Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN CKD

I. Konsep Dasar
a. Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) menurut (Brunner & Suddarth, 2015)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan
laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang,
dan berat (Mansjoer, 2015).

b. Etiologi
Chronic Kidney Disease (CKD) disebabkan oleh beberapa faktor (Price, 2014)
1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) sering terjadi dan menyerang tanpa
memandang usia, namun sering terjadi pada wanita. Umumnya terbagi
menjadi dua kategori yaitu. Infeksi saluran kemih bagian bawah (uretritis,
sistitis, prostatis) dan bagian atas yaitu (pielonepritis akut). Sistitis kronik
dan pielonepritis kronik adalah penyebab utama gagal ginjal kronik tahap
akhir pada anak-anak.
2. Penyakit Peradangan
Kematian yang diakibatkan oleh gagal ginjal umumnya disebabkan oleh
glomerulonepritis kronik. Pada glomerulonepritis kronik akan terjadi
kerusakan glomerulus secara progresif yang akhirnya menyebabkan gagal
ginjal.
3. Nefrosklerosis Hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal memiliki kaitan erat
4. Gangguan Konginetal dan Herediter
Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik ginjal merupakan penyakit
herediter yang terutama akan mengenai tubulus ginjal. Keduanya akan
berakhir dengan gagal ginjal.
5. Gangguan Metabolik
Penyakit metabolik yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik antara
lain DM, hiperparatiroidisme primer dan amiloidosis.
6. Nefropati Toksik
Ginjal rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan kimia karena
ginjal menerima 25% dari curah jantung, sehingga sering dan mudah
kontak dengan zat kimia dalam jumlah besar, ginjal merupakan jalur
ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat, sehingga insufisiensi ginjal
mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam
cairan tubulus

c. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium
1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal
 Asimptomatik
 Tes beban kerja pada ginjal : pemekatan kemih, tes GFR
2. Stadium II : Insufisiensi ginjal
 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
 Kadar kreatinin serum meningkat
 Nokturia dan poliuri
Tiga derajat insufisensi ginjal
Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
3. Stadium III : Gagal ginjal stadium akhir atau uremia
 Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
 Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
 Urin isosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

Perlu diketahui klasifikasi dari derajat gagal ginjal kronis untuk


mengetahui tingkat prognosanya (Muttaqin, 2011):
Stage Deskripsi GFR
(ml/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal >90
atau meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan GFR 60-89
meningkat atau ringan
3 Kerusakan ginjal dengan GFR 30-59
meningkat atau sedang
4 Kerusakan ginjal dengan GFR 15-29
meningkat atau berat
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

LFG (ml/mnt/1,73m²) = (140 − umur)𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 ∗)


72xkreatinin plasma (mg/dl)
∗) pada perempuan dikalikan 0,85

d. Patofisologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan
metabolic (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius,
Gangguan Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin)
dan Gangguan kongenital yang menyebabkan GFR menurun.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾
dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan
haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal
telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian lebih
rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011)
Pathway
e. Tanda dan gejala
1. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan tugor kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi
penurunan kesadaran dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari
peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot
mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan
mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah penurunan
urine output dengan sedimentasi yang tinggi
2. Kardiovaskuler biasanya terjadi aritmia, hipertensi, kardiomiopati, pitting
edema, pembesaran vena leher
3. Respiratory system akan terjadi edema pleura, sesak napas, nyeri pleura,
nafas dangkal, kusmaull, sputum kental dan liat
4. Integumen maka pada kulit akan tampak pucat, kekuning-kuningan
kecoklatan,biasanya juga terdapat purpura, petechie, timbunan urea pada
kulit, warna kulit abu-abu mengilat, pruritus, kulit kering bersisik,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar
5. Neurologis biasanya ada neuropathy perifer, nyeri, gatal pada lengan dan
kaki, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat.
6. Endokrin maka terjadi infertilitas dan penurunan libido, gangguan siklus
menstruasi pada wanita, impoten, kerusakan metabolisme karbohidrat.
7. Sistem muskulosekeletal: kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur
tulang.
8. Sistem reproduksi: amenore, atrofi testis (Haryono, 2013).

f. Pemeriksaan Penunjang
1) Urin
a. Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada (anuria)
b. Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porifin.
c. Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d. Osmolalitas: kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1.
e. Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.
f. Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
g. Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2) Darah
a. BUN/kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir.
b. Ht: menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7 – 8 gr/dl.
c. SDM menurun, defisiensi eritropoitin dan GDA: asidosis metabolik,
pH kurang dari 7,2.
d. Natrium serum: rendah, kalium meningkat, magnesium meningkat,
kalsium menurun dan protein (albumin) menurun.
3) Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg.
4) Pelogram retrogad: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
5) Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
6) Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan peningkatan tumor selektif.
7) Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa.
8) EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa (Haryono, 2013)

g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD dibagi tiga yaitu (Muttaqin,
2011):
1) Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya edema
d. Batasi cairan yang masuk
2) Dialisis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CPAD
(Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis).
b. Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasif vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV fistule
(menggabungkan vena dan arteri) dan double lumen (langsung pada
daerah jantung atau vaskularisasi ke jantung).
3) Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal

II.
III.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian dan diagnose
Pengkajian Diagnose
1. Tanda dan gejala mayor Hipervolemia b.d mekanisme regulasi
a) Subjektif
- Ortopnea
- Dyspnea
- Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
b) Objektif
- Edema anasarka / edema perifer
- BB meningkat dalam waktu singkat
- JVP/CVP meningkat
- Refleks hepatojugular positif
2. Tanda dan gejala minor
a) Subjektif : -
b) Objektif
- Diteni vena jugularis
- Terdengar suara nafas tambahan
- Hepatomegaly
- Kadar Hb/Ht turun
- Oliguria
- Intake lebih banyak dari output (balance cairan
positif)
- Kongesti paru
1. Tanda dan gejala mayor Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane
a) Subjektif alveolus-kapiler
- Dyspnea
b) Objektif
- PCO2 meningkat/menurun
- PO2 menurun
- Takikardia
- pH arteri meningkat/menurun
- bunyi nafas tambahan

2. Tanda dan gejala minor


a) Subjektif
- Pusing
- Penglihatan kabur
b) Objektif
- Sianosis
- Diaphoresis
- Gelisah
- Nafas cuping hidung
- Pola nafas abnormal
- Warna kulit abnormal
- Kesadaran menurun

b. Intervensi
Diagnosa Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Masalah Kolaboratif Hasil
D.0022 Hipervolemia b.d Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia (1.03114)
mekanisme regulasi tindakan keperawatan 1. Observasi
selama 3x24 jam - Periksa tanda dan gejala hipervolemia (edema,
diharapkan keseimbangan dispnea, suara napas tambahan)
cairan meningkat dengan
- Monitor intake dan output cairan
kriteria hasil:
L.03020 Keseimbangan - Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar
Cairan natrium, BUN, hematocrit, berat jenis urine)
1. Asupan cairan - Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik
meningkat plasma (mis. Kadar protein dan albumin
2. Haluaran urin
meningkat)
meningkat
3. Edema menurun
- Monitor kecepatan infus secara ketat
4. Tekanan darah - Monitor efek samping deuretik (mis. Hipotensi
membaik ortostatik, hivopolemia, hypokalemia,
5. Denyut nadi radial hyponatremia)
membaik 2. Terapeutik
6. Turgor kulit membaik - Timbang BB setiap hari
7. BB membaik
- Batasi asupan cairan dan garam
- Tinggikan kepala tempat tidur
3. Edukasi
- Anjurkan melapor jika haluaran urin 1 kg dalam
sehari
- Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
- Ajarkan cara membatasi cairan
4. Kolaborasi
- Kolaborasai pemberian diuretik
- Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
deuretik
- Kolaborasi pemberian continuous renal
replecement therapy (CRRT), jika perlu

D. 0003 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (1. 01014)


pertukaran gas b.d tindakan keperawatan 1. Observasi
perubahan membrane selama 3x24 jam - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
alveolus-kapiler diharapkan pertukaran gas napas
meningkat dengan kriteria
- Monitor pola napas
hasil:
L.01003 pertukaran Gas - Monitor kemampuan batuk efektif
1. Dyspnea menurun - Monitor adanya produksi sputum
2. Bunyi nafas tambahan - Monitor adanya sumbatan jalan nafas
menurun - Monitor saturasi oksigen
3. Nafas cuping hidung - Auskultasi bunyi napas
menurun - Monitor nilai AGD
4. PCO2 membaik
2. Terapeutik
5. PO2 membaik
6. Takikardia membaik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
7. Ph arteri membaik pasien
8. Pola nafas membaik - Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan

Dukungan Ventilasi (1.01002)


1. Observasi
- Identifikasi kelelahan otot bantu nafas
- Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status
pernafasan
- Monitor status respirasi dan oksigenasi
2. Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Berikan posisi semi fowler/fowler
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
3. Edukasi
- Ajarkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam
- Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronchodilator, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12
volume 1. Jakarta : EGC
Haryono. 2013. Keperawatan Medical Bedah: System Perkemihan. Yogyakarta:
Rapha Publishing
Mansjoer, Arif. 2015. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Price, S.A dan Wilson. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba medika.
Smeltzer & Bare. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai