Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN HOLISTIK

(KONSEP KDM)
KEBUTUHAN DASAR FISIOLOGIS OKSIGENASI
DI HOLISTIK CARE KALIBARU

Oleh :
Giyasul Masruhah
NIM. 21101055

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI
2022
PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan pada kasus Oksigenasi


Telah dibuat pada tanggal 3 Januari 2022
Pada pasien di Klinik Praktik Mandiri Keperawatan Holistic Care Kalibaru

........................., ……………202….
Pembimbing Klinik, Pembimbing Akademik,

(……………………………………………..) (Yunita Wahyu Wulansari, S.kep., Ns. M.Kep)


NIP/NIK. NIK.
LAPORAN PENDAHULUAN OKSIGENASI

1.1 Pengertian
Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah
karbondioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi
batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna
terhadap aktifitas sel (Mubarak, 2017).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap
kali bernapas (Wartonah Tarwanto, 2016).
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan oksigen di atmosfer. Konsentrasi oksigen dalam
udara ruangan adalah 21%. Tujuan terapi oksigen adalah memberikan transport
oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan
mengurangi stress pada miokardium (Muttaqin, 2015).
1.2 Anatomi Fisiologis

Respirasi atau pernapasan merupakan suatu mekanisme pertukaran gas


oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dengan
karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme. Sistem respirasi terdiri
dari dua bagian yaitu: 1) saluran nafas bagian atas, udara yang masuk pada bagian
ini dihangatkan, disaring dan dilembabkan, 2) saluran nafas bagian bawah (paru),
merupakan tempat pertukaran gas. Pertukaran gas terjadi di paru. Alveoli
merupakan tempat terjadinya pertukaran gas antara O2 dan CO2 di paru. Pompa
muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi terdapat
pada rongga pleura dan dinding dada. Rongga pleura terbentuk dari dua selaput
serosa, yang meliputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis,
dan yang meliputi paru atau pleura veseralis (Brunner’s & Suddarth, 2008).
a. Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai
dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di
dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu,
dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung (Syaifuddin, 2006).
b. Faring
Tekak atau faring merupakan saluran otot yang terletak tegak lurus antara
dasar tengkorak (basis kranii) dan vertebra servikalis VI (Syaifuddin,
2012). Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan nafas dan
jalan makanan. Letaknya berada dibawah dasar tengkorak, dibelakang
rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher, ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang
bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat
hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat dua lubang, ke
depan lubang laring, ke belakang lubang esofagus. Dibawah selaput
lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat folikel getah
bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid. Di sebelahnya
terdapat 2 buah tonsil kiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang
terdapat epiglottis (empang tenggorok) yang berfungsi menutup laring
pada waktu menelan makanan.
c. Laring
Laring merupakan pangkal tenggorokan berupa saluran udara, yang
terletak di depan faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk
ke dalam trakea dibawahnya mempunyai fungsi untuk pembentukan
suara. Bagian ini dapat ditutup oleh epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi menutupi laring pada waktu kita menelan
makanan. Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain 1)Kartilago tiroid
(1 buah) terletak di depan jakun sangat jelas terlihat pada pria;
2)Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker; 3)Kartilago krikoid
(1 buah) yang berbentuk cincin; dan 4)Kartilago epiglotis (1 buah).
Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis
yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis (Syaifuddin, 2012; Anderson,
1999).
d. Trakea
Trakea merupakan batang tenggorokan lanjutan dari laring, terbentuk
oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan. Panjang trakea 9-
11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot
polos. Dinding-dinding trakea tersusun atas sel epitel bersilia yang
menghasilkan lendir. Lendir ini berfungsi untuk penyaringan lanjutan
udara yang masuk, menjerat partikel-partikel debu, serbuk sari dan
kontaminan lainnya. Sel silia berdenyut akan menggerakan mukus
sehingga naik ke faring yang dapat ditelan atau dikeluarkan melalui
rongga mulut. Hal ini bertujuan untuk membersihkan saluran
pernapasaan. Trakea terletak di depan saluran esofagus, mengalami
percabangan di bagian ujung menuju ke paru-paru, yang memisahkan
trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina ( Graaff, 2010;
Silvertho, 2001; Syaifuddin, 2006).
e. Bronkus
Bronkus merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat
percabangan ini disebut karina. Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan
dan kiri, bronkus lobaris kanan terdiri 3 lobus dan bronkus lobaris kiri
terdiri 2 lobus. Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus
segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental.
Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus
subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri,
limfatik dan syaraf. Berikut adalah organ percabangan dari bronkus yaitu
1)Bronkiolus, merupakan cabang-cabang dari bronkus segmental.
Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir
yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam
jalan nafas. 2)Bronkiolus terminalis, merupakan percabagan dari
bronkiolus. Bronkiolus terminalismempunyai kelenjar lendir dan silia.
3)Bronkiolus respiratori, merupakan cabang dari bronkiolus terminalis.
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara lain
jalan nafas konduksi dan jalan udara pertukaran gas. 4)Duktus alveolar
dan sakus alveolar. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam
duktus alveolar dan sakus alveolar, kemudian menjadi alvioli ( Anderson,
1999; Syaifuddin, 2006).
f. Paru-Paru
Letak paru-paru di rongga dada, menghadap ke tengah rongga dada atau
kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau
hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus
oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, pleura
visceral (selaput pembungkus) yang langsung membungkus paru-paru
dan pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.
Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-
paru dapat mengembang mengempis dan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat) yang berguna untuk melumasi permukaanya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada
gerakan bernapas (Silverthon, 2001; Syaifuddin, 2006).

1.3 Cara Menghitung Kebutuhan Oksigen

VT x BB x RR
1000
Keterangan:
VT: Volume Tidal
BB: Berat Badan
RR: Respiratori Rate
1.4 Macam-Macam Masker Oksigenasi
a. Nasal kanul
b. Simple face mask 40-60%
c. Rebirthing mask 80-90%
d. Non-rebrithing mask 40-60%
e. Venture mask 24, 28, 35, 40, 50, 60%
f. Ambubag 100%

1.5 Etiologi
a. Faktor Fisiologis
a. Penurunan kapasitas angkut O₂
Secara fisiologis, daya angkut hemoglobin untuk membawa O ke
jaringan adalah 97%. Akan tetapi, nilai tersebut dapat berubah sewaktu-
waktu apabila terdapat gangguan pada tubuh. Misalnya, pada penderita
anemia atau pada saat yang terpapar racun. Kondisi tersebutdapat
mengakibatkan penurunan kapasitas pengikatan O₂.
b. Penurunan Konsentrasi O₂ inspirasi
Kondisi ini dapat terjadi akibat penggunaan alat terapidan penurunan
kadar O₂ inspirasi.
c. Hipovolemik
Kondisi ini disebabkan oleh penurunan volume sirkulasi darah akibat
kehilangan cairan ekstraselular yang berlebihan.
d. Peningkatan Laju Metabolik
Kondisi ini dapat terjadi pada kasus infeksi dan demam yang terus-
menerus yang mengakibatkan peningkatan laju metabolik. Akibatnya,
tubuh mulai memecah persediaan protein dan menyebabkan penurunan
massa otot.
b. Faktor Perilaku
a. Nutrisi
Kondisi berat badan berlebih (obesitas) dapat menghambat ekspansi
paru, sedangkan malnutrisi berat dapat mengakibatkan pelisutan otot
pernapasan yang akan mengurangi kekuatan kerja pernapasan.
b. Olahraga
Latihan fisik akan meningkatkan aktivitas metabolik, denyut jantung
dan kedalaman serta frekuensi pernapasan yang akan meningkatkan
kebutuhan oksigen.
c. Ketergantungan zat adiktif
Penggunaan alkohol dan obat-obatan yang berlebihan dapat
mengganggu oksigenasi. Hal ini terjadi karena :
1) Alkohol dan obat-obatan daoat menekan pusat pernapasan dan
susunan saraf pusat sehingga mengakibatkan penurunan laju dan
kedalaman pernapasan.
2) Penggunaan narkotika dan analgesik, terutama morfin dan meperidin,
dapat mendepresi pusat pernapasan sehingga menurunkan laju dan
kedalaman pernafasan.
d. Emosi
Perasaan takut, cemas dan marah yang tidak terkontrol akan
merangsang aktivitas saraf simpatis. Kondisi ini dapat menyebabkan
peningkatan denyut jantung dan frekuensi pernapasan sehingga
kebutuhan oksigen meningkat. Selain itu, kecemasan juga dapat
meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan.
e. Gaya hidup
Kebiasaan merokok dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan
oksigen seseorang. Merokok dapat menyebabkan gangguan vaskulrisasi
perifer dan penyakit jantung. Selain itu nikotin yang terkandung dalam
rokok bisa mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan
koroner.
c. Faktor Lingkungan
a. Suhu
Faktor suhu dapat berpengaruh terhadap afinitas atau kekuatan ikatan
Hb dan O₂. Dengan kata lain, suhu lingkungan juga bisa memengaruhi
kebutuhan oksigen seseorang.
b. Ketinggian
Pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada tekanan udara
sehingga tekanan oksigen juga ikut turun. Akibatnya, orang yang tinggal
di dataran tinggi cenderung mengalami peningkatan frekuensi pernapasan
dan denyut jantung. Sebaliknya, pada dataran yang rendah akan terjadi
peningkatan tekanan oksigen.
c. Polusi
Polusi udara, seperti asap atau debu seringkali menyebabkan sakit
kepala, pusing, batuk, tersedak, dan berbagai gangguan pernapasan lain
pada orang yang menghisapnya. Para pekerja di pabrik asbes atau bedak
tabur berisiko tinggi menderita penyakit paru akibat terpapar zat-zat
berbahaya.
1.6 Manifestasi klinis
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaan otot nafas tambahan untuk
bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping hidung), dipsnea, ortopnea,
penyimpangan dada, nafas pendek, posisi tubuh menunjukkan posisi 3 poin, nafas
dengan bibir, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter anterior-posterior,
frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala
adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi.
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi,
hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, AGS
abnormal, sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia,
hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan
kedalaman nafas.

1.7 Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi, dan transportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari
dank e paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka dengan baik
dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang
menimbulkan pengeluaran mucus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli
ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas.
Selain keruskaan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi
seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard
juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2012).

1.8 Pemeriksaan penunjang


Menurut Mutaqin (2012) untuk memastikan diagnosa pasien TB paru dengan
gangguan kebutuhan oksigenasi diantaranya:
1. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi
sebelum ditemukan adanya gejala awal dan sebelum pemeriksaan fisik
menemukan kelanan paru.
2. CT – Scan (Computerized Tomography Scanner)
Pemeriksaan CT – Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukan dengan adanya gambar garis-garis fibrotik.
Sebagaimana pemeriksaan rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif
dapat hanya berdasarkan pada temuan CT- Scanpada pemeriksaan tunggal,
namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan periksaan
secara serial setiap hari.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Bahan pemeriksaan untuk bakteri mycrobacterium tuberculosis berupa sputum
pasien. Sebaiknya sputum diambil pada pagi hari dan yang pertama keluar.
Jika sulit didapatkan maka sputum dikumpulkan selama 24 jam.
4. Analisis gas darah (AGD) atau arterial blood gas (ABG) test adalah tes untuk
mengukur kadar oksigen, karbon dioksida, dan tingkat asam basa (pH) di
dalam darah. Analisis gas darah umumnya dilakukan untuk memeriksa fungsi
organ paru yang menjadi tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida.

1.9 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan/ Farmakologi dan Non


Farmakologi/ Konvensional dan Komplementer
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
- Pembersihan jalan nafas
- Latihan batuk efektif
- Suctioning
- Jalan nafas buatan
2. Pola nafas tidak efektif
- Atur posisi pasien (semi fowler)
- Pemberian oksigen
- Teknik bernafas dan relaksasi
3. Gangguan pertukaran gas
- Atur posisi pasien (posisi fowler)
- Pemberian oksigen
- Suctioning

1.10 Konsep Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian pada kebutuhan oksigenasi meliputi riwayat
keperawatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik.
1) Riwayat kesehatan
a. Masalah pada pernafasan (dulu dan sekarang) yang meliputi ada atau
tidak gangguan dalam keadaan lain yang menyebabkan gangguan
pernafasan.
b. Suara nafas tambahan
- Rales ( suara yang dihasilkan pada saat udara melewati jalan nafas
yang penuh eksudet, biasanya terdengar saat inspirasi).
- Ronchi ( suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan nafas
yang penuh mucus, terdengar saat inspirasi dan ekspirasi).
- Wheezing (bunyi ngik, terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi
karena penyempitan bronkus).
c. Adanya batuk, septum, nyeri. Perhatikan jenis batuknya dan keadaan
pada saat pasien batuk. Apabila berbatuk septum maka perhatikan
warnanya.
d. Adanya infksi kronis dari hidung, sakit pada sinus otitis media, nyeri
tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hanya sekitar 38,5oc, sekitar kepala
lemas.
Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi
a. Tingkat kesadaran pasien
b. Postur tubuh
c. Kondisi kulit dan membrane mucus
d. Bagian dada
Pola nafas
a. Tipe jalan nafas : melalui hidung, mulut, menggunakan selang
b. Frekuensi dan kedalaman nafas
c. Sifat pernafasan
d. Irama pernafasan
e. Adanya sianosis deformitas
2. Palpasi
Meletakkan tangan pemeriksa datar diatas dada pasien untuk mendeteksi
nyeri tekan, peradangan setempat pembengkakan dan benjolan pada dada,
abnormalitas masa dan kelenjar, denyut nadi.
3. Perkusi
Menentukan ukuran dan bentuk organ dalam untuk mengkaji kebenaran
abnormalitas. Perkusi dilakukan dengan meletakkan jari tangan pemeriksa
mendatar di atas dada pasien lalu dilakukan ketukan didaerah dada. Suara
perkusi redup, terdapat pada penderita infiltrate konsordasi.
Suara perkusi pekak atau kompis terdengar apabila dilakukan diatas daerah
yang mrngalami otolektasi atau dapat juga terdengar dalam rongga pleura.
4. Auskultasi
Proses mendengarkan suara menggunkan stetoskop, suara nafas dasar adalah
suara nafas pada bagian orang dengan par sehat.
Suara nafas dibagi menjadi 3:
a. suara nafas rendah terdengar sebagian besar area paru.
b. Suara lebih panjang dari bunyi ekspirasi.
c. Keras dan panjang
B. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk
mempertahankan jalan nafas tetap paten.
 Penyebab fisiologis: Situasional:
- Respon alergi - Merokok aktif
- Sekresi yang tertahan - Merokok Pasif
- Hipersekresi jalan nafas
 Tanda mayor objektif :
- Batuk tidak efektif
- Sputum berlebih
- Mengi, wheezing dan ronkhi kering
 Tanda minor subjektif : Tanda minor:
- Dyspnea - Gelisah
- Sulit bicara - frekuensi nafas menurun
- Ortopnea - Pola nafas berubah

b. Gangguan Penyapihan Ventilator


Ketidakmampuan beradaptasi dengan pengurangan bantuan ventilator
mekanik yang dapat menghambat dan memperlama proses penyapihan.
 Penyebab fisiologis: Psikologis:
- Hipersekresi jalan nafas - Kecemasan
- Hambatan upaya nafas - Perasaan Tidak Berdaya
Situasional:
- Ketidak adekuatan dukungan social
- Ketidaktepatan kecepatan proses penyapihan
 Tanda mayor objektif:
- Frekuensi nafas meningkat
- Penggunaan otot bantu nafas
- Nafas pengap-pengap
 Tanda minor subjektif: Tanda minor objektif:
- Lelah - Warna kulit abnormal
- Gelisah - Diaforesis
- Focus meningkat pada pernafasan - Kesadaran Menurun

c. Gangguan Pertukaran Gas


Kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi karbondioksida
pada membrane alveolus-kapiler.
 Penyebab:
- Ketidakseimbangan ventilasi-perkusi
- Perubahan membran alveoulus-kapiler
 Tanda mayor subjektif: Tanda mayor objektif:
- Pusing - Sianosis
- Penglihatan kabur - Gelisah
 Tanda minor subjektif: Tanda minor objektif:
- Pusing - Sianosis
- Penglihatan kabur - Pola nafas abnormal

d. Gangguan Ventilasi Spontan


Penurunan cadangan energi yang mengakibatkan individu tidak mampu
bernafas secara adekuat.
 Faktor resiko:
- Gangguan metabolisme
- Kelelahan otot pernafasan
 Tanda mayor subjektif: Tanda mayor objektif:
- Dispnea - Penggunaan otot bantu nafas meningkat
- Volume tidal menurun
 Tanda minor objektif:
- Gelisah
- Takikardia

e. Pola Nafas Tidak Efektif


Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
 Penyebab:
- Hambatan upaya nafas (mis. Nyeri saat bernafas, kelemahan otot
pernafasan)
- Kecemasan
- Gangguan neuromuskular.
 Tanda mayor subjektif: Tanda mayor objektif:
- Dipsnea - Penggunaan oto bantu pernafasan
-Fase ekspirasi memanjang
 Tanda minor subjektif: Tanda minor objektif:
- Ortopnea - Pernafasan cuping hidung
- Tekanan inspirasi menurun
- Tekanan ekspirasi menurun

f. Resiko Aspirasi
Berisiko mengalami masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi orofaring,
benda cair atau padat ke dalam saluran trakeobronkial akibat disfungsi
mekanisme protektif saluran nafas.
 Faktor resiko:
- Penurunan tingkat kesadaran
- Disfagia
- Gangguan menelan
- Penurunan reflek muntah atau batuk

C. Perencanaan
Pola Nafas Tidak Efektif

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan nafas
Efektif keperawatan selama 2x24 Observasi
berhubungan jam: 1 monitor pola nafas
dengan hambatan Maka diharapkan (frekuensi, kedalaman,
upaya nafas nafas kebutuhan oksigen pasien usaha nafas)
(mis. Nyeri saat terpenuhi, dengan kriteria 2 monitor bunyi nafas
bernafas, hasil: Pola nafas tambahan (mis. Gurgling,
kelemahan otot (L.01004) mengi, wheezing, ronkhi)
pernafasan ) 1 penggunaan otot bantu Terapeutik
nafas menurun 1 Posisikan semi fowler
2 dispnea menurun 2 berikan minuman
3 pemanjangan fase hangat
ekspirasi menurun 3 berikan oksigen
4 frekuensi nafas Edukasi
membaik 1 Anjurkan asupan cairan
Kedalaman nafas 200ml/hari, jika tidak
membaik kontraindikasi
1. 2 ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1 kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer. 2011. Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3, Jakarta, FKUI.


Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta,
EGC, 2012
Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Vol. 3,
Jakarta, EGC.
Carpenito, Lynda Juall, 2011, Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Doenges, E. Marilynn. 2019. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta
Doenges, Moorhouse, Geissler, 2010, Rencana Asuhan keperawatan. Edisi 3.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes. E. Marlynn, Dkk. 2010. Rencana Asuhan keperawatan, Jakarta, EGC.
Elisabeth J.Corwin, 2011 Buku Saku Patofisiologi. Jakarta EGC.
Johnson Marion , Meridean Maas, Sue Moorhead, 2019, NOC. Edisi 2.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mubarak,Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta : EGC.
Nanda. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika : Jakarta
Perry & Potter, 2003, Fundamental Of Nursing. USA:C.V Moasby Company St.
Louis
Wilkinson, Judith. M. 2006. Diagnosa Keperawatan NIC dan NOC, Edisi 7.Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai