Nim : 19032
Jalan Batas II No. 54 Kelurahan Baru, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13710
Kadar oksigen secara normal yaitu 95-100% pada alat pulse oximeter. Apabila
kadar oksigen Anda hanya mencapai 90%, maka fungsi organ tubuh akan menurun dan
dapat mengganggu kesehatan Anda. Berikut beberapa kondisi atau penyakit yang
membutuhkan terapi oksigenasi.
Menurut Guyton & Hall (2006), bahwa mekanisme dasar pernapasan meliputi:
1) ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan atmosfir; 2)
difusi dari oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah; 3) transpor oksigen dan
karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel; 4) pengaturan ventilasi
(Priyanto, 2010).
B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Oksigen Menurut Ambarwati
(2014), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen
diantaranya adalah faktor fisiologis, status kesehatan, faktor perkembangan, faktor
perilaku, dan lingkungan.
a. Faktor fisiologis
Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh pada kebutuhan oksigen
seseorang. Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi pernapasannya diantaranya
adalah :
1) Penurunan kapasitas angkut oksigen seperti pada pasien anemia atau pada saat
terpapar zat beracun.
2) Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi.
3) Hipovolemia.
4) Peningkatan laju metabolik.
5) Kondisi lain yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti kehamilan,
obesitas dan penyakit kronis.
b. Status kesehatan
Pada orang yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada kondisi
sakit tertentu, proses oksigenasi dapat terhambat sehingga mengganggu
pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh seperti gangguan pada sistem pernapasan,
kardiovaskuler dan penyakit kronis.
c. Faktor Perkembangan
Tingkat perkembangan menjadi salah satu faktor penting yang
memengaruhi sistem pernapasan individu.
1) Bayi prematur : yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
2) Bayi dan toddler : adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut. Poltekkes
Kemenkes Padang.
3) Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan merokok.
4) Dewasa muda dan paruh baya: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, dan stres
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
5) Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun.
d. Faktor Perilaku
Perilaku keseharian individu dapat mempengaruhi fungsi pernapasan.
Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga, kondisi emosional dan
penggunaan zat-zat tertentu secara tidak langsung akan berpengaruh pada
pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh. e. Lingkungan Kondisi lingkungan juga
dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen. Kondisi lingkungan yang dapat
mempengaruhinya adalah :
1) Suhu lingkungan.
2) Ketinggian.
3) Tempat kerja (polusi).
C. PATOFISIOLOGI
1. Patofisiologi
Menurut Muttaqin,(2012) :
Obstruksi jalan napas menyebabkan reduksi aliran udara yang
beragam bergantung pada penyakit. Pada bronchitis kronis dan
bronchiolitis, terjadi penumpukan lendir dan sekresi yang sangat
banyak sehingga menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi
pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan
dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam
paru pada asma, jalan napas bronchial menyempit dan membataso
jumlah udara yang mengalir ke dalam paru.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubugan dengan
interaksi genetic dengan lingkungan. Merokok, polusi udara, dan
paparan di tempat kerja merupakan faktor resiko penting yang
menunjang terjadinya penyakit ini. Prosesnya terjadi dalam rentang
lebih dari 20-30 tahun. PPOK juga ditemukan terjadi pada individu
yang tidak mempunyai enzim yang normal untuk mencegah
penghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu.
PPOK merupakan kelainan dengan kemajuan lambat yang
membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menunjukkan omset gejala
klinisnya seperti, kerusakan fungsi paru. PPOK sering menjadi
simptomatik selamabertahun-ahun usia baya, tetapi nsidennya
meningkat sejalan dengan peningkatan usia.
2. Pathway
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan
gejalaklinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam,
gelisah, duduk dengan menyangga kedepan, serta tanpa otot-otot bantu pernfasan
bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronchial ini adalah sesak nafas,
batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri dada. Gejala-gejala
yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan
kesadaran,
hyperinflasi dada tachicardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma
bronchial seringkali terjadi pada malam hari.Dispnea yang bermakna.
Batuk, terutama dimalam hari.
Pernapasan yang dangkal dan cepat.
Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi
terdengar hanya saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.
Peningkatan usaha bernafas, ditandai dengan retraksi dada, disertai
perburukan kondisi, napas cuping hidung.
Kecemasan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan
mendapat udara yang cukup.
Udara terperangkap karena obstruksi aliran darah, terutama
terlihat selama ekspirasi pada pasien asma. Kondisi ini terlihat
dengan memanjangnya waktu ekspirasi.Diantara serangan
asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan tetapi, dalam
pemeriksaan perubahan fungsi paru mungkin terlihat bahkan
diantara serangan pada pasien yang memiliki asma persisten.
Corwin, Elizabeth j: 2009
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Penunjang
dan VF, Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan
di V6 V1 RASIO R/S kurang dari 1. (Muttaqin, 2012)
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan PPOK
Intervensi medis bertujuan untuk :
1) Memelihara kepatenan jalan napas dengan menurunkan spasme
bronkus dan memberikan secret yang berlebihan.
2) Memelihara keefektifan pertukaran gas.
3) Mencegah dan mengobati infeksi saluran pernapasan.
4) Meningkatkan toleransi latihan.
5) Mencegah adanya komplikasi ( gagal napas akut).
6) Mencegah allergen/iritasi jalan napas.
Manajemen medis yang diberikan berupa
:
1) Pengobatan farmakologi
a) Anti inflamasi ( kortikosteroid, natrium kromolin, dll).
b) Bronkodilator
Adrenergic : efedrin, dan beta adrenergic agosis selektif.
Non adrenergic : aminofilin, teofilin.
c) Antihistamin
d) Steroid
e) Antibiotic
f) Ekspetoran
g) Oksigen digunakan 3 L/ menit dengan nasal kanul.
2) Hygiene paru
Cara ini berujuan untuk membersihkan sekresi paru, meningkatkan
kerja silia, dan menurunkan risiko infeksi. Dilaksanakan dengan
nebulizer , fisioterapi dada, dan postural drainase.
3) Menghindari bahan iritan
Penyebab iritan jalan napas yang harus dihindari diantaranya asap
rokok dan perlu juga mencegah allergen yang masuk ke dalam
tubuh.
4) Diet
Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya idyspnea.
Pemberian porsi yang kecil namun sering lebih baik daripada
makan sekaligus banyak.
A. PENGKAJIAN KPERAWATAN
1) Pengkajian keperawatan
b. Anamnesis
2) Keluhan utama
Keluhan utama pada klien dengan PPOK yaitu sesak napas
dan batuk dengan produksi sputum berlebih.
3) Riwayat penyakit sekarang
e) Pola istirahat-tidur
c. Pemeriksaan fisik
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Diagnosis keperawatan
C. RENCANA KEPERAWATAN
3. Rencana keperawatan
INTERVENSI :
4. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas).
5. Monitor bunyi nafas tambahan (missal: gurgling, mengi,
whezzing, ronkhi kering).
6. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
7. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal).
8. Posisikan Semi-Fowler atau Fowler.
9. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
10. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik.
INTERVENSI :
1. Identifikasi adanya otot bantu nafas.
2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status
pernafasan.
3. Monitor status respirasi dan oksigenasi (missal:
frekuensi kedalaman nafas, penggunaan otot bantu
nafas, bunyi nafas tambahan, saturasi oksigen.
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
5. Berikan posisi semi Fowler atau Fowler.
6. Fasilitasi merubah posisi senyaman mungkin.
7. Berikan oksigen sesuai kebutuhan (missal: nasal
kanul, masker wajah, masker rebreathing atau non
rebreathing).
DX 4 : Risiko aspirasi
INTERVENSI :
1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas).
2. Monitor bunyi nafas tambahan (missal: gurgling, mengi,
whezzing, ronkhi kering) dan
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal).
5. Posisikan Semi-Fowler atau Fowler.
6. Berikan minum hangat.
7. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik.
D. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang
memungkinkan untuk menentukan apakah telah berhasil
meningkatkan kondisi klien. (Potter&Perry,2009).
Jika tujuan dan ahsil yang diharpkan tidak akan terpenuhi,
perawat harus menentukan apakah itu kare intervensi yang tidak
efektif, tujuan dan ahsil yang diharapkan tidak sesuai, atau pasien tidak
mengeluh. Jika terjadi salah satu situasi di tas, perawat da pasien harus
merevisi rencana secara kolaboratif agar lebih baik dalam memenuhi
kebutuhan pasien.