KASMAWATI BAKHRI
2111102412046
3. Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal
kronis. Akan tetapi apapun sebabnya, respon yang terjadi adalah penurunan fungsi
ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan
GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal Menurut Muttaqin dan
Sari (2011) kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa
disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.
a. Penyakit Dari Ginjal
- Penyakit Pada Saringan (Glomerulus) : Glomerulusnefritis
- Infeksi Kuman : Pyelonefritis, Ureteritis.
- Batu Ginjal : Nefrolitinis.
- Kista Di Ginjal : Polyestis Kidney.
- Trauma Langsung Pada Ginjal.
- Keganasan Pada Ginjal
- Sumbatan : Batu, Tumor, Penyempitan/Striktur
b. Penyakit Umum Di Luar Ginjal
- Penyakit Sistemik Diabetes Melitus, Hipertensi, Kolesterol Tinggi.
- Dyslipidemia.
- SLE
- Infeksi Di Badan: TBC Paru, Sifilis, Malaria, Hepatitis
- Preeklamsi.
- Obat-Obatan
- Kehilangan Bnyak Cairan Yang Mendadak (Luka Bakar).
3. Tanda Dan Gejala
a. Gejala Dini
- Sakit Kepala
- Kelelahan Fisik Dan Mental
- Berat Badan Berkurang
- Mudah Tersinggung
- Depresi
b. Gejala Lebih Lanjut
- Anoreksia, Mual Disertai Muntah
- Napsu Makan Dangkal
- Sesak Napas Baik Waktu Ada Kegiatan Atau Tidak
- Edema Dan Pruritis Mungkin Tidak Ada Tapi Mungkin Juga Sangat Parah
4. Komplikasi
- Hiperkalemia Akibat Penurunan Eksresi, Asidosis Metabolic, Katabolisme Dan
Masukan Diit Berlebihan.
- Pericarditis : Efusi Pleura Dan Tamponade Jantung Akibat Produk Sampah
Uremik Dan Dialisi Yang Tidak Adekuat
- Hipertensi Akibat Retensi Cairan Dan Natrium
- Anemia Akibat Penurunan Eritropetin, Penurunan Rentang Usia Sel Darah
Merah
- Penyakit Tulang
- Asidosis Metaboli
5. Patofisiologi
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi
dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh
untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi
pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk
meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.
3/4
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai % dari
nefron - nefron rusak Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah (Nahas et al,
2010).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak
gejala uremia membaik setelah dialisis.
Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan
ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan
pasien asimptomatik.
b. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate)
besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung
dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat
disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai akibat dari kegagalan
pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90% dari massa nefron
telah hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR
(Glomerulus Filtration Rate) aya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin
serum dan BUN akan meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang
lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat mempertahankan homeostasis
cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik dengan plasma
dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.
6. Pathway
7. Penatalsanaan
Penatalaksanaan Keperawatan Pada Pasien Dengan CKD Dibagi Tiga Yaitu :
a. Konservatif
- Observasi Balance Cairan
- Observasi Adanya Odema
- Dilakukan Pemeriksaan Lab.Darah Dan Urin
- Batasi Cairan Yang Masuk
b. Dialysis
- Peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)
- Hemodialisis yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui
dacrah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV fistule
menggabungkan vena dan arteri dan Double lumen langsung pada daerah
jantung (vaskularisasi ke jantung).
c. Operasi
- Pengambilan Batu
- Transplantasi Ginjal
B. KONSEP HEMODIALISA
1. Pengertian
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah
buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau
pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat. (Shalahuddin,
2018). Hemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat
beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi
membrane yang selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat
yang tidak dikehendaki terjadi. (Smeltzer dan Bare, 2009 dalam Ipo, 2018).
Hemodialisa adalah salah satu terapi pengganti fungsi ginjal yang
menggunakan alat khusus dengan tujuan mengeluarkan toksin uremik dan mengatur
cairan, elektrolit tubuh. Hemodialisa merupakan proses pembersihan darah dari zat-
zat sampah, dengan metode penyaringan darah diluar tubuh. (Mailani, 2015 dalam
Kaliwantoroetal, 2019).
2. Tujuan
Menurut (Nuari dan Dhina, 2017) tujuan dari hemodialisa sebagai berikut :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisametabolisme yang
lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
3. Indikasi
Menurut (Nuari dan Dhina, 2017) (Cuci darah dilakukan pada penderita gagal ginjal
kronis pada kondisi berikut ini :
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat cuci darah :
a. Hipotensi
b. Kramotot
e. Gatal-gatal
f. Gangguan tidur
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Anamnesa
1) Identitas
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki
sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola
hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insidensi
gagal ginjal akut.
2) Keluhan utama
Sangat vervariasi, keluhan berupa urine output menurun (oliguria) sampai
anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada system sirkulasi-
ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, fatigue, napas berbau urea, dan
pruitus. Kondisi ini di picu oleh karena penumpukan zat sisa metabolisme
/ toksik dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine
output, penurunan kesadaran, penurunan pola nafas karena komplikasi
dan gangguan system ventilasi, fatigue, perubahan metabolisme, maka
akan terjadi anoreksia, nausea, dan vomit sehingga berisiko untuk terjadi
gangguan nutrisi.
4) Riwayat penyakit dahulu
Informasi penyakit terdahu luakan menegaskan untuk penegak masalah.
Kaji penyakit pada saringan (glomerulus) : glomeruloneffritis,
infeksikuman: pyelonephritis, ureteritis, nefrolitiasis, kista di ginjal :
polcystis kidney, trauma langsung pada ginjal, keganasan pada ginjal,
batu, tumor, penyempitan/ striktur, diabetes melitus, hipertensi,
kolestroltinggi, infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis,
preeklamsi.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular atau menurun, sehingga
silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakitini. Namun
pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap
penyakit gagal ginjal kronik, karena penyakit tersebut bersifat herediter.
6) Aktifitas/ istirahat
Gejala :
Kelelahan ekstrem
kelemahan malaise
Gangguan tidur( insomnia/ gelisah atau somnolen)
Tanda :
Kelemahan otot
Kehilangan tonus
Penurunan rentang gerak
7) Sirkulasi
Gejala :
Riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda :
Hipertensi : Nadi kuat
Edema jaringan umum dan piting pada kaki dan telapak tangan
Disritmia jantung : Nadi lemah halus
Hipotensi ortostatik
Friction rub pericardial
Pucat pada kulit
Kecendrungan perdarahan
8) Integritas ego
Gejala :
Faktor stress contoh finsnsial, hubungan dengan orang lain
Perasaan tak berdaya
Tak ada harapan
Tak ada kekakuan
Tanda :
Menolak
Ansietas
Takut
Marah
Mudah terangsang
Perubahan kepribadian
9) Eliminasi
Gejala :
Penurunan frekuensi urine
Oliguria
Anuria ( gagal tahap lanjut)
Abdomen kembung
Diare atau konstipasi
Tanda :
Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat
berwarna
Oliguria dapat menjadi anuria
10) Makanan / Cairan
Gejala :
Peningkatan BB cepat (edem)
Penurunan BB (malnutrisi)
Anoreksia
Nyeri ulu hati
mual / muntah
Rasa metaliktak sedap pada mulut( pernafasan amonia)
Tanda :
Distensi abdomen / ansietas
Pembesaran hati (tahap akhir)
Perubahan turgor kulit / kelembaban
Edem( umum, tergantung)
Ulserasigusi, perdarahan gusi / lidah
Penurunan otot
Penurunan lemak sub kutan
Penampilan tak bertenaga
11) Neurosnsori
Gejala :
Sakit kepala
Penglihatan kabur
kramotot / kejang
sindrom kaki gelisah
kebas rasa terbakar pada telapak kaki
kebas / kesemutan dan kelemahan khususnya ekstermitas bawah
(neuropati perifer)
Tanda :
Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang perhatian,
ketidak mampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma, kejang, fasikulasi otot
Aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
12) Nyeri / keamanan
Gejala :
Nyeri panggul
Sakitkepala, Kramotot/ nyeri kaki
Tanda :
Prilaku berhati-hati / distraksi
Gelisah
13) Pernapasan
Gejala :
Napas pendek
dipsnea nocturnal paroksimal
batuk dengan / tanpa sputum
Tanda :
Takipne
Dipsnea
Pernapasan kasmaul
Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edem paru)
14) Keamanan
Gejala :
Kulit gatal
Ada / berulangnya infeksi
Tanda :
Pruritus
Demam (sepsis, dehidrasi)
15) Seksualitas
Gejala :
Penurunan libido
amenorea
infertilitas
16) Interaksi Sosial
Gejala :
Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran dan keluarga
17) Penyuluhan
Riwayat Dm keluarga( resti GGK)
Penyakit pokikistik
Nefritis herediter
kalkulusurinaria
Riwayat terpajang pada toksin, contoh obat, racun lingkungan,
penggunaan antibiotic retroteksik saat ini berulang
2. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum. Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan
sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital. Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi
dispnea, nadi meningkat dan reguler.
c. Antropometri. Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena
kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena
kelebihan cairan.
d. Kepala. Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau
ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah
kotor.
e. Leher dan tenggorok. Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran
tiroid pada leher.
f. Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan pergerakan dada tidak simetris,
simetris, terdengar terdengar suara tambahan tambahan pada paru
(rongkhi (rongkhi basah), basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat
suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen. Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek,
perut buncit.
h. Genital. Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas. Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit. Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
3. Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca,
Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein,
antibody (kehilangan protein dan i antibody (kehilangan protein
dan immunoglobulin) mmunoglobulin) - Pemeriksaan Urin :
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen,
SDM, keton, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
SDP, TKK/CCT,
b. Pemeriksaan EKG :
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia,
dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
c. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostate .
d. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography,
Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan,
MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen
tulang, foto polos abdomen.
Keterangan Hasil :
1. Meningkat
2. Cukup Meningkat
3. Sedang
4. Cukup Menurun
5. Menurun
2. Hipervolemia b.d Setelah dilakulan
Manajemen Hipervolemia
Gangguan asuhan keperawatan
(I.03114)
Mekanisme selama 3x24 jam
2.1 Periksa tanda dan gejala
Regulasi, Asupan diharapkan
hipervolemia (mis. Ortopnea,
Cairan Dan Hipervolemia dapat
Natrium teratasi dengan kriteria dispnea, edema, JVP/CVP
hasil : meningkat, refleks hepatojugular
Keseimbangan positif, suara nafas tambahan)
Cairan ( L.03020)
2.2 Identifikasi penyebab
1. Asupan cairan (2)
hipervolemia
cukup menurun
2.3 Monitor status hemodinamik
menjadi (5)
(mis. Frekuensi jantung tekanan
meningkat
darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO,
2. Haluaran urin (2)
CI), jika perlu
cukup menurun
menjadi (5) 2.4 Monitor intake dan output cairan
meningkat
2.5 Monitor tanda hemokonsentrasi
3. Kelembaban
(mis. Kadar natrium, BUN,
membrane mukosa
hematokrit, berat jenis urin)
(2) cukup menurun
2.6 Monitor tanda peningkatan
menjadi (5)
tekanan onkotik plasma (mis. Kadar
meningkat
protein dan albumin meningkat)
4. Asupan makanan
(2) cukup menurun 2.7 Timbang berat badan setiap hari
menjadi (5) pada waktu yang sama
meningkat
2.8 Batasi asupan cairan dan garam
Ipo, A., Aryani, T., & Suri, M. (2018). Hubungan Jenis Kelamin dan Frekuensi
Hemodialisa Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi.
Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi,5(2),46-55.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan.
Nahas, Meguid El & Adcera Levin 2010. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA Oxford University Press
Nuari,Nian Afrian dan Dhina Widayati.2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta : Deepublish.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Kriteria Hasil,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Smeltzer, S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Dan Suddarth.
Volume 2. Edisi 8. Jakarta : EGC