Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC

KIDNEY DISEASE(CKD) PADA NY. A

DI RUANG HEMODIALISA RSUD LABUAN BAJI


Oleh :

Dorkas M Beay
7120411807

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
FAMIKA MAKASSAR
2022/2023

KONSEP DASAR
CHRONIC KIDNEY DISEASE
A. DEFINISI CKD
it renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal  yaitu penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga
timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer,
2001).

B. KLASIFIKASI 
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD).
Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun
pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien
pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien
datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk
menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test)
dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3
stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan
terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I  : Penurunan cadangan ginjal
1) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
2) Asimptomatik
3) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
1) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
2) Kadar kreatinin serum meningkat
3) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)

Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:


1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
1) kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
2) ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
3) air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1   : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2   : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3   : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4   : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5   : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.

C. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif                           
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital
pada leher kandung kemih dan uretra.

D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi
darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens
kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator
yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh
tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan
protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti
steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain
mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi
dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium,
yang semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal
untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .
penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi.
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada
gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar
serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun,
pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain
itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon.

E. PATHWAY

Infeksi Vaskuler Zat Obstruksi saluran

Tertimbun di
Kerusakan Ginjal Penurunan GFR GGK / CKD HEMODIALISA PROSEDUR
(CATHETER DO

Pre CDL Intra CDL

Gangguan mekanisme Pemberian terapi heparin


Tindakan invasif saat Peningkatan aliran
regulasi pemasangan jarum fistula karena lumen pem
pada V Shunt darah besar di av
Terapi anikoagulan
Kecemasan menghadapi
prosedur pemasangan CDL Adanya jalur masuk Menghambat faktor-faktor Darah mengalir t
mikroorganisme pembekuan darah menerus
ANSIETAS
RISIKO INFEKSI Mudah terjadi RISIKO PERDARAH
perdarahan

RISIKO SYOK Penurunan volume


HIPOVOLEMIK tubuh (hipovole
F. TANDA DAN GEJALA
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin
→ Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap
proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang
mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung
urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
1) Toksik uremia yang kurang terdialisis
2) Peningkatan kadar kalium phosphor
3) Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. Rambut tipis dan kasar

6. Neuropsikiatri
7. Kelainan selaput serosa
8. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
9. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang
serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan
tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10%
dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang
disebut sindrom uremik

G. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama
hemodialisa
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal
6. Asidosis metabolic
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. neuropati perifer
10. hiperuremia

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
1) Ureum kreatinin
2) Asam urat serum
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
1) Analisis urin rutin
2) Mikrobiologi urin
3) Kimia darah
4) Elektrolit
5) Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
1) Progresifitas penurunan fungsi ginjal
2) Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
1) Foto polos abdomen.
2) USG.
3) Nefrotogram.
4) Pielografi retrograde.
5) Pielografi antegrade.
6) Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
1) RetRogram
2) USG

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease
(CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia ) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35
atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi
dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan
pemberian 30-530 U per kg BB.
2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan
kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang
mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a) HCT < atau sama dengan 20 %
b) Hb  < atau sama dengan 7 mg5
c) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia    dan high
output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a) Hemosiderosis
b) Supresi sumsum tulang
c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana
transplantasi ginjal.
3. Kelainan Kulit
a. Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat
pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
1) Bersifat subyektif
2) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen
symply
Beberapa pilihan terapi :
1) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
2) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
3) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa
diulang apabila diperlukan

4) Pemberian obat
Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O   
b. Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga
retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan
adalah tindakan dialisis.
4. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya : 
a. HD reguler.
b. Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
c. Operasi sub total paratiroidektomi.
5. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe
vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
a. Restriksi garam dapur.
b. Diuresis dan Ultrafiltrasi.
c. Obat-obat antihipertensi.
6. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.
a. Dialisis yang meliputi :
1) Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal
(LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah
a) Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
b) Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila
terdapat indikasi:
 Hiperkalemia > 17 mg/lt
 Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
 Kegagalan terapi konservatif
 Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis
metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan
atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin > 100
mg %
 Kelebihan cairan
 Mual dan muntah hebat
 BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
 preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
 Sindrom kelebihan air
 Intoksidasi obat jenis barbiturat
2) Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien
GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik,
yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data Umum
a. Identitas Klien
Nama : Suku :
Umur : Alamat :
Tempat/Tanggal lahir :
Jenis Kelamin : Lama bekerja :
Pendidikan terakhir : Tanggal MRS :
Agama : Ruangan :
Pekerjaan : Sumber Info :
b. Penanggung jawab/pengantar
Nama : Pekerjaan :
Umur : Hubungan dengan Klien :
Pendidikan terakhir : Alamat :

2. Pengkajian  Primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
a. Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3)  Adanya sekret
b. Breathing
1)  Pasien sesak nafas dan cepat letih
2)  Pernafasan Kusmaul
3)  Dispnea
4) Nafas berbau amoniak
c. Circulation
1)   TD meningkat
2)   Nadi kuat
3)   Disritmia
4)   Adanya peningkatan JVP
5)   Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6)   Capillary refill > 3 detik
7)   Akral dingin
8)   Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
d. Disability 
Pemeriksaan neurologis  GCS menurun bahkan terjadi koma, Kelemahan dan
keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai.
A : Allert               : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd
rangsangan nyeri
U : Unresponsive: kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd
nyeri
3. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1.   AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2.   Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3.   Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
a. Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-kadang
disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
b. Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi saluran
kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat keluarga dengan
penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)
c. Anamnesa
1) Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC, RBC)
2) Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan kalium
3) Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
4) Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg, penurunan
HCO3
5) Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan menurun,
nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis, haus.
6) Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
7) Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan kesadaran,
perubahan fungsi motorik
8) Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
9) Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
10) Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
11) Lain-lain : Penurunan berat badan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan tampak
gelisah
2. Resiko infeksi berhubungan dengan paparan organisme patogen lingkungan
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penururnan kakuatan otot
4. Risiko perdarahan berhubungan dengan peningkatan aliran darah
5. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan volume darah dalam
tubuh
C.
D. Intervensi Keperawatan
Dx.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional
Keperawatan
Ansietas Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan Keperawatan 1 x24 jam 1. Identifikasi saat tingkat
dengan kurang diharapkan tingkat ansietas ansietas berubah (mis.
terpapar menurun Kondisi, waktu, dan stresor)
informasi KH : 2. Monitor tanda-tanda
ditandai dengan  Verbilasasi akibat ansietas (verbal dan
tampak gelisah kondisi yang nonverbal)
dihadapi menurun Terapeutik
 Perilaku gelisah 1. Ciptakaan suasana
menurun terapeutik untuk
 Perilaku tegang menimbulkan kepercayaan
menurun 2. Temani pasien untuk

 Pola tidur membaik mengurangi kecemasan, jika


memungkinkan
3. Pahami situasi yang yang
membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh
perhatian
5. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
Edukasi
1. Jelaskan prosedur termasuk
sensasi yang mungkin
dialami
2. Informasi secara aktual
faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga tetap
bersama psien
4. Anjurkan mengungapkan
perasaan dan presepsi
5. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
6. Latih teknik relaksasi

Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Observasi


berhubungan Keperawatan 1 x24 jam 1. Monitor tanda dan gejala
dengan paparan diharapkan tingkat infeksi infeksi lokal dan sistematik
organisme menurun Terapeutik
patogen KH : 1. Berikan perawatan kulit
lingkungan  Demam menurun pada area edema
 Kemerahan 2. Cuci tangan sebelum dan
menurun sesudah kontak dengan
 Nyeri menurun pasien dan lingkungan

 Bengkak menurun pasien


3. Pertahankan teknik aseptik
pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi

Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Observasi


Aktivitas Keperawatan 1 x24 jam 1. Identifikasi adanya nyeri
berhubungan diharapkan mobilitas atau keluhan fisik lainnya
dengan meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik
penururnan KH : melakukan pergerakan
kakuatan otot  Pergerakan ekstremitas 3. Monitor kondisi umum
ditandai meningkat selama melakukan
kekuatan otot  Kekuatan otot mobilisasi
menurun meningkat Terapuetik
 rentang gerak (ROM) 1. Fasilitasi mobilitas fisisk
meningkat dengan lata bantu (mis,
 nyeri menurun pagar tempat tidur)

 kecemasan menurun 2. Fasilitasi melakukan

 geralkan terbatas pergerakan, jika perlu

menurun 3. Libatkan keluarga untuk


membantu pasien dalam
 kelemahaan fisik
meningkatkan pergerakan
menurun
Edukasi
1. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis, duduk)
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaandan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid
3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
prosesPenyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
BedahBrunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Edisi 1
Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Edisi 1
Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi
1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai