OLEH
1.2 Etilogi
Terdapat beberapa penyakit yang dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal
kronis diantaranya yaitu (Pranandari & Supadmi, 2015) :
a) Diabetes Melitus
Salah satu akibat dari komplikasi diabetes melitus (DM) yaitu penyakit yang
menyerang pembuluh darah kecil (mikrovaskuler), termasuk nefropati diabetika
yang merupakan penyebab utama penyakit ginjal stadium akhir. Berbagai teori
mengenai patogenesis nefropati seperti peningkatan produk glikosilasi dengan
proses non-enzimatik yang disebut AGEs (Advanced Glucosylation End
Products), peningkatan reaksi jalur poliol (polyol pathway), glukotoksisitas dan
protein kinase C berkontribusi terhadap kerusakan ginjal. Kelainan glomerulus
terjadi akibat denaturasi protein yang disebabkan oleh tingginya kadar glukosa
dan hipertensi intraglomerulus. Terjadi kelainan atau perubahan pada membrane
basalis glomerulus dengan proliferasi dari sel-sel mesangium. Kondisi ini akan
mengakibatkan glomerulosklerosis dan berkurangnya aliran darah, sehingga
terjadi perubahan-perubahan pada permeabilitas membrane basalis glomerulus
yang ditandai dengan albuminuria.
b) Hipertensi
Tekanan darah tinggi dikaitkan dengan penyakit gagal ginjal kronis. Hipertensi
dapat memperparah kerusakan pada ginjal, hal ini dapat terjadi melalui
peningkatan tekanan intraglomeruler yang menyebabkan gangguan struktural dan
gangguan fungsional pada glomerulus yang dapat mengakibatkan penurunan laju
filtrasi glomerulus. Tekanan intravaskular yang tinggi dialirkan melalui arteri
aferen ke dalam glomerulus, dimana arteri aferen mengalami konstriksi akibat
hipertensi.
c) Nefropati Analgetik
Nefropati analgetik merupakan suatu kondisi dimana nefron mengalami
kerusakan akibat penggunaan obat analgetik. Penggunaan obat analgetik dan Obat
Anti Inflamasi Non Streroid (OAINS) untuk meredakan rasa nyeri dan
mengontrol inflamasi dengan mekanisme kerja yang menekan sintesis
prostaglandin. Akibat penghambatan sintesis prostaglandin menyebabkan
vasokontriksi renal sehingga dapat menurunkan aliran darah ke ginjal dan
berpotensi untuk menimbulkan iskemia glomerular. Obat analgetik dan OAINS
juga menginduksi kejadian nefritis interstitial yang selalu diikuti dengan
kerusakan ringan glomerulus dan nefropati yang akan mempercepat
perkembangan kerusakan ginjal, nekrosis papila dan CKD. Obat analgetik dan
OAINS dapat menyebabkan nefrosklerosis yang berakibat iskemiaglomerular
sehingga menurunkan GFR kompensata dan GFR nonkompensata atau CKD
yang dalam waktu lama dapat menyebabkan gagal ginjal terminal.
1.3 Klasifikasi
Menurut Wijaya & Putri (2013), klasifikasi gagal ginjal dibagi menjadi 3, yaitu:
Stage Deskripsi
III Tingkat renal dari Gagal Ginjal Kronis yaitu kehilangan fungsi nefron
>90%. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan menyolok sekali sebagai respon terhadap GFR yang
mengalami penurunan sehingga terjadi ketidakseimbangan kadar
ureum nitrogen darah dan elektrolit, pasien diindikasikan untuk
dialisis.
1.4 Patofisiologi
Pada saat terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron termasuk glomerulus dan
tubulus diduga utuh sedangkan lainnya rusak (hipotesa nefron utuh), nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat diserta reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal berfungsi sampai 34⁄ dari nefron yang rusak. Beban bahan
harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuria dan haus. Kemudian karena jumlah nefron yang rusak
semakin banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada klien menjadi lebih jelas dan muncul gejala khas kegagalan ginjal
bila kira kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15ml/menit atau lebih rendah dari itu
(Wulandari et al., 2017).
Pasien gagal ginjal kronik akan mengalami peningkatan kadar air dan
natrium dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu
keseimbangan glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang
akan menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel.
Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus menuju kapiler
peritubular sehingga dapat terjadi hipertensi. Hipertensi akan menyebabkan kerja
jantung meningkat dan merusak pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah
ginjal menyebabkan gangguan filtrasi serta meningkatkan keparahan dari hipertensi
(Maulana, 2017).
1.5 Pathway
Kerusakan ginjal
Retensi Na Sekresi eritropoitis ↓ Suplai O2 jaringan ↓ ↓ laju filtrasi Peningkatan kadar BUN kreatinin ↑
glomerulus kreatinin & BUN serum
Hipervolemia
MK: Pola Nafas tidak MK :
MK : Risiko Gangguan eliminasi
efektif
penurunan curah urine Defisit nutrisi
jantung
1.6 Manifestasi klinis
Beberapa tanda dan gejala seseorang mengalami Chronic Kidney Disease menurut
Harmilah (2020), meliputi :
1) Lebih sering ingin BAK, terutama dimalam hari
2) Kulit terasa gatal
3) Adanya darah atau protein dalam urine yang dideteksi saat tes urine
4) Mengalami kram otot
5) Berat badan turun atau kehilangan berat badan
6) Kehilangan nafsu makan atau nafsu makan menurun
7) Penumpukan cairan yang mengakibatkan pembengkakan pada pergelangan kaki
dan tangan
8) Nyeri pada dada akibat cairan menumpuk disekitar jantung
9) Mengalami kejang pada otot
10) Mengalami gagguan pernapasan atau sesak napas
11) Mengalami mual dan muntah
12) Mengalami gangguan tidur atau susah tidur
13) Terjadi disfungsi ereksi pada pria
1.7 Komplikasi
1) Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
2) Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama
5) Hemodialisis
6) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
7) Asidosis metabolic
8) Osteodistropi ginjal
9) Sepsiss
10) Neuropati perifer
11) Hiperuremia (Brunner & Suddarth, 2016)
1.9 Penatalaksanaan
1. Non farmakologis
a. Pengaturan asupan protein
a) Pasien non dialysis 0,6-0,7gram/kg BB ideal/hari
b) Pasien hemodialisa 1-1,2gram/kgBB/hari
c) Pasien peritoneal dialysis 1,3gram/kgBB/hari
b. Pengaturan asupan kalori: 35kal/kgBBideal/hari
c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah
yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
g. Fosfor: 5-10mg/kgBB/hari. Pasien HD :17mg/hari
h. Kalsium: 1400-1600mg/hari
i. Besi:10-18mg/har
j. Magnesium:200-300mg/hari
k. Asam folat pasien HD:5mg
l. Air : jumlah urine 24 jam +500 ml (insesnsible water loss)
2. Farmakologis
a. Kontrol tekanan darah
b. Penghambat kalsium
c. Diuretic
d. Pada pasien dm kontro lgula darah dan hindari pemakaian metformin atau
obat-obat sulfonil urea dengan masa kerja panjang
e. Koreksi anemia dengan target hb 10-12gr/dl
f. Kontrol hiperfosfatemia: kalsium karbonatarau kalsium asetat
g. Kontrol renalosteodistrofi: kalsitrol
h. Koreksi asidosis metabolik
i. Koreksi hyperkalemia
j. Tatalaksana ginjal pengganti: transplantasi ginjal, dialysis
b. B2 (Bleeding)
Inspeksi : ditemukan nyeri dada atau angina, dan sesak napas,
gangguan irama jantung, penurunan perfusi perifer sekunder
dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi dan
gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Palpasi : didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD
meningkat,akral dingin, CRT > 3, palpitasi.
Perkusi : terdengar suara redup pada batas jantung
Auskultasi : Pada kondisi uremi berat, perawat akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial
c. B3 (Brain)
Inspeksi : didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral,
seperti perubahan proses pikir dan disorientasi, klien sering
mengalami kejang, adanya neuropati perifer, burning feet
syndrom, restless leg syndrom, kram otot dan nyeri otot.
d. B4 (Bladder)
Inspeksi : ditemukan perubahan pola kemih pada periode oliguria akan
terjadi penurunan frekuensi dan penurunan urine < 400
ml/hari, warna urin juga menjadi lebih pekat. Sedangkan pada
periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan
peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda
perbaikan filtrasi glomelurus. Pada pemeriksaan didapatkan
proteinuria, BUN dan kreatinin meningkat. Dapat juga terjadi
penurunan libido berat. Biasanya pada kasus gagal ginjal
kronis dapat terjadi ketidakseimbangan cairan dikarenakan
tidak berfungsinya glomelurus untuk mengeluarkan zat-zat
sisa metabolisme.
Palpasi : biasanya ada nyeri tekan pada simfisis pubis
e. B5 (Bowel)
Inspeksi : didapatkan adanya mual muntah, anoreksia dan diare
sekunder dari bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut
dan ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
Palpasi : tidak ada massa pada abdomen, tidak ada nyeri tekan pada
abdomen.
Perkusi : ditemukan suara timpani.
Auskultasi : ditemukan suara bising usus normal (15-35x/menit).
f. B6 (Bone)
Inspeksi : didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot,
nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal,
ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
ptekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defisit fosfat
kalsium pada kulit, keterbatasan gerak sendi, terjadi oedem
pada ekstremitas.
Palpasi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder
dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
diuretik
2. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretik
3. Kolaborasi pemberian
continuous renal
replacement therapy
(CRRT), jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, & Suddarth. (2016). Brunner & Suddarth’s Canadian Textbook of Medical-
Surgical Nursing. In Brunner & Suddarth’s Canadian Textbook of Medical-
Surgical Nursing
Haryono, Yudi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan. Yogyakarta:
Rapha Publishing
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1 Cetakan 3 (Revisi) Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI . (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1 Cetakan 2 Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
Edisi 1 Cetakan 2 Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPN