Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENERIMA MANFAAT DENGAN


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS
DI RUMAH PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA
PUCANG GADING SEMRANG

Di Susun Oleh:
RESI FEBYAR
G3A018007

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018/2019
A. Pengertian Mobilitas
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehat (Mubarak & Chayatin, 2007).
Mobilitas merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur sehingga dapat beraktivitas untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi dibutuhkan untuk meningkatkan
kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses
penyakit, dan untuk aktualisasi diri (Saputra, 2013).
Imobilitas merupakan suatu kondisi yang relatif, yaitu seseorang
tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga
mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak,
2007). Imobilisasi atau gangguan mobilitas definisi dari NANDA,
merupakan suatu keadaan ketika seseorang mengalami atau berisiko
mengalami keterbatasan gerak fisik (Riyadi & Widuri, 2015).

B. Etiologi Mobilitas Fisik


Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan
penyebab utama kekakuan pada usia lanjut (Asmadi, 2008).
Penyebab secara umum:
1. Kelainan postur
2. Gangguan perkembangan otot
3. Kerusakan system saraf pusat
4. Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
5. Kekakuan otot
Menurut (Riyadi & Widuri, 2015) dan (Saputra, 2013) faktor-faktor
yang dapat memengaruhi mobilitas fisik adalah sebagai berikut:
1. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang, karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau
kebiasaan sehari-hari.
2. Proses Penyakit
Proses penyakit sangan memengaruhi kemampuan seseorang
dalam mobilisasi karena keadaan tersebut dapat memengaruhi
fungsi sistem tubuh,
3. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi oleh
kebudayaan.Misalnya orang dengan kebudayaan sering berjalan
jauh maka mobilitas yang dimilikinya lebih kuat daripada orang
dengan kebudayaan adat yang dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat Energi
Energi merupakan sumber seseorang untuk melakukan
aktivitas.Untuk memenuhi aktivitasnya, maka seseorang harus
memiliki energi yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada masing-masing
tingkat usia. Hal tersebut dikarenakan kemampuan atau
kematangan fungsi gerak sejalan dengan perkembangan usia.

C. Manifestasi klinik
Menurut (Mubarak, 2007) manifestasi klinik hambatan mobilitas fisik
yaitu:
1. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada:
a. Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa
otot, atropi dan abnormalnya sendi dan gangguan metebolisme
kalsium.
b. Kardiovaskuler seperti hipotensi orthostastik, peningkatan beban
kerja jantung dan pembentukan thrombus.
c. Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea
setelah beraktivitas.
d. Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolik, metabolik
karbohidrat, lemak dan protein, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan kalsium dan gangguan pencernaan.
e. Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan resiko infeksi
saluran perkemihan dan batu ginjal.
f. Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan
anoksia jaringan.
g. Neurosensori : sensori deprivation.
h. Respon psikososial antara lain meningkatkan respon emosional,
intelektual, sensori dan sosiokultural.
i. Keterbatasan rentan pergerakan sendi.
j. Pergerakan tidak terkoordinasi.
k. Penurunan waktu reaksi (lambat).

D. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskulas, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf.Otot
skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit.Ada
dua tipe kontraksi otot yaitu isotonikdan isometrik.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian mlalui kerja otot.Tonus otot mempertahankan
dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja
otot.Imobilisasi menyebabkan aktivitas dan tonus menjadi berkurang
(Hidayat, A.A., 2008).
E. Pemeriksaan penunjang
Menurut Mubarak, dkk tahun 2015  pemeriksaan penunjang pada klien
dengan gangguan mibilitas fisik diantaranya:
1. Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tualng.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumot jaringan lunak
atau cidera ligamen atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi
lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (magnetik resonance imaging) adalah teknik pencitraan khusus
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas.

F. Komplikasi
Menurut Asmadi tahun 2008 komplikasi pada klien dengan gangguan
mobilitas fisik diantaranya yaitu:
1. Perubahan Metabolik
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
5. Perubahan Eliminasi
6. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
7. Perubahan Sistem Integumen

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk masalah hambatan mobilitas fisik yaitu sebagai
berikut (Hidayat, A. Aziz, A. & Musrifatul U., 2016):
1. Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan
fleksibelitas sendi. Posisi-posisi tersebut yaitu:
a. Memiringkan pasien
b. Posisi fowler
c.  Posisi sims
d. Posisi Trendelenburg
e. Posisi genupectoral
f. Posisi dorsal recumbent
g. Posisi litotomi
2. Ambulasi dini
Cara ini merupakan salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilatih dengan cara melatih
posisi duduk ditempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi
roda dan lain-lain.
3. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini, baik ROM pasif maupun aktif merupakan tindakan
pelatihan untuk mengurangi kekuatan pada sendi dan kelemahan otot.
.
H. Pengkajian Fokus
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan kleien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang
sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
b. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat steroke sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti kougulan,
aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
c.  Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
d. Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat,
interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa
cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak
harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin
dalam melakukan ibadah sehari-hari
4. Aktivitas sehari-hari.
a. Nutrisi
Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang
mengandung lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi
oleh pasien, misalnya: masakan yang mengandung garam,
santan, goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus,
bagaimana nafsu makan klien.
b. Minum
Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba,
minum yang mengandung alkohol.
c. Eliminasi
Pada pasien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola
eliminasi BAB yaitu konstipasi karena adanya gangguan dalam
mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK apakah ada kesulitan,
warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada klien stroke
mungkn mengalami inkotinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural.
5. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau
riwayat operasi.
b. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus
optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata
(nervus III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV)
dan gangguan dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus
VI).
c. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada
nervus olfaktorius (nervus I).
d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus
vagus, adanya kesulitan dalam menelan.
e. Dada
Inspeksi       :  Bentuk simetris
Palpasi         :  Tidak adanya massa dan benjolan
Perkusi        :  Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup
Auskultasi   : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi,  suara
jantung I dan II murmur atau gallop
f. Abdomen
Inspeksi                 :  Bentuk simetris, pembesaran tidak ada
Auskultasi             :  Bisisng usus agak lemah
Perkusi                  : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
g. Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan
hemiplegi paralisis atau hemiparase, mengalami kelemahan
otot dan perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot,
normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
1. Nilai 0  : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali
2. Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi
3. Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan
grafitasi
4. Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan
tekanan pemeriksaan
5. Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi       
kekuatanya berkurang
6. Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan
penuh

I. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas
fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau
hemiplagia, kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas.
4.  Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
yang lama.
5. Defisist perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromuskuler, menurunya kekuatan dan kesadaran, kehilangan
kontrol otot atau koordinasi di tandai oleh kelemahan untuk ADL,
seperti makan, mandi dll.
J. Intervensi
1. Perubahan perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak
Intervensi
a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab
peningkatan TAK dan akibatnaya
Rasional: keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b. Baringkan klie ( bed rest ) total dengan posisi tidur telentang tanpa
bantal.
Rasional : monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS
c. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengetahui
d. Bantu pasien untuk membtasi muntah, batuk,anjurkan klien
menarik nafas apabila bergerak atau berbalik dari tempat tidur
keadaan umum klien
Rasional : aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intracranial
dan intraabdoment dan dapat melindungi diri diri dari valsava
e. Ajarkan klien untuk mengindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
intrkranial dan poteensial terjadi perdarahan ulang
f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
Rasional : rangsangan aktivitas dapat meningktkan tekanan
intracranial
g. Kolaborasi : pemberian terapi sesuai intruksi
dokter, seperti: steroid, aminofel, antibiotika
Rasional : tujuan yang di berikan dengan tujuan: menurunkan
premeabilitas kapiler,menurunkan edema serebri,menurunkan
metabolic sel dan kejang.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas
fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran
Intervensi:
a. Kaji  keadaan jalan nafas
Rasional : obstruksi munkin dapat di sebabkan oleh akumulasi
secret
b. Lakukan pengisapan lendir jika d perlukan
Rasional : pengisapan lendir dapay memebebaskan jalan nafas dan
tidak terus menerus di lakukan dan durasinya dapat di kurangi
untuk mencegah hipoksia
c. Ajarkan klien batuk efektif
Rasional : batuk efektif dapat mengeluarkan secret dari jalan nafas.
d. Lakukan postural drainage perkusi/penepukan
Rasional : mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran
secret.
e. Kolaborasi : pemberian oksigen 100%.
Rasional : denagn pemberiaan oksigen dapat membantu pernafasan
dan membuat hiperpentilasi mencegah terjadinya atelaktasisi dan
mengurangi terjadinya hipoksia

3.  Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau


hemiplagia, kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas
Intervensi
a. Kaji kemampuan secara fungsional dengan cara yang teratur
klasifikasikan melalui skala 0-5
Rasional : untuk mengidentifikasikan kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan
b. Ubah posisi  setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa
lebih sering.
Rasional : menurunkan terjadinya terauma atau iskemia jaringan
c. Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas
Rasional : meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi dan
mencegah terjadinya kontraktur
d. Bantu mengembangkan keseimbangan duduk seperti meninggikan
bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur.
Rasional : membantu melatih kembali jaras saraf,meningkatkan
respon proprioseptik dan motorik.
e. Konsultasi dengan ahli fisiotrapi
Rasional  : program yang khusus dapat di kembangkan untuk
menemukan kebutuhan klien

4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring


yang lama
Intervensi:
a. Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika
munkin
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah
b.  Ubah posisi setiap 2 jam
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
c. Gunakan bantal air atau bantal yang lunak di bawah area yang
menonjol
Rasional : mengindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang
menonjol.
d. Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisis
Rasional : mengindari kerusakan kapiler
e. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi
Rasional : hangan dan pelunakan merupakan tanda kerusakan
jaringan
f. Jaga kebersihan kulit dan hidari seminimal munkin terauma,panas
terhadap kulit.
Rasional : untuk mempertahankan ke utuhan kulit

5. Defisist perawatan diri berhubungan dengan kelemahan


neuromuskuler, menurunya kekuatan dan kesadaran, kehilangan
kontrol otot atau koordinasi di tandai oleh kelemahan untuk ADL,
seperti makan, mandi dll.
Intervensi:
a. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0 – 4 untuk
melakukan ADL
Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan
pertemuan kebutuhan individu
b. Hindari apa yang tidak dapat di lakukan oleh klien dan bantu bila
perlu.
Rasional : klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini di
lakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien
c. Menyadarkan tingkah laku atau sugesti tindakan pada perlindungan
kelemahan. Pertahankan dukungan pola pikir dan izinkan klien
melakukan tugas, beri umpan balik yang positif untuk usahanya
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi., 2008. Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta:


Salemba Medika
Gofir, A., 2009. Manajemen Stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press.
Hidayat, A.A.L., 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
Hidayat, A. Aziz Amilul & Musrifatul Uliyah. 2016. Buku Ajar Ilmu
Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika.
Marlina, 2012. Mobilisasi Pada Pasien Fraktur Melalui Pendekatan. Idea
Nursing Journal, I(1).
Mubarak, Lilis & Joko, 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Buku 1.
Jakarta: Salemba medika.
Mubarak, W.I. & Chayatin, N., 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori & Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Riyadi, S. & Widuri, H., 2015. Kebutuhan Dasar Manusia Aktivitas
Istirahat Diagnosis NANDA. Yogyakarta: Gosyen.
Saputra, L., 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia.
Tangerang: Binarupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai