Anda di halaman 1dari 28

GANGGUAN MOBILITAS FISIK

I. Konsep Dasar
A. Definisi
a. Mobilisasi
1. Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian
bagi seseorang (Ansari, 2011).
2. Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan
dengan bebas (Kosier, 1989 cit Ida 2009)
3. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat
proses

penyakit

khususnya

penyakit

degeneratif

dan

untuk

aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas


dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong
untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya
dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008).
4. Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Aziz AA, 2006)
5. Mobililis/ mobilisatio adalah usahagerak/ memgerakakn (Brooker Christine,
2001)
6. Mobilitas fisik yaitu keadaan keika tseseorang mengalami atau bahkan
beresiko mengalami keterbatasan fisik dan bukan merupakan immobile
(Doenges, M.E, 2000)
7. Mobilitas atau Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.

b. Immobilisasi
1. Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang
kurang darimobilitas optimal (Ansari, 2011).
2. Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di
tempat tidur,tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit

atau gangguan pada alat/organ tubuh yang bersifat fisik atau mental.
Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah
baring yang terus menerus selama 5 hari atau lebih akibat
perubahan fungsi fisiologis (Bimoariotejo, 2009).
3. Immobility (imobilisasi) adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring
(bed rest) selama 3 hari atau lebih (Adi, 2005). Suatu keadaan
keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang
dialami seseorang (Pusva, 2009).
4. Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak
saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga
mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak,
2008).
5. Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu
kedaaan dimana individu yangmengalami atau beresiko mengalami
keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu
dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3
hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat
perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik,klien dengan
stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal
(seperti gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter,
2005).
6. Imobilisasi

merupakan

ketidakmampuan

seseorang

untuk

menggerakkan tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai


faktor resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah
sakit maupun di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu
penekanan

pada

jaringan

kulit,

menurunkan

sirkulasi

dan

selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi disamping


mempengaruhi kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa
organ tubuh. Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan
sirkulasi darah perifer, system respirasi, menurunkan pergerakan
paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi paru) dan

berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh Lindgren et al,


2004)
B.
1.
2.
3.
4.
5.

Tujuan Mobilisasi
Memenuhi kebutuhan dasar manusia
Mencegah terjadinya trauma
Mempertahankan tingkat kesehatan
Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari
Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

C. Batasan karakteristik
1. Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan,
2.
3.
4.
5.

termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi.


Keengganan untuk melakukan pergerakan.
Keterbatasan rentang gerak.
Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot.
Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis

dan medis
6. Gangguan koordinasi
D. Jenis Mobilitas dan Immobilitas
a. Jenis Mobilitas :
1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area
tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang
dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami
mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol
motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.

b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak


dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya

system saraf yang reversibel, contohnya

terjadinya

hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,


poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
b. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1) Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2) Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
3) Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan
c. Jenis Imobilitas :
1) Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2) Imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir.
3) Imobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba
dalam menyesuaikan diri.
4) Imobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami
hambatan

dalam

penyakitnya,

melakukan

sehingga

dapat

interaksi

sosial

mempengaruhi

karena
perannya

keadaan
dalam

kehidupan sosial.
E. Etiologi
a. Penyebab
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan
penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif
berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada
depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang

berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di


tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan Roosheroe,

1)
2)
3)
4)
5)

2007).
Penyebab secara umum:
Kelainan postur
Gangguan perkembangan otot
Kerusakan system saraf pusat
Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
Kekakuan otot
Kondisi-kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara

lain:

(Restrick, 2005)
1) Fall
2) Fracture
3) Stroke
4) Postoperative bed rest
5) Dementia and Depression
6) Instability
7) Hipnotic medicine
8) Impairment of vision
9) Polipharmacy
10) Fear of fall
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
1) Gaya Hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya,nilai-nilaii
yang dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat)
2) Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari, secara umum ketidakmampuan
dibagai menjadi dua yaitu:
a. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau
trauma. Misalnya paralis akibat gangguan atau cedera pada medula
spinalis
b. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer. Misalnya kelemahan otot, penyakit
penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh terhadap
mobilitas
3) Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam
hal ini cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu
bervariasi..
4) Usia

Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan


mobilisasi. Pada

individu lansia kemampuan untuk melakukan

aktivitas dan mobilitas menurun sejalan dengan penuaan


c. Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan
imobilisasi pada usia lanjut, seperti pada tabel berikut:
Gangguan

Artritis

muskuloskeletal

Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur)
Problem kaki (bunion, kalus)

Gangguan neurologis

Lain-lain (misalnya penyakit paget)


Stroke
parkinson Penyakit

Penyakit

Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)


Gagal jantung kongensif (berat)

kardiovaskular

Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering)

Penyakit paru
Faktoe sensorik

Penyakit vaskular perifer (kardkasio yang sering)


Penyakit paru obstruksi kronis (berat)
Gangguan penglihatan

Penyebab lingkungan

Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)


Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau panti
werdha)
Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat

Nyeri akut atau kronik


Lain-lain

Dekondisi (setelah tirah baring lama metastasis luas pada


keganasan)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas pada
keganasan)
Depresi
Efek samping obat (misalnya kekuatan yang disebabkan obat
antipsikotik)

G. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal
mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan
relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi
otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan
otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan
peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau
gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan
kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan
isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal
adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi
irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian
dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis,
dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan
otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi
yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi
fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
1) Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan
dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh:
sakrum, pada sendi vertebra.

2) Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi


elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya.
Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami penekanan yang
konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.
3) Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan
tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya
fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan jumlah yang
terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula) .
4) Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh
membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip)
dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
5) Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat,
fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan
tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas
sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara vertebra,
ligamen non elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan
spinal kord (tulang belakang) saat punggung bergerak.
6) Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan
tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi,
misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
7) Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak
mempunyai vaskuler, terutama berada disendi dan toraks, trakhea,
laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago
temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada
usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
8) Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik
volunteer utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral
atau jalur motorik.
9) Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian
tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot
dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor
pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar

ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak
kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan,
melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.

H. Tanda Dan Gejala


a. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:
EFEK
1. Penurunan konsumsi oksigen
2.
3.
4.
5.
6.

maksimum
Penurunan fungsi ventrikel kiri
Penurunan volume sekuncup
Perlambatan fungsi usus
Pengurangan miksi
Gangguan tidur

HASIL
1. Intoleransi ortostatik
2. Peningkatan denyut

jantung,

sinkop
3. Penurunan kapasitas kebugaran
4. Konstipasi
5. Penurunan evakuasi kandung
kemih
6. Bermimpi

pada

siang

hari,

halusinasi
b.

Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ

ORGAN / SISTEM
Muskuloskeletal

PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT


IMOBILISASI
Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan
otot, penurunan area potong lintang otot, kontraktor,
degenerasi rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan

Kardiopulmonal

intraartikular, berkurangnya volume sendi


dan Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi

pembuluh darah

miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan


oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning jantung,
penurunan volume plasma, perubahan uji fungsi paru,
atelektasis paru, pneumonia, peningkatan stasis vena,

Integumen
Metabolik
endokrin

peningkatan agresi trombosit, dan hiperkoagulasi


Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
dan Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis
dan deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa),
hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme

vitamin/mineral
I. Komplikasi
a. Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat

imobilitas

dapat

menyebabkan

turunnya

kecepatan

metabolisme dalam tubuh. Immobilisasi menggangu fungsi metabolic


normal antara lain laju metabolic: metabolisme karbohidarat, lemak, dan
protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium,
dan gangguan pencernaan. Keberdaaan infeksius padaklien immobilisasi
meningkatkan BMR karena adanya demam dan penyembuhanluka yang
membutuhkan peningkatan kebutuhan oksgen selular.
Gangguan metabolic yang mungkin terjadi :
1) Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien yang
mengalami

anoreksia

sekunder

akibat

mobilisasi.

Immobilisasi

menyebabkan asam aminotidak digunakan dan akan diekskresikan.


Pemcahan asasm amino akan terusterjadi dan menghasilkan nitrogen
sehingga akumulasinya kan menyebakan keseimbangan nitrogen negative ,
kehilangan berat badan , penurnan massaotot, dan kelemahan akibat
katabolisme

jarinagn.

Kehilangan

masa

otottertutama

pada

hati,jantung,paru-paru, saluran pencernaan, dan imunitas.


2) Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi tulang. Hal
initerjadi

karena

immobilisasi

menyebabkan

kerja

ginjal

yang

menyebabkan hiperkalsemia.
3) Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) Imobilisasi akan mempengaruhi
system metabolik dan endokrin yang akibatnya akan terjadi perubahan
terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu yang terjadi adalah perubahan
metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut
yang

imobilisasi

sehingga

menyebabkan

metabolisme

menjadi

katabolisme. Keadaan tidak beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari


akan

meningkatkan

ekskresinitrogen

urin

sehingga

terjadi

hipoproteinemia.
4) Gangguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas usus.
Konstipasi sebagai gejala umum , diare karena feces yang cair melewati
bagian tejpit dan menyebabkan masalah serius berupa obstruksi usus

mekanik bila tidak ditangani karena adanya distensi dan peningkatan


intraluminal yang akan semakin parah bila terjadi dehidrasi, terhentinya
basorbsi, gannguan cairan dan elektrolit.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilitas

akan mengakibatkan

persediaan

protein menurun

dan

konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu


kebutuhan

cairan

tubuh.

Berkurangnya

perpindahan

cairan

dari

intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga terjadi


ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat
makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan aktivitas
metabolisme

d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal


Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal, karena
imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat
menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat
imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan
terjadinya lemah otot,
f. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa hipotensi
ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan
trombus.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
1) Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas, dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.
2) Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan
osteoporosis.
h. Perubahan Sistem Integumen

Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas


kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
i. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
j. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.
J. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
1) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan
adanya patah tulang.
2) Mengkaji tulang belakang
a) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
3) Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
4) Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot.
5) Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah penyakit lower
motor neuron, cara berjalan bergetar penyakit Parkinson).
6) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7) Mengkaji fungsional klien
a) Kategori tingkat kemampuan aktivitas

TINGKAT

KATEGORI

AKTIVITAS/ MOBILITAS
0
1
2

Mampu merawat sendiri secara penuh


Memerlukan penggunaan alat
Memerlukan bantuan atau pengawasan orang

lain
Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,

dan peralatan
Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan
b) Rentang gerak (range of motion-ROM)

GERAK SENDI

DERAJAT
RENTANG

Bahu

NORMAL
Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari 180
posisi samping ke atas kepala, telapak
tangan menghadap ke posisi yang

Siku

paling jauh.
Fleksi: angkat lengan bawah ke arah 150

depan dan ke arah atas menuju bahu.


Pergelangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah 80-90
tangan

bagian dalam lengan bawah.


Ekstensi: luruskan pergelangan tangan 80-90
dari posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 70-90
arah belakang sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke 0-20
sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke 30-50
arah

kelingking

telapak

tangan

menghadap ke atas.
Tangan dan Fleksi: buat kepalan tangan
90
Ekstensi: luruskan jari
90
jari
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 30

belakang sejauh mungkin


Abduksi: kembangkan jari tangan
20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari 20
posisi abduksi
c) Derajat kekuatan otot
SKALA PERSENTASE

KARAKTERISTIK

KEKUATAN NORMAL
0
1

(%)
0
10

Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat

25

di palpasi atau dilihat


Gerakan otot penuh melawan gravitasi

3
4

50
75

dengan topangan
Gerakan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan

100

gravitasi dan melawan tahanan minimal


Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

d) Katz Index
AKTIVITAS

KEMANDIRIAN

KETERGANTUNGAN

(1 poin)

(0 poin)

TIDAK ADA pemantauan, Dengan pemantauan,


perintah
MANDI

ataupun perintah,

didampingi
(1 poin)
Sanggup

pendampingan

personal atau perawatan total


(0 poin)
mandi

sendiri Mandi dengan bantuan lebih

tanpa bantuan, atau hanya dari

satu

bagian

tuguh,

memerlukan bantuan pada masuk dan keluar kamar


bagian

tubuh

(punggung,

tertentu mandi. Dimandikan dengan

genital,

ekstermitas lumpuh)

atau bantuan total

BERPAKAIAN

(1 poin)

(0 poin)

Berpakaian

lengkap Membutuhkan

mandiri.

Bisa

membutuhkan
TOILETING

jadi dalam

berpakaian,

bantuan dipakaikan

unutk memakai sepatu


(1 poin)

bantuan
atau

baju

secara

keseluruhan
(0 poin)

Mampu ke kamar kecil Butuh bantuan menuju dan


(toilet), mengganti pakaian, keluar toilet, membersihkan
membersihkan genital tanpa sendiri atau menggunakan
PINDAH

bantuan
(1 poin)

telepon
(0 poin)

POSISI

Masuk dan bangun dari Butuh

bantuan

dalam

tempat tidur / kursi tanpa berpindah dari tempat tidur


bantuan.

Alat

berpindah

posisi

diterima
KONTINENSIA (1 poin)

bantu ke kursi, atau dibantu total


bisa
(0 poin)

Mampu mengontrol secara Sebagian

atau

baik perkemihan dan buang inkontinensia


MAKAN

air besar
(1 poin)
Mampu

total

bowel

dan

bladder
(0 poin)
memasukkan Membutuhkan

bantuan

makanan ke mulut tanpa sebagian atau total dalam


bantuan. Persiapan makan makan,

atau

memerlukan

bisa jadi dilakukan oleh makanan parenteral


orang lain.
Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang; <2 = Ganggaun fungsi berat; 0 = Rendah
(Sangat tergantung)

e) Indeks ADL BARTHEL (BAI)

NO
1

FUNGSI
Mengendalikan

SKOR KETERANGAN
0
Tak terkendali/ tak teratur (perlu

rangsang pembuangan
tinja

pencahar).
1

Kadang-kadang tak terkendali (1x


seminggu).

Mengendalikan

2
0

Terkendali teratur.
Tak terkendali atau pakai kateter

rangsang berkemih

Kadang-kadang tak terkendali (hanya


1x/24 jam)

Membersihkan

2
diri 0

Mandiri
Butuh pertolongan orang lain

(seka

sisir 1

Mandiri

muka,

rambut, sikat gigi)


Penggunaan jamban, 0

Tergantung pertolongan orang lain

masuk

Perlu

dan

keluar 1

pada

beberapa

(melepaskan, memakai

kegiatan tetapi dapat mengerjakan

celana, membersihkan,

sendiri beberapa kegiatan yang lain.

menyiram)
Makan

Berubah

sikap

berbaring ke duduk

pertolongan

Berpindah/ berjalan

Memakai baju

Naik turun tangga

2
0

Mandiri
Tidak mampu

Perlu ditolong memotong makanan

2
dari 0

Mandiri
Tidak mampu

Perlu banyak bantuan untuk bias

duduk

Bantuan minimal 1 orang.

Mandiri
Tidak mampu

Bisa (pindah) dengan kursi roda.

Berjalan dengan bantuan 1 orang.

3
0

Mandiri
Tergantung orang lain

Sebagian dibantu (mis: memakai baju)

2
0

Mandiri.
Tidak mampu

Butuh pertolongan

10

Mandi

2
0

Mandiri
Tergantung orang lain

Mandiri

Total Skor
Skor BAI :
20

: Mandiri

12 - 19 : Ketergantungan ringan
9 - 11 : Ketergantungan sedang
5-8

: Ketergantungan berat

0-4

: Ketergantungan total

b. Pemeriksaan Penunjang
a) Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
b) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan
lunak

atau

cidera

ligament

atau

tendon.

Digunakan

untuk

mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang


sulit dievaluasi.
c) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
d) Pemeriksaan Laboratorium:
Hb pada trauma, Ca pada imobilisasi lama, Alkali Fospat , kreatinin dan
SGOT pada kerusakan otot.

Gangguan Mobilitas Fisik

K. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi
1) Penatalaksana Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga,
dan pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah
ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan seharihari sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional,
dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu
yang diperlukan untuk mencapai target terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan
cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta
penyakit/ kondisi penyetara lainnya.
e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya
atau dihentkan bila memungkinkan.
f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang
mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi
medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak
sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot

(isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan


ambulasi terbatas.
h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu
berdiri dan ambulasi.
i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau
2)
a)
b)
c)

toilet.
Tatalaksana Khusus
Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter

spesialis yang kompeten.


d) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasienpasien yang
mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk
mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas
permanen.
b. Penatalaksanaan lain yaitu:
1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas
sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu :
a) Posisi fowler (setengah duduk)
b) Posisi litotomi
c) Posisi dorsal recumbent
d) Posisi supinasi (terlentang)
e) Posisi pronasi (tengkurap)
f) Posisi lateral (miring)
g) Posisi sim
h) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
2) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini
bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari
tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk
melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak,
serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
4) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan
otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan
isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM)

secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan


dengan meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
5) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan
untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :
a) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
b) Fleksi dan ekstensi siku
c) Pronasi dan supinasi lengan bawah
d) Pronasi fleksi bahu
e) Abduksi dan adduksi
f) Rotasi bahu
g) Fleksi dan ekstensi jari-jari
h) Infersi dan efersi kaki
i) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
j) Fleksi dan ekstensi lutut
k) Rotasi pangkal paha
l) Abduksi dan adduksi pangkal paha
6) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak
terjadinya imobilitas.
7) Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari
paru dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri.
Postural drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam
saluran napas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak
terjadi atelektasis, sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada
penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase lebih
efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada.
8) Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan
cara

berbagi

perasaan

dengan

pasien,

membantu

pasien

untuk

mengekspresikan kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lainlain.


II. Konsep

Dasar

Asuhan

Keperawatan

Transportasi
A. Pengkajian Keperawatan
1. Aspek biologis
a) Usia.

Gangguan

Mobilisasi

dan

Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan


aktifitas, terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu
dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap
pekembangan individu.
b) Riwayat keperawatan.
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan
pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain
dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering
dilakukan klien dan lain-lain.
c) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap
tubuh, dan dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
2. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana
respons psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang
dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam
menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
3. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini

dilakukan

untuk

mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang


dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana
pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor
maupun sosial dan lain-lain
4. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan
nilai yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya
sekarang, seperti apakah klien menunjukan keputusasaannya?
Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan
fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).
5. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan

imobilitas

pada

system

musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan


ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian
fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan
dan keefektifan intervensi.
6. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau
meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya

sedikit petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan


trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri
tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat
menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala
peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor
tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop
7. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala
atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan
temperature

dan denyut

jantung. Perubahan-perubahan dalam

pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan


adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
8. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi
inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai
daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di
atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah
tekanan dihilangkan
9. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda
fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian
bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala
kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih
dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
10. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada
abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum
yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental,
iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
11. Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi.
Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas,
penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan
tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien.
Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan
koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan

pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang


potensial dapat meningkatakan mobilitas

B.
a.
b.
c.
d.

Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Gangguan mobilitas fisik
Nyeri akut
Intoleransi aktivitas
Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)
RENCANA KEPERAWATAN

NO

DIANGOSA

TUJUAN (NOC)

DX

KEPERAWATAN

INTERVENSI (NIC)

DAN
1

KOLABORASI
Gangguan
mobilitas

Setelah

fisik asuhan

dilakukan Latihan Kekuatan

keperawatan Ajarkan dan berikan dorongan pada klien

berhubungan

selama ...x 24 jam klien melakukan program latihan secara rutin

dengan Kerusakan

menunjukkan:

sensori persepsi.

Mampu mandiri total Latihan untuk ambulasi


Membutuhkan

alat Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan

bantu

aman kepada klien dan keluarga.

Membutuhkan

Sediakan alat bantu untuk klien seperti

bantuan orang lain

kursi roda, dan walker

Membutuhkan

Beri penguatan positif untuk berlatih m

bantuan orang lain dan dalam batasan yang aman.


alat
Tergantung total

Latihan mobilisasi dengan kursi roda

Dalam hal :

Ajarkan pada klien & keluarga tentang

Penampilan
tubuh yang benar
Pergerakan

posisi pemakaian kursi roda & cara berpindah dar


roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
sendi Dorong

klien

melakukan

latihan

dan otot

memperkuat anggota tubuh

Melakukan

Ajarkan pada klien/ keluarga tentang

perpindahan/
ambulasi

penggunaan kursi roda

miring

kanan-kiri,

berjalan, Latihan Keseimbangan

kursi roda

Ajarkan pada klien & keluarga untuk

mengatur posisi secara mandiri dan m


keseimbangan selama latihan ataupun
aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
Ajarkan

pada

klien/

perhatikan

postur

keluarga untuk

tubuh

yg

benar

menghindari kelelahan, keram & cedera.

Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk pr


latihan.
2

Nyeri

akut Setelah

dilakukan Pain Management

berhubungan

Asuhan

keperawatan Lakukan pengkajian nyeri secara kompre

dengan cedera fisik

selama . x 24 jam:

termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frek

v Pain Level,

kualitas dan faktor presipitasi

v Pain control,

Observasi

v Comfort level

ketidaknyamanan

Kriteria Hasil :

Gunakan teknik komunikasi terapeutik

reaksi

nonverbal

Mampu mengontrol mengetahui pengalaman nyeri pasien


nyeri (tahu penyebab Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
nyeri,

mampu Evaluasi bersama pasien dan tim kesehata

menggunakan

tehnik tentang ketidakefektifan kontrol nyeri

nonfarmakologi untuk lampau


mengurangi

nyeri, Bantu pasien dan keluarga untuk menca

mencari bantuan)
Melaporkan

menemukan dukungan

bahwa Kurangi faktor presipitasi nyeri

nyeri berkurang dengan Ajarkan tentang teknik non farmakologi


menggunakan

Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

manajemen nyeri

Tingkatkan istirahat

Mampu

mengenali Kolaborasikan dengan dokter jika ada ke

nyeri (skala, intensitas, dan tindakan nyeri tidak berhasil


frekuensi

dan

tanda Monitor penerimaan pasien tentang mana

nyeri)

nyeri

Menyatakan

rasa

nyaman setelah nyeri


berkurang
Tanda vital dalam
rentang normal
3

Intoleransi aktivitas Setelah

dilakukan Managemen Energi

berhubungan

Asuhan

keperawatan Tentukan penyebab keletihan: :nyeri, ak

denganKelemahan

selama . x 24 jam :

umum

Klien

perawatan , pengobatan

mampu Kaji respon emosi, sosial dan spiritual ter

mengidentifikasi
aktifitas

dan

yang

aktifitas.
situasi Evaluasi motivasi dan keinginan klien

menimbulkan meningkatkan aktifitas.

kecemasan

yang

berkonstribusi

pada aktifitas : takikardi, disritmia, dispnea, diaf

intoleransi aktifitas.
Klien

Monitor

respon

kardiorespirasi

ter

pucat.

mampu Monitor asupan nutrisi untuk memastik

berpartisipasi

dalam adekuatan sumber energi.

aktifitas

fisik

tanpa Monitor respon terhadap pemberian oks

disertai

peningkatan nadi, irama jantung, frekuensi Respirasi ter

TD,

N,

RR

dan aktifitas perawatan diri.

perubahan ECG

Letakkan benda-benda yang sering digu

Klien

pada tempat yang mudah dijangkau

mengungkapkan secara Kelola energi pada klien dengan peme


verbal,

pemahaman kebutuhan

tentang

kebutuhan digendong

makanan,
untuk

oksigen,

pengobatan menurunkan energi.

dan

alat

dapat

atau

cairan,

mencegah

kenyaman
tangisan

yang Kaji pola istirahat klien dan adanya fakto

meningkatkan menyebabkan kelelahan.

toleransi

terhadap

aktifitas.

Terapi Aktivitas

Klien

mampu Bantu klien melakukan ambulasi yang

berpartisipasi

dalam ditoleransi.

perawatan diri tanpa Rencanakan jadwal antara aktifitas dan ist


bantuan atau dengan Bantu dengan aktifitas fisik teratur :

bantuan minimal tanpa ambulasi, berubah posisi, perawatan per


menunjukkan kelelahan sesuai kebutuhan.

Minimalkan anxietas dan stress, dan b


istirahat yang adekuat

Kolaborasi dengan medis untuk pem


terapi, sesuai indikasi
4

Defisit
diri

perawatan Setelah
berhubungan asuhan

dilakukan Bantuan Perawatan Diri: Mandi, h


keperawatan mulut, penil/vulva, rambut, kulit

dengan Kerusakan

selama... x24 jm

Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi,

neurovaskuler

Klien mampu :

perineal, anus

Melakukan
mandiri

ADL Bantu klien untuk mandi, tawarkan pem

mandi, lotion, perawatan kuku, rambut, gigi dan

hygiene mulut ,kuku, perineal dan anus, sesuai kondisi


penis/vulva,
berpakaian,

rambut, Anjurkan klien dan keluarga untuk mela


toileting, oral hygiene sesudah makan dan bila perlu

makan-minum,

Kolaborasi dgn Tim Medis / dokter gigi bi

ambulasi

lesi, iritasi, kekeringan mukosa mulut

Mandi sendiri atau gangguan integritas kulit.


dengan bantuan tanpa
kecemasan

Bantuan perawatan diri : berpakaian

Terbebas dari bau Kaji dan dukung kemampuan klien


badan

dan berpakaian sendiri

mempertahankan kulit Ganti pakaian klien setelah personal hy


utuh

dan pakaikan pada ektremitas yang sakit/ te

Mempertahankan

terlebih dahulu, Gunakan pakaian yang longg

kebersihan

area Berikan terapi untuk mengurangi nyeri se

perineal dan anus


Berpakaian

melakukan aktivitas berpakaian sesuai indika


dan

melepaskan

pakaian Bantuan perawatan diri : Makan-minum

sendiri

Kaji

kemampuan

klien

untuk

mak

Melakukan keramas, mengunyah dan menelan makanan


bersisir,

bercukur, Fasilitasi alat bantu yg mudah digunakan k

membersihkan

kuku, Dampingi

berdandan

dan

dorong

keluarga

membantu klien saat makan

Makan dan minum


sendiri,

meminta Bantuan Perawatan Diri: Toileting

bantuan bila perlu

Kaji kemampuan toileting: defisit se

Mengosongkan

(inkontinensia), kognitif (menahan

kandung
bowel

kemih

dan toileting), fisik (kelemahan fungsi/ aktivitas)


Ciptakan

lingkungan

yang

aman(te

pegangan dinding/ bel), nyaman dan jaga p


selama toileting

Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di t


yang mudah dijangkau
Ajarkan

pada

klien

dan

melakukan toileting secara teratur

keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi
NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai