Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

TEORI
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI

Gagal Ginjal Kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah). (Bruner dan Suddart, 2001)
Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal
dan di tandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam
darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal).
(Nursalam, 2006)
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2007)
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang
dapat digolongkan ringan, sedang, dan berat. Azotemia adalah peningkatan BUN
dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat. Uremia adalah sindrom
akibat gagal ginjal yang berat. Gagal ginjal terminal adalah ketidakmamapuan renal
berfungsi dengan adekuat untuk keperluan tubuh (harus dibantu dialisis dan
transplantasi). (Kapita Selekta Kedokteran Jilid pertama edisi 3, 2008)

2. KLASIFIKASI

Secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan


terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.
sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien
datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan
istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)

Ada 3 derajat insufisiensi ginjal :


1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal

Stadium III : gagal ginjal stadium akhir atau uremia


kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative)


Merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat
penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
3. ETIOLOGI
Penyebab gagal ginjal kronis ginjal kronis aantara lain :
1. Glumerulonefritis
2. Nefropati analgesic
3. Nefropati polikistik
4. Nefropati diabetic
5. Ginjal polikistik
Penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, gout dan tidak diketahui. (Kapita Selekta
Kedokteran Jilid pertama edisi ketiga,2008)

4. TANDA DAN GEJALA


(Smeltzer & Bare,2001) :
a. Gangguan pernafasan
b. Edema
c. Hipertensi
d. Anoreksia, nausea, vomitus
e. Ulserasi lambung
f. Stomatitis
g. Proteinuria
h. Letargi, apatis, penurunan konsentrasi
i. Hematuria
j. Anemia
k. Perdarahan
l. Distrofi renal
m. Hiperkalemia
n. Asidosis metabolic
o. Turgor kulit jelek

5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:

a. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi
Pitting edema
Edema periorbital
Pembesaran vena leher
Friction sub pericardial

b. Sistem Pulmoner
Krekel
Nafas dangkal
Kusmaull
Sputum kental dan liat

c. Sistem gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah
Perdarahan saluran GI
Ulserasi dan pardarahan mulut
Nafas berbau amonia

d. Sistem muskuloskeletal
Kram otot
Kehilangan kekuatan otot
Fraktur tulang

e. Sistem Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat
Pruritis
Kulit kering bersisik
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar

f. Sistem Reproduksi
Amenore
Atrofi testis
6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain (Smeltzer &
Bare,2001) :
a. Hiperkalemia
b. Perikarditis
c. Hipertensi
d. Anemia
e. Penyakit tulang

7. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode
adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk
sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan
semakin berat.
a. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi
glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea
darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang
paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh
tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.

b. Retensi Cairan dan Ureum


Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan
diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.

c. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3) dan mengabsopsi natrium
bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi

d. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi,
disertai keletihan, angina dan sesak napas.

e. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat


Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum
kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon
dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan
perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif
vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun.

f. Penyakit Tulang Uremik


Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon.
Patways CKD / Gagal Ginjal
8. PENATALAKSANAAN

Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit

Prinsip terapi konservatif :

a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal


- Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik
- Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi
- Hindari gangguan keseimbangan elektrolit
- Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani
- Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi
- Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat
- Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa
indikasi medis yang kuat
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
- Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular
- Kendalikan terapi ISK
- Diet protein yang proporsional
- Kendalikan hiperfosfatemia
- Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%
- Terapi hIperfosfatemia
- Terapi keadaan asidosis metabolik
- Kendalikan keadaan hiperglikemia
c. Terapi alleviative gejala asotemia
- Pembatasan konsumsi protein hewani
- Terapi keluhan gatal-gatal
- Terapi keluhan gastrointestinal
- Terapi keluhan neuromuskuler
- Terapi keluhan tulang dan sendi
- Terapi anemia
- Terapi setiap infeksi

Terapi Simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama
dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L
b. Anemia
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini
diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-
HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal
dialisis
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran
cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti
hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif,
namun harus diberikan secara hati-hati.

Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :


- HCT < atau sama dengan 20%
- Hb < atau sama dengan 7
- Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan
high output heart failure

Komplikasi tranfusi darah :


- Hemosiderosis
- Supresi sumsum tulang
- Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
- Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
- Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk
rencana transplantasi ginjal

d. Kelainan Kulit
1) Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,
insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a) Bersifat subyektif
b) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic
papula dan lichen symply

Beberapa pilihan terapi :


a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg,
terapi ini bisa diulang apabila diperlukan
d) Pemberian obat
Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O

2) Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa
berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi
trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
e. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1) HD reguler
2) Obat-obatan : Diasepam, sedatif
3) Operasi sub total paratiroidektomi

f. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen
hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program
terapinya meliputi :
1) Restriksi garam dapur
2) Diuresis dan Ultrafiltrasi
3) Obat-obat antihipertensi

Terapi Pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

1. Dialisis yang meliputi :


Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah :
- Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan
GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
- Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa
apabila terdapat indikasi :
a. Hiperkalemia > 17 mg/lt
b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7,2
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia,
asidosis metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi,
edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah
dengan nilai kreatinin > 100 mg %
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h. Preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i. Sindrom kelebihan air
j. Intoksidasi obat jenis barbiturat

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan


indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut,
yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru
dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik,
hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan kreatinin
> 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG
antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan
astenia berat (Sukandar, 2006).

Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia


(PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi
Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10
mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5
mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain
indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu
apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia,
asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai


sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.
Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya
adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal (Rahardjo, 2006).
Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di
Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang
tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita
penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi
untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari
pusat ginjal (Sukandar, 2006).

2. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal


Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih
70-80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a) Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
- Ureum kreatinin
- Asam urat serum
b) Identifikasi etiologi gagal ginjal
- Analisis urin rutin
- Mikrobiologi urin
- Kimia darah
- Elektrolit
- Imunodiagnosis
c) Identifikasi perjalanan penyakit
- Progresifitas penurunan fungsi ginjal
- Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault :

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau 0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau ,85 - 1,23 mL/detik/m2

Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan


-
Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
-
Endokrin : PTH dan T3,T4
-
Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor
pemburuk ginjal, misalnya: infark miokard

2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
- Foto polos abdomen
- USG
- Nefrotogram
- Pielografi retrograde
- Pielografi antegrade
- Mictuating Cysto Urography (MCU)
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
- RetRogram
- USG
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Manjoer Arief dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:Media
Aesculapius

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Inoves, Jeanny. 2010.http:ober//www.kesehatan.kompasiana.com/.../jurnal-ckd-chronic-


disease-kidney/ diakses 4 Desember 2010 jam 21.32 WIB

Ginanjar, Ihsan. 2010.http://www. patofisiologi.wordpress.com/2010/.../ckd-chronic-kidney-


disease/ diakses 21 Okttober 2010 jam 18.55 WIB
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CKD

I. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pekerjaan, pendidikan,
kewarganegaraan, dan suku bangsa.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c
neprolithiasis pada awalnya mengeluh adanya perubahan pada pola berkemih
seperti kelemahan atau penghentian urine, kesulitan untuk memulai dan
mengakhiri proses berkemih, sering berkemih terutama malam hari, nyeri
terbakar saat berkemih, darah dalam urine, tidak mampu berkemih, dan
disertai dengan keluhan bengkak-bengkak/edema pada ekstremitas, dan perut
kembung. (Gale, Danielle, 1999:153)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi riwayat perjalanan penyakit sekarang dari mulai timbul gejala yang
mengakibatkan klien masuk rumah sakit, tindakan yang dilakukan pada
keluhan tersebut sampai klien datang ke rumah sakit serta pengobatan yang
telah dilakukan.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan atau
memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien pada saat ini
termasuk faktor predisposisi penyakit dan kebiasaan-kebiasaan klien
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga yang dapat mempengaruhi timbulnya
penyakit gagal ginjal kronik dan neprolithiasis seperti hipertensi, adanya
riwayat neprolithiasis, dan diabetes mellitus

Pola aktivitas Sehari-hari

Kemungkinan klien akan mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari


secara mandiri, seperti :
a) Nutrisi
Ditemukan penurunan nafsu makan berhubungan dengan perasaan mual dan
stomatitis, asupan nutrisi yang kurang, ketidaksesuaian dengan diet yang
dibutuhkan oleh klien tergantung dari pengetahuan dan kedisiplinan klien.
b) Eliminasi
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan e.c neprolithiasis bilateral dan post
nefrolitotomi kiri memiliki keterbatasan aktivitas dimana menyebabkan
menurunnya peristaltik usus sehingga timbul konstipasi, disertai dengan adanya
perubahan pola berkemih bila terpasang drainase nefrostomi.
c) Istirahat Tidur
Adanya kecemasan terhadap penyakitnya, peningkatan status uremik yang
menyebabkan pruritus, ataupun karena adanya rasa nyeri yang berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan akibat nefrolitotomi, nefrostomi atau tindakan
bedah lainnya.
d) Personal Hygiene
Cenderung pemenuhan kebutuhan personal hygiene seperti kebersihan kulit, gigi,
rambut dan kuku terganggu karena adanya keterbatasan gerak, kelelahan atau
karena rasa nyeri yang dirasakan oleh klien.
e) Aktifitas Sehari-hari
Keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan sehari - hari
mengakibatkan klien dalam beraktivitas membutuhkan bantuan dari keluarga.

Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Urologi
Klien dengan gagal ginjal kronis akibat neprolithiasis bilateral dan post
nefrolitotomi kiri cenderung akan ditemukan adanya edema anasarka dan
keseimbangan cairan (balance) positif, nyeri tekan dan teraba pembesaran pada saat
palpasi ginjal, nyeri ketuk saat perkusi ginjal, perubahan pola BAK, oliguri atau
poliuri, dan pada tahap lanjut dapat ditemukan adanya bunyi bruits sign pada
percabangan arteri renalis bila terjadi gangguan vaskularisasi.

2. Sistem Pernafasan
Pada sistem pernafasan cenderung ditemukan adanya pernafasan yang cepat dan
dangkal (kussmaul), irama nafas yang tidak teratur, frekuensi nafas yang meningkat
diatas normal, adanya retraksi interkostalis, dan epigastrium, sebagai upaya untuk
mengeluarkan ion H+ akibat dari asidosis metabolik, pergerakan dada yang tidak
simetris, vokal fremitus cenderung tidak sama getarannya antar lobus paru,
terdengar suara dullness saat perkusi paru sebagai akibat dari adanya edema paru,
dan pada auskultasi paru cenderung terdengar adanya bunyi rales. Pada tahap lanjut
akan ditemukan adanya sianosis perifer ataupun sentral sebagai akibat dari
ketidakadekuatan difusi oksigen di membran alveolar karena adanya edema paru.

3. Sistem Kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler cenderung ditemukan adanya anemis pada konjungtiva
palpebra, denyut nadi yang menurun sebagai akibat dari adanya edema anasarka,
tekanan darah meningkat, CRT (Cafilari Refilling Time) menurun, terdapat
pelebaran pulsasi jantung, dan irama jantung cenderung terdengar irregular yang
dapat diketahui dari gambaran EKG (Elektro Kardiografi).

4. Sistem Neurologi
Pada sistem persyarafan cenderung ditemukan adanya penurunan tingkat kesadaran
akibat dari peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam plasma darah, dan pada
tahap lanjut cenderung terjadi koma uremia. Selain itu juga dapat ditemukan adanya
penyakit hipertensi yang beresiko terjadinya penyakit serebrovaskuler berupa stroke
TIA (Transient Ischemic Attack).

5. Sistem Gastrointestinal
Pada sistem pencernaan cenderung ditemukan adanya mual, muntah, kembung dan
diare serta perubahan mukosa mulut sebagai akibat dari tingginya kadar ureum dan
kreatinin dalam darah atau karena tidak adekuatnya oksigen yang masuk ke saluran
cerna yang akan merangsang refleks vasovagal berupa peningkatan asam lambung
(HCL), atau bahkan konstipasi sebagai akibat hal tersebut diatas, motilitas usus
akan menurun. Penurunan berat badan (malnutrisi) atau peningkatan berat badan
dengan cepat (edema)

6. Sistem Integumen
Pada sistem integumen cenderung ditemukan adanya rasa gatal sebagai akibat dari
uremi fross, kulit tampak bersisik, kelembaban kulit menurun, turgor kulit
cenderung menurun (kembali > 3 detik). Pada tahap lanjut cenderung akan terjadi
ketidakseimbangan termoregulasi tubuh dan akral teraba dingin.

7. Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi cenderung ditemukan adanya disfungsi seksual berupa
penurunan libido dan impotensi.

8. Sistem Endokrin

Amenoria, disfungsi seksual, infertilitas, hiperparatiriodisme, tidak toleransi


terhadap glukosa

9. Sistem Persepsi Sensori

II. Diagnosa Keperawatan


Menurut Doenges, 1999 dan Lynda Juall, 2000 (dalam Subianto, 2009) diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien GGK adalah :
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder:
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah.
d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi
melalui alkalosis respiratorik.
e. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,
keletihan.

III. Intervensi Keperawatan

IV. Implementasi Keperawatan

V. Evaluasi Keperawatan
ASUHAN KEPERAWATAN CKD PADA NY. S
DI RUANG DAHLIA 2 RSUD JOMBANG

Anda mungkin juga menyukai