KEBUTUHAN OKSIGENASI
A. Pengertian
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan
manusia, dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolisme sel
tubuh. Kekurangan oksigen bisa menyebabkan hal yang sangat berarti bagi
tubuh, salah satunya adalah kematian. Karena nya berbagai upaya perlu
dilakukan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar
terpenuhi dengan baik. Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari
kondisi sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler secara fungsional. Bila ada
gangguan pada salah satu organ sistem respirasi dan kardiovaskuler, maka
kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan (Haswita dan Sulistyowati, 2017).
Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia dan
fisika). Oksigen berupa gas tidak berwarna dan tidak berbau, yang mutlak
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen
tidak tetap, dalam waktu tertentu membutuhkan oksigen dalam jumlah banyak
karena suatu sebab. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen dalam
tubuh antara lain lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup, dan status kesehatan
(Sutanto dan Fitriana, 2017).
B. Proses Oksigenasi
Proses oksigenasi melibatkan sistem pernafasan dan kardiovaskuler.
Prosesnya terdiri dari 3 tahapan yaitu:
a) Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dan alveoli.
Masuknya O2 atmosfir ke dalam alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi
(inspirasi-ekspirasi).
b) Difusi merupakan proses pertukaran gas oksigen dengan karbon dioksida
antara alveoli dengan darah pada membran kepiler alveolar paru.
c) Transportasi gas merupakan perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah) (Haswita dan
Sulistyowati, 2017).
C. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan klien meningkat gangguan oksigenasi
menurut NANDA (2011), yaitu hiperventilasi, hipoventilasi, deformitas tulang
dan dinding dada, nyeri, cemas, penurunan enegri atau penyelesaian, kerusakan
neuromuskuler, kerusakan musculoskeletal, kerusakan kognitif atau persepsi,
obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis persiapan otot pernafasan dan
keberadaan perubahan selaput kapiler-alveoli.
Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan
dan kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri
pula. Didalam masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan
semakin sempit, pendek, dan semakin banyak jumlah cabangnya, seperti
percabangan pada pohon. Cabang terkecil dikenal dengan sebutan
bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien PPOK sekresi mukus
berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga menyebabkan bronkitis
kronis.
f) Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga
lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara
kedua paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan
tempat bagi jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran
pelindung tipis yang disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura
membatasi dinding toraks sedangkan visceral pleura membatasi paru itu
sendiri. Diantara kedua pleura terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini
mengurangi gesekan antar kedua pleura sehingga kedua lapisan dapat
bersinggungan satu sama lain saat bernafas. Cairan ini juga membantu pleura
visceral dan parietal melekat satu sama lain, seperti halnya dua kaca yang
melekat saat basah (Peate and Nair, 2015).
Udara di atmosfer
Sumbatan Bronkus
GANGGUAN
PERTUKARAN GAS
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara
efisien.
2. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
3. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler.
4. Pemeriksaan sinar x dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses
abnormal.
5. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda
asing yang menghambat jalan nafas.
6. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
7. Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung dan
kontraksi paru.
8. CT-Scan
Untuk mengidentifikasi adanya massa abnormal.
H. Penatalaksanaan Medis
a. Pemantauan hemodinamika
b. Pengobatan bronkodilator
c. Melakukan tindakan nebulizer untuk membantu mengencerkan secret
d. Memberikan kanula nasal dan masker untuk membantu pemberian oksigen
jika diperlukan
e. Penggunaan ventilator mekanik
f. Fisoterapi dada
I. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata pasien (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan)
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara
fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk
mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/penyakit,
dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang
masalahnya/penyakitnya.
2. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh
klien pada saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat keluhan
utama seharusnya mengandung unsur PQRST (Paliatif/Provokatif, Quality,
Regio, Skala, dan Time)
3. Riwayat perkembangan
a. Neonatus : 30 - 60 x/mnt
b. Bayi : 44 x/mnt
c. Anak : 20 - 25 x/mnt
d. Dewasa : 15 - 20 x/mnt
e. Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun
4. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang mengalami
masalah / penyakit yang sama.
5. Riwayat sosial
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya :
merokok, pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen dll.
6. Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan pada masalh kebutuhan oksigen
meliputi; ada atau tidaknya riwayat gangguan pernapasan (gangguan hidung
dan tenggorokan), seperti epistaksis (kondisi akibat luka/kecelakaan, penyakit
rematik akut, sinusitis akut, hipertensi, gangguan pada sistem peredaran darah
dan kanker), obstruksi nasal ( akibat polip, hipertropi tulang hidung, tumor,
dan influenza), dan keadaan lain yang menyebabkan gangguan pernapasan.
Pada tahap pengkajian keluhan atau gejala, hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah keadaan infeksi kronis dari hidung, sakit pada daerah sinus, otitis
media, keluhan nyeri pada tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga sekitar
38,50 C, sakit kepala, lemas, sakit perut hingga muntah-muntah (pada anak-
anak), faring berwarna merah, dan adanya edema.
7. Pola batuk dan Produksi sputum
Tahap pengkajian pola batuk dilakukan dengan cara menilai apakah
batuk termasuk batuk kering, keras, dan kuat dengan suara mendesing, berat
dan berubah-ubah seperti kondisi pasien yang mengalami penyakit kanker.
Juga dilakukan pengkajian apakah pasien mengalami sakit pada bagian
tenggorokan saat batuk kronis dan produktif serta saat dimana pasien sedang
makan, merokok, atau saat malam hari. Pengkajian terhadap lingkungan
tempat tinggal pasien (apakah berdebu, penuh asap, dan adanya
kecenderungan mengakibatkan alergi) perlu dilakukan. Pengkajian sputum
dilakukan dengan cara memeriksa warna, kejernihan, dan apakah bercampur
darah terhadap sputum yang dikeluarkan oleh pasien.
8. Sakit Dada
Pengkajian terhadap sakit dada dilakukan untuk mengetahui bagian
yang sakit, luas, intensitas, faktor yang menyebabkan rasa sakit, perubahan
nyeri dada apabila posisi pasien berubah, serta ada atau tidaknya hubungan
antara waktu inspirasi dan ekspirasi dengan rasa sakit.
9. Pengkajian Fisik
1) Inspeksi, pengkajian ini meliputi:
a. Pertama, penentuan tipe jalan napas, seperti menilai apakah napas
spotan melalui hidung, mulut, oral, nasal, atau menggunakan selang
endotrakeal atau trachcostomi, kemudian menentukan status kondisi
seperti kebersihan, ada atau tidaknya sekret, pendarahan, bengkak,
atau obstruksi mekanik;
b. Kedua, perhitungan frekuensi pernapasan dalam waktu satu menit
(umumnya wanita bernapas lebih cepat) yaitu 20 kali permenit orang
dewasa, kurang dari 30 kali permenit pada anak-anak, pada bayi
pernapasan kurang dari 50 kali per menit.
c. Ketiga, pemeriksaan sifat pernapasan, yaitu torakal, abdominal dan
kombinasi dari keduanya.
d. Keempat, pengkajian irama pernapasan, yaitu menelaah masa inspirasi
dan ekspirasi. Pada keadaan normal ekspirasi lebih lama dari inspirasi
yaitu 2:1 pada orang sesak napas ekspirasi lebih cepat. Dalam keadaan
normal perbandingan frekuensi pernapasan dan prekuensi nadi adalah
1:1 sedangkan pada orang yang keracunan barbiturat perbandinganya
adalah 1:6. Kaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah
reguler atau irregular.
2) Palpasi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi kelainan seperti nyeri
tekan yang dapat timbul akibat luka, peradangan setempat, metastasis
tumor ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada.
Melalui palpasi dapat diteliti gerakan dinding toraks pada saat ekspirasi dan
inspirasi terjadi. Kelainan pada paru, seperti getaran suara atau fremitus
vokal, dapat dideteksi bila terdapat getaran sewaktu pemeriksa meletakkan
tangannya sewaktu pasien berbicara. Getaran yang terasa oleh tangan
pemeriksa dapat juga ditimbulkan oleh dahak dalam bronkus yang bergetar
pada waktu inspirasi dan ekspirasi atau oleh pergeseran antara membran
pleura pada pleuritis.
3) Perkusi
Pengkajian ini dilakukan untuk mengkaji suara normalnya suara
perkusi paru. Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi
pulmoner, organ yang ada di sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi)
diafragma. Jenis suara perkusi ada dua jenis yaitu:
J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Gangguan pertukaran gas
K. Intervensi
Hari Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
/Tgl Kep.
Ketidakefe Setelah diberikan 1. Pantau keadaan 1. Mengetahui
ktifan asuhan keperawatan umum pasien dan kesadaran, dan
bersihan selama … x 24 jam TTV kondisi tubuh dalam
jalan nafas diharapkan bersihan keadaan normal atau
jalan nafas efektif tidak.
dengan kriteria : 2. Auskultasi bunyi 2. Mengetahui bunyi
-Menunjukkan jalan nafas nafas, seperti rochi,
nafas bersih wheezing yang
-Suara nafas normal menunjukkan
tanpa suara tertahannya secret
tambahan obstruksi jalan nafas
-Tidak ada 3. Atur posisi yang 3. Meningkatkan
penggunaan otot nyaman seperti pengembangan
bantu nafas posisi semi fowler diafragma
-Mampu melakukan 4. Beri latihan 4. Memudahkan
perbaikan bersihan pernafasan dalam pernafasan dan
jalan nafas dan batuk efektif membantu
mengeluarkan secret
5. Kolaborasi 5. Membantu
humidikasi menghangatkan dan
tambahan mengencerkan secret
(nebulizer) dan
terapi oksigen
Ketidakefe Setelah diberikan 1. Pantau keadaan 1. Mengetahui
ktifan pola asuhan keperawatan umum pasien dan kesadaran, dan
nafas selama … x 24 jam TTV kondisi tubuh dalam
diharapkan pola keadaan normal atau
nafas efektif dengan tidak
kriteria : 2. Atur posisi sesuai 2. Memungkinkan
Menunjukkkan kebutuhan, seperti ekpansi paru dan
pola nafas efektif semifowler memudahkan
dengan frekuensi pernafasan
nafas 16-24 3. Ajarkan teknik nafas 3. Memperbaiki pola
kali/menit dan dalam nafas
irama teratur 4. Kolaborasi dalam 4. Memperbaiki pola
Mampu pemberian nafas dan irama
menunjukkan oksigenasi nafas menjadi
perilaku teratur
peningkatan fungsi
paru
DAFTAR PUSTAKA
Haswita & Sulityowati, R. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia Untuk Mahasiswa
Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta. TIM.
Sutanto, A. V., & Fitriana, Y. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia (p.9). Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
NANDA International. (2005). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2009-2011. Dialihbahasakan oleh Made Sumarwati. Jakarta: EGC.
Nair, M., & Peate, I. (2015). Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta: Bumi
Medika.
Tortora, GJ., & Derrickson, B. (2014). Principles of Anatomy & Physiology 13th
Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
Martini, F., & al, e. (2012). Fundamentals of Anatomy & Physiology (9 ed.). San
Fransisco: Pearson Education.
Sherwood, L. 2010. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th Ed.
Canada:Yolanda Cossio.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC.