Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktik Belajar Klinik Keperawatan Medikal


Bedah di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya

Disusun Oleh :

Randi Pabyana J2214901042

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

2022
A. Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronis adalah
destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus-menerus. Gagal ginjal
kronis dapat timbul dari hampir semua penyakit, pada individu yang rentan,
nefropati analgesik, destruksi papila ginjal yang terkait dengan pemakaian
harian obat-obat analgesik selama bertahun-tahun dapat menyebabkan gagal
ginjal kronis. Apa pun sebabnya, terjadi perburukan fungsi ginjal secara
progresif yang ditandai dengan penurunan GFR yang progresif.
Chronic Kidney Disease (CKD) biasanya akibat terminal dari destruksi
jaringan dan kehilangan fungsi ginjal yang berlangsung secara berangsur dan
keadaan ini dapat pula terjadi karena penyakit yang progresif secara cepat
disertai awitan mendadak yang menghancurkan nefron dan menyebabkan
kerusakan ginjal yang reversibel.
Klien yang mengalami CKD didiagnosis dengan penyakit ginjal tahap
akhir pada saat filtrasi glomerulus ginjal tidak dapat lagi memenuhi
kebutuhan ekskresi dan kebutuhan metabolik tubuh. Klien yang mengalami
penyakit ginjal tahap akhir harus mendapatkan terapi penggantian ginjal,
misalnya hemodialisis atau dialisis peritoneum dalam waktu yang tidak
terbatas atau mendapatkan transplantasi ginjal atau kematian merupakan
suatu hal yang pasti akan terjadi.
B. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik bisa diakibatkan dari faktor penyakit di
luar ginjal maupun penyakit pada ginjal itu sendiri yaitu sebagai berikut:
1. Infeksi, seperti pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, seperti glomerulonefritis
3. Penyakit vascular hipertensif, seperti nefrosklerosis benigna dan
nefrosklerosis maligna.
4. Gangguan jaringan penyambung seperti SLE, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, seperti penyakit ginjal polikistik dan
asidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti DM, gout, hiperparatiroidisme.
7. Nefropati toksik, seperti penyalahgunaan analgesik.
8. Nefropati obstruksi, seperti traktus urinarius atas (batu, neoplasma dll).
9. Traktus urinarius bawah (striktur uretra, hipertrofi prostat dll).

C. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving
nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis
renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka
panjang aksis renin-angiotansin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor ß(TGF- ß). Beberapa hal yang juga
dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik
adalah albuminuria hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Pada stadium
paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, klien masih belum
merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan
pada klien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan
penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, klien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus,mual, muntah dan lain sebagainya. Klien juga mudah terkena infeksi
seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran
cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan
kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang
lebih serius, dan klien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau tansplantasi ginjal. Pada
keadaan ini klien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
D. Pathway

Zat toksik Vascular Infeksi Obstruksi saluran


kemih

Reaksi antigen Arterio Tertimbun


antibodi skerosis ginjal Retensi urin Batu besar
dan kasar

Suplai darah Menekankan


ginjal turun perifer Iritasi/cedera
jaringan

GFR turun Nyeri


pinggang Hematuria

GGK
Anemia

Sekresi protein Retensi Na+H2O Sekresi


terganggu eritropoitin turun

Total CES naik


Sindrom uremia Produksi Hb turun

Tekanan
kapiler naik
Suplai nutrisi
Gangguan Urokrom Perpospatemia dalam darah turun
keseimbangan tertimbun Volume
asam basa dikulit intersial naik
Pruritus Ganguan nutrisi

Edema
Produksi asam Perubahan
lambung naik warna kulit Gangguan Oksihemoglobin
integritas turun
Preload naik
kulit/jaringan

Nausea, Instansi lambung Suplai O2 kasar


Vomitus Beban turun
jantung naik

Risiko Intoleransi
Hematemesis aktivitas
Gastritis penurunan
melena
curah janutng
Hipertrovi
Mual, muntah Anemia
ventrikel kiri

Keletihan
Defisit nutrisi Payah jantung Perfusi perifer
tidak efektif
Suplai O2
Aliran darah jaringan turun COP turun Bendungan
ginjal turun atrium kiri naik

Metabolisme Suplai O2
RAA turun Tekanan vena
anaerob keotak turun pulmonalis

Retensi Na Asam laktat naik


Dn H20 Syncope Kapiler paru naik
(kehilangan
kesadaran)
Fatigue nyeri
Hypervolemia sendi Edema paru

Nyeri akut Gangguan


pertukaran gas

D. Manifestasi Klinis
1. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama
jantung dan edema. Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai
hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada CKD oleh karena
penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron
(RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat
kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi
perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan
elektrolit.
2. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekles.
3. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia. akibat metabolisme protein yang
terganggu oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau
amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul stomatitis, cegukan juga
sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai
pada 90 % kasus CKD, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan
kolitis uremik.
4. Gangguan muskuluskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakkan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar,
terutama ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot-
otot ekstremitas. Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu
bergerakgerak (restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada
kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau
koma.
5. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom. Gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik
hitam dan gatal akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
6. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.
7. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang,
hemodialisi akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosit dan
trombositopeni. selain anemi pada CKD sering disertai pendarahan akibat
gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi
leukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan
seluler terganggu, sehingga pada penderita CKD mudah terinfeksi, oleh
karena imunitas yang menurun.
8. Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi,
gangguan elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti
asidosis metabolik, hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia. (Wijaya
dan Putri, 2017)
Pasien dengan stadium I atau II tidak memiliki gejala atau gangguan
metabolik seperti asidosis, anemia, dan penyakit tulang. Selain itu,
pengukuran yang paling umum dari gangguan fungsi ginjal yaitu serum
kreatininmungkin hanya sedikit meningkat pada tahap awal CKD .
akibatnya, estimasi GFR sangat penting bagi pengenalan tahap awal
CKD. Karena tahap awal CKD sering tidak terdeteksi, dibutuhkan
diagnosis pada pasien dengan tingkat kecurigaan yang tinggi yaitu yang
mengalami kondisi kronis seperti hipertensi dan diabetes militus.
Tanda dan gejala terkait dengan CKD menjadi lebih umum pada
stage III, IV, V. Anemia, kelainan metabolisme kalsium dan fosfor
(hiperparatiroidisme sekunder), malnutrisi, abnormalitas cairan dan
elektrolit menjadi lebih umum seiring fungsi ginjal memburuk. Umumnya
pada pasien 9 CKD stadium V juga mengalami gagal-gagal, intoleransi
dingin, berat badan menurun, neuropati perifer (Joy et al, 2008).
E. Klasifikasi
Penyakit gagal ginjal kronik terdiri dari beberapa stadium yaitu sebagai
berikut:
1. Stadium 1 yang ditandai dengan kerusakan ginjal (kelainan atau gejala dari
patologi kerusakan, mencakup kelainan dalam pemeriksaan darah atau urin
atau dalam pemeriksaan pencitraan) dengan laju filtrasi glomerulus (GFR)
normal atau hampir normal, tepat atau diatas 90 ml per menit (> 75% dari
nilai normal).
2. Stadium 2 yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus antara 60 dan 89
ml per menit (kira-kira 50 % dari nilai normal), dengan tanda-tanda
kerusakan ginjal. Stadium ini dianggap sebagai salah satu tanda penurunan
cadangan ginjal. Nefron yang tersisa dengan sendirinya sangat rentan
mengalami kegagalan fungsi saat terjadi kelebihan beban. Gangguan ginjal
lainnya mempercepat penurunan ginjal.
3. Stadium 3 yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus antara 30 dan 59
ml per menit (25% sampai 50% dari nilai normal). Insufisiensi ginjal
dianggap terjadi pada stadium ini. Nefron terus-menerus mengalami
kematian.
4. Stadium 4 yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus antara 15 dan 29
ml per menit (12% sampai 24% dari nilai normal) dengan hanya sedikit
nefron yang tersisa.
5. Stadium 5 yang ditandai dengan gagal ginjal stadium lanjut, laju filtrasi
glomerulus kurang dari 15 ml per menit (12% dari nilai normal). Nefron
yang masih berfungsi tinggal beberapa. Terbentuk jaringan parut dan atrofi
tubulus ginjal.
F. Farmakoterapi
Kategori Nama Dosis Frekuensi Kerja Obat Kontran Efek
Obat Genetik dan Indikasi Samping
Nama
Dagang
Diuretik Furosemide 1. Bentuk suntik Bekerja Gagal ginjal 1. Pusing
IV atau IM dengan cara dengan 2. Sakit
Pada orang menghalangi anuria, kepala
dewasa 30-50 penyerapan prekoma dan 3. Mual
mg diberikan natrium di koma dan
secara dalam sel-sel hepatik, muntah
perlahan, dosis tubulus ginjal, defisiensi 4. Diare
dapat dengan begitu elektrolit, 5. Pengliha
ditingkatkan jumlah urine hipovolemia, tan
20 mg setiap 2 yang hipersensitivi buram
jam jika dihasilkan tas. 6. sembelit
diperlukan, serta
dosis dikeluarkan
maksimal oleh tubuh
1.500 mg per akan
hari. meningkat
Anak-anak 1-3
mg/kg BB per
hari dosis
maksimal 40
mg per hari.
2. Bentuk tablet
Dewasa dosis
awal adalah 40
mg per hari,
jika kondisi
menunjukkan
perbaikan dosis
dapat dikurangi
menjadi 20 mg
per hari 40 mg
setiap 2 hari
sekali. Pada
kasus edema
berat, dosis
bisa diberikan
80 mg per hari.
ACE Captopril 1. hipertensi Captopril Penderita 1. Protein
Inhibator ringan-sedang merupakan yang uria,
Dosis awal penghambat hipersensitif peningk
12,5 mg 2 kali yang terhadap atan
sehari. Dosis kompetitif captopril atau ureum
pemeliharaan terhadap enzim penghambat darah
25 mg 2 kali pengubah ACE lainnya dan
sehari, yang angiotensin I. (misalnya creatini
dapat Enzim pasien yang ne.
ditingkatkan mencegah mengalami 2. Idiosink
selang 2-4 terjadinya angioedema rasi,
minggu, perubahan dari selama rashes,
hingga angiotensin I pengobatan terutam
diperoleh menjadi dengan a
respons yang angiotensin II. penghambat pruritus
memuaskan. Captopril dan ACE lainnya, .
Dosis metabolitnya wanita hamil 3. Neutrop
maksimum 50 diekskresi atau yang enia,
mg 2 kali melalui urine. berpotensi anemia,
sehari. Waktu paruh hamil, gagal thromb
2. Hipertensi eliminasi ginjal, dan ocytope
berat captopril aortic nia.
Dosis awal meningkat stenosis.
12,5 mg 2 kali dengan
sehari. Dosis menurunnya
dapat fungsi ginjal
ditingkatkan dimana
bertahap kecepatan
menjadi eliminasi
maksimum 50 berhubungan
mg 3 kali dengan
sehari. bersihan
3. Gagal jantung creatinin
Captopril
digunakan bila
terapi dengan
diuretik tidak
memadai untuk
mengontrol
gejala-gejala.
Dosis awal
6,25 mg atau
12,5 mg dapat
meminimalkan
efek hipotensi
sementara.
Dosis
pemeliharaan
25 mg 2-3 kali,
dapat
ditingkatkan
bertahap
dengan selang
paling sedikit 2
minggu. Dosis
maksimum 150
mg sehari.
4. Usia lanjut
Dianjurkan
penggunaan
dosis awal
rendah karena
kemungkinan
menurunnya
fungsi ginjal
atau organ lain.
5. Anak-anak
Dosis awal 0,3
mg/kg berat
badan sampai
maksimum 6
mg/kg berat
badan per hari
dalam 2-3
dosis,
tergantung
respons.
Antagonis Nifedipine 1. Hipertensi Menghambat Pada pasien Efek
kalsium Dosis 30–60 aliran kalsium yang samping
mg, 1 kali yang masuk ke memiliki yang paling
sehari. Dosis dalam sel-sel riwayat umum
dapat pembuluh hipersensitivi ditemukan,
ditingkatkan darah dan tas terhadap antara lain
tiap 7–14 hari jantung. nifedipine, dizziness,
jika perlu. Kalsium komponen flushing,
Dosis dibutuhkan penyusunnya, sakit kepala,
pemeliharaan untuk maupun mual,
30–90 mg, 1 kontraksi otot calcium- edema
kali sehari. pembuluh channel perifer, dan
2. Angina pectoris darah maupun blocker hipotensi
Pelepasan jantung. lainnya. transien.
lambat infark
Dosis awal 30– miokard
60 mg, 1 kali dengan ST
sehari. elevasi juga
Dosis merupakan
pemeliharaan kontraindikas
30–90 mg, 1 i absolut
kali sehari. pemberian
Dosis nifedipine.
maksimal 120 Kontraindika
mg per hari. si relatif,
Pelepasan cepat antara lain
Dosis awal 10 stenosis aorta
mg, 3 kali berat, angina
sehari. Dosis tidak stabil,
dapat gagal
ditingkatkan jantung, dan
tiap 7–14 hari. gangguan
Dosis hati sedang
pemeliharaan hingga berat.
10–30 mg, 3–4
kali sehari.
Dosis
maksimal 180
mg per hari.
3. Sindrom
Raynaud
Pelepasan cepat
Dosis awal 5
mg, 3 kali
sehari.
Dosis
maksimal 20
mg, 3 kali
sehari.
Pelepasan
lambat
Dosis awal 30-
120 mg, 1 kali
sehari
Penghambat Bisoprolol 1. Angina Memperlambat Kondisi Pusing,
beta pectoris, detak jantung denyut sakit kepala,
hipertensi, dan jantung <50 kelelahan,
aritmia menurunkan kali/menit mual
Dosis awal tekanan otot dan muntah,
adalah 5 mg, jantung saat hipotensi, diare, dan
sekali sehari, berdetak. seperti pada sulit
disesuaikan kondisi syok
dengan respons hipovolemik
pasien. Dosis dan
umum adalah kardiogenik.
10 mg, sekali Peringatan
sehari, khusus yang
maksimal 20 perlu
mg per hari. diperhatikan
2. Gagal jantung adalah
kronis bisoprolol
Dosis awal memiliki efek
adalah 1,25 mg, kronotropik
sekali sehari. dan inotropik
Dosis dapat negatif yang
digandakan dapat
setelah 1 menyebabkan
minggu jika penurunan
obat ditoleransi denyut
baik oleh tubuh jantung dan
pasien. Dosis kontraksi
ditingkatkan jantung
secara bertahap
dengan interval
1–4 minggu,
dengan dosis
maksimal 10
mg per hari.

G. Pemeriksaan penunjang
1. Urine
a. Volume : < 400 ml/24 jam(oliguria)/anuria
b. Warna : urin keruh
c. Berat jenis < 1, 015
d. Osmolalitas< 350 m osm/ kg
e. Klirens kreatinin : turun
f. Na++ > 40 mEq/lt
g. Protein : proteinuria (3-4+)
2. Darah
a. BUN/Kreatinin : >0,6-1,2 mg/dL(untuk laki-laki), >0,5-1,1 mg/dL
(wanita)
b. Ureum : 5-25 mg/dL
c. Hitung darah lengkap : Ht turun, Hb < 7-8 gr%
d. Eritrosit : waktu hidup menurun
e. GDA, Ph menurun : asidosis metabolik
f. Na ++ serum : menurun
g. K+ : meningkat 8) Mg +/ fosfat : meningkat
h. Protein (khusus albumin) : menurun
3. Osmolalitas serum > 285 m osm/kg
4. KUB foto : ukuran ginjal / ureter/KK dan obstruksi ( batas)
5. Pielogram retrograd : identifikasi ekstravaskuler, massa.
6. Sistouretrogram berkemih : ukuran KK, refluks kedalaman ureter, retensi.
7. Ultrasono ginjal : sel. Jaringan untuk diagnosis histologist.
8. Endoskopi ginjal, nefroskopi : batu, hematuria, tumor
9. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
10. Foto kaki, tengkorak, kulomna spinal
H. Penatalaksanaan medis
1. Pengaturan minum : pemberian cairan
2. Pengendalian hipertensi
3. Pengendalian K+ darah
4. Penanggulangan anemia : transfusi
5. Penanggulan asidosis
6. Pengobatan dan pencegahan infeksi
7. Pengaturan protein dalam makan
8. Pengobatan neuropati
9. Dialisis
10. Tlansplatasi ginjal
I. Komplikasi
Komplikasi hemodialisa sebagai berikut :
1. Anemia
Anemia terjadi pada 80-90% klien penyakit ginjal kronik. Anemia
pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi
eritropoetin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia
adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cema,
hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis,
defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik,
proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai
saat kadar hemoglobin < 10 g% atau hematokrit < 30%, meliputi evaluasi
terhadap status besi (kadar besi serum/ serum iron, kapasitas ikat besi
total/Total Iron Binding Capacity, feritin serum), mencari sumber
perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain
sebagainya.
2. Osteodistrofi Renal
Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik
yang sering terjadi. Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan
dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian, hormon kalsitriol.
J. Diet/Nutrisi
1. Diet rendah kalium dan natrium
Ginjal akan membuang kelebihan kalium dan natrium dalam tubuh
namun pasien dengan CKD biasanya mengalami penurunan kemampuan
tersebut sehingga dapat mengakibatkan penimbunan kalium dalam darah.
Makanan tinggi kalium antara lain : pisang, pepaya, alpukat, bayam,
bawang putih dan kembang kol
2. Diet rendah cairan
Pada pasien hemodialisa mudah terjadi penumpukan cairan yang
berlebihan karena fungsi ekskresi ginjal yang terganggu.
3. Diet rendah fosfor dan tinggi kalsium
Jika ginjal tidak berfungsi dengan baik, kelebihan fosfor tidak bisa
dibuang. Kadar fosfor yang tinggi dapat menurunkan kadar kalsium
ditulang dan melepaskannya ke darah, sehingga kadar kalsium dalam
darah meningkat. Ini akan menyebabkan tulang rapuh, gatal-gatal dan
tulang nyeri. Hal ini dapat dilakukan dengan mengkonsumsi obat pengikat
fosfor.
K. Pengkajian
1. Data Biografi :Identitas pasien, nama, umur, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan, alamat, ruang, identitas
penaggung jawab, hubungan dengan pasien, no telepon.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran,
tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa
lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit sekarang
Kaji onset penurunan output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas,
kelemahan fisik, adanya perubahan pada kulit, adanya napas berbau
amonia dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah ke mana saja klien
meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapatkan
pengobatan apa saja.
4. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic
Hyperplasia dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran
kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit DM, dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi
penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian
dokumentasikan
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit menular/tidak menular/keturunan dalam keluarga.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat.
Tingkat kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremis dimana
dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Pada TTV sering didapatkan
adanya perubahan seperti RR meningkat. Tekanan darah terjadi
perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b. Airway
Kaji jalan nafas, apakah paten atau terjadi obstruksi. Kaji adanya
retraksi clavikula dan adanya pernafasan cuping hidung, observasi
adanya sputum, apakah kental dan banyak.
c. Breathing
Kaji pergerakan dada apakah simetris atau asimetris, adanya
penggunaan otot bantu napas, auskultasi suara napas, nafas cepat dan
dalam (Kussmaul), dispnoe nokturnal paroksismal (DNP), takhipnoe
(peningkatan frekuensi), adanya suara napas tambahan, batuk
dengan/tanpa sputum, keluhan sesak napas, irama pernapasan, dan
pemakaian alat bantu napas.
d. Circulation
Pada kondisi uremi berat, tindakan auskultasi perawat akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD
meningkat, akral dingin, CRT > 3, palpitasi, nyeri dada atau angina,
dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema, penurunan perfusi
perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi dan
gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
e. Neurologi
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disorientasi, klien sering mengalami
kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrom, restless leg
syndrom, kram otot dan nyeri otot.
f. Integumen
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi,
pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, defisit fosfat kalsium pada kulit, keterbatasan gerak
sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
g. Abdomen
Didapatkan adanya mual muntah, anoreksia dan diare sekunder dari
bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut dan ulkus saluran cerna
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
h. Perkemihan Penurunan urine output<400 ml/hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat.
i. Kulit : Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat eritema), Kelembaban,
Turgor kulit, Ada/tidaknya edema
j. Kepala/rambut : Inspeksi, Palpasi
k. Mata : Fungsi penglihatan, Ukuran pupil, Konjungtiva, Lensa/iris,
Odema palpebra, Palpebra, Sklera
l. Telinga : Fungsi pendengaran, Kebersihan, Daun telinga, Fungsi
keseimbangan, Sekret, Mastoid
m. Hidung dan sinus : Inspeksi, Fungsi penciuman, Pembengkakan,
Kebersihan, Pendarahan, Sekret
n. Mulut dan tenggorokan : Membran mukosa, Keadaan gigi, Tanda
radang (gigi,lidah,gusi), Trismus, Kesulitan menelan, Kebersihan
mulut
o. Leher : Trakea simetris atau tidak, Kartoid bruid, JVP, Kelenjar limfe,
Kelenjar tiroid, Kaku kuduk
p. Thorak atau paru : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
q. Jantung : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
r. Abdomen : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
s. Ekstremitas : Vaskuler perifer, Capilari refil, Clubbing, Perubahan
warna
t. Neurologis : Status mental/GCS, Motorik, Sensori, Tanda rangsangan
meningkat, Saraf kranial, Reflek spikologis, Reflek patologis
A. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


Keperawatan
Gejala dan Tanda COP menurun
Mayor :  Hipervolemia
1. Subjektif Aliran darah ginjal
a) Ortopnea menurun
b) Dispena 
c) Paroxysmal RAA menurun
nocturnal dyspnea 
(PND) Retensi Na dan H2O
2. Objektif 
a) Edema anasarka / Hipervolemia
edema perifer
b) Berat badan
meningkat dalam
waktu singkat
c) Jugular Venous
Pressure (JVP)
atau Central
Venous Pressure
(CVP) meningkat
d) Refleks
hepatojugular
positif
Gejala dan Tanda Minor
:
1. Subjektif
(tidak tersedia)
2. Objektif
a) Distensi vena
jugularis
b) Terdengar suara
nafas tambahan
c) Hepatomegali
d) Kadar Hb / Ht
menurun
e) Oliguria
f) Intake lebih
banyak dari
output
g) Kongesti paru
Gejala dan Tanda Gagal ginjal kronik
Mayor : 
1. Subjektif Sekresi protein terganggu
(tidak tersedia) 
2. Objektif Sindrom uremia
a) Kerusakan 
jaringan atau Perpospatemi
lapisan kulit  Gangguan
Gejala dan Tanda Minor Pruritus Integritas Kulit /
:  Jaringan
1. Subjektif Gangguan Integritas
(tidak tersedia)
2. Objektif
a) Nyeri
b) Perdarahan
c) Kemerahan
d) Hematoma

Faktor Resiko : Gagal ginjal kronik


1. Perubahan 
afterload Retensi NA
2. Perubahan 
frekuensi jantung Total CES naik
Resiko Penurunan
3. Perubahan irama 
Curah Jantung
jantung Tekanan kapiler naik
4. Perubahan 
kontraktilitas Volume interstisial naik
5. Perubahan preload 
Edema

Preload naik

Beban jantung naik

Resiko penurunan curah
jantung

B. Diagnosa keperawatan
1. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi (D.0022)
2. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d kekurangan/kelebihan volume
cairan (D.0192)
3. Resiko penuurunan curah jantung d.d perubahan frekuensi jantung
(D.0011)
C. Rencana Keperawatan

Perencanaan
Diagnosa Keperawatan Tujuan / Kriteria Hasil
No. Intervensi (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Hipervolemia b.d Keseimbangan Cairan Manajemen Hipervolemia
gangguan mekanisme meningkat, dengan (I. 03114)
regulasi (D.0022) Kriteria Hasil : Observasi
Ditandai dengan, 1. Asupan cairan  Periksa tanda dan
Subjektif : meningkat gejala hipervolemia
1. Ortopnea 2. Haluaran urin (mis. Ortopnea,
2. Dipsnea meningkat dispnea, edema,
3. Paroxysmal 3. Kelembaban JVP / CVP
nocturnal membran mukosa meningkat, refleks
dyspnea (PND) meningkat hepatojugular
Objektif : 4. Asupan makanan positif, suara napas
1. Edema anasarka meningkat tambahan)
atau edema 5. Edema menurun  Identifikasi
perifer 6. Dehidrasi menurun penyebab
2. Berat badan 7. Asites menurun hipervolemia
meningkat dalam 8. Konfusi menurun  Monitor status
waktu singkat 9. Tekanan darah hemodinamik (mis.
3. Jugular Venous membaik Frekuensi jantung,
Pressure (JVP) 10. Denyut nadi radial tekanan darah,
dan Cental membaik MAP, CVP, PAP,
Venous Pressure 11. Tekanan arteri rata PCWP, CO, CI) jika
(CVP) meningkat – rata membaik tersedia
4. Refleks 12. Membran mukosa  Monitor intake dan
hepatojugular (+) membaik output cairan
5. Distensi vena 13. Turgor kulit  Monitor tanda
jugularis membaik hemokonsentrasi
6. Terdengar suara 14. Berat badan (mis. Kadar
napas tambahan membaik natrium, BUN<
7. Hepatomegali hematokrit, berat
8. Kadar Hb / Ht jenis urine)
turun  Monitor tanda
9. Oliguria peningkatan tekanan
10. Intake lebih onkotik plasma
banyak dari (mis. Kadar protein
output (balance dan albumin
cairan positif meningkat)
11. Kongesti paru  Monitor kecepatan
infus secara ketat
 Monitor efek
samping diuretik
(mis. Hipotensi
ortotostatik,
hipovolemia,
hipokalemia,
hiponatremia)
Terapeutik
 Timbang berat
badan setiap hari
pada waktu yang
sama
 Batasi asupan cairan
dan garam
 Tinggikan kepala
tempat tidur 30 – 40
derajat
Edukasi
 Anjurkan melapor
jika haluaran urin
0,5 mL/kg/jam
dalam 6 jam
 Anjurkan melapor
jika BB bertambah
>1kg dalam sehari
 Ajarkan cara
mengukur dan
mencatat asupan
dan haluaran cairan
 Ajarkan cara
membatasi cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian diuretik
 Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretik
 Kolaborasi
pemberian
continous renal
replacement
therapy (CRRT),
jika perlu
2. Gangguan integritas Integritas kuliit dan Perawatan Integritas Kulit
kulit/jaringan b.d jaringan meningkat (I.11353)
kekurangan/kelebihan dengan kriteria hasil, : Observasi
volume cairan (D.0192) 1. Elastisitas  Identifikasi
Ditandai dengan, meningkat penyebab gangguan
Subjektif 2. Hidrasi meningkat integritas kulit (mis.
1. Tidak tersedia 3. Perfusi jaringan Perubahan sirkulasi,
Objektif meningkat perubahan status
1. Kerusakan 4. Kerusakan nutrisi, peneurunan
jaringan atau jaringan / lapisan kelembaban, suhu
lapisan kulit kulit menurun lingkungan ekstrem,
2. Nyeri 5. Nyeri menuru penurunan
3. Perdarahan 6. Perdarahan mobilitas)
4. Kemerahan menurun Terapeutik
5. Hematoma 7. Hematoma  Ubah posisi setiap 2
menurun jam jika tirah baring
8. Pigmentasi  Lakukan pemijatan
abnormal menurun pada area
9. Jaringan parut penonjolan tulang,
menurun jika perlu
10. Nekrosis menurun  Bersihkan perineal
11. Suhu kulit dengan air hangat,
membaik terutama selama
12. Sensasi membaik periode diare
13. Tekstur membaik  Gunakan produk
14. Pertumbuhan berbahan petrolium
rambut membaik atau minyak pada
kulit kering
 Gunakan produk
berbahan
ringan/alami dan
hipoalergik pada
kulit sensitif
 Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering

Edukasi

 Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis.
Lotin, serum)
 Anjurkan minum air
yang cukup
 Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkat
asupan buah dan
sayur
 Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ektrime
 Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal
30 saat berada
diluar rumah

3. Risiko penuurunan curah Curah jantung Perawatan jantung


jantung d.d perubahan (meningkat) dengan (I.02008)
frekuensi jantung kriteria hasil : Observasi
(D.0011) 1. Kekuatan nadi  Identifikasi
perfer meningkat tanda/gejala primer
2. Palpitasi menurun Penurunan curah
3. Bradikardia jantung (meliputi
menurun dispenea, kelelahan,
4. Takikardia adema ortopnea
menurun paroxysmal nocturnal
5. Gambaran EKG dyspenea, peningkatan
aritmia menurun CPV)
6. Lelah menurun  Identifikasi tanda
7. Edema menurun /gejala sekunder
8. Distensi vena penurunan curah
jugularis menurun jantung (meliputi
9. Oliguria menurun peningkatan berat
10. Tekanan darah badan, hepatomegali
membaik ditensi vena jugularis,
palpitasi, ronkhi basah,
oliguria, batuk, kulit
pucat)
 Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan
darah ortostatik, jika
perlu)
 Monitor intake dan
output cairan
 Monitor berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
 Monitor saturasi
oksigen
 Monitor keluhan nyeri
dada (mis. Intensitas,
lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang
mengurangi nyeri)
 Monitor EKG 12
sadapoan
 Monitor aritmia
(kelainan irama dan
frekwensi)
 Monitor nilai
laboratorium jantung
(mis. Elektrolit, enzim
jantung, BNP, Ntpro-
BNP)
 Monitor fungsi alat
pacu jantung
 Periksa tekanan darah
dan frekwensi
nadisebelum dan
sesudah aktifitas
 Periksa tekanan darah
dan frekwensi nadi
sebelum pemberian
obat (mis. Betablocker,
ACEinhibitor, calcium
channel blocker,
digoksin

Terapeutik
 Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler
dengan kaki kebawah
atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung
yang sesuai (mis.
Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol, dan
makanan tinggi lemak)
 Gunakan stocking
elastis atau pneumatik
intermiten, sesuai
indikasi
 Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi hidup sehat
 Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stres, jika
perlu
 Berikan dukungan
emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk
memepertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi
 Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
 Anjurkan berhenti
merokok
 Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
berat badan harian
 Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output
cairan harian.

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI. Edisi III (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI. Edisi III (2017). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI. Edisi III (2017). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai