DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH:
1814401075
TINGKAT II/REGULER II
Kekurangan volume cairan adalah keadaan ketika seorang individu yang tidak
menjalani puasa mengalami atau berisiko mengelami dehidrasi vaskular, interstitial atau
intravaskular (Lynda Juall, 2007 : 168). Kekurangan volume cairan adalah penurunan
cairan intravaskuler, interstisial, dan/ atau intraseluler yang mengacu pada dehidrasi,
kehilangan cairan saja tanpa perubahan pada natrium (Nanda, 2012 : 264).
Kelebihan volume cairan adalah keadaan ketika seseorang individu mengalami
atau berisiko mengalami kelebihan cairan intraseluler atau interstisial (Lynda Juall,
2007 : 172). Kelebihan volume cairan merupakan peningkatan retensi cairan isotonik
(Nanda, 2012 : 265).
Risiko ketidakseimbangan elektrolit merupakan berisiko mengalami perubahan
kadar elektrolit serum yang dapat mengganggu kesehatan (Nanda, 2012 : 262).
A.2. PENYEBAB
Gangguan elektrolit umumnya disebabkan karena kehilangan cairan tubuh melalui
keringat berlebih, diare atau muntah yang berlangsung lama, atau karena luka bakar. Obat-
obatan yang dikonsumsi juga bisa menyebabkan seseorang menderita gangguanelektrolit.
A.4. KONDISI KLINIS TERKAIT (Uraikan patofisiologi kondisi klinis yang terkait, boleh
ditambahkan barisnya)
1. Prosedur pembedahan mayor
2. Penyakit ginjal dan kelenjar
3. Pendarahan
4. Luka bakar
Patofisiologi luka bakar
Luka bakar dapat disebabkan oleh suhu, listrik, friksi, bahan kimia, dan radiasi. Artikel
ini akan lebih menitikberatkan pada luka bakar yang disebabkan oleh perubahan suhu.
[1]
Luka bakar yang disebabkan oleh perubahan suhu (thermal burn) merupakan kerusakan
sel pada jaringan kulit atau jaringan lainnya akibat suhu yang terlalu tinggi. Cedera termis
yang berat dapat memicu mediator–mediator inflamasi, yang kemudian dapat
berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan pada
kondisi berat dapat menjadi Multi-system Organ Dysfunction System (MODS) dan
berujung kematian. [1]
Klasifikasi luka bakar dibuat berdasarkan kedalamannya dan luas permukaan yang
terkena. Berdasarkan kedalamannya, luka bakar dapat diklasifikasikan menjadi derajat 1-
4.[2] Estimasi luas luka bakar juga penting karena terkait dengan penatalaksanaan. Luas
luka bakar dapat dihitung dengan berbagai metode seperti tabel Lund-Browder dan “Rule
of Nine”.
Lokasi luka bakar sering kali menentukan pendekatan tatalaksana. Lokasi pada wajah
(terutama yang dicurigai sebagai trauma inhalasi), tangan, kaki, dan genitalia dapat
menjadi penanda dibutuhkannya manajemen yang terspesialisasi.
Derajat keparahan luka bakar secara keseluruhan dipengaruhi oleh mekanisme luka
bakar, kedalaman, ekstensi, dan lokasi anatomi dari luka bakar tersebut. Konsep dan
pengertian tentang SIRS menggeser paradigma penatalaksanaan luka bakar, yaitu dari
fokus pada sirkulasi makro beralih ke perbaikan perfusi (sirkulasi minor) sebagai end
point resusistasi luka bakar.
Kriteria Hasil :
1. Meningkatkan masukan cairan minimal 2000 ml/hari (kecuali bila ada
kontraindikasi).
2. Menceritakan perlunya untuk meningkatkan masukan cairan selama stres atau
panas.
3. Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal.
Intervensi :
1. Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta :
EGC
2. Potter & Perry. 2006. Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC
3. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta :Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
4. Horne, M., Pamela L. 2000. Keseimbangan Cairan Elektrolit & Asam basa. EGC :
Jakarta
5. Ackley, B. J., Ladwig, G. B., & Makic, M. B. F. (2017). Nursing Diagnosis
Handbook, An Evidence- Based Guide to Planning Care . 11 th Ed. St. Louis:
Elsevier