Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)

Disusun Oleh :

RIA DIYANA

2020206203028

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2024
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
menurunnya fungsi ginjal yang bersifat irreversible, dan memerlukan terapi pengganti
ginjal yaitu berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Selain itugagal ginjal kronik juga
dapat diartikan dengan terjadinya kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari
3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi adanya kelainan patologis, adanya kelainan
ginjal seperti kelainan dalam komposisi darah atau urinserta adanya kelainan pada tes
pencitraan (imaging tests) serta laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/mnt/1.73
m2 (Nurhayati, 2018).
Penyakit Gagal Ginjal Kronik merupakan sebuah penurunan fungsi ginjal dalam jangka
waktu menahun yang menyebabkan kerusakan jaringan yang progresif. Tahap terakhir
dari gagal ginjal kronik yaitu gagal ginjal terminal yang merupakan keadaan fungsi ginjal
sudah sangat buruk. Tes klirens keatinin dapat digunakan untuk menunjukkan perbedaan
dari gagal ginjal kronik dengan gagal ginjal terminal (Divanda et al., 2019).
Gagal ginjal merupakan kondisi di mana satu atau kedua ginjal tidak dapat lagi berfungsi
dengan baik. Terkadang, gagal ginjal bersifat sementara dan muncul dengan cepat.
Namun di lain waktu, gagal ginjal juga dapat menjadi kondisi kronis yang akan
memburuk secara perlahan dalam waktu yang lama (Rizal,2022).
B. Etiologi
Gagal ginjal kronik banyak disebabkan oleh nefropati DM, penyakit ginjal herediter,
nefritis interstital, uropati obstruksi, glomerulus nefritis, dan hipertensi. Sedangkan
kejadian gagal ginjal kronik di Indonesia banyak disebabkan karena infeksi yang
terdapat pada saluran kemih, batu pada saluran kencing, nefropati diabetic, nefroskelosis
hipertensi, dan lainsebagainya (Divanda et al., 2019).
Penyakit gagal ginjal kronik terbesar disebabkan oleh faktor penyakit ginjal hipertensi
dengan jumlah presentase 37%. Gagal ginjal kronik dengan etiologi hipertensi disebabkan
karena kerusakan pada pembuluh darah yang terdapat pada ginjal sehingga menghambat
ginjal dalam memfiltrasi darah dengan baik. Kejadian peningkatan jumlah pasien yang
sedang menjalani terapi hemodialisis, dengan jumlah pasien hemodialisis per minggu
sebanyak 3.666 (Hidayah, 2018).
C. Patofisiologi
Patofisiologi awal dari penyakit gagal ginjal kronik sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya namun proses selanjutnya mayoritas sama. Dari berbagai macam
penyebabnya seperti nefropati DM, penyakit ginjal turunan, darah tinggi maupun infeksi
yang terjadi pada saluran kemih yang kemudian menimbulkan rusaknya glomerulus
diteruskan dengan terjadinya kerusakan pada nefron yang terdapat pada glomerulus
sehingga nilai Glomerulus Filtration Rate mengalami penurunan, hal ini akan memicu
terjadinya penyakit gagal ginjal kronik dimana fungsi ginjal akan terjadi ketidakstabilan
pada proses ekskresi maupun sekresi. Hilangnya kadar protein yang mengandung
albumin serta antibodi yang disebabkan karena kerusakan pada glomerulus akan
menyebabkan tubuh mudah terinfeksi dan aliran darah akan mengalami penurunan
(Divanda, 2019).
Rahayu, (2018) mengemukakan perubahan pada fungsi ginjal semakin lama jangka
waktu yang dibutuhkan memungkinkan terjadinya kerusakan yang jauh lebih parah pada
suatu nefron. Luka scerotik akan menyebabkan glomelurus mengurangi fungsi ginjal yang
kemudian tindak lanjut pada pasien dengan darah tinggi pada gagal ginjal dapat
dikondisikan. Jika penyakit ini tidak segera ditangan kemungkinan terjadinya gagal ginjal
akan meningkat. Kelainan pada fungsi ginjal biasanya sering dialami oleh orang yang
sudah dewasa. Kelainan ginjal berdasarkan waktunya dibagi menjadi dua yaitu gagal
ginjal kronik serta gagal ginjal akut. Gagal ginjal akur merupakan penurunan fungsi pada
ginjal yang terjadi secara mendadak.
D. Pathways
Obstruksi
Zat toksik Vascular Infeksi saluran kemih

Reaksi antigen Arterio Tertimbun Retensi urin Batu besar&kasar


ant ibodi skerosis ginjal

Suplai darah ginjal Menekan saraf


turun perifer Iritasi/cidera
jaringan

GFR turun
Nyeri pinggang Hematuria

GGK Anemia

Sekresi protein Restensi NA Sekresi eritropoitin


terganggu turun
Total CES naik
Produksi Hb turun
Sindrom uremia
Tekanan
kapiler naik Suplai nutrisi dalam
Gangguan Urokom tertimbun perpospatamia darah turun
keseimbangan asam di kulit
Volume
basa
interstisial naik Gangguan nutrisi

Produksi asam Perubahan warna Pruritus Oksihemoglobin


Edema
lambung naik kulit turun
Preload naik
Suplai O2 kasar
tutun
Nausea, vomitus Iritasi Gangguan
lambung Beban jantung
integritas
naik
kulit/jaringan Intoleransi aktivitas
Hipertrovi
Gastritis Hematemesis ventrikel kiri
melena Perfusi perifer tidak
Mual, muntah Resiko penurunan Payah jantung efektif
Anemia curah jantung
Defisit nutrisi
Keletihan Bendungan
COP turun
atrium kiri naik

Aliran darah ginjal Metabolisme Suplai O2 ke otak


anaerob Tekanan vena
turun turun
pulnomalis

RAA turun Nyeri akut Syncope


(kehilangan
kesadaran) Gangguan
Hipervolemia pertukaran gas
E. Tanda dan Gejala
Pada fase awal, gagal ginjal seringkali tidak menunjukkan gejala apa pun dan hanya bisa
dideteksi melalui uji laboratorium. Namun, penyakit ini bisa berkembang dengan sangat
cepat sehingga membuat pengidapnya mengalami beberapa gejala, seperti (Rizal, 2022) :
1. Berkurangnya produksi urine.
2. Linglung atau kebingungan.
3. Mual dan muntah.
4. Sesak napas.
5. Penumpukan cairan dalam tubuh atau edema.
6. Kelelahan.
7. Dehidrasi.
8. Sakit di bagian dada.
9. Nyeri punggung.
10. Sakit perut.
11. Tingginya tekanan darah atau hipertensi.
12. Gangguan tidur.

Tanda dan gejala gagal ginjal kronik menurut Rao, (2012) dalam Fitri (2021) adalah
sebagai berikut :

1. Sistem kardiovaskuler : Manifestasi klinis pada sistem kardiovaskuler antara lain


hipertensi, gagal jantung kongestif, dan pembesaran pada vena jugularis akibat dari
cairan yang berlebihan.
2. Pulmoner ditandai dengan adanya krekels, sputum kental, serta napasdangkal.
3. Gejala dermatologi seperti gatal – gatal pada kulit yang disebabkan adanya
penyumbatan kristal ureum di area kulit bagian bawah, kulit kering dan bersisik, kulit
bewarna abu – abu mengkilat, rambut tipis dan mudah rapuh.
4. Gejala gastrointensial seperti anoreksia, mual, muntah, cegukan, indra penciuman
menurun, konstipasi serta diare.
5. Gejala neurologi seperti kelemahan, tingkat kesadaran menurun, kejang, susah untuk
berkonsentrasi.
6. Salah satu gejala dari musculoskeletal seperti kram pada otot, otot mengalami
penurunan kekuatan, patah tulang serta tekanan pada kaki.
7. Gejala reproduksi seperti amenor serta atrofi testikuler.
F. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan diagnostik terhadap pasien dengan gagal ginjal kronik menurut
Musyahida, (2016) dalam Fitri, (2021) antara lain :
1. Pemeriksaan laboratorium
Analisa pada urine dapat digunakan untuk menunjang dan melihat terjadinya kelainan
pada fungsi ginjal. Analisa urine juga dapat digunakan untuk mengetahui
ketidaknormalan terhadap produksi urine. Pada pasien dengan penyakit gagal ginjal
kronik akan mengalami kekurangan output urin dan kekurangan jumlah frekuensi
urin.
2. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi untuk mengetahui kelainan fungsi ginjal yaitu :
a) Flat flat radiografi untuk mengetahui klasifikasi dari ginjal.
b) Computer Tomography Scan untuk mengetahui dengan jelas bagian anatomi
ginjal.
c) Intervenous Pyelography digunakan sebagai evaluasi dari kerja ginjal dengan
menggunakan kontras.
d) Arterional Angiography untuk mengetahui kapiler ginjal, vena serta sistem arteri
menggunakan kontras.
e) Magnetic Rosonance Imaging untuk mengevaluasi suatu persoalan yang
diakibatkan oleh infeksi pada ginjal.
f) Biopsi Ginjal digunakan untuk diagnosa kelainan pada ginjal dengan cara
mengambil jaringan pada ginjal kemudian dianalisa.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik meurut (Musyahida, (2016) dalam Fitri, (2021))
yaitu sebagai berikut :
a. Manajemen terapi

Tujuannya untuk melindungi fungsi ginjal dari faktor yang mengakibatkan


terjadinya gagal ginjal kronis. Manajemen dapat dilaksanakan dengan
menggunakan obat obatan serta terapi diet yang diperlukan untuk mengurangi
jumlah limbah uremik yang terdapat dalam darah.

b. Antasida

Antasida adalah suatu zat senyawa alumunium yang dapat menjaga fosfor yang
terdapat pada saluran pencernaan. Beberapa dokter menganjurkan kalsium
karbonat pada dosis tinggi anatasida berbasis alumunium disebabkan karena
tingginya gejala neurologis serta osteomalasia. Obat ini menjaga fosfor yang
terdapat pada saluran usus serta menunjang konsumsi dosis pada antasida yang
lebih sedikit. Kalsium karbonat serta fosforbinding akan ditunjang dengan
makanan yang berkhasiat. Antasida magnesium seharusnya dijauhi untuk menjaga
dari terjadinya kelebihan magnesium.

c. Antihipertensi

Berbagai macam obat antihipertensi dan pemantauan terhadap volume cairan


intravaskular dapat digunakan untuk penekanan terjadinya hipertensi. Gagal
jantung serta edema pada paru – paru akan membutuhkan penyembuhan melalui
cara membatasi jumlah cairan, dialisis, agen inotropik, serta agen diuretik.
Asidosis metabolik yang diakibatkan oleh gagal ginjal kronis umumnya tidak
menyebabkan tanda gejala serta tidak membutuhkan terapi, tetapi suplemen
natrium bikarbonat ataupun dialisis kemungkinan dibutuhkan untuk melihat
asidosis apabila terdapat sebuah gejala.

d. Agen antisezure

Neurologis dapat mengalami kelainan, sehingga pengawasan pada pasien perlu


dilakukan apabila terjadi nyeri pada kepala, delirium, ataupun aktivitas yang
menyebabkan kejang. Jika gejala kejang memungkinkan terjadi perlu dilakukan
pencatatan disertai dengan jenis, waktu, dan efeknya terhadap pasien. Pengamanan
pada tempat tidur pasien perlu dilakukan karena jika pasien mengalami kejang
tidak akan terjadi cidera.

e. Eritropoetin
Terjadinya anemia yang berkaitan dengan penyakit gagal ginjal kronik dapat
diberikan terapi obat dengan epogen. Terapi epogen dilakukan saat hematokrit
33% menjadi 38%, dan berfungsi untuk mengatasi gejala anemia. Epogen dapat
diberikan melalui intravena maupun subkutan dalam tiga kali seminggu.

f. Terapi gizi

Terapi gizi pada pasien dengan gagal ginjal kronik diberikan untuk mengurangi
jumlah cairan yang masuk dan tertimbun pada tubuh. Asupan cairan 500 ml
sampai dengan 600 ml lebih banyak dibandingkan dengan output cairan dalam
bentuk urin selama 24 jam. Vitamin serta suplemen dibutuhkan karena
pembatasan terhadap diet protein. Pasien dengan dialisis kemungkinan akan
kehilangan vitamin yang telah larut pada darah saat pelaksanaan hemodialisa.

g. Terapi dialysis

Hiperkalemia dapat diberikan pencegahan dengan dilakukannya dialisis yang


memungkinkan dengan cara mengeluarkan kalium serta pemantauan kepada
semua jenis obat obatan yang masuk kedalam tubuh. Dialisis dilakukan saat
pasien tidak mampu mempertahankan pola hidup yang sesuai terhadap terapi
pengobatankonservatif.

H. Komplikasi
Gagal ginjal dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius, seperti (Rizal, 2022) :
1. Anemia. Ketika ginjal tidak bekerja secara tidak optimal, tubuh berisiko tidak dapat
membuat sel darah merah dengan baik. Akibatnya, pengidap gagal ginjal rentan untuk
mengalami anemia.
2. Kelemahan Tulang. Adanya kerusakan pada ginjal dapat mengganggu keseimbangan
mineral seperti fosfor dan kalsium dalam tubuh. Ketidakseimbangan tersebut dapat
menyebabkan tulang melemah.
3. Retensi Cairan. Jika ginjal tidak dapat menyaring air secara memadai dari darah,
pengidap gagal ginjal berisiko mengalami retensi cairan, terutama di tubuh bagian
bawah.
4. Penyakit Jantung. Penyakit jantung dapat menyebabkan gagal ginjal, dan gagal ginjal
yang tidak mendapatkan perawatan tepat juga bisa menyebabkan penyakit jantung.
5. Hiperkalemia. Gagal ginjal dapat menyebabkan hiperkalemia, atau peningkatan kadar
kalium. Dalam kasus yang parah, hiperkalemia juga dapat menyebabkan gagal
jantung sebagai komplikasinya.
6. Asidosis Metabolik. Fungsi ginjal yang terganggu dapat menyebabkan asidosis
metabolik, di mana cairan tubuh pengidap gagal ginjal mengandung terlalu banyak
asam. Asidosis metabolik dapat menyebabkan komplikasi seperti batu ginjal atau
penyakit tulang.
7. Komplikasi Sekunder. Banyak orang dengan gagal ginjal mengalami beberapa
komplikasi sekunder. Misalnya seperti depresi, gagal hati, penumpukan cairan di
paru-paru, kerusakan saraf, hingga infeksi kulit.
I. Proses Keperawatan :
1. Pengkajian data dasar
Asesmen fokus keperawatan yang perlu dilakukan pengawasan terhadap pasien
dengan gagal ginjal kronik menurut (Hasbullah, 2017) :
a. Anamnesa
1) Biodata
Tidak terdapat ciri khusus untuk terjadinya gagal ginjal kronik, namun laki –
laki seringkali mempunyai risiko yang lebih tinggi berkaitan dengan
pekerjaan dan gaya hidup yang tidak sehat.
2) Keluhan utama
Keluhan sangat bermacam – macam terutama bila memiliki penyakit
pendamping sekunder. Keluhan ini bisa berupa keluarnya urine mengalami
penurunan dari oliguria-anuria, penurunan kesadaran disebabkan komplikasi
sistem peredaran darah – ventilasi, anoreksia dan mual muntah, diaforesis,
kelelahan, nafas berbau seperti urea dan pruritus.
3) Riwayat kesehatan
Keluhan anoreksia, mual dan muntah, penambahan berat badan, penurunan
output urin, perubahan irama pernapasan, perubahan kulit fisiologis dan
berbau seperti urea saat bernapas.
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Kaji riwayat penyakit sebelumnya seperti halnya ISK, gangguan pada jantung,
konsumsi obat yang berlebihan, diabetes melitus, hipertensi atau batu yang
tedapat di dalam saluran kemih.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal kronik bukan merupakan suatu penyakit yang dapat menular dan
menurun sehingga faktor genetik tidak begitu berdampak terhadap penyakit
jenis ini. Namun pasien dengan riwayat DM dan hipertensi memiliki resiko
kronis (karena penyakit ini termasuk bersifat herediter.
6) Riwayat psikososial
Kondisi ini tidak selamanya memiliki gangguan jika klien memiliki koping
adaptif yang baik. Perubahan psikososial memungkinkan terjadi saat klien
mengalami adanya perubahan pada struktur fungsi tubuh dan menjalani
proses dialisa.
7) Keadaan umum dan tanda – tanda vital
Kondisi tubuh pasien dengan gagal ginjal kronik biasanya mengalami
kelemahan, tingkat kesadaran bergantung pada tingginya tingkat toksisitas.
Pada saat dilakukan pemeriksaan TTV biasanya ditemukan data RR
meningkat, dan terjadi hipertensi maupun hipotensi sesuai dengan kondisi
yang ada.
8) Sistem pernapasan
Terdapat bau semacam urea pada saat bernafas. Jika kejadian suatu
komplikasi asidosis/alkalosis respiratorik maka pernapasan akan terjadi
gangguan patologis. Pola napas semakin cepat sebagai tanda dari tubuh
menjaga kestabilan ventilasi.
9) Sistem hematologi
Ditemukan pada uremia berat. Selain itu, kemungkinan akan terjadi
peningkatan tekanan dalam darah, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi
jantung, nyeri dada, dispnea, gangguan irama detak jantung dan sistem
peredaran darah lainnya. Keadaan ini akan meningkat jika kandungan sisa
metabolisme dalam tubuh semakin meningkat, keadaan semakin parah karena
tidak efektif dalam ekskresi. Selain itu pada aliran darah itu sendiri bisanya
merupakan penyakit yang disebabkan oleh anemia karena penurunan
eritropoetin.
10) Sistem neuromuskuler
Penurunan kesadaran karbon tinggi dan sirkulasi otak terganggu, karena itu
pasien akan mengalami penurunan kognitif dan diorientasi gagal ginjal
kronik.
11) Sistem kardiovaskuler
Hipertensi merupakan penyakit yang berhubungan dengan terjadinya gagal
ginjal kronik. Tekanan darah yang mengalami peningkatan akan
mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan menimbulkan terjadinya
retensi natrium air,hal ini akan menambah kinerja pada jantung.
12) Sistem endokrin
Terkait pola perilaku seksual, klien dengan gagal ginjal kronik akan
mengalami ketidakfungsian seksualitas dikarenakan hormon reproduksi
berkurang. Selain itu jika gagal ginjal kronik bersangkutan dengan DM maka
sekresi insulin akan mengalami gangguan yang berpengaruh pada terjadinya
metabolisme.
13) Sistem perkemihan
Kegagalan ginjal secara menyeluruh akan mengakibatkan penurunan output
urine 400 ml/hari. Pada hasil pengkajian terhadap Tn. M ditemukan output
urine sebesar 500 ml/hari.
14) Sistem pencernaan
Gangguan pada sistem pencernaan banyak diakibatkan karena stress efect.
Ditemukan mual, muntah, diare dan anoreksia.
15) Sistem musculoskeletal
Penurunan fungsi / kegagalan fungsi ginjal ini berpengaruh terhadap proses
terjadinya demineralisasi tulang, hal ini akan terjadi beberapa resiko tinggi
terkena osteoporosis.
b. Pemeriksaan fisik
1) Tanda tanda vital
Tekanan darah mengalami peningkatan, suhu tubuh mengalami peningkatan,
kelemahan nadi, aritmia, pernapasan memiliki irama yang tidak teratur.
2) Kepala
1. Mata : terdapat warna kemerahan, mengeluarkan air, penglihatan tidak
jelas, edema orbital, konjungtiva anemis
2. Rambut : mudah rontok, tipis dan kasar.
3. Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau amonia, mual, muntah, dan
peradangan pada gusi.
4. Leher : vena mengalami pembesaran
5. Dada dan thoraks : penggunaan otot bantu pernapasan, nafas dangkal,
pneumonitis, edema pulmoner, friction rebpericardial.
6. Abdomen : nyeri pada pinggang, asites
7. Genetalia : amenore, atropi testikuler.
8. Ekstermitas : capillary kembali dalam waktu >3 detik, kuku menjadi
rapuh, kusam dan tipis, kekuatan kaki mengalami penurunan, sensasi
seperti terbakar pada kaki.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan (SDKI) menurut (Tim Pokja SDKI, DPP,2018) :
a. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan pembedahan
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan terjadinya kelemahananemia
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan pada lingkungan
3. Rencana Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Nyeri akut Setelah dilakukan
Observasi
berhubungan tindakan keperawatan
dengan diharapkan.....membaik. 1. identifikasi area, karakteristik, berapa
tindakan Dengan kriteria hasil : lama durasinya, frekuensi, tingkat
pembedahan 1. keluhan nyeri klien nyeri yang dirasakan, intensitas nyeri
dapat menurun
2. meringis dapat 2. identifikasi skala nyeri yang
menurun dirasakan
3. sikap protektif 3. identifikasi respons nyeri
menurun berdasarkan hasil pengamatan dari
4. gelisah menurun perawat
5. penurunan terhadap
4. identifikasi faktor yang
keluhan tidur yang menyebabkan penambahan berat
dirasakan danpengurangan nyeri
5. identifikasi pasien meliputi
pengetahuan dan keyakinan pasien
tentang nyeri yang ia rasakan
6. identifikasi apakah ada pengaruh
budaya terhadap tingkat nyeri
7. identifikasi pengaruh nyeri yang
dirasakan klien terhadapkualitas
hidup
8. monitor keberhasilan dari terapi
komplementer yang telahdiberikan
9. monitor efek dari penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. berikan teknik nonfarmakologis
seperti tarik napas dalam yang
berkaitan dengan pengurangan nyeri
2. kontrol lingkungan yang
menyebabkan peningkatan rasa nyeri
3. fasilitasi istirahat dan tidur
4. pertimbangkan jenis dan penyebab
nyeri dalam pemilihanteknik untuk
meredakan nyeri
Edukasi
1. jelaskan penyebab dan faktor pemicu
nyeri
2. jelaskan strategi yang dapat
digunakan untuk meredakan nyeri
3. anjurkan klien untuk dapat
memonitor nyeri secara mandiri
4. anjurkan menggunakan terapi
analgetik yang sesuai dengan
penyebab nyeri
5. ajarkan teknik nonfarmakologis
yang dapat digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. kolaborasi dalam pemberian terapi
analgetik
Intoleransi
Setelah dilakukan Observasi
aktivitas
tindakan keperawatan
berhubungan 1. Identifikasi gangguan pada tubuh
diharapkan.... membaik,
dengan yang menyebabkan terjadinya
dengan kriteria hasil :
terjadinya kelelahan
kelemahan 1. Frekuensi nadi
2. Monitor penyebab kelelahan fisik dan
anemia mengalami
emosional yang dirasakanklien
peningkatan
3. Monitor pola dan waktu tidur yang
2. Keluhan lelah yang dilakukan klien
dirasakan klien
dapat mengalami 4. Monitor area dan penyebab
penurunan ketidaknyamanan saat melakukan
aktivitas
3. Dispnea saat
beraktivitas dapat Terapeutik
menurun 1. Sediakan lingkungan disekitar klien
4. Dispnea sesudah yang nyaman dan rendah stimulus
beraktivitas dapat 2. Lakukan pelatihan rentang gerak
menurun pasif maupun aktif
3. Berikan aktivitas teknik distraksi
yang dapat menenangkanklien
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
ketika klien tidak mampu berjalan
dan berpindah tempat
Edukasi
1. Anjurkan klien melaksanakan terapi
tirah baring
2. Anjurkan klien untuk melakukan
aktivitas sedikit demi sedikit
3. Anjurkan klien untuk selalu
menghubungi perawat jika
ditemukan tanda dan gejala yang
menyebabkan kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi terjadinya kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
berkaitan denga cara untuk
peningkatan asupan makanan.
Gangguan
Setelah dilakukan Observasi
pola tidur
tindakan keperawatan
berhubungan 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
diharapkan....membaik,
dengan
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur
hambatan
pada 1. Keluhan sulit 3. Identifikasi makanan dan minuman
lingkungan memulai tidur dapat yang mengganggu tidur
menurun
4. Identifikasi obat tidur yang
2. Keluhan sering dikonsumsi
terjaga dapat
Terapeutik
mengalami
penurunan 1. Modifikasi lingkungan
3. Keluhan klien tidak 2. Fasilitasi menghilangkan stress
puas saat tidur sebelum tidur
dapat menurun
3. Tetapkan jadwal tidur rutin
4. Keluhan pola tidur
berubah – ubah 4. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
dapat menurun
5. Keluhan merasa 5. Sesuaikan jadwal pemberian obat
istirahat tidak dan atau tindakan untuk menunjang
cukup dapat siklus tidur – terjaga.
menurun Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur
3. Anjurkan menghindari makanan
atau minuman yang
menggangu tidur
4. Anjurkan penggunaan obat tidur
yang tidak mengandungsupresor
terhadap tidur REM
5. Ajarkan faktor – faktor yang
berkontribusi terhadap gangguanpola
tidur
6. Ajarkan relaksasi otor autogenik
atau cara nonfarmakologis lainnya
J. Daftar Pustaka
Divanda, D. ., Idi, S., & Rini, W. . (2019). Asuhan Gizi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
Di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul. 8–25.
Fitri, Kartika, Diahastuti. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Gagal
Ginjal Kronis Di Ruang Baitul Izzah 2 RSI Sultan Agung Semarang. Uviversitas
Sultan agung Semarang
Hasbullah, M, A., & D.S, H. (2017). Jurnal Media Keperawatan : Politeknik Kesehatan
Makassar Jurnal Media Keperawatan : Politeknik Kesehatan Makassar.
Gambaran Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Thypoid Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Di Rumah Sakit Tk Ii Pelamonia, 08(02), 39–45.
HIDAYAH, A. A., Herlina, H., & Novita, R. P. (2018). Kerasionalan Antihipertensi Dan
Antidiabetik Oral Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Etiologi Hipertensi Dan
Atau Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rsi Siti KhadijahPalembang.
Nurhidayati A. Kualitas Tidur Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi
Hemodialisa Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Gombong. Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong; 2017.
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakann
Keperawatan. In Edisi 1 Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakann
Keperawatan. In Edisi 1 Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakann
Keperawatan. In Edisi 1 Jakarta : DPP PPNI.
Rizal,Fadli, Makarim (2022). Gagal Ginjal. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai