan
o Keluhan

A. PRE OPERASI
1. Keluhan Utama : Mengeluh sesak dan nyeri pinggang
2. Riwayat Penyakit : □DM □Asma □Hepatitis □Jantung □Hipertensi
□HIV ■ Tida kada
3. Riwayat Operasi/anestesi : □Ada ■ Tidak ada
4. Riwayat Alergi : □Ada, sebutkan.................. ■ Tidak ada
5. Jenis Operasi : Pemasangan cimino
6. TTV : Suhu : 37 C Nadi : 100 x/mnt Respirasi : 30 x/mnt
TD : 160/100 mmHg
7. TB/BB : BB : 75 Kg TB : 165 Cm
8. Golongan Darah :o Rhesus : +
RIWAYAT PSIKOSOSIAL/SPIRITUAL
9. Status Emosional : □ Tenang □ Bingung ■ Kooperatif □Tidak Kooperatif
□ Menangis □ Menarik diri
10. Tingkat Kecemasan :□ Tidak Cemas ■ Cemas
11. Skala Cemas : □ 0 = Tidak cemas
■ 1 = Mengungkapkan kerisauan

□ 2 = Tingkat perhatian tinggi


□ 3=Kerisauan tidak berfokus

□ 4=Responsimpate-adrenal

□ 5=Panik

12. Skala Nyeri

Tidaknyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Sangat Nyeri Nyeri tak tertahan
□0-1 □2-3 □4-5 ■ 6-7 □ 8-9 □ 10
13. Survey Sekunder ,lakukan secara head to toe secara prioritas :

NORMAL
KETERANGAN
YA TIDAK
Kepala Kulit kepala bersih, rambut bersih serta tidak rontok,
tidak ada nyeri tekan dan edema. Mata : konjungtiva

anemis, sclera putih, pupil isokor, penglihatan: dalam
batas normal.
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
distensi vena jugularis. Telinga: Bersih tidak ada

cairan, tidak ada serumen, pendengaran dalam batas
normal.
Dada Toraks dan paru-paru: frekuensi pernapasan 30
x/mnt, takipneu, hiperventilasi, penggunaan otot
bantu pernafasan (+), pergerakkan dada simetris
kanan dan kiri, bunyi napas vesikuler, traktil fremitus
√ melemah pada bagian apeks, perkusi: pekak di apeks,
bentuk dada simetris. Kardiovaskular: nadi 100x/
mnt, TD 160/100 MmHg, dada simetris, CRT >3
detik, akral dingin, bunyi jantung normal Lup (S1)
dan dup (S2), tidak ada bising jantung,
Abdomen √ Abdomen: abdomen simetris, bising usus 10x/menit,
abdomen supel, ada nyeri tekan, mual (+), tidak
nafsu makan
Genitalia Genitalia bersih dan terdapat lubang anus. Eliminasi:
√ BAB 1 kali konsistensi lunak, berwarna kuning,
BAK spontan, produksi urine: 500ml.
Integumen Turgor kulit lembab, tidak ada lesi. Kuku bersih dan

sudah di potong
Ekstremitas Muskuloskeletal dan Ekstremitas: kemampuan
pergerakan sendi bebas, tidak ada parese, tidak ada
kelainan bentuk tulang dan otot, postur tubuh tegap,
√ edema ekstremitas bawah sebelah kanan (pitting
edema +1) Refleks Patella positif kiri dan kanan,
diaphoresis (+), tidak edema ekstremitas atas, tidak
ada tanda Homan’s.

14. Hasil Data Penunjang


Laboratorium :
Jenis Nilai
Rujukan
pemeriksaan Sebelum HD Sesudah HD
Hemoglobin 7 gr/dl 10 gr/dl 13 – 17 gr/dl
Ureum 214 mg/dl 67 mg/dl 8 – 24 mg/dl
Kreatinin 6,6 mg/dl 2,7mmg/dl 0,6 -1,2 mg/dl

B. POST OPERASI
1. Pasien pindah ke ;:
-Pindah ke ICU/PICU/NICU :jam Wib
- RECOVERY ROOM : Jam 10.00 Wib
2. Keluhan saat di RR : □Mual □Muntah □ pusing ■ Nyeri luka operasi
□Kaki terasa baal □ Menggigil □ lainnya…..
3. Keadaan Umum : □ Baik ■Sedang □ Sakit berat
4. TTV : Suhu 36 oC , Nadi 92 x/mnt, Rr 24 x/mnt,
TD 150/100 mmHg, SatO2 %
5. Kesadaran : ■ CM □ Apatis □ Somnolen □ Soporo
□Coma
6. Survey Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas :

NORMAL
KETERANGAN
YA TIDAK
Kepala Kulit kepala bersih, rambut bersih serta tidak rontok,
tidak ada nyeri tekan dan edema. Mata : konjungtiva

anemis, sclera putih, pupil isokor, penglihatan:
dalam batas normal.
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
distensi vena jugularis. Telinga: Bersih tidak ada

cairan, tidak ada serumen, pendengaran dalam batas
normal.
Dada Toraks dan paru-paru: frekuensi pernapasan 24
x/mnt, takipneu, hiperventilasi, penggunaan otot
bantu pernafasan (+), pergerakkan dada simetris
kanan dan kiri, bunyi napas vesikuler, traktil
√ fremitus melemah pada bagian apeks, perkusi: pekak
di apeks, bentuk dada simetris. Kardiovaskular: nadi
92x/ mnt, TD 150/100 MmHg, dada simetris, CRT >
3 detik, akral dingin, bunyi jantung normal Lup (S1)
dan dup (S2), tidak ada bising jantung,
Abdomen Abdomen: abdomen simetris, bising usus 10x/menit,
√ abdomen supel, ada nyeri tekan, mual (+), tidak
nafsu makan
Genitalia Tepasang folley kateter. Eliminasi: BAB 1 kali
√ konsistensi lunak, berwarna kuning, BAK produksi
urine: 150 cc, warna urin tampak kuning keruh
Integumen Terdapat luka jahitan sebesar 4 cm post op cimino

sebelah kiri.
Ekstremitas √ Muskuloskeletal dan Ekstremitas: kemampuan
pergerakan sendi bebas, tidak ada parese, tidak ada
kelainan bentuk tulang dan otot, postur tubuh tegap,
edema ekstremitas bawah sebelah kanan (pitting
NORMAL
KETERANGAN
YA TIDAK
edema +1) Refleks Patella positif kiri dan kanan,
diaphoresis (+), tidak edema ekstremitas atas, tidak
ada tanda Homan’s.

7. SKALA NYERI

Tidaknyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Sangat Nyeri Nyeri tak tertahan
□0-1 □2-3 □4-5 ■ 6-7 □ 8-9 □ 10

5. Program Terapi
Nama obat Cara pemberian Dosis Keterangan
Merupakan cairan kristaloid
yang mengandung natrium dan
Nacl 0,9 % IV 20 gtt/mnt clorida. Digunakan untuk ketidak
seimbangan elektrolit dan
menjaga tubuh agar terhidrasi
Merupakan jenis obat analgesik
golongan opioid yang digunakan
Tramadol drip IV 2 ampul
untuk penghilang rasa sakit
setelah pembedahan.
Transfusi PRC IV 4 Sel darah merah pekat ini
digunakan untuk meningkatkan
jumlah sel darah merah pada
klien yang menunjukkan gejala
anemia, yang hanya memerlukan
massa sel darah merah pembawa
oksigen saja misalnya pada klien
dengan gagal ginjal atau anemia
karena keganasan.
II. ANALISIS DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH


Pre Operasi Obstruksi saluran kemih Nyeri akut : nyeri pinggang
DS : pasien mengatakan nyeri ↓
pinggang Retensi urin

DO : - Skala 7 (0-10) Batu besar & kasar
- TD 160/100 mmHg ↓
- Nadi 100 kali/menit Menekan saraf perifer
- Tidak nafsu makan ↓
Mengeluakan mediator
kimia

Nyeri pinggang

Nyeri
Pre Operasi Gagal ginjal kronik Pola nafas tidak efektif
DS : pasien mengatakan sesak ↓
Retensi Na
DO : - RR 30 x/ mnt ↓
- Foto thorax kesan Total CES ↑
cardiomegali dengan ↓
edema pulmonal Tekanan kapiler ↑
- PCH (+) ↓
- Otot bantu napas (+) Volume intertisial ↑
- Takipneu ↓
- Hiperventilasi Edema

Prelode ↑

Hipertropi ventrikel kiri

Payah jantung
DATA ETIOLOGI MASALAH

Bendungan atrium kiri

Tekanan pulmonal

Kapiler paru ↑

Edema paru

Pola napas tidak efektif
Pre Operasi Gagal ginjal kronik Hipervolemia
DS : pasien dilakukan HD ↓
Retensi Na
DO : - Ureum 214 mg/dL ↓
- Kreatinin 6,6 mg/dL Total CES ↑
- Output urin 150 cc ↓
dengan warna kuning Tekanan kapiler ↑
keruh ↓
- Input : Volume intertisial ↑
 Minum 800 cc/24 ↓
jam Edema
 Infus Nacl 0,9 % ↓
dan tramadol 2 Prelode ↑
amp ↓
- Balance cairan Hipertropi ventrikel kiri
Input → minum : 800 cc ↓
Infus : 500 cc Payah jantung
AM : 375 (5 x 75 ) + ↓
1,675 COP ↓

Aliran darahh ginjal ↓

DATA ETIOLOGI MASALAH
Output → urin : 150 cc RAA ↓
IWL : 750 (10 x 75) + ↓
900 Retensi Na & H2O
→ 1,675 – 900 ↓
= 775 cc/24 jam Hipervolemia
Pre operasi GGK Perfusi Perifer Tidak Efektif

DS : pasien mengeluh mudah lelah Iritasi/ cedera jaringan

Do : - HB 7 mg/dl Hematuria
- CRT >3 detik ↓
- Akral dingin Anemia

Sekresi eritopoitin ↓

Produksi HB ↓

Perfusi perifer tidak efektif
Post Operasi Gagal ginjal kronik Nyeri Akut : post op cimino
DS : pasien mengeluh nyeri ↓
Retensi Na
DO : - skala 6 (0-10) ↓
- Terdapat luka 4 cm di pasien post op
tanggan kiri ↓
- Tampak ketakutan Luka pembedahan
ketika menggerakan ↓
tangannya Menekan saraf perifer
- Pasien post op cimino ↓
Terjadi proses inflamasi

Mengeluarkan mediator
kimia
DATA ETIOLOGI MASALAH

Hipotalamus

Nyeri pada luka post op
Post operasi Gagal ginjal kronik Risiko Infeksi
DS : ↓
Retensi Na
DO : ↓
- Pasien post op cimino pasien post op
- Terdapat luka di tangan kiri 4 ↓
cm Luka pembedahan

Masuknya patogenesis

Risiko infeksi

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Pre Operasi :
1. Hipervolemia b.d gagal ginjal kronik
2. Nyeri akut b.d sakit pinggang
3. Pola nafas tidak efetif b.d kelebihan volume cairan
4. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan kosentrasi hemoglobin
Post Operasi :
1. Nyeri Akut b.d agen cedera fisik : post operasi
2. Hipervolemia b.d gagal ginjal kronik
3. Resiko infeksi
4. Pola nafas tidak efetif b.d kelebihan volume cairan
IV. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. S Ruangan : Bedah Umum
No. Medrek : 0003412 Diagnosa Medis : Gagal ginjal kronik

No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
1 Hipervolemia b.d Setelah dilakukan Manajemen Cairan Manajement Cairan
gagal ginjal tindakan keperawatan 2 x Observasi Observasi
kronik 24 jam nyeri teratasi 1. Monitor status hemodinamika 1. Untuk memantau ada atau
dengan krteria hasil : 2. Periksa tanda dan gejala tidaknya peningkatan tekanan
1. Balance cairan hipervolemmia darah, freuensi jantung,
normal 3. Monitor intake dan output cairan MAP,CVP,PAP,PCWP, CO dan
2. Tidak terdapat Terapeutik CI.
edema 1. Batasi asupan cairan dan garam 2. Untuk memantau ada atau
3. Kreatinin dan 2. Tinggikan kepala tempat tidur 30 – 40o tidaknya edema, peningktan
ureum dalam batas Edukasi frekuensi napas, suara napas
normal 1. Ajarka cara membatasi cairan tambahan, dan refleks
2. Ajarkan cara mencatat asupan dan hepatojugular
haluan cairan 3. Untuk melihat balance cairan
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
Kolaborasi pasien dan menentukan jenis
1. Kolaborasikan pemberian diuretik pemberian terapi.
Terapeutik
Manajement Hemodialisis 1. Agar pasien mampu untuk
Observasi membatasi asupan cairannya
1. Identifikasi tanda dan gejala kebutuhan serta mengetahui dari efek
hemodialisa pembatasan cairan.
2. Identifikasi kesiapan hemodialisa (mis, 2. Posisi 30 – 400 dapat membantu
TTV, BB, volume cairan dan pernapasan pasien serta pada
kontraindikasi pemberian heparin) pasien dengan GGK posisi
3. Monitor tanda - tinda vital pasca tersebut akan menghindari
hemodialisa terjadinya penumpukan cairan
Terapeutik atau edema pada paru - paru
1. Lakukan prosedure dialisis dengan Kolaborasi
prinsip aseptik 1. Cairan diuretik diberikan kepada
2. Hentikan hemodialisi ketika terjadi hal pasien GGK hanya untuk
yang membahayakan (mis, syok) membantu pemberian obat dalam
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
3. Ambil sampel darah untuk akses vena
mengevaluasi keefektifan hemodialisa
Edukasi Manajement Hemodialisis
1. Jelaskan tentang prosedure Observasi
hemodialisa 1. Sebelum dilakukan hemodialisa
2. Ajarkan cara membatasi cairan perlu dilakukan pengecekan
Kolaborasi terhadap GFR pada pasien gagal
1. Berikan heparin pada blood line,sesuai ginjal kronik karena untuk
indikasi menentukan apakah pasien perlu
dilakukan hemodialisa atau tidak.
2. Sebelum dilakukan hemodialisa
pastikan pasien siap untuk
dilakukan hemodialisa karena
jika TTV tinggi dan kondisi
tubuh dalam keadaan drop maka
tidak dapat dilakukan
hemodialisa karena akan
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
memperburuk keadaan pasien.
3. Memonitor TTV setelah
dilakukan hemodialisa untuk
mengetahui keefetivitasan
dilakukannya hemodialisa.
Terapeutik
1. Melakukan proses dialisis paada
pasien GGK dapat mengurangi
kelebihan volume cairan.
2. Jika pada saat hmodialisa terjadi
hal yang membahayakan maka
hentikan proses hemodialisa agar
tidak memperburuk kondisi
pasien.
3. Mengambil sampel darah setelah
dilakukan hemodialisa untuk
mengetahui kadar ureum,
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
kreatinin dan parameter
pemeriksaan ginjal lainnya
apakah hemodialisa bekerja
secara efektif atau tidak pada
pasien.
Edukasi
1. Sebelum dilakukan hemodialisa
sebaiknya berikan edukasi
kepada keluarga dan pasien
terkait tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien untuk
memberikan informasi terkait
tujuan dan manfaat dari
dilakukannya prosedure.
2. Pada pasien GGK dengan
keleihan volume cairan perlu
memperhatikan asupan cairannya
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
karenaa akan berpengaruh
terhadap balance cairan dan jika
tidak dibatasi maka akan
menyebabkan edema.
Kolaborasi
1. Pemeberian heparin bertujuan
untuk mencegah dan mengobati
penggumpalan darah pada saat
hemodialisa.
2 Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan Manajement Nyeri Manajement Nyeri
agen pencedera tindakan keperawatan 1 x Observasi : Observasi
fisik : pinggang 24 jam nyeri teratasi 1. Identifikasi lokasi , karakteristik, 1. Untuk memberikan jenis terapi
dan pembedahan dengan krteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intesitas yang sesuai jika lokasi frekuensi,
1. Skala nyeri 0 (0- nyeri. skala dan kulitas nyeri diketahui.
10) 2. Indtifikasi skala nyeri. 2. Untuk menetukan berapa skala
2. Tidak meringis 3. Identifikasi faktor yang memperberat yang dirasakan pasien sebagai
kesakitan dan memperingan nyeri. acuan untuk implementasi.
3. HR 90 x/mnt Terapeutik: 3. Mengetahui penyebab nyeri dapat
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
4. TD 120/80 MmHg 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mempermudah dalam pemberian
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, terapi yang digunakan.
hipnosis, akupresur, terapi musik, Terapeutik
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, 1. Memberikan terapi
teknik imajinasi terbimbing, kompres nonfarmakologi (ZAH) dapat
hamgat/dingin, terapi bermain) mengurangi itensitas nyeri karena
2. Kontrol lingkungan yang memperberat zikir dapat menenangkan
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, sehingga saraf – saraf yang
pencahayaan, kebisingan) menegang akan rileks ketika
3. Fasilitas istirahat dan tidur dipendengarka zikir sehingga
Edukasi : merangsang sistem fisiologis
1. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk tubuh.
mengurangi rasa nyeri 2. Mengontrol lingkungan seperti
suhu, pencahayaan dan
kebisingan dapat menurunkan
Pemberian Analgesik intensitas nyeri yang dirsakan
Observasi pasien karena kualitas kenyaman
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
1. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik pasien meningkat.
sesuai tingkat keparahan nyeri 3. Istrirahat dan tidur yang cukup
2. Monitor efektifitas analgesik akan mengurangi intensitas nyeri
3. Monitor TTV sebelum dan sesudah serta ketika tidur maka saraf –
pemberian analgesik saraf dan otot akan rileksasi atau
Terapeutik beristirahat.
1. Dokumentasikan respon terhadap efek Edukasi
analgesik dan efek yang tidak di 1. Untuk menambah wawasan
ingginkan pasien serta kemampuan pasien
Edukasi dalam mengurangi nyerinya
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping secara mandiri.
obat Kolaborasi
Kolaborasi 1. Pemberian obat analgesik yang
1. Kolaborasika pemberian dan jenis disesuaikan dpat mengurangi
analgesik, sesuai indikasi intensitas nyeri pasien termasuk
pemberian analgesik setelah
pembedahan akan mengurangi
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
nyeri pasien setelah masa
pembedahan selesai.

Pemberian Analgesik
Observasi
1. Mengidentifikasi jenis pemberian
analgesik bertujuan untuk
mengefektivitaskan pengurangan
terhadap nyeri.
2. Untuk mengetahui apakah
analgesik yang diberikan bekerja
secara efektif mengurang rasa
nyeri.
3. Observasi TTV dilakukan untuk
mengetahui apakah ada
penurunan terhadap TTV
sebelum dan sesudah diberikan
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
analgesik, karena ketika nyeri
dapat meningkatkan TD dan HR.
Terapeutik
1. Dokumentasi bertujuan untuk
apakah pasien alergi terhadap
jenis obat golongan analgesik
tertentu.
Edukasi
1. Untuk memberikan informasi
kepada pasien dan keluarga
terkait indikasi dan
kontraindikasi pada obat yang
diberikan sehingga menambah
wawasan pada pasien dan
keluarga.
Kolaborasi
1. Untuk menentukan jenis
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
analgesik yang cocok sesuai
indikasi nyeri pada pasien dan
dosis penting diberikan kepada
pasien agar tidak terjadi
overdosis dan agar obat yang
diberikan bekerja secara efektif.
3 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi Observasi
efetif b.d tindakan keperawatan 2 x Observasi : 1. Untuk mengetahui seberapa
keletihan 24 jam nyeri teratasi 1. Monitor frakuensi , irama , kedalaman beratnya pernapasan pasien
dengan krteria hasil : dan upaya napas sehingga mempermudah dalam
1. RR 18 (16-20) 2. Auskultasi bunyi napas pemberian terapi
2. Tidak ada otot 3. Monitor saturasi oksigen 2. Bunyi napas menentukan
bantu nafas 4. Monitor nilai AGD karakteristik atau penyebab dari
3. Irama reguler 5. Monitor hasil x-ray toraks sesak napasnya pasien.
4. Tidak ada PCH Terapeutik : 3. Saturasi oksigen
5. Tidak takipneu 1. Atur interval pemantauan respirasi 4. Untuk mengetahui nilai AGD dan
sesuai kondisi pasien status pernapasan pasien
Edukasi : 5. Untuk mengetahui apakah ada
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
1. Jelaskan tujuan dan prosedur penumpukan caira atau edema
pemantauan paru
Kolaborasi Terapeutik
1. Kolaborasikan pemberian oksigen, jika 1. Untuk membuat pola napas
diperlukan pasien lebih mudah
Edukasi
1. Menjelaskan prosedur kepada
pasien sangatlah penting untuk
menginformasikan tujuan dari
dilakukannya suatu tindakan
keperawatan.
Kolaborasi
1. Pemberian oksigen untuk
membantu pernapasan pasien
agar frekuensi, irama serta bunyi
napas pasien dalam batas normal
karena pemberian oksigen
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
membuat pertukaran O2 dan CO2
dalam paru – paru berjalan
lancar.
4 Perfusi jaringan Setelah dilakukan Pemberian Produk Darah Observasi
tidak efektif b.d tindakan keperawatan 1 x Observasi 1. Untuk mengetahui golongan
penurunan 24 jam perfusi jaringan 1. Identifikasi golongan darah pasien darah pasien agar tidak terjadi
kosentrasi perifer teratasi dengan Terapeutik perbedaan kandungan protein
hemoglobin krteria hasil : 1. Transfusi PRC 4 yang disebut antigen, jika
1. Tidak mudah lelah golongan darah berbeda di
2. HB dalam rentan transfusikan maka akan terjadi
normal 13 – 17 reaksi penolakan terhadap
mg/dl antigent dan akan dianggap
sebagai penyusup.
Terapeutik
1. Sel darah merah pekat ini
digunakan untuk meningkatkan
jumlah sel darah merah pada
klien yang menunjukkan gejala
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
anemia, yang hanya memerlukan
massa sel darah merah pembawa
oksigen saja misalnya pada klien
dengan gagal ginjal atau anemia
karena keganasan
5 Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi
tindakan keperawatan 2 x Observasi Observasi
24 jam risiko teratasi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local 1) Untuk menjadi acuan dari adanya
dengan krteria hasil : dan sistemik tanda dan gejala infeksi pada luka
1. Tidak terdapat Terapeutik Terapeutik
tanda – tanda 1. Berikan perawatan kulit pada area luka 1) Untuk mempertahankan turgor
infeksi 2. Pertahankan mengenai Teknik aseptic kulit
2. Luka post op pada pasien yang berisiko tinggi 2) Teknik aseptic sangat penting
mengering Edukasi pada risiko infeksi, agar tidak
1. Jelaskan mengenai tanda dan gejala bertambahnya atau menyebabkan
infeksi infeksi yang lain karena
2. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi masuknya mikroorganisme yang
baru
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
DX Keperawatan
Edukasi
1) Dengan mengetahui tanda dan
gejala dari infeksi pasien dapat
mengenali lukanya sendiri
2) Untuk mengembalikan fungsi
fisiologis normal,
mempertahankan massa otot,
mencegah malnutrisi dan infeksi,
menunjang proses penyembuhan
luka, mengurangi morbiditas, dan
mortalitas.
V. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama Pasien : Tn. S Ruangan : Bedah Umum
No. Medrek : 0003412 Diagnosa Medis : Gagal ginjal kronik

Hari/Tanggal DX Waktu Implementasi dan Catatan Perkembangan Evaluasi Paraf

Selasa Pre 07.00 Tuliskan tindakan keperawatan dan hasilnya Diagnosa Keperawatan 1
29 Desember Op Monitor tanda – tanda vital, di dapatkan hasil : S : pasien telah dilakukan HD
2020 O : ureum 67, kreatinin 2,7
TD = 160/100 mmHg
II, III
HR = 100 kali/menit A : hipervolemia belum teratasi
RR = 30 kali/menit P : lanjutkan intervensi
S = 37 OC
Diagnosa Keperawatan 2
08.00
III Memonitor frekuensi,irama, kedalaman dan upaya S : pasien mengeluh nyeri pinggang
napas. Pasien terlihat sesak O : Skala Nyeri 7 menjadi 2, TD 160/100
Memposisikan pasien dalam posisi 30 – 40o . Pasien MmHg, HR 100x/mnt
mulai bisa mengatur napasnya dan tidak terlalu
A : nyeri akut teratasi
sesak
09.00 P : hentikan intervensi
Hari/Tanggal DX Waktu Implementasi dan Catatan Perkembangan Evaluasi Paraf

II Melakukan pengkajian nyeri pada pasien. Skala Diagnosa Keperawatan 3


nyeri 7 (0-10) S : pasien mengeluh sesak
Memberikan terapi non farmakologis (terapi ZAH). O : RR 30 x/mnt
Pasien merasakan nyaman dan skala nyeri menjadi A : pola nafas tidak efektif teratasi sebagian
2 (0-10) P : lanjut intervens
11.00
IV Diagnosa Keperawatan 4
Melakukan transfusi PRC 4 pada pasien. Nilai lab
S : pasien mengeluh mudah lelah
HB 7 dan setelah transfusi menjadi HB 10
14.00 O : HB 7 mg/dl menjadi HB 10 mg/dl
I A : perfusi jaringan perifer teratasi
Melakukan HD pada pasien . nilai lab sebelum HD
P : hentikan intervensi
ureum 214 dan kreatinin 6,6. Setelah HD menjadi
ureum 67 dan kreatinin 2,7

Rabu 30 Post 13.00 Melakukan pengkajian nyeri pada pasien post op. Diagnosa Keperawatan 1
Desember op Skala pasien 6 (0-10) S : pasien mengeluh nyeri pada luka post op
2020 I O : Skala Nyeri 6 menjadi 2, TD 150/100
III Memeriksa luka pasien. Tidak terdapat tanda – MmHg, HR 92x/mnt
Hari/Tanggal DX Waktu Implementasi dan Catatan Perkembangan Evaluasi Paraf

tanda infeksi A : nyeri akut : post op teratasi


P : hentikan intervensi
I 14.00 Memberikan edukasi kepada pasien/keluarga agar
dapat meminimalkan rasa nyeri dan mengetahui Diagnosa Keperawatan 2
lokasi serta frekuensi nyeri. Pasien menjadi tahu S : pasien telah dilakukan HD
cara mengurangi nyeri O : membatasi cairan pasien 800 cc/24 jam

A : hipervolemia belum teratasi


II 15. 00 Memonitor intake cairan pasien
P : lanjutkan intervensi
Menganjurkan pasien untuk membatasi asupan
cairan sebanyak 800cc/ 24 jam
Diagnosa Keperawatan 3
S : pasien telah dilakukan post op cimino
IV 16.00 Memposisikan pasien pada posis 30 – 40o. Pasien
O : terdapat luka 4 cm dan tidak terdapat
merasa nyaman dan tidak terlalu sesak
tanda – tanda infeksi

I,IV 17.00 Memonitor tanda – tanda vital pasien, dengan hasil: A : risiko infeksi teratasi sebagian
TD : 150/100 MmHg P : lanjutkan intervensi
RR : 24x/ mnt
Hari/Tanggal DX Waktu Implementasi dan Catatan Perkembangan Evaluasi Paraf

HR ; 92x / mnt
Suhu : 36oC Diagnosa Keperawatan 4
S : pasien mengeluh sesak
I 18.00 Memberikan terapi pada pasien : O : RR 24 x/mnt
Tramadol 2 amp drip dalam NaCl 0,9 % 20 gtt/mnt. A : pola nafas tidak efektif teratasi sebagian
Skala nyeri berkurang menjadi 2
P : lanjut intervensi
Kamis 31 post 07.00 Memonitor tanda – tanda vital. Dengan hasil : Diagnosa Keperawatan 2
Desember op TD : 130/80 MmHg S : pasien telah dilakukan HD
2020 IV RR : 20x / mnt O : balance cairan 900 cc/24 jam
HR : 86 x/nt
A : hipervolemia belum teratasi
Suhu : 37,50 C
P : lanjutkan intervensi

IV 09.00 Memposisikan pasien dalam posisi 30 – 40o. Pasien


tidak sesak Diagnosa Keperawatan 3
S : pasien telah dilakukan operasi cimino
II 10.00 Memonitor cairan pasien. Balance cairan 900 O : luka tetap kering dan tidak terdapat
Hari/Tanggal DX Waktu Implementasi dan Catatan Perkembangan Evaluasi Paraf

III 11.00 Memeriksa luka post op. Luka tetap kering dan tanda – tanda infeksi
tidak ada tanda infeksi A : risiko infeksi teratasi

P : hentikan intervensi
III 12.00 Memberikan edukasi kepada keluarga dan pasien
agar tetap mempertahankan kebersihan luka dan
Diagnosa Keperawatan 4
memberitahukan tanda – tanda infeksi pada luka.
S : pasien tidak mengeluh sesak
Pasien dan keluarga menjadi tahu tanda – tanda
O : RR 20 x/mnt
infeksi.
A : pola nafas tidak efektif teratasi

P : hentikan intervensi
RESUME ANALISIS TINDAKAN KEPERAWATAN
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Resume AnalisisTindakanKeperawatan
Nama Prosedur : Zikir Asmaul Husna (ZAH) Terhadap nyeri pada
pasien post op dan Mengurangi Ketidak Nyamanan
Tujuan Tindakan : Untuk memberikan relaksasi dan ketenangan yang
akan membawa pengaruh terhadap saraf otonom
yang berdampak pada respon fisiologi.
Indikasi Pasien yang : Terapi ZAH ini juga bisa digunakan pada pasien
Membutuhkan Tindakan yang mengalam rasa ketidak nyamanan akibat nyeri
yang dirasakan

Rasionalisasi Prosedur
N RASIONAL
KEGIATAN
O (IntegrasiJurnal)
1. Persiapan:
Pra Interaksi
a. Validasi nama pasien
b. Keadaan umum dan TTV
c. Pastikan tidak ada kontraindikasi
Alat :
a. Al – Qur’an
b. Mp3 berisi zikir asmaul husna
c. Handphone berisi zikir asmaul husna
d. Speaker wireless
2. Langkah kerja: Stimulasi suara dapat
Orientasi mempengaruhi sistem
a. Mengucapkan salam. fisiologis yang meliputi:
b. Memperkenalkan diri. denyut nadi, respirasi, EEG,
c. Menjelaskan prosedur tindakan. EKG dan lainnya. Sehingga
d. Menanyakan kesiapan pasien. dzikir dapat menimbulkan
respon relaksasi dan
Fase Kerja ketenangan yang akan
a. Membaca basmalah. membawa pengaruh
b. Mencuci tangan. terhadap rangsangan pada
c. Pasang pengaman pada tempat tidur pasien. system saraf otonom yang
d. Simpan speaker wireless sekitar pasien atau berdampak pada respon
dekat dengan telinga pasien fisiologi tubuh sehingga
e. Lalu nyalakan zikir asmaul husna pada terjadi penurunan tekanan
handphone/ Mp3 yang sudah tersambung darah, denyut nadi dan
dengan speaker pernapasan.
f. Dengarkan zikir asmaul husna selama 20 – Kelebihan dari terapi zikir
30 menit/ hari yaitu mengandung kekuatan
g. Membaca hamdallah spiritual kerohanian yang
h. Mencuci tangan membangkitkan rasa
percaya diri dan rasa
Fase Terminasi optimisme (harapan
a. Mengevaluasi tindakan. kesembuhan), dimana dua
b. Menjelaskan rencana tindak lanjut. rasa ini merupakan dua hal
c. Berpamitan kepada pasien. yang sangat esensial bagi
d. Mengucapkan salam. penyembuhan suatu
penyakit di samping obat-
obatan dan tindakan medis
yang diberikan.

Referensi
Adi, P.S., Lukman., Aguscik. 2020. Dampak Zikir Asmaul Husna Terhadap Tingkat
Kesadaran Pasien Stroke Impact Of Asmaul Husna Dhikr Therapy To Levels Of
Consciousness Patient Stroke. Jurnal Keperawatan. Hal : 155-160

Anda mungkin juga menyukai