Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. Pengertian
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan
manusia, dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolisme sel
tubuh. Kekurangan oksigen bisa menyebabkan hal yang sangat berarti bagi
tubuh, salah satunya adalah kematian. Karena nya berbagai upaya perlu
dilakukan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar
terpenuhi dengan baik. Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari
kondisi sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler secara fungsional. Bila ada
gangguan pada salah satu organ sistem respirasi dan kardiovaskuler, maka
kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan (Haswita dan Sulistyowati, 2017).
Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia dan
fisika). Oksigen berupa gas tidak berwarna dan tidak berbau, yang mutlak
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen
tidak tetap, dalam waktu tertentu membutuhkan oksigen dalam jumlah banyak
karena suatu sebab. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen dalam
tubuh antara lain lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup, dan status kesehatan
(Sutanto dan Fitriana, 2017).

B. Proses Oksigenasi
Proses oksigenasi melibatkan sistem pernafasan dan kardiovaskuler.
Prosesnya terdiri dari 3 tahapan yaitu:
a) Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dan alveoli.
Masuknya O2 atmosfir ke dalam alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi
(inspirasi-ekspirasi).
b) Difusi merupakan proses pertukaran gas oksigen dengan karbon dioksida
antara alveoli dengan darah pada membran kepiler alveolar paru.
c) Transportasi gas merupakan perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah) (Haswita dan
Sulistyowati, 2017).

C. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan klien meningkat gangguan oksigenasi
menurut NANDA (2011), yaitu hiperventilasi, hipoventilasi, deformitas tulang
dan dinding dada, nyeri, cemas, penurunan enegri atau penyelesaian, kerusakan
neuromuskuler, kerusakan musculoskeletal, kerusakan kognitif atau persepsi,
obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis persiapan otot pernafasan dan
keberadaan perubahan selaput kapiler-alveoli.

D. Gejala dan Tanda (Data Mayor dan Minor)


1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
a. Data Mayor
1. Batuk tidak efektif atau tidak ada batuk
2. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan nafas
b. Data Minor
1. Bunyi nafas abnormal
2. Frekuensi, irama, kedalaman pernafasan abnormal

2) Ketidakefektifan pola nafas


a. Data Mayor
1. Perubahan dalam frekuensi atau pola pernafasan (dari nilai dasar)
2. Perubahan pada nadi (frekuensi, irama, kualitas)
b. Data Minor
1. Ortopnea
2. Takipnea, hiperpnea, hiperventilasi
3. Pernafasan disritmik
4. Pernafasan sukar atau berhati-hati
3) Gangguan pertukaran gas
a. Data Mayor
1. Dispnea saat melakukan aktivitas
b. Data Minor
1. Konfusi/agitasi
2. Kecenderungan untuk mengambil posisi 3 titik (duduk, satu tangan pada
setiap lutut, tubuh condong ke depan)
3. Bernafas dengan bibir dimonyongkan dengan fase ekspirasi yang lama
4. Letargi dan keletihan
5. Peningkatan tahanan vaskular pulmonal (peningkatan tahanan arteri
ventrikel kanan/kiri)
6. Penurunan motilitas lambung, pengosongan lambung lama
7. Penurunan isi oksigen, penurunan saturasi oksigen, peningkatan PCO2,
yang diperlihatkan oleh hasil analisis gas darah
8. Sianosis

E. Anatomi dan Fisiologi


Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk
melakukan respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen
dan mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk
memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate and Nair, 2015).
Gambar Organ respirasi tampak depan
(Tortora dan Derrickson, 2014)

Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem


pernafasan bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan
laring. Sedangkan sistem pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan
paru-paru (Peate and Nair, 2015).
a) Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama
dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian
internal. Di hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang
dan hyaline kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior
dari bagian eksternal hidung memiliki tiga fungsi : (1) menghangatkan,
melembabkan, dan menyaring udara yang masuk; (2) mendeteksi stimulasi
olfaktori (indra pembau); dan (3) modifikasi getaran suara yang melalui bilik
resonansi yang besar dan bergema. Rongga hidung sebagai bagian internal
digambarkan sebagai ruang yang besar pada anterior tengkorak (inferior pada
tulang hidung; superior pada rongga mulut); rongga hidung dibatasi dengan
otot dan membrane mukosa (Tortora and Derrickson, 2014).
b) Faring
Faring atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang 13
cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane
mukosa. Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap
sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan.
Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan
ruang resonansi untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan
pada reaksi imun terhadap benda asing) (Tortora and Derrickson, 2014)
c) Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3
bagian berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid,
cuneiform, dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan
dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan
vokal sebenarnya) untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan
bagian tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid
keduanya berfungsi melindungi pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara
dan mengalihkan makanan dan minuman agar melewati esofagus (Peate and
Nair, 2015).
d) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati
udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar
bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan
didorong keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat
dahak. Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi
batuk, memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair,
2015).
e) Bronkus

Gambar Struktur bronkus (Martini et al., 2012)

Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan
dan kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri
pula. Didalam masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan
semakin sempit, pendek, dan semakin banyak jumlah cabangnya, seperti
percabangan pada pohon. Cabang terkecil dikenal dengan sebutan
bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien PPOK sekresi mukus
berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga menyebabkan bronkitis
kronis.
f) Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga
lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara
kedua paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan
tempat bagi jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran
pelindung tipis yang disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura
membatasi dinding toraks sedangkan visceral pleura membatasi paru itu
sendiri. Diantara kedua pleura terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini
mengurangi gesekan antar kedua pleura sehingga kedua lapisan dapat
bersinggungan satu sama lain saat bernafas. Cairan ini juga membantu pleura
visceral dan parietal melekat satu sama lain, seperti halnya dua kaca yang
melekat saat basah (Peate and Nair, 2015).

Gambar 2.3 Alveoli (Sherwood, 2010)


Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu
bronchiole. Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole
terminal. Di bagian akhir bronchiole terminal terdapat sekumpulan
alveolus, kantung udara kecil tempat dimana terjadi pertukaran gas
(Sherwood, 2010). Dinding alveoli terdiri dari dua tipe sel epitel alveolar.
Sel tipe I merupakan sel epitel skuamosa biasa yang membentuk sebagian
besar dari lapisan dinding alveolar. Sel alveolar tipe II jumlahnya lebih
sedikit dan ditemukan berada diantara sel alveolar tipe I. sel alveolar tipe I
adalah tempat utama pertukaran gas. Sel alveolar tipe II mengelilingi sel
epitel dengan permukaan bebas yang mengandung mikrofili yang
mensekresi cairan alveolar. Cairan alveolar ini mengandung surfaktan
sehingga dapat menjaga permukaan antar sel tetap lembab dan menurunkan
tekanan pada cairan alveolar. Surfaktan merupakan campuran kompleks
fosfolipid dan lipoprotein. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara
ruang udara dan darah terjadi secara difusi melewati dinding alveolar dan
kapiler, dimana keduanya membentuk membran respiratori (Tortora dan
Derrickson, 2014).

Respirasi mencakup dua proses yang berbeda namun tetap


berhubungan yaitu respirasi seluler dan respirasi eksternal. Respirasi seluler
mengacu pada proses metabolism intraseluler yang terjadi di mitokondria.
Respirasi eksternal adalah serangkaian proses yang terjadi saat pertukaran
oksigen dan karbondioksida antara lingkungan eksternal dan sel-sel tubuh
(Sherwood, 2014).

Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini yaitu:

• Ventilasi pulmonar - bagaimana udara masuk dan keluar dari paru

• Respirasi eksternal - bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke sirkulasi


darah dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru
• Transport gas - bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa dari paru
ke jaringan tubuh atau sebaliknya
• Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan
karbondioksida diambil dari sel tubuh
(Peate and Nair, 2015)
F. Pathway

Udara di atmosfer

Udara masuk melalui


hidung terdapat infeksi
patogen

Sumbatan Bronkus

Terjebaknya udara di paru

Udara diserap oleh aliran darah

Susunan gas dalam darah Tidak ada saluran


udara terjebak untuk meloloskan
udara yang terjebak
Oksigen lebih cepat diserap
dari nitrogen dan helium
Ventilasi kolateral

Gangguan Terjadi dengan


pengeluaran mukus cepat dan luas Udara lolos melalui pori
alveoli / fistula bronkioli
alveolar
Akumulasi mucus dispnea
pada bronkus
Gangguan
Pola nafas cepat pengembangan
KETIDAKEFEKTIFAN dan dangkal paru/ kolaps alveoli
BERSIHAN JALAN NAFAS

KETIDAKEFEKTIFAN Ventilasi dan


POLA NAFAS perfusi tidak
seimbang

GANGGUAN
PERTUKARAN GAS
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara
efisien.
2. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
3. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler.
4. Pemeriksaan sinar x dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses
abnormal.
5. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda
asing yang menghambat jalan nafas.
6. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
7. Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung dan
kontraksi paru.
8. CT-Scan
Untuk mengidentifikasi adanya massa abnormal.

H. Penatalaksanaan Medis
a. Pemantauan hemodinamika
b. Pengobatan bronkodilator
c. Melakukan tindakan nebulizer untuk membantu mengencerkan secret
d. Memberikan kanula nasal dan masker untuk membantu pemberian oksigen
jika diperlukan
e. Penggunaan ventilator mekanik
f. Fisoterapi dada

I. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata pasien (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan)
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara
fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk
mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/penyakit,
dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang
masalahnya/penyakitnya.
2. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh
klien pada saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat keluhan
utama seharusnya mengandung unsur PQRST (Paliatif/Provokatif, Quality,
Regio, Skala, dan Time)
3. Riwayat perkembangan
a. Neonatus : 30 - 60 x/mnt
b. Bayi : 44 x/mnt
c. Anak : 20 - 25 x/mnt
d. Dewasa : 15 - 20 x/mnt
e. Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun
4. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang mengalami
masalah / penyakit yang sama.
5. Riwayat sosial
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya :
merokok, pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen dll.
6. Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan pada masalh kebutuhan oksigen
meliputi; ada atau tidaknya riwayat gangguan pernapasan (gangguan hidung
dan tenggorokan), seperti epistaksis (kondisi akibat luka/kecelakaan, penyakit
rematik akut, sinusitis akut, hipertensi, gangguan pada sistem peredaran darah
dan kanker), obstruksi nasal ( akibat polip, hipertropi tulang hidung, tumor,
dan influenza), dan keadaan lain yang menyebabkan gangguan pernapasan.
Pada tahap pengkajian keluhan atau gejala, hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah keadaan infeksi kronis dari hidung, sakit pada daerah sinus, otitis
media, keluhan nyeri pada tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga sekitar
38,50 C, sakit kepala, lemas, sakit perut hingga muntah-muntah (pada anak-
anak), faring berwarna merah, dan adanya edema.
7. Pola batuk dan Produksi sputum
Tahap pengkajian pola batuk dilakukan dengan cara menilai apakah
batuk termasuk batuk kering, keras, dan kuat dengan suara mendesing, berat
dan berubah-ubah seperti kondisi pasien yang mengalami penyakit kanker.
Juga dilakukan pengkajian apakah pasien mengalami sakit pada bagian
tenggorokan saat batuk kronis dan produktif serta saat dimana pasien sedang
makan, merokok, atau saat malam hari. Pengkajian terhadap lingkungan
tempat tinggal pasien (apakah berdebu, penuh asap, dan adanya
kecenderungan mengakibatkan alergi) perlu dilakukan. Pengkajian sputum
dilakukan dengan cara memeriksa warna, kejernihan, dan apakah bercampur
darah terhadap sputum yang dikeluarkan oleh pasien.
8. Sakit Dada
Pengkajian terhadap sakit dada dilakukan untuk mengetahui bagian
yang sakit, luas, intensitas, faktor yang menyebabkan rasa sakit, perubahan
nyeri dada apabila posisi pasien berubah, serta ada atau tidaknya hubungan
antara waktu inspirasi dan ekspirasi dengan rasa sakit.
9. Pengkajian Fisik
1) Inspeksi, pengkajian ini meliputi:
a. Pertama, penentuan tipe jalan napas, seperti menilai apakah napas
spotan melalui hidung, mulut, oral, nasal, atau menggunakan selang
endotrakeal atau trachcostomi, kemudian menentukan status kondisi
seperti kebersihan, ada atau tidaknya sekret, pendarahan, bengkak,
atau obstruksi mekanik;
b. Kedua, perhitungan frekuensi pernapasan dalam waktu satu menit
(umumnya wanita bernapas lebih cepat) yaitu 20 kali permenit orang
dewasa, kurang dari 30 kali permenit pada anak-anak, pada bayi
pernapasan kurang dari 50 kali per menit.
c. Ketiga, pemeriksaan sifat pernapasan, yaitu torakal, abdominal dan
kombinasi dari keduanya.
d. Keempat, pengkajian irama pernapasan, yaitu menelaah masa inspirasi
dan ekspirasi. Pada keadaan normal ekspirasi lebih lama dari inspirasi
yaitu 2:1 pada orang sesak napas ekspirasi lebih cepat. Dalam keadaan
normal perbandingan frekuensi pernapasan dan prekuensi nadi adalah
1:1 sedangkan pada orang yang keracunan barbiturat perbandinganya
adalah 1:6.     Kaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah
reguler atau irregular.

1) Cheyne stokes yaitu pernapasan yang cepat kemudian menjadi


lambat dan kadang diselingi apnea.
2) Kusmaul yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, atau pernapasan
biot yaitu pernapasan yang ritme maupun amplitodunya tidak
teratur dan diselingi periode apnea.

e. Kelima, pengkajian terhadap dalam/ dangkalnya pernapasan. Pada


pernapasan dangkal dinding toraks hampir kelihatan tidak bergerak ini
biasanya dijumpai pada pasien penderita emfisema.

2) Palpasi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi kelainan seperti nyeri
tekan yang dapat timbul akibat luka, peradangan setempat, metastasis
tumor ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada.
Melalui palpasi dapat diteliti gerakan dinding toraks pada saat ekspirasi dan
inspirasi terjadi. Kelainan pada paru, seperti getaran suara atau fremitus
vokal, dapat dideteksi bila terdapat getaran sewaktu pemeriksa meletakkan
tangannya sewaktu pasien berbicara. Getaran yang terasa oleh tangan
pemeriksa dapat juga ditimbulkan oleh dahak dalam bronkus yang bergetar
pada waktu inspirasi dan ekspirasi atau oleh pergeseran antara membran
pleura pada pleuritis.

3) Perkusi
Pengkajian ini dilakukan untuk mengkaji suara normalnya suara
perkusi paru. Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi
pulmoner, organ yang ada di sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi)
diafragma. Jenis suara perkusi ada dua jenis yaitu:

a. Suara perkusi normal


 Resonan (sonor): dihasilkan pada jaringan paru-paru dannormalnya
bergaung dan bersuara rendah.
 Dullness: dihasilkan di atas bagian jantung atau paru-paru
 Tympany: dihasilkan di atas perut yang berisi udara umumnya
bersifat musical.

b. Suara perkusi abnormal

 Hiperresonan: bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan


dan timbul pada bagian paru-paru yang abnormal berisi udara.
 Flatness: nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat didengar
pada perkusi daerah paha, dimana seluruh areanya berisi jaringan.
4) Auskultasi
Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna
mencangkup mendengar suara napas normal dan suara tambahan
(abnormal).Suara napas normal dihasilkan dari getaran udara ketika
melalui jalan napas dari laring ke alveoli dan bersifat bersih.
Jenis suara napas normal adalah :
a. Bronchial
Sering juga disebut tubular sound karena suara ini dihasilkan oleh udara
yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdngar keras, nyaring, dengan
hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang daripada
inspirasi dan tidak ada jeda di antara kedua fase tersebut (E > I). Normal
terdengar di atas trachea atau daerah lekuk suprasternal.
b. Bronkovesikular
Merupakan gabungan dari suara napas bronkhial dan vesikular.
Suaranya terdengar nyaring dengan intensitas sedang. Inspirasi sama
panjang dengan ekspirasi (E = I). Suara ini terdengar di daerah dada
dimana bronkus tertutupoleh dinding dada.
c. Vesikular
Merdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih
panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan (E < I).

Jenis suara napas tambahan adalah:


a. Wheezing: terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter
suara nyaring, musical, suara terus-menerus yang disebabkan aliran
udara melalui jalan napas yang menyempit.
b. Ronchi: terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara
terdengar perlahan, nyaring, dan suara mengorok terus-menerus.
Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum.
c. Pleural fiction rub: terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara
kasar, berciut, dan suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada
daerah pleura. Sering kali pasien mengalami nyeri saat bernapas dalam.
d. Crackles, dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1) Fine crackles: setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi.
Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati
daerah yang lembab di alveoli atau bronkhiolus. Suara seperti
rambut yang digesekkan.
2) Coarse crackles: lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara
lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan
atau sekresi pada jalan napas yang besar. Mungkin akan berubah
ketika pasien batuk.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Gangguan pertukaran gas

K. Intervensi
Hari Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
/Tgl Kep.
Ketidakefe Setelah diberikan 1. Pantau keadaan 1. Mengetahui
ktifan asuhan keperawatan umum pasien dan kesadaran, dan
bersihan selama … x 24 jam TTV kondisi tubuh dalam
jalan nafas diharapkan bersihan keadaan normal atau
jalan nafas efektif tidak.
dengan kriteria : 2. Auskultasi bunyi 2. Mengetahui bunyi
-Menunjukkan jalan nafas nafas, seperti rochi,
nafas bersih wheezing yang
-Suara nafas normal menunjukkan
tanpa suara tertahannya secret
tambahan obstruksi jalan nafas
-Tidak ada 3. Atur posisi yang 3. Meningkatkan
penggunaan otot nyaman seperti pengembangan
bantu nafas posisi semi fowler diafragma
-Mampu melakukan 4. Beri latihan 4. Memudahkan
perbaikan bersihan pernafasan dalam pernafasan dan
jalan nafas dan batuk efektif membantu
mengeluarkan secret
5. Kolaborasi 5. Membantu
humidikasi menghangatkan dan
tambahan mengencerkan secret
(nebulizer) dan
terapi oksigen
Ketidakefe Setelah diberikan 1. Pantau keadaan 1. Mengetahui
ktifan pola asuhan keperawatan umum pasien dan kesadaran, dan
nafas selama … x 24 jam TTV kondisi tubuh dalam
diharapkan pola keadaan normal atau
nafas efektif dengan tidak
kriteria : 2. Atur posisi sesuai 2. Memungkinkan
 Menunjukkkan kebutuhan, seperti ekpansi paru dan
pola nafas efektif semifowler memudahkan
dengan frekuensi pernafasan
nafas 16-24 3. Ajarkan teknik nafas 3. Memperbaiki pola
kali/menit dan dalam nafas
irama teratur 4. Kolaborasi dalam 4. Memperbaiki pola
 Mampu pemberian nafas dan irama
menunjukkan oksigenasi nafas menjadi
perilaku teratur
peningkatan fungsi
paru

Gangguan Setelah diberikan 1. Pantau keadan 1. Mengetahui


pertukaran asuhan keperawatan umum pasien dan kesadaran, dan
gas selama … x 24 jam TTV kondisi tubuh dalam
diharapkan keadaan normal atau
mempertahankan tidak
pertukaran gas yang 2. Observasi warna 2. Menentukan
normal dengan kulit dan capillary adekuatnya sirkulasi
kriteria : refill yang penting untuk
-Menunjukkan pertukaran gas ke
perbaikan ventilasi jaringan
dan oksigenasi 3. Kurangi aktivitas 3. Mengurangi
jaringan pasien kebutuhan akan
-Tidak ada gejala oksigen
distres pernafasan 4. Beri posisi pasien 4. Memudahkan
yang nyaman, pernafasan
seperti semifowler
5. Kolaborasi dalam 5. Memaksimalkan
pemberian sediaan oksigen
oksigenasi khususnya ventilasi
menurun

DAFTAR PUSTAKA
Haswita & Sulityowati, R. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia Untuk Mahasiswa
Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta. TIM.
Sutanto, A. V., & Fitriana, Y. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia (p.9). Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
NANDA International. (2005). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2009-2011. Dialihbahasakan oleh Made Sumarwati. Jakarta: EGC.
Nair, M., & Peate, I. (2015). Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta: Bumi
Medika.
Tortora, GJ., & Derrickson, B. (2014). Principles of Anatomy & Physiology 13th
Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
Martini, F., & al, e. (2012). Fundamentals of Anatomy & Physiology (9 ed.). San
Fransisco: Pearson Education.
Sherwood, L. 2010. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th Ed.
Canada:Yolanda Cossio.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai