I. Konsep Hipervolemia
A. Pengertian
Kelebihan volume cairan mengacu pada perluasan isotonok dari CES yang disebabkan
oleh retensi air dan natrium yang abnormal dalam proporsi yang kurang lebih sama dimana
mereka secara normal berada dalam CES. Hal ini selalu terjadi sesudah ada peningkatan
kandungan natrium tubuh total, yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan air tubuh total.
(Brunner Suddarth. 2002)
Kelebihan volume cairan terjadi apabila tubuh menyimpan cairan dan elektrolit dalam
kompartemen ekstraseluler dalam proporsi yang seimbang. Karena adanya retensi cairan
isotonik, konsentrasi natrium dalam serum masih normal. Kelebihan cairan tubuh hampir selalu
disebabkan oleh peningkatan jumlah natrium dalam serum. Kelebihan cairan terjadi akibat
overload cairan / adanya gangguan mekanisme homeostatis pada proses regulasi keseimbangan
cairan.
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius)
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah kondisi
dimana ginjal tidak mampu mengeluarkan sisa-sisa metabolik dan kelebihan air dari darah
yang disebabkan oleh hilangnya sejumlah nefron fungsional yang bersifat irreversibel.
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun sebabnya, dapat
menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif. Dibawah ini terdapat beberapa
penyebab gagal ginjal kronik :
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan
nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung dari iskemia renal. Ginjal
mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang – lubang dan berglanula. Secara
histology lesi yang esensial adalah sklerosis arteri arteri kecilserta arteriol yang paling nyata
pada arteriol eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan
2. Glomerulonefritis
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang terperangkap dalam
membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Perubahan yang paling dini sering
kali hanya mengenai sebagian rumbai glomerulus atau hanya mengenai beberapaglomerulus
yang tersebar. (Price, 2005:925)
5. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis itu sendiri
dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi melalui infeksi hematogen.
Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada
individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau repluks vesikoureter. (Price, 2005: 938)
6. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah 30% hingga
40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk.
Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes
mellitus (Price, 2005:941). Riwayat perjalanan nefropati diabetikum dari awitan hingga ESRD
dapat dibagi menjadi lima fase atau stadium:
a) Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan hiperfentilasi
ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang disebabkan oleh banyak
factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi, glucagon yang abnormal hormone
b) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan membrane basalis
mesangial.
C. Klasifikasi
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada dasarnya
pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada terminologi akhir
CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena
dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage
awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan
CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat
2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein
normalnya diekresikan kedalam urine tertimbun dalam darah. Terjadi uremia yang
mepengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala
akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya glomerulo filtrate rate
(GFR) mngakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal
ini menimbulkan gangguan metabolism protein dalam usus yang mengakibatkan anoreksia,
nausea, maupun vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Peningkatan ureum kreatinin sampai keotak mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan
gangguan pada syaraf, terutama pada neurosensori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN)
biasanya juga meningkat.
Pada penyakit ginjal tahap akhir urine tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara
normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan
meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat terjadi sesak nafas, akibat
ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan
volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Semakin menurunnya
fungsi renal terjadi asidosi metabolic akibat ginjal mengekresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Terjadi penurunan eritropoetin yang mengekibatkan terjadinya anemia. Sehingga
pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat pucat menyebabkan
tubuh tidak toleran terhadap aktifitas.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan fosfat serum
dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parat hormone dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal perkembangan gagal
ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang medasari, ekresi protein dalam urine dan adanya
hipertensi (Brunner dan Suddarth, 2001).
E. Pathway
Kerusakan fungsi
ginjal
Kekurangan
Hb turun Retensi protein Mual muntah
Na, H2o
Sel imun
Nutrisi Kurang
menurun
Suplai o2 Edema Kelebihan dari kebutuhan
turun volume cairan tubuh
Resiko
Infeksi
Malaise Beban jantung Hipoalbuminemia Proritus
meningkat
Ketidakefektifan
pola nafas
F. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
Nama , usia, jenis kelamin, tanggal masuk, nomor register, dan diagnosa medis
2. Keluhan utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-kadang disertai
udema ekstremitas, napas terengah-engah
3. Pengkajian Primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
a) Airway
Lidah jatuh kebelakang
Benda asing/ darah pada rongga mulut
Adanya sekret
b) Breathing
TD meningkat
Nadi kuat
Disritmia
Adanya peningkatan JVP
Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
Capillary refill > 3 detik
Akral dingin
Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
d) Disability : pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi
koma, Kelemahan dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada
tungkai
G. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung meningkat menyebabkan
hipertrofi ventrikel kiri.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi pada kulit/ pruritus.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah.
6. Intolerasni aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan penurunan produksi sdm.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sel imun.
H. Rencana Tindakan Keperawatan Berdasarkan NIC, NOC
Oliguria bandingkan
muskuloskeletal dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
Obesitas
tekanan darah
Nyeri
3. Monitor vital sign saat
Keletihan otot
pasien duduk, berbaring
pernapasan
dan berdiri.
4. Aukultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor kualitas nadi
6. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
7. Monitor suara paru
8. Monitor pola pernapasan
abnormal
9. Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit
10. Monitor sianosis perifer
Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
Kelebihan volume NOC NIC
cairan Electrolit and acid base Fluid management
Definisi : Peningkatan balance 1. Timbang popok/pembalut
retensi cairan isotonik Fluid balance jika diperlukan
Batasan Karakteristik : Hydration
1. Bunyi napas Setelah dilakukan tindakan 2. Pertahankan catatan intake
adventisius keperawatan selama......... x dan output yang akurat
2. Gangguan elektrolit 24 jam diharapkan pasien 3. Pasang urin kateter jika
3. Anasarka membaik dengan kriteria hasil diperlukan
4. Ansietas : 4. Monitor hasil Hb yang
5. Azotemia 1. Terbebas dari edema, sesuai dengan retensi
6. Perubahan tekanan efusi, anaskara cairan (BUN, Hmt,
darah 2. Bunyi nafas bersih, tidak osmolalitas urin)
7. Perubahan status ada dvspneu/ortopneu 5. Monitor status
mental 3. Terbebas dari distensi vena hemodinamik termasuk
8. Perubahan pola jugularis, reflek CVP,MAP, PAP dan
pernapasan hepatojugular (+) PCWP
9. Penurunan 4. Memelihara tekanan vena 6. Monitor vital sign
hematrokrit sentral, tekanan kapiler 7. Montor indikasi retensi /
10. Penurunan paru, output jantung dan kelebihan cairan (cracles,
hemoglobin vital sign dalam batas CVP, edema, distensi vena
11. Dispnea normal leher, asites)
12. Edema 5. Terbebas dan kelelahan, 8. Kaji lokasi dan luas edema
13. Peningkatan tekanan kecemasan atau 9. Monitor masukan makanan
vena sentral kebingungan / cairan dan hitung intake
14. Asupan melebihi 6. Menjelaskan indikator kalori
haluaran kelebihan cairan 10. Monitor status nutrisi
15. Distensi vena 11. Kolaborasi pemberian
jugularis diuretik sesuai interuksi
16. Oliguria 12. Batasi masukan cairan pada
17. Ortopnea keadaan hiponatrermi
18. Efusi pleura dilusi dengan serum Na <
19. Refleksi 130 mEq/l
hepatojugular positif 13. Kolaborasi dokter jika
20. Perubahan tekanan tanda cairan berlebih
arteri pulmunal muncul memburuk
21. Kongesti pulmunal Fluid Monitoring
22. Gelisah
23. Perubahan berat 1. Tentukan riwayat jumlah
jenis urin dan tipe intake cairan dan
24. Bunyi jantung S3 eliminasi
25. Penambahan berat 2. Tentukan kemungkinan
badan dalam waktu faktor resiko dan
sangat singkat ketidakseimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
Faktor Yang diuretik, kelainan renal,
Berhubungan : gagal jantung, diaporesis,
1. Gangguan disfungsi hati, dll)
mekanisme regulasi 3. Monitor berat badan, BP,
2. Kelebihan asupan HR, dan RR
cairan 4. Monitor serum dan
3. Kelebihan asupan elektrolit urine
Natrium 5. Monitor serum dan
osmilalitas urine
6. Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
7. Monitor parameter
hemodinamik infasif
8. Catat secara akurat intake
dan output
9. Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem perifer
dan penambahan BB
Monitor tanda dan gejala dari
odema
metabolik program
Gangguan sensasi
Tonjolan tulang
Bayu , Zahri. 2015. Asuhan Keperawatan Kelebihan Volume Cairan. Diunduh pada : 09 Juli
2018. Diperoleh dari : http://perawatprofisionalbayu.blogspot.com/2015/05/askep-
kelebihan-volume-cairan.html .
Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi. 8 volume 2.
Jakarta : EGC
Carpenito, L. J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Terjemahan oleh. Monica Ester.
Jakarta: EGC.
Nurarif, H.A. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa NANDA
NIC NOC Dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta : Mediaction