Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN CKD

DI RUANG HEMODIALISA RS PANTI WILASA CITARUM

SEMARANG

DISUSUN OLEH:

ENGGAR FITRIA ARDYANA (116025)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES TELOGOREJO SEMARANG

2019
A. DEFINISI

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan

gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner &

Suddarth, 2010). 

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat

persisten dan irreversibel. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal  yaitu penurunan laju

filtrasi glomerulus yang dapat di golongkan dalam kategori ringan, sedang dan

berat (Mansjoer, 2012).

CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk

mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga

timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah

(Smeltzer, 2010).

B. KLASIFIKASI CKD

Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure

(CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi

kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan

harapan klien datangatau merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara

konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT

(clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF

(cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan

derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :

a. Stadium I  : Penurunan cadangan ginjal

‐ Kreatinin serum dan kadar BUN normal

‐ Asimptomatik

‐  Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR

b. Stadium II : Insufisiensi ginjal

‐ Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)

‐ Kadar kreatinin serum meningkat

‐ Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)

c.  Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia

‐ Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat

‐ Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit

‐ Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan bj 1,010

2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan

pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi

Glomerolus) :

a. Stadium 1   : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten

dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)

b. Stadium 2   : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara

60 -89 mL/menit/1,73 m2)

c. Stadium 3   : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)

d. Stadium 4   : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)

e. Stadium 5   : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal

ginjal terminal.
C. ETIOLOGI

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak

nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.

1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.

2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.

3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis

maligna, stenosis arteri renalis.

4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli

arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.

5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis

tubuler ginjal.

6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.

7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.

8. Nefropati obstruktif                           

‐ Saluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.

‐ Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali

congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

D. PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan

tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron

yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai

reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR atau daya saring. Metode adaptif

ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban

bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah

nnefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik

dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-

gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada

tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15

ml/menit atau lebih rendah itu.

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya

diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan

mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan

semakin berat.

1. Gangguan Klirens Ginjal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan

jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi

darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal.

Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan

mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi

glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan

menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea

darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang

paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh

tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh

masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi

seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum

Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin

secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai

terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien

sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal

jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi

aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi

aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam,

mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare

menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status

uremik.

3. Asidosis

Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic

seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang

berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus

gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat

(HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi

4. Anemia

Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya

usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami

perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.

Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi,

disertai keletihan, angina dan sesak napas.

5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat


Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan

metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki

hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu

menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat

peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.

Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar

paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap

peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan

pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-

dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.

6. Penyakit Tulang Uremik

Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat

dan keseimbangan parathormon.


E. PATWAYS CKD / GAGAL GINJAL :

Pathway Chronic Kidney Disease (CKD)/ Gagal Ginjal Kronik


F. MANIFESTASI CKD

Sistem Tubuh Manifestasi

Biokimia   Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)

  Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,

kreatinin)

  Hiperkalemia

  Retensi atau pembuangan Natrium

  Hipermagnesia

  Hiperurisemia

Perkemihan& Kelamin  Poliuria, menuju oliguri lalu anuria

  Nokturia, pembalikan irama diurnal

  Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010

  Protein silinder

  Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas

Kardiovaskular   Hipertensi

  Retinopati dan enselopati hipertensif

  Beban sirkulasi berlebihan

  Edema

  Gagal jantung kongestif

  Perikarditis (friction rub)

  Disritmia

Pernafasan   Pernafasan Kusmaul, dispnea


  Edema paru

  Pneumonitis

Hematologik   Anemia menyebabkan kelelahan

  Hemolisis

  Kecenderungan perdarahan

  Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,

pneumonia,septikemia)

Kulit   Pucat, pigmentasi

  Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis,

bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan

dengan kehilangan protein)

  Pruritus

  “kristal” uremik

  kulit kering

  memar

Saluran cerna   Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB

  Nafas berbau amoniak

  Rasa kecap logam, mulut kering

  Stomatitis, parotitid

  Gastritis, enteritis

  Perdarahan saluran cerna

  Diare
Metabolisme   Protein-intoleransi, sintesisi abnormal

intermedier   Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin

menurun

  Lemak-peninggian kadar trigliserida

Neuromuskular   Mudah lelah

  Otot mengecil dan lemah

  Susunan saraf pusat :

  Penurunan ketajaman mental

  Konsentrasi buruk

  Apati

  Letargi/gelisah, insomnia

  Kekacauan mental

  Koma

  Otot berkedut, asteriksis, kejang

  Neuropati perifer :

  Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg

  Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi

  Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut

menjadi paraplegi

Gangguan kalsium dan


  Hiperfosfatemia, hipokalsemia

rangka   Hiperparatiroidisme sekunder

  Osteodistropi ginjal
  Fraktur patologik (demineralisasi tulang)

  Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar

sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)

  Konjungtivitis (uremik mata merah)

G. KOMPLIKASI

1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan

masukan diet berlebih.

2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-

angiotensin-aldosteron

4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,

perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama

hemodialisa

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium

serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.

6. Asidosis metabolic

7. Osteodistropi ginjal

8. Sepsis

9. neuropati perifer

10. hiperuremia
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal

‐ Ureum kreatinin.

‐ Asam urat serum.

b. Identifikasi etiologi gagal ginjal

‐ Analisis urin rutin

‐ Mikrobiologi urin

‐ Kimia darah

‐ Elektrolit

‐ Imunodiagnosis

c. Identifikasi perjalanan penyakit

‐ Progresifitas penurunan fungsi ginjal

‐ Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)

‐ Hemopoesis   : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan

‐ Elektrolit        : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+

‐ Endokrin        :  PTH dan T3,T4

‐  Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk  

ginjal, misalnya: infark miokard.

2. Diagnostik

a. Etiologi CKD dan terminal

‐ Foto polos abdomen.

‐  USG.

‐ Nefrotogram.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Terapi Konservatif

Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal

Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.

Tujuan terapi konservatif :

‐ Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.

‐ Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.

‐ Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.

‐ Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Terapi simtomatik

a. Asidosis metabolik

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum

K+ (hiperkalemia ) :

‐ Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.

‐ Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan

7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.

b. Anemia

1) Anemia Normokrom normositer

Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon

eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi

dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan

pemberian 30-530 U per kg BB.

2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah

membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.

3) Anemia Defisiensi Besi

Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran

cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ).

Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan

terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.

Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :

‐ HCT < atau sama dengan 20 %

‐ Hb  < atau sama dengan 7 mg

‐ Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia    dan

high output heart failure.

c. Kelainan Neuromuskular

Terapi pilihannya : 

1) HD reguler.

2) Obat-obatan : Diasepam, sedatif.

3) Operasi sub total paratiroidektomi.

d. Hipertensi

Bentuk hipertensi pada klien dengan gagal ginjal berupa : volum dependen

hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya.

Program terapinya meliputi :

‐ Restriksi garam dapur.

‐ Diuresis dan Ultrafiltrasi.


‐ Obat-obat antihipertensi.

3. Terapi pengganti

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu

pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,

dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.

a. Dialisis yang meliputi :

1) Hemodialisa

2) Dialisis Peritoneal (DP)

b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).

Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)

faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal

ginjal alamiah

2) Kualitas hidup normal kembali

3) Masa hidup (survival rate) lebih lama

4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan

obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi


J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian  Primer

Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :

a. Airway

‐ Lidah jatuh kebelakang

‐ Benda asing/ darah pada rongga mulut

‐ Adanya sekret

b. Breathing

‐ Pasien sesak nafas dan cepat letih

‐ Pernafasan Kusmaul

‐ Dispnea

‐ Nafas berbau amoniak

c. Circulation

‐ TD meningkat

‐ Nadi kuat

‐ Disritmia

‐ Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka

‐ Capillary refill > 3 detik

‐ Akral dingin

‐ Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung

d. Disability : pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi

koma, Kelemahan dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan

pada tungkai.
2. Pengkajian Sekunder

Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau

penenganan pada pemeriksaan primer

Pemeriksaan sekunder meliputi :

a. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event

b. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe

3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang

a. Keluhan Utama

Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-kadang

disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.

b. Riwayat kesehatan

Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi

saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat keluarga

dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)

c. Anamnesa

‐ Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC,

RBC)

‐ Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan

kalium

‐ Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.

‐ Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg, penurunan

HCO3
‐ Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan menurun,

nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis, haus.

‐ Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.

‐ Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan

kesadaran, perubahan fungsi motorik

‐ Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan

‐ Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido

‐ Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul

‐ Lain-lain : Penurunan berat badan

(Muttaqin& Sari, 2011)

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan

urea toksin, klasifikasi jaringan lunak

2. Ketidakeefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

3. Kelebihan voume cairan berhubungan dengan udema sekunder, gangguan filtrasi

glomelurus

4. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb

dalam darah

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan mual dan

muntah/anoreksia

6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolic, airkulasi

anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropatiperifer), penurunan turgor kulit,

penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit


7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia retensi, produk sampah

L. INTERVENSI KEPERAWATAN

N Diagnosa Kep NOC NIC dan Aktivitas Keperawatan


o
1 Ketidakefektifan po Respiratory status ventil Airway Management

la nafas ation’ 1) Atur posisi yang nyaman bagi kli

Respiratory status:Airw en yaitu semi fowler 

ay patency 2) Kaji faktor penyebab asidosis me

Vital sign status tabolik

3) Memonitor tanda – tanda vital

Indikator 4) Ciptakan lingkungan yang tenan

‐ Tidak sesak napas lagi g dan batasi pengunjung

‐ Pernafasan kembali nor 5) Monitor frekuensi dan irama per

mal 16-24 x/menit nafasan

‐ Menunjukkan jalan nafa 6) Pantau laboratorium analisa gas 

s yang  darah  berkelanjutan

‐ paten 7) Berikan terapi O2 tambahan deng

‐ tanda vital dalam rentan an kanula nasal/ masker sesuai in

g normal dikasi

2 Ketidakefektifan pe Circulation status Peripheral Sensation Managemen

rfusi  Tissue perfusion : cerebr t

jaringan perifer al 1)  Kaji  secara konprehensif sirkul

Indikator :  asi perifer (nadi, perifer, edema, 

‐ Tekanan systole dan di kapilary refil)
astole  2) Monitor suhu, warna dan kelemb

dalam rentang nomal aban kulit

‐ CRT < dari 2 detik 3) Evaluasi nadi perifer dan edema

‐ Suhu kulit hangat 4) Ubah posisi klien minimal setiap 

‐ Warna kulit normal 2 jam sekali

‐ Tidak ada edema perif 5) Monitor status cairan masuk dan 

er keluar

6) Dorong latihan ROM selama bed

rest

7) Diskusikan mengenai penyebab 

perubahan sensasi

3 Kelebihan volume c Electrolit and acid base  Fluid Management

airan balance 1) Kaji adanya edema ekstremitas t

Fluid balance ermasuk kedalaman edema 

Hydration 2) Istirahatkan / anjurkan klien untu

Indikator : k tirah baring pada saat edema m

‐ Edema berkurangKese asih terjadi

imbangan  3) Monitor vital sign

antara input dan output 4) Ukur intake dan output secara ak

‐ Pitting edema tidak ad urat

a lagi 5) pasang kateter urine jika diperlu

‐ Produksi urine >600 m kan

l/hari 6) Berikan oksigen tambahan denga

n kanula nasal/masker sesuai 
indikasi

7) Kolaborasi :

 Berikan diet tanpa garam

 Berikan

diet rendah protein tinggi kal

ori

 Berikan diuretik, Contoh : F

urosemide, spironolakton.

4 Ketidakseimbangan  Nutritional status Nutritional Management

nutrisi  Nutritional status : food  1). Kaji adanya alergi makanan

kurang dari kebutuh and fluid 2). Kolaborasi dengan ahli gizi untu

an  intake k menentukan jumlah kalori dan nut

tubuh tubuh Weight Control risi yang dibutuhkan pasien 

Indikator : 3) Anjurkan pasien untuk meningkat

‐ Adanya peningkatan ber kan protein dan vitamin c

at badan 4) Yakinkan diet yang dimakan men

‐ Tidak ada tanda-tanda m gandung tinggi serat untuk 

al nutrisi mencegah konstipasi

‐ Menunjukkan peningkat 5) Berikan makanan terpilih (sudah 

an fungsi  di konsulkan dengan ahli gizi)

pengecapan dari menela Nutrition monitoring

n 6) Monitoring adanya penurunan be

rat badan

7) Monitoring lingkungan selama m

akan
8) Monitoring turgor kulit

9) Monitoring makanan kesukaan 

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddarth. 2010. Text Book of Medical Surgical Nursing 12th Edition.

China: LLW

Mansjoer, arif. 2012. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: EGC.

Diagnosa Keperawatan NANDA Edisi 10 2015-2017: EGC

Nursing Intervention Classification (NIC). Six Edition. Lowa: Mosby Elsavier

Suwitra, dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 8. Jakarta: CV Saggung Seto.

Anda mungkin juga menyukai