Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL


KRONIS (CHRONIC KIDNEY DISEASE) ON HEMODIALISA
DI RUANG TERATAI RSUD Prof. Dr. W. Z. JOHANNES KOTA KUPANG

OLEH

THERESIA PURNAWATI TETO

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2024
I. KONSEP TEORI
1.1 Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) atau yang biasa disebut dengan Gagal Ginjal
Kronik (GGK) adalah suatu kondisi dimana fungsi ginjal melemah bahkan rusak,
yang berlangsung lebih dari tiga bulan dan ditandai dengan penurunan Glomerular
Filtration Rate (GFR) (Madania et al., 2022).
CKD merupakan kehilangan fungsi ginjal yang terjadi selama berbulan-
bulan bahkan sampai bertahun-tahun dan ditandai dengan perubahan pada struktur
normal ginjal secara bertahap (Sukandar et al., 2011 dalam Pakingki et al., 2019).

1.2 Etilogi
Terdapat beberapa penyakit yang dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal
kronis diantaranya yaitu (Pranandari & Supadmi, 2015) :
a) Diabetes Melitus
Salah satu akibat dari komplikasi diabetes melitus (DM) yaitu penyakit yang
menyerang pembuluh darah kecil (mikrovaskuler), termasuk nefropati diabetika
yang merupakan penyebab utama penyakit ginjal stadium akhir. Berbagai teori
mengenai patogenesis nefropati seperti peningkatan produk glikosilasi dengan
proses non-enzimatik yang disebut AGEs (Advanced Glucosylation End
Products), peningkatan reaksi jalur poliol (polyol pathway), glukotoksisitas dan
protein kinase C berkontribusi terhadap kerusakan ginjal. Kelainan glomerulus
terjadi akibat denaturasi protein yang disebabkan oleh tingginya kadar glukosa
dan hipertensi intraglomerulus. Terjadi kelainan atau perubahan pada membrane
basalis glomerulus dengan proliferasi dari sel-sel mesangium. Kondisi ini akan
mengakibatkan glomerulosklerosis dan berkurangnya aliran darah, sehingga
terjadi perubahan-perubahan pada permeabilitas membrane basalis glomerulus
yang ditandai dengan albuminuria.
b) Hipertensi
Tekanan darah tinggi dikaitkan dengan penyakit gagal ginjal kronis. Hipertensi
dapat memperparah kerusakan pada ginjal, hal ini dapat terjadi melalui
peningkatan tekanan intraglomeruler yang menyebabkan gangguan struktural dan
gangguan fungsional pada glomerulus yang dapat mengakibatkan penurunan laju
filtrasi glomerulus. Tekanan intravaskular yang tinggi dialirkan melalui arteri
aferen ke dalam glomerulus, dimana arteri aferen mengalami konstriksi akibat
hipertensi.
c) Nefropati Analgetik
Nefropati analgetik merupakan suatu kondisi dimana nefron mengalami
kerusakan akibat penggunaan obat analgetik. Penggunaan obat analgetik dan Obat
Anti Inflamasi Non Streroid (OAINS) untuk meredakan rasa nyeri dan
mengontrol inflamasi dengan mekanisme kerja yang menekan sintesis
prostaglandin. Akibat penghambatan sintesis prostaglandin menyebabkan
vasokontriksi renal sehingga dapat menurunkan aliran darah ke ginjal dan
berpotensi untuk menimbulkan iskemia glomerular. Obat analgetik dan OAINS
juga menginduksi kejadian nefritis interstitial yang selalu diikuti dengan
kerusakan ringan glomerulus dan nefropati yang akan mempercepat
perkembangan kerusakan ginjal, nekrosis papila dan CKD. Obat analgetik dan
OAINS dapat menyebabkan nefrosklerosis yang berakibat iskemiaglomerular
sehingga menurunkan GFR kompensata dan GFR nonkompensata atau CKD
yang dalam waktu lama dapat menyebabkan gagal ginjal terminal.

1.3 Klasifikasi
Menurut Wijaya & Putri (2013), klasifikasi gagal ginjal dibagi menjadi 3, yaitu:

Stage Deskripsi

I Stage Deskripsi I Penurunan cadangan ginjal ditandai dengan


kehilangan fungsi nefron 40- 75%. Pasien biasanya tidak mempunyai
gejala, karena sisa nefron yang ada dapat membawa fungsi normal
ginjal.

II Kehilangan fungsi ginjal 75%-90%. Pada tingkat ini terjadi kreatinin


serum dan nitrogen urea darah, ginjal kehilangan kemampuannya
untuk mengembangkan urin pekat dan azotemia (peningkatan kadar
kreatinin dan kadar nitrogen darah dan berkaitan dengan penurunan
laju filtrasi glumerular).

III Tingkat renal dari Gagal Ginjal Kronis yaitu kehilangan fungsi nefron
>90%. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan menyolok sekali sebagai respon terhadap GFR yang
mengalami penurunan sehingga terjadi ketidakseimbangan kadar
ureum nitrogen darah dan elektrolit, pasien diindikasikan untuk
dialisis.

1.4 Patofisiologi
Pada saat terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron termasuk glomerulus dan
tubulus diduga utuh sedangkan lainnya rusak (hipotesa nefron utuh), nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat diserta reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal berfungsi sampai 34⁄ dari nefron yang rusak. Beban bahan
harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuria dan haus. Kemudian karena jumlah nefron yang rusak
semakin banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada klien menjadi lebih jelas dan muncul gejala khas kegagalan ginjal
bila kira kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15ml/menit atau lebih rendah dari itu
(Wulandari et al., 2017).
Pasien gagal ginjal kronik akan mengalami peningkatan kadar air dan
natrium dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu
keseimbangan glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang
akan menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel.
Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus menuju kapiler
peritubular sehingga dapat terjadi hipertensi. Hipertensi akan menyebabkan kerja
jantung meningkat dan merusak pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah
ginjal menyebabkan gangguan filtrasi serta meningkatkan keparahan dari hipertensi
(Maulana, 2017).
1.5 Pathway

Glomerulonephritis kronik, Diabetes melitus Hipertensi Ginjal pokistik


pielonefritis kronik

↑ viskoitas darah Pembuluh darah rusak Terbentuk kista pada


Reaksi antigen antibodi parenkim ginjal

↓ perfusi ke ginjal Nefron tidak menerima O2


Terbentuk agregat molekul dan nutrisi Pertumbuhan kista
membesar
Ginjal tidak dapat menyerap
Tertangkap di glomerulus Arteri sekitar ginjal
menyempit Kemampuan filtrasi
Fungsi nefron ↓ ginjal ↓
Glomeruli & tubulus
menjadi jaringan parut Darah ke jar. Ginjal ↓

Kerusakan ginjal

Tanda dan gejala GGK:


↓ Laju Filtrasi Glomerulus
 Tekanan darah tinggi.
 Perubahan frekuensi dan jumlah
buang air kecil dalam sehari.
 Adanya darah dalam urin.
Gangguan fungsi ginjal berlangsung kronik  Lemah serta sulit tidur.
 Kehilangan nafsu makan.
 Sakit kepala.
Chronic Kidney Disease (CKD)/Gagal Ginjal Kronis
B1 B2 B3 B4 B5 B6

Retensi Na Sekresi eritropoitis ↓ Suplai O2 jaringan ↓ ↓ laju filtrasi Peningkatan kadar BUN kreatinin ↑
glomerulus kreatinin & BUN serum

Total CES naik Produksi HB ↓ Metabolisme anaerob Produksi sampah di


+
Na & Ka ↑ + Asotemia aliran tubuh
Tekanan kapiler naik Suplai nutrisi Retensi air dan
dalam darah ↓ natrium Masuk ke vaskuler Syndrome uremia Kulit kering, pruritus,
Vol. interstisial naik dan berikatan lesi pada kulit

Suplai O2 ↓ Penurunan produksi dengan air


Organ GI
urine
Preload naik MK: Gangguan
↑ vol. vaskuler
Ginjal tidak dapat integritas
Gangguan
membuang kalium Iritasi saluran kencing kulit/jaringan
Bendungan atrium kiri keseimbangan
melalui urine Tek. Hidrostatik ↑ asam basa

Tek. Vena pulmonalis Respon hipotalamus,


Hiperkalemia pelepasan mediator Ekstravasasi Iritasi lambung,
kimiawi (sitokinin, asam lambung ↑
Kapiler paru ↑
Gangguan konduksi bradykinin)
Oliguri, anuri, edema
jantung Anoreksia, nausea,
Pernapasan kusmaul MK : Nyeri Akut vomitus
Aritmia MK:

 Hipervolemia
MK: Pola Nafas tidak MK :
MK : Risiko  Gangguan eliminasi
efektif
penurunan curah urine Defisit nutrisi
jantung
1.6 Manifestasi klinis
Beberapa tanda dan gejala seseorang mengalami Chronic Kidney Disease menurut
Harmilah (2020), meliputi :
1) Lebih sering ingin BAK, terutama dimalam hari
2) Kulit terasa gatal
3) Adanya darah atau protein dalam urine yang dideteksi saat tes urine
4) Mengalami kram otot
5) Berat badan turun atau kehilangan berat badan
6) Kehilangan nafsu makan atau nafsu makan menurun
7) Penumpukan cairan yang mengakibatkan pembengkakan pada pergelangan kaki
dan tangan
8) Nyeri pada dada akibat cairan menumpuk disekitar jantung
9) Mengalami kejang pada otot
10) Mengalami gagguan pernapasan atau sesak napas
11) Mengalami mual dan muntah
12) Mengalami gangguan tidur atau susah tidur
13) Terjadi disfungsi ereksi pada pria

1.7 Komplikasi
1) Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
2) Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama
5) Hemodialisis
6) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
7) Asidosis metabolic
8) Osteodistropi ginjal
9) Sepsiss
10) Neuropati perifer
11) Hiperuremia (Brunner & Suddarth, 2016)

1.8 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Harmilah (2020) beberapa pemeriksaan penunjang untuk CKD antara lain:
a. GambaranKlinis
1) Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti DM,infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi hiperurikemia,SLE
2) Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi ,anoreksia, mual
muntah,nocturia kelebihan volume cairan,neuropati perifer,pruritus, uremic
frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma
3) Gejala komplikasi, antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,payah
jantung,asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,
kalium,klorida).
b. Gambaran laboratoris
1) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum,dan penurunan LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk
memperkirakan fungsi ginjal.
2) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar Hb, peningkatan
kadar asam urat,hyperkalemia atau hipokalemia, hiponatremia,
hiperkloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia,dan asidosis metabolik.
3) Kelainan urinalisis,meliputi proteinuria, leukosuria,cast,isostenuria.
c. Gambaran Radiologi
Pemeriksaan radiologi penyakit ginjal kronis antara lain:
1) Foto polos abdomen,bisa tampak batu radio-opak
2) Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuaiindikasi
3) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis ,adanya hidronefrosis atau batu ginjal,kista, massa,
kalsifikasi
4) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renograf,dikerjakan bila ada indikasi.
d. Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih Mendekati normal,
karena diagnosis secara noninvasive tidak bisa ditegakkan.Pemeriksaan
histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan
terapi,prognosis,dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal
tidak dilakukan pada ginjal yang sudah mengecil(contracted kidney), ginjal
polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan
pembekuan darah,gagal napas, dan obesitas.

1.9 Penatalaksanaan
1. Non farmakologis
a. Pengaturan asupan protein
a) Pasien non dialysis 0,6-0,7gram/kg BB ideal/hari
b) Pasien hemodialisa 1-1,2gram/kgBB/hari
c) Pasien peritoneal dialysis 1,3gram/kgBB/hari
b. Pengaturan asupan kalori: 35kal/kgBBideal/hari
c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah
yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
g. Fosfor: 5-10mg/kgBB/hari. Pasien HD :17mg/hari
h. Kalsium: 1400-1600mg/hari
i. Besi:10-18mg/har
j. Magnesium:200-300mg/hari
k. Asam folat pasien HD:5mg
l. Air : jumlah urine 24 jam +500 ml (insesnsible water loss)
2. Farmakologis
a. Kontrol tekanan darah
b. Penghambat kalsium
c. Diuretic
d. Pada pasien dm kontro lgula darah dan hindari pemakaian metformin atau
obat-obat sulfonil urea dengan masa kerja panjang
e. Koreksi anemia dengan target hb 10-12gr/dl
f. Kontrol hiperfosfatemia: kalsium karbonatarau kalsium asetat
g. Kontrol renalosteodistrofi: kalsitrol
h. Koreksi asidosis metabolik
i. Koreksi hyperkalemia
j. Tatalaksana ginjal pengganti: transplantasi ginjal, dialysis

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2.1 Pengkajian
Berikut ini adalah pengkajian Keperawatan pada pasien CKD menurut(Tarwoto&
Wartonah,2014):
a. Identitas Klien
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal,namun Iaki-Iaki sering
memiliki resiko lebih tinggi terkait Dengan pekerjaan dan pola hidup sehat.CKD
merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut,sehingga tidak berdiri
sendiri.
b. Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit Sekunder yang
menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai
pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-
ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaforesis,fatigue, napas berbau urea, dan
pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa
metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien dengan CKD biasanya terjadi penurunan Urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan system
ventilasi,fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas. Selain itu,
karena berdampak pada proses metabolisme, makaakan terjadi anoreksi, nausea
dan vomiting sehingga beresiko untuk terjadinya gangguan nutrisi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
CKD dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan berbagai penyebab. Oleh
karena itu,informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan
masalah. Kaji riwayat penyakit ISK, penggunaan obat berlebih khususnya obat
yang bersifat nefrotoksik, BPH dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi
kerja ginjal. Selain itu ada beberapa penyakit yang langsung menyebabkan gagal
ginjal yaitu diabetes mellitus, hipertensi dan batu saluran kemih.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
CKD bukan penyakit menular dan menurun ,sehingga silsilah keluarga tidak
terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder seperti DM dan
hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit CKD, karena penyakit
tersebut bersifat herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada
anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit.
f. Riwayat Psikososial
Pada pasien CKD biasanya perubahan psikososial terjadi pada waktu pasien
mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa. Pasien
akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri (murung). Selain itu, kondisi
ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses pengobatan, sehingga
pasien mengalami kecemasan.
g. Pola Aktivitas sehari-hari
1) Pola Aktivitas / Istirahat
Biasanya pasien mengalami kelelahan ekstrim,kelemahan, malaise,
gangguan tidur (insomnia/gelisah atau samnolen), penurunan rentang gerak
(Haryono, 2013).
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Biasanya pasien mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat,
peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi),
nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia)
(Haryono,2013).
3) Pola Eliminasi
Biasanya pada pasien terjadi penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria
(gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare konstipasi, perubahan warna
urin (Haryono 2013).
4) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah, perubahan kepribadian, kesulitan menentukan
kondisi, contoh tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.
5) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas (Haryono, 2013).
h. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Inspeksi :pergerakan dada simetris, adanya penggunaan otot bantu
napas, sesak napas, irama pernapasan tidak teratur, dan
pemakaian alat bantu napas, nafas cepat dan dalam
(Kussmaul), dispnoe nokturnal paroksismal (DNP), takipnoe
(peningkatan frekuensi).
Palpasi : biasanya vocal fremitus sama antrara kanan dan kiri.
Perkusi : biasanya terdengar suara sonor.
Auskultasi :suara napas, adanya suara napas tambahan, biasanya
wheezing.

b. B2 (Bleeding)
Inspeksi : ditemukan nyeri dada atau angina, dan sesak napas,
gangguan irama jantung, penurunan perfusi perifer sekunder
dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi dan
gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Palpasi : didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD
meningkat,akral dingin, CRT > 3, palpitasi.
Perkusi : terdengar suara redup pada batas jantung
Auskultasi : Pada kondisi uremi berat, perawat akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial

c. B3 (Brain)
Inspeksi : didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral,
seperti perubahan proses pikir dan disorientasi, klien sering
mengalami kejang, adanya neuropati perifer, burning feet
syndrom, restless leg syndrom, kram otot dan nyeri otot.

d. B4 (Bladder)
Inspeksi : ditemukan perubahan pola kemih pada periode oliguria akan
terjadi penurunan frekuensi dan penurunan urine < 400
ml/hari, warna urin juga menjadi lebih pekat. Sedangkan pada
periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan
peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda
perbaikan filtrasi glomelurus. Pada pemeriksaan didapatkan
proteinuria, BUN dan kreatinin meningkat. Dapat juga terjadi
penurunan libido berat. Biasanya pada kasus gagal ginjal
kronis dapat terjadi ketidakseimbangan cairan dikarenakan
tidak berfungsinya glomelurus untuk mengeluarkan zat-zat
sisa metabolisme.
Palpasi : biasanya ada nyeri tekan pada simfisis pubis

e. B5 (Bowel)
Inspeksi : didapatkan adanya mual muntah, anoreksia dan diare
sekunder dari bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut
dan ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
Palpasi : tidak ada massa pada abdomen, tidak ada nyeri tekan pada
abdomen.
Perkusi : ditemukan suara timpani.
Auskultasi : ditemukan suara bising usus normal (15-35x/menit).

f. B6 (Bone)
Inspeksi : didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot,
nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal,
ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
ptekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defisit fosfat
kalsium pada kulit, keterbatasan gerak sendi, terjadi oedem
pada ekstremitas.
Palpasi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder
dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d pasien mengeluh sesak
napas (dispnea) (D.0005)
2. Risiko penurunan curah jantung d.d perubahan preload (D.0011)
3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d (D.0077)
4. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi d.d edema anasarka dan/atau
edema perifer (D.0022)
5. Gangguan eliminasi urin b.d efek tindakan medis d.d pasien mengeluh sering
buang air kecil atau nokturia (D.0040)
6. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan d.d Berat badan menurun
minimal 10% dibawah rentang ideal, nafsu makan menurun (D.0019)
7. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d kelebihan volume cairan d.d tampak
kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit pasien (D.0129)
2.3 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosis Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI)


(SDKI) Hasil (SLKI)

Pola napas tidak Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi


efektif b.d tindakan keperawatan (I.01014)
hambatan upaya selama 3x8 jam, maka Observasi
napas d.d pasien Pola Napas membaik 1. Monitor frekuensi, irama,
mengeluh sesak dengan kriteria hasil : kedalaman, dan upaya napas
napas (dispnea) 1. Dispnea menurun (5) Monitor pola napas (seperti
(D.0005) 2. Penggunaan otot bantu bradipnea, takipnea,
napas menurun (5) hiperventilasi, kussmaul,
3. Frekuensi napas cheyne-stokes, biot, ataksik)
membaik (5) 2. Monitor kemampuan batuk
4. Kedalaman napas efektif
membaik (5) 3. Monitor adanya produksi
sputum Monitor adanya
sumbatan jalan napas
4. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
5. Auskultasi bunyi napas
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor nilai AGD
8. Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik

1. Atur interval waktu


pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Risiko penurunan Setelah dilakukan Perawatan Jantung (I.02075)


curah jantung d.d tindakan keperawatan
Observasi
perubahan preload selama 3x8 jam, maka
(D.0011) curah Jantung meningkat 1. Identifikasi tanda/gejala
dengan kriteria hasil : primer penurunan curah
1. Kekuatan nadi perifer jantung (meliputi dispnea,
meningkat kelelahan, edema)
2. Gambaran EKG 2. Identifikasi tanda/gejala
aritmia menurun sekunder penurunan curah
3. Lelah menurun jantung (meliputi
4. Edema menurun peningkatan berat badan,
5. Dispnea menurun palpitasi, rongki basah,
6. Oliguria menurun batuk)
7. Pucat/ sianosis 3. Monitor tekanan darah
menurun. (termasuk tekanan darah
8. Tekanan darah ortostatik, jika perlu)
membaik 4. Monitor intake dan output
9. Capilary reffil time cairan
(CRT) membaik 5. Monitor saturasi Oksigen
6. Monitor keluhan nyeri Dada
7. Monitor airtmia (kelainan
irama dan frekuensi)
Terapeutik

1. Posisikan pasien semifowler


dan fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman
Berikan dukungan
emosional dan spiritual
2. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen ˃94%

Edukasi

1. Anjurkan berhenti merokok


2. Ajarkan pasien atau
keluarga mengukur intake
dan output cairan harian.

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu

Hipervolemia b.d Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia


gangguan tindakan keperawatan (I.03114)
mekanisme regulasi selama 3x8 jam, maka Observasi
d.d edema anasarka keseimbangan Cairan 1. Periksa tanda dan gejala
dan/atau edema meningkat dengan kriteria hypervolemia (mis.
perifer (D.0022) hasil : Ortopnea, dispnea, edema,
1. Edema menurun (5) JVP/CVP meningkat,
2. Haluaran urine refleks hepatojugularpositif,
meningkat (5) suara napas tambahan)
3. Berat badan membaik 2. Identifikasi penyebab
(5)
hipervolemia
3. Monitor status
hemodinamik (mis.
Frekuensi jantung,tekanan
darah, MAP, CVP, PAP,
POMP, CO, CI), jika
tersedia 1.4 Monitor intake
dan output cairan
4. Monitor tanda
hemokonsentrasi (mis.
Kadar natrium, BUN,
hematokrit, berat jenis
urine)
5. Monitor tanda peningkatan
tekanan onkotik plasma
(mis. Kadar protein dan
albumin meningkat)
6. Monitor kecepatan infus
secara ketat
7. Monitor efek samping
diuretik (mis.
Hipotensiortostatik,
hipovolemia, hypokalemia,
hiponatremia)

Terapeutik

1. Timbang berat badan setiap


hari pada waktu yang sama
2. Batasi asupan cairan dan
garam
3. Tinggikan kepala tempat
tidur 30-40o

Edukasi

1. Anjurkan melapor jika


haluaran urine BB
bertambah >1 kg dalam
sehari
2. Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan
haluaran cairan
3. Ajarkan cara membatasi
cairan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
diuretik
2. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretik
3. Kolaborasi pemberian
continuous renal
replacement therapy
(CRRT), jika perlu

Gangguan Setelah dilakukan Manajemen Eliminasi Urin


eliminasi urin b.d tindakan keperawatan (I.04152)
efek tindakan selama 3x8 jam, maka Observasi
medis d.d pasien Eliminasi Urin membaik 1. Identifkasi tanda dan gejala
mengeluh sering dengan kriteria hasil : retensi atau inkontinensia
buang air kecil atau 1. Frekuensi BAK urine Identifikasi faktor
nokturia (D.0040) membaik (5) yang menyebabkan retensi
2. Disuria menurun (5) atau inkontinensia urine
3. Anuria menurun (5) 2. Monitor eliminasi urine
4. Nokturia menurun (5) (mis. frekuensi, konsistensi,
aroma, volume, dan warna)
Terapeutik
1. Catat waktu-waktu dan
haluaran berkemih
2. Batasi asupan cairan, jika
perlu Ambil sampel urine
tengah (midstream) atau
kultur
Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
2. Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran urine
3. Anjurkan mengambil
specimen urine midstream
4. Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemih
5. Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
pinggul/berkemihan
6. Anjurkan minum yang
cukup, jika tidak ada
kontraindikasi Anjurkan
mengurangi minum
menjelang tidur
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
suposituria uretra, jika perlu

Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan Manajemen nutrisi (I.103119)


kurangnya asupan tindakan keperawatan
Observasi
makanan d.d Berat selama 3x8 jam, maka
badan menurun Status nutrisi membaik 1. Identifikasi status nutrisi
minimal 10% dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan
dibawah rentang intoleransi makanan
1. Porsi makan yang
ideal, nafsu makan 3. Identifikasi makanan yang
dihabiskan meningkat
menurun (D.0019) disukai
2. Kekuatan otot
4. Identifikasi kebutuhan
mengunyah meningkat
kalori dan jenis nutrient
3. Kekuatan otot
5. Identifikasi perlunya
menelan meningkat
penggunaan selang
4. Serum albumin
nasogastric
meningkat
6. Monitor asupan makanan
5. Verbalisasi keinginan
Monitor berat badan
untuk meningkatkan
7. Monitor hasil pemeriksaan
nutrisi meningkat
laboratorium
6. Pengetahuan tentang
pilihan makanan yang Terapeutik
sehat meningkat
1. Lakukan oral hygiene
7. Pengetahuan tentang
sebelum makan, jika perlu
pilihan minuman yang
2. Fasilitasi menentukan
sehat meningkat
pedoman diet
8. Pengetahuan tentang
3. Sajikan makanan secara
asupan nutrisi yang
menarik dan suhu yang
sehat meningkat
sesuai
9. Penyiapan dari
4. Berikan makanan tinggi
penyimpanan
serat untuk mencegah
makanan yang sehat
meningkat konstipasi
10. Penyiapan dari 5. Berikan makanan tinggi
penyimpanan kalori dan tinggi protein
minuman yang sehat Berikan suplemen makanan,
meningkat jika perlu
11. Sikap terhadap 6. Hentikan pemberian makan
makanan/minuman melalui selang nasogastik
sesuai dengan tujuan jika asupan oral dapat
Kesehatan meningkat ditoleransi
12. Perasaan cepat
Edukasi
kenyang menurun
13. Nyeri abdomen 1. Ajarkan posisi duduk, jika
14. Diare menurun mampu
15. Berat badan membaik 2. Ajarkan diet yang
16. Indeks masa tubuh diprogramkan
(IMT) membaik
Kolaborasi
17. Frekuensi makan
membaik 1. Kolaborasi pemberian
18. Nafsu makan medikasi sebelum makan
membaik 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika perlu

Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit


integritas tindakan keperawatan (I.11353)
kulit/jaringan b.d selama 3x8 jam, maka Observasi
kelebihan volume Integritas Kulit dan 1. Identifikasi penyebab
cairan d.d tampak Jaringan meningkat gangguan integritas kulit
kerusakan jaringan dengan kriteria hasil : (mis. perubahan sirkulasi,
dan/atau lapisan 1. Kerusakan jaringan perubahan status nutrisi,
kulit pasien menurun (5) penurunan kelembaban,
(D.0129) 2. Kerusakan lapisan suhu lingkungan ekstrem,
kulit menurun (5) penurunan mobilitas)
3. Tekstur membaik (5) Terapeutik
1. Ubah posisi setiap 2 jam
jika tirah baring
2. Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang, jika
perlu
3. Bersihkan perineal dengan
air hangat, terutama selama
periode diare
4. Gunakan produk berbahan
petrolium atau minyak
pada kulit kering
5. Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitive
6. Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. lotion,
serum) Anjurkan minum
air yang cukup Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
2. Anjurkan meningkat
asupan buah dan sayur
3. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
4. Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal 30
saat berada diluar rumah
5. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi dibuat atau dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat atau
yang telah ditentukan.

2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi, teratasi
sebagian atau tidak teratasi dengan mengacu pada kriteria hasil.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner, & Suddarth. (2016). Brunner & Suddarth’s Canadian Textbook of Medical-
Surgical Nursing. In Brunner & Suddarth’s Canadian Textbook of Medical-
Surgical Nursing
Haryono, Yudi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan. Yogyakarta:
Rapha Publishing
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1 Cetakan 3 (Revisi) Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI . (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1 Cetakan 2 Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
Edisi 1 Cetakan 2 Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPN

Anda mungkin juga menyukai