GlJ1tE'-'
01 susun ol@h:
AYUNIAR
14420u102
.r ...•..
t
·-••.:-·as, Cl INST1tU51
- L.: r.-:.·
Safaruddin S.ktpNs,. M.
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP MEDIS
A. Defenisi
macam komplikasi dan hingga kini belum tuntas penanganannya (Fatimah, 2019).
B. Etiologi
Penyebab tidak diketahui dengan pasti akan tetapi pada umumnya diketahui
kekurangan insulin penyebab utama dan faktor herediter yang memegang peranan
penting. Literatur lain menyebutkan penyebab hiperglikemia adalah akibat
pengangkatan pankreas, kerusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans, faktor
C. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) dalam (Apiati & Sugiarti, 2021),
DM bisa diklasifikasikan secara etiologi menjadi DM Tipe 1, DM Tipe 2, Diabetes
Dalam Kehamilan, dan Diabetes Tipe Lain.
1. DM Tipe 1 terjadi karena kerusakan sel beta pankreas (reaksi autoimun), bila
kerusakan sel beta telah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai muncul.
Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa.
Sebagian besar penderita DM Tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukkan
adanya proses autoimun, dan sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun.
Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak
termasuk kriteria untuk klasifikasi.
2. DM tipe 2 merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh
keadaan hiperglikemi akibat kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas,
gangguan kerja insulin/resistensi insulin atau kombinasi keduanya. Kasus DM
tipe 2 terbanyak umumnya mempunyai latar belakang kelainan berupa
resistensi insulin.
3. DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Melitus - GDM) adalah kehamilan
normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal
mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM diantaranya riwayat
keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas
neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini
terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga
merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia (Apiati & Sugiarti, 2021).
D. Manifestasi Klinis
Gejala yang dikeluhkan oleh penderita diabetes mellitus adalah polidipsia,
poliuria, polifagia, penurunan berat badan, dan kesemutan. Keluhan lain adalah
lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
pada pria, pruritus vulvae pada pasien wanita, serta luka yang sukar sembuh
(Kurniawaty & Lestari, 2018).
E. Patofisiologi
1. DM tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam
urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
2. DM tipe 2
Patofisiologi DM tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer,
gangguan hepatic glucosa production (HGP) dan penurunan fungsi sel ß, yang
akhirnya akan menuju kerusakan total sel ß. Mula-mula timbul resistensi insulin
kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin, untuk mengatasi kekurangan
resistensi insulin agar kadar glukosa darah tetap normal. Pada tahap ini,
kemungkinan individu tersebut akan mengalami gangguan toleransi glukosa
(tahap pradiabetes) tetapi belum memenuhi kriteria penderita diabetes melitus.
Selanjutnya sel beta tidak sanggup lagi mengkompensasi resistensi insulin
hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta pankreas semakin
menurun saat itulah diagnosa diabetes ditegakkan. Penurunan fungsi sel beta
berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi
mengekresi insulin. Peningkatan produksi glukosa hati, penurunan pemakaian
glukosa dan lemak oleh otot berperan atas terjadinya hiperglikemia kronik saat
puasa dan setelah makan. Perubahan proses toleransi glukosa, mulai dari
kondisi normal, toleransi glukosa terganggu dan DM tipe 2 dapat dilihat sebagai
keadaan yang berkesinambungan (Puspa et al., 2019).
3. Hiperglikemia
F. Pemeriksaan Penunjang
(Nurarif & Kusuma, 2018), dalam bukunya ada beberapa pemeriksaan
diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien yang mengidap penyakit DM.
1. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring. Tesdiagnostik, tes pemantauan
terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi
2. Tes saring
Tes-tes saring pada DM adalah :
a. GDP, GDS
b. Tes glukosa urine :
Tes konvensional (metode reduksi/benedict)
Tes carik celup (metode glucose oxide/hexokinase
3. Tes diagnostik
Tes-tes diagnostik pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (Glukosa Darah 2 jam
Post Prandial), Glukosa jam ke-2 TTGO
4. Tes monitoring terapi DM adalah :
a. GDP : plasma vena, darah kapiler
b. GD2PP :plasma vena
c. A1c : darah vena, darah kapiler
5. Tes untuk mendeteksi komplikasi
a. Mikroalbuminura : urine
b. Ureum, kreatinin, asam urat
c. Kolestrol total : plasma vena (puasa)
d. Kolestrol LDL : plasma vena (puasa)
e. Kolestrol HDL : plasma vena (puasa)
f. Trigleserida : plasma vena (puasa)
G. Komplikasi
Dalam (Musyafirah et al, 2020), menyatakan diabetes dapat memengaruhi berbagai
organ sistem dalam tubuh dalam jangka waktu tertentu yang disebut komplikasi.
Komplikasi dari diabetes dapat diklasifikasikan sebagai mikrovaskuler dan
makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler termasuk kerusakan sistem saraf
(neuropati), kerusakan sistem ginjal (nefropati) dan kerusakan mata (retinopati).
Sedangkan, komplikasi makrovaskular termasuk penyakit jantung, stroke, dan
penyakit pembuluh darah perifer.
1. Komplikasi mikrovaskuler
a. Kaki diabetik
Faktor terjadinya komplikasi kronik (kaki diabetik) pada pasien DM
yaitu, riwayat penyakit DM yang sudah lama didiagnosa hal ini
disebabkan seseorang yang sudah lama didiagnosa diabetes mellitus
memiliki resiko lebih tinggi terjadinya ulkus peptikum yang diakibatkan
oleh kadar gula yang tidak terkontrol. Dan penggunaan alas kaki hal ini
disebabkan kaki pasien diabetes mellitus sangat rentan terhadap terjadinya
luka, hal ini disebabkan adanya neuropati diabetic dimana pasien diabetes
mengalami penurunan pada indra perasanya (Purwanti & Maghfirah,
2016). Menurut Dimitriadou & Lavdaniti (Hartono, 2019), menyatakan
bahwa untuk mencegah terjadinya kaki diabetik ini yaitu dengan cara
melakukan perawatan kaki terutama bagi mereka yang mengalami mati
rasa, kesemutan di kaki, perubahan bentuk kaki, serta luka pada kaki.
Perawatan kaki dapat dikalukan dengan cara memeriksa kaki setiap hari,
mencuci kaki setiap hari, menjaga kaki agar tetap lembut dan halus,
memotok kuku dan lain-lain.
b. Retinopati
Retinopati adalah terganggunya retina mata sehingga terjadi
kebutaan secara parsial maupun permanen. Apabila retina terganggu, maka
otak tidak dapat memproses gambar yang dilihat oleh mata. Retinopati
sulit dideteksi karena gejalanya berjalan lambat. Keluhan yang timbul
akibat kerusakan mata adalah sebagai berikut: pada penglihatan mata
terlihat bayang jaring laba-laba, bayangan ke abu-abuan, pandangan kabur,
tidak dapat membaca karena pandangan kabur, di tengah lapangan
pandang terdapat titik gelap atau kosong, pada penglihatan seperti ada
selaput merah, mata terasa nyeri, lingkaran terang mengelilingi obyek
yang dilihat, terdapat perubahan garis vertikal yangterlihat, dan kebutaan
(Lathifah, 2017).
c. Nefropati
Nefropati diabetik merupakan komplikasi yang terjadi pada
penderita DM pada ginjal yang memiliki risiko akhir yaitu sebagai gagal
ginjal. nefropati diabetic sebagai penyebab utama gagal ginjal terminal,
delapan dari 10 penderita diabetes meninggal akibat kejadian Diabetes
mellitus adalah gangguan fungsi ginjal dengan angka kejadian yang tinggi
sebesar 20-40% yang dapat menghambat pembentukan eritropoietin
sebagai pembentuk Hb dan menyebabkan anemia. Nefropati diabetik
ditandai dengan adanya albuminuria (mikro/ makroalbuminuria). Diabetes
yang menyerang pembuluh darah kecil ginjal berakibat pada efi siensi
ginjal sehingga penyaringan darah terganggu. Keadaan normal ginjal tidak
dapat ditembus oleh protein, namun jika sel ginjal mengalami kerusakan
maka pembuluh darah dapat dilewati oleh protein dan masuk ke saluran
urin. Keluhan yang timbul pada penderita komplikasi nefropati adalah
pembengkakan pada kaki, sendi kaki, dan tangan, sesak nafas, hipertensi,
bingung atau sukar berkonsentrasi, nafsu makan menurun, kulit menjadi
kering, dan gatal, capek (Utami & Fuad, 2018).
d. Neuropati
neuropati adalah komplikasi yang terdapat pada syaraf. Neuropati ini
mengacu pada sekolompok penyakit yang menyerang saraf perifer,
ototnom, dan spinal. Kadar gula darah yang tinggi mengakibatkan serat
saraf hancur sehingga sinyal ke otak dan dari otak tidak terkirim dengan
benar, akibat dari tidak terkirimnya sinyal tersebut maka hilangnya indera
perasa, meningkatnya rasa nyeri di bagian yang terganggu. menyatakan
bahwa ketika pasien mengalami komplikasi neuropati maka syaraf-syaraf
telah mengalami kerusakan sehingga kaki pasien menjadi baal (tidak
merasakan sensasi) dan tidak merasakan adanya tekanan, injuri/trauma,
atau infeksi. Keluhan yang paling sering dirasakan adalah kesemutan
(Utami & Fuad, 2018)
2. Komplikasi makrovaskuler
a. Penyakit jantung
Penyakit jantung salah satunya Penyakit Jantung Koroner atau PJK terjadi
akibat penyempitan atau penyumbatan di dinding nadi koroner karena
adanya endapan lemak dan kolesterol sehingga mengakibatkan suplai
darah ke jantung menjadi terganggu. Diabetes merupakan salah satu faktor
risiko penting terjadinya penyakit jantung koroner. Diabetes mellitusyang
tidak dikelola dengan baik mengakibatkan komplikasi yang bersifat kronik
salah satunya yaitu komplikasi makroangiopati. Makroangiopati diabetik
mempunyai gambaran histopatologi berupa aterosklerosis yang pada
akhirnya menyebabkan penyumbatan vaskuler. Bila mengenai arteri
koronaria dan aorta, maka dapat menyebabkan penyakit jantung koroner
Penderita diabetes mellitus memiliki kadar glukosa yang tinggi sehingga
dapat meningkatkan viskositas darah. Meningkatnya viskositas darah ini
dapat menyebabkan kerja jantung lebih berkerja keras. Selain itu tingginya
glukosa akan diiringi pula meningkatnya kadar lemak yang menempel di
dinding pembuluh darah (Utami & Azam, 2019)
b. Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah diastolik lebih atau sama dengan 90 mmHg atau tekanan darah
sistolik lebih atau sama dengan 140 mmHg. Hipertensi menjadi faktor
risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dan menjadi masalah kesehatan
dunia. Hipertensi pada DM meningkatkan mortalitas serta berperan dalam
mekanisme terjadinya penyakit jantung koroner, gangguan pembuluh
darah perifer, gangguan pembuluh darah serebral dan terjadinya gagal
ginjal. Kelainan pada mata akibat DM yang berupa retinopati diabetik juga
dipengaruhi oleh hipertensi. Menurut Fukui dalam menyatakan bahwa
ketika seseorang terlebih dahulu mengalami diabetes maka hazard ratio
(95% CI) untuk terjadi hipertensi pada tahun ke 5 adalah sebear 2,359
(Puspa et al., 2017).
H. Pencegahan
(Wahyuni et al., 2019), menyatakan bahwa dengan pengendalian metabolisme
yang baik, menjaga agar kadar gula darah berada dalam katagori normal maka
komplikasi akibat diabetes dapat dicegah/ditunda. Pengendalian dapat dilakukan
dengan CERDIK, yaitu :
1. Cek kondisi kesehatan secara berkala
2. Enyahkan asap rokok
3. Rajin aktifitas fisik
4. Diet sehat dengan kalori seimbang
5. Istirahat yang cukup
6. Kendalikan Stress.
I. Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologi
Terapi obat dalam (Padila, 2019) sebagai berikut :
a. Terapi insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada
DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak,
sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya,
maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk
membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan
normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan
terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin
disamping terapi hipoglikemik oral.
b. Terapi obat hipoglikemik oral
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu
penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang
tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada
tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi
hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat
atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan rejimen
hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan
diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara umum
termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.
c. Terapi kombinasi
2. Terapi nonfarmakologi
Menurut (Medika, 2017), Terapi non-obat sebenarnya sama dengan langkah
pencegah. Inti dari terapi ini adalah menjaga agar terhindar dari segala
penyakit, teruma penyakit degeneratif. Terapi non-obat ini terdiri dari
pemberian pengetahuan tentang diabetes, olaragah secara teratur, menerapkan
pola makan yang tepat, dan menerapkan gaya hidup yang sehat.
Keseluruhannya harus diterapkan demi mencapai hasil maksimal.
a. Lebih Mengenal Diabetes
Adalah istilah “tak kenal maka tak sayang”.Kalau kita terhindar atau
hidup nyaman dengan diabetes tentu kita harus mengenalnya. Semakin
banyak hal tentang diabetes, semakin banyak cara yang kita tahu untuk
mengendalikan penyakit ini. Pengetahuan berperan penting dalam
menurunkan populasi penderita diabetes.Tujuan dari pemberian
pengetahuan ini adalah agar penderita diabetes dapat mengerti bagaimana
penyaikitnya bisa menyerang dirinya, penderita diabetes mau berusaha
disiplin untuk mengontrol dan mengelola penyakitnya secara mandiri,
serta agar terbentuknya perillaku hidup sehat.
b. Penatalaksanaan diabetes dengan pemberian konseling
Pengetahuan tentang diabetes dapat di peroleh dari dokter ketika
melakukan cek kesehatan, melalui penyuluhan atau seminar terkait
diabetes, dan melalui buku-buku umum/populer seperti yang anda lakukan
saat ini. Pemberian pengetahuan ini sebaiknya mencakup apa itu diabetes
melitus, apa itu hipoglikemia, apa saja gejalanya, komplikasi yang timbul,
pentingnya pemantauan dan pengendalian diabetes melitus, bagaimana
penangananya baik secara mandiri maupun oleh tenaga kesehatan,
perawatan kaki pada penderita diabetes, serta perubahan perilaku yang
perlu dilakukan.
Pemberian pengetahuan ini diharapkan dapat merubah perilaku ke arah
kepada perilaku mendukung gaya hidup sehat sehingga derajat kesehatan
akan meningkat. Proses perubahan perilaku tidak cukup hanya dengan
memberikan pengetahuan, tetapi membutuhkan perencanaan, pemantauan,
dan evaluasi dari keluarga, masyarakat, dan tenaga kesehatan.
c. Olahraga yang teratur
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana
untuk memelihara hidup, meningkatkan kualitas hidup dan mencapai
tingkat kemampuan jasmani yang sesuai dengan tujuan . Olahraga tidak
hanya dapat dilakukan oleh orang yang sehat, akan tetapi sangat
bermanfaat apabila dilakukan oleh orang dengan penyakit metabolik
seperti penyakit DM. Menurut Perkeni dalam(Sinaga, 2016) bahwa
melakukan olahraga secara teratur dapat memperbaiki kendali glukosa
darah, mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat
meningkatkan kadar kolesterol HDL. Selain itu, Olahraga juga berfungsi
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki kendali glukosa darah. Olahraga sangat bermanfaat dalam
memperbaiki kepekaan insulin serta pengendalian gula darah. Namun,
pengendalian gula darah tidak akan berhasil dengan olahraga saja.
Karena itu, upaya ini mesti dipadu dengan pengaturan diet secara akurat.
Pekanya insulin dan terkendalinya gula darah akan berdampak pada
perlambatan atau penundaan komplikasi DM.
d. Pola makan yang tepat
Salah satu faktor utama penyebab terjadinya diabetes adalah pola
makan yang salah.Makan dalam porsi yang besar, terlalu banyak ngemil,
melewati sarapan, dan makan larut malam.Pola makan tersebut
menyebabkan berat badan lebih dan gula darah menjadi
naik.Kenyataannya, sebagian besar penderita diabetes memeang
memiliki tubuh yang cendrung gemuk.Oleh karena itu, kesalahan-
kesalahan dalam pola makan harus segera di ubah.
Penentuan pola makan yang cocok untuk semua penderita diabetes
sebenarnya belum bisa di tentukan karna harus di sesuaikan dengan
kebiasaan makan individu masing-masing.Penderita diabetes dianjurkan
menerapkan terapi diabetes dengan syarat:
1) Makanlah pada jadwal teratur
2) Jumlah asupan kalori disesuaikan dengan berat badan, jenis kelamin,
usia, aktifitas fisik, serta kelainan metabolik yang dialami
3) Makanlah menu yang beragam, misalnya dalam sehari harus ada
makanan sumber protein, karbohidrat, sayuran, dan buah
4) Batasi konsumsi gula pasir, makanan manis, dan gorengan
5) Hindari makan biskuit, cake, serta makanan lain dan minum
berkalori tinggi sebagai cemilan pada waktu makan
6) Minum air dalam jumlah banyak dan hindari minuman berkalori
seperti soft drink apabila haus
7) Konsumsi protein, vitamin, mineral yang cukup
8) Tambahkan porsi sayur dan buah dua kali lipat di banding biasanya.
Selain penatalaksanaan diatas terapi nonfarmakologi pada penderita
diabetes mellitus juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan tanaman herbal
seperti :
a) Ubi jalar ungu
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas poiret) merupakan sumber
karbohidrat yang baik dan juga berperan sebagai sumber serat pangan
dan sumber beta karoten. Mengandung karbohidrat, protein, lemak,
kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin C, vitamin B1 dan pigmen
antosianin yang lebih tinggi dibanding varietas lain. Karbohidrat yang
terkandung pada ubi jalar ungu termasuk dalam Low Glycamix Index
sehingga bila dikonsumsi tidak akan menaikkan glukosa darah secara
drastis. Ubi jalar unggu mengandung antosianin adalah glikosida yang
larut dalam air dari polihidroksil dan polymethoxyl turunan dari 2-
phenylbenzopyrylium atau flavylium garam. Antosianin suatu jenis
plavonoid yang memiliki efek antioksidan, anti-inflamasi, anti-virus,
anti-proliferasi, anti-mutagenik, anti-mikroba, anti-karsinogenik,
perlindungan dari kerusakan jantung dan alergi, perbaikan
mikrosirkulasi, perifer kapiler pencegahan kerapuhan dan pencegahan
diabetes (Anjani, Oktarlina, & Morfi, 2018). Pemberian ekstrak ubi jalar
ungu dapat melindungi sel dari pengaruh buruk radikal bebas. Zat
antosianin yang terkandung dalam ubi jalar ungu (Ipomoea batatas
poiret) dapat dijadikan pilihan terapi diet non-farmakologi karena
kandungannya dapat mengontrol kadar glukosa darah sehingga dapat
mencegah terjadinya resisten insulin pada pendertita DM.
b) Pare
Pare adalah sejenis tumbuhan yang merambat dengan buah berbentuk
panjang dan runcing pada ujungnya serta permukaan yang bergerigi. Pare
memiliki rasa yang tidak terlalu pahit dan banyak dibudidayakan dan
paling disukai, buahnya panjang dengan ukuran 30-50cm, diameter buah
3-7cm, berat ratarata 200-500 gr/buah. Sedangkan pare ayam memiliki
rasa yang pahit, berbentuk lonjong kecil dan berwarna hijau dengan
bintil-bintil agak halus dengan panjang 15– 20cm. Pare merupakan
tanaman yang kaya akan manfaat, diantaranya pare dapat berfungsi
sebagai antikanker dan menurunkan kadar gula darah (hypopglycemic
effect). Ekstrak pare dapat berperan sebagai antioksidan dengan
ditemukannya kandungan flavonoid, tanin, saponin, steroid, dan
terpenoid. (Rahmasari & Wahyuni, 2019).
Menurut Rita dalam (Rahmasari & Wahyuni, 2019), kandungan
yang ada di dalam pare menjadikan sayuran ini sangat baik untuk tujuan
pengobatan diabetes. Manfaat buah pare bagi penderita DM adalah
sebagai berikut :
1. Mengontrol gula darah, konsumsi buah pare dapat mengontrol kadar
gula darah dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena adanya
kandungan serat dalam pare. Saat serat masuk ke dalam tubuh, serat
hanya akan melewati saluran pencernaan saja. Sehingga akan
membuat makanan berserat cenderung tidak akan menaikkan kadar
gula darah.
2. Insulin alami penurun gula darah, di dalam buah pare juga terdapat
kandungan phyto nutrient, yaitu salah satu jenis tanaman insulin
yang sangat dikenal bisa menurunkan kadar gula darah. Selain itu
juga terdapat agen hipoglikemik atau charatin yang akan membantu
meningkatkan penyerapan glukosa serta glikogen sintesis yang ada
dalam sel hati. Sehingga dengan senyawa tersebut lah pare dianggap
bisa menurunkan kadar gula dalam darah khususnya untuk diabetes
tipe-2.
3. Membantu melakukan diet alami untuk diabetes, jika sedang
melakukan diet dan mengatur asupan makanan ke dalam tubuh untuk
mengatur kadar gula darah, maka dapat memanfaatkan buah pare
sebagai salah satu menu yang dapat mengobati penyakit diabetes.
Hal ini karena adanya kandungan polipeptida yang strukturnya sama
dan mirip dengan hormone insulin yang akan bekerja menurunkan
kadar gula darah dalam tubuh.
Penelitian oleh (Yudha et al., 2018), yang dilakukan pada tikus
jantan putih menunjukan bahwa partisi air buah pare (Momordicia
charantia) dengan dosis 50 mg/kg bb efektif menurunkan kadar glukosa
darah tikus putih jantan (Rattus norvegicus).
c) Rebusan daun gersen
Kersen dengan nama latin Muntingia calabura, digunakan oleh anak
- anak untuk bermain atau di makan karena rasanya manis, daun dan
buahnya memiliki kandungan senyawa yang berkhasiat sebagai obat.
Tanaman ini banyak digunakan sebagai tanaman peneduh, dan s
norvegicus). juga mempunyai manfaat kesehatan yang sangat
bermanfaat. Buahnya juga dapat digunakan untuk menyembuhkan
penyakit seperti hipertensi, asam urat dan diabetes mellitus (Jumain, et
al., 2019).
Kersen (Muntingia calabura), adalah tanaman yang mengandung
berbagai senyawa flavonoid, tanin dan chalcone. Hasil riset menyatakan,
daun kersen mengandung berbagai macam jenis senyawa flavonoid yang
berpotensi untuk dijadikan berbagai macam jenis obat, seperti
antidiabetik, anti-inflamasi, antikanker dan antipiretik. Senyawa
flavonoid, menurut penelitian memiliki efek hipoglikemik dengan
beberapa mekanisme, yaitu dengan menghambat absorpsi glukosa,
merangsang pelepasan dan sensitasi dari insulin, dan meningkatkan
ambilan glukosa oleh jaringan perifer, dan berperan dalam pengaturan
enzim-enzim dalam metabolisme karbohidrat. Penelitian lain juga
menyebutkan, bahwa subkelas flavonoid, senyawa flavonol, memiliki
potensi menghambat enzim alfaamilase yang berperan dalam pemecahan
karbohidrat. Flavonol, juga memiliki potensi menginhibisi kerja Glucose
Transporter-2 (GLUT-2) sebagai transporter glukosa pada organ
gastrointestinal (Damara & Sukohar, 2018).
Penelitian oleh (Zahroh & Musriana, 2016), menyatakan bahwa ada
pengaruh pemberian rebusan daun kersen terhadap penurunan kadar gula
darah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Norma &
Hadrayanti, 2019), menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan
rebusan Daun kersen (Muntingia calabura L) terhadap penurunan kadar
gula darah sewaktu pada klien diabetes mellitus tipe II.
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
(nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, alamat,
status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis).
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin
berbau aseton, pernapasan kussmaul, gangguan pada pola tidur, poliuri, polidipsi,
penglihatan yang kabur, kelemahan, dan sakit kepala.
Adanya riwayat penyakit diabetes melitus atau penyakit-penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas,
riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat
glukosuria selama stres (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
7. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan, dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
a. Pengkajian Primer
1) Airway : Mengenali adanya sumbatan jalan napas
a) Peningkatan sekresi pernapasan
b) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
c) Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,
d) Jalan napas bersih atau tidak
2) Breathing
a) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
b) Menggunakan otot aksesori pernapasan
c) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
d) Frekuensi pernapasan : cepat
e) Kedalaman Pernapasan
f) Retraksi atau tarikan dinding dada atau tidak
g) Reflek batuk ada atau tidak
h) Irama pernapasan : teratur atau tidak
i) Bunyi napas normal atau tidak
3. Circulation
a) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d) Papiledema
e) Penurunan haluaran urine
1. B1 (Breathing) Sistem Pernafasan
Inspeksi: Bentuk dada (Normochest, Barellchest, Pigeonchest atau
Punelchest). Pola nafas: Normalnya = 12-24 x/ menit, Bradipnea/ nafas
lambat (Abnormal), frekuensinya = < 12 x/menit, Takipnea/ nafas cepat
dan dangkal (Abnormal) frekuensinya = > 24 x/ menit. Cek penggunaan
otot bantu nafas (otot sternokleidomastoideus) Normalnya tidak
terlihat. Cek Pernafasan cuping hidung Normalnya tidak ada. Cek
penggunaan alat bantu nafas (Nasal kanul, masker, ventilator).
Nervus 5 (Trigeminus):
a. Sensorik : pasien mampu merasakan rangsangan di dahi, pipi
dandagu (normal)
b. Motorik : pasien mampu mengunyah (menggeretakan gigi) dan
ototmasseter (normal)
Nervus 7 (Facialis):
a. Sensorik : pasien mampu merasakan rasa makanan (normal)
b. Motorik : pasien mampu tersenyum simetris dan mengerutkan
dahi(normal)
Nervus 8 (Akustikus): Tes fungsi pendengaran (rine dan weber)
Nervus 9 (Glososfaringeus) dan N10 (Vagus): pasien mampu menelan
danada refleks muntah (Normal)
b. Pemeriksaan fisik
1) Mata
a) Konjungtiva pucat (karena anemia)
b) Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)
c) Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau
endokarditis)
2) Kulit
a) Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
b) Sianosis secara umum (hipoksemia)
c) Penurunan turgor (dehidrasi)
d) .Edema
e) Edema periorbital
3) Jari dan kuku
a) Sianosis
b) Clubbing finger
4) Mulut dan bibir
a) Membrane mukosa sianosis
b) Bernafas dengan mengerutkan mulut
5) Hidung
a) Pernapasan dengan cuping hidung
6) Vena leher : adanya distensi/bendungan
7) Dada
a) Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas
pernafasan, dispnea, atau obstruksi jalan pernafasan)
b) Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan
c) Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara melewati
saluran /rongga pernafasan)
d) Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
e) Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction rub,
/pleural friction)
f) Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)
8) Pola pernafasan
a) Pernafasan normal (eupnea)
b) Pernafasan cepat (tacypnea)
c) Pernafasan lambat (bradypnea)
B. Diagnosa
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi kronis (D.0078)
2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemi
(D.0027)
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin (D.0009)
4. Intoleransi aktivitas berhubungan kelemahan (D.0056)
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan nafsu makan menurun (D.0019)
6. Risiko perfusi renal tidak efektif berhubungan dengan diabetes melitus
(D.0016)
7. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
(D.0111)
C. Intervensi keperawtan
No . Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan
keperawatan Keperawatan Indonesia Indonesia (SIKI)
(SLKI)
1. Nyeri kronis Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238)
(D.0078) tindakan keperawatan Observasi :
diharapkan keluhan • Identifikasi lokasi,
klien dapat teratasi karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan kriteria hasil : kualitas, intensitas nyeri
Kontrol nyeri membaik • Identifikasi skala nyeri
(L.08063) • Identifikasi nyeri non verbal
• Melaporkan • Identifikasi faktor yang
nyeri terkontrol memperberat dan
meningkat (5) memperingan nyeri
• Kemampuan • Identifikasi pengetahuan dan
menggunakan keyakinan tentang nyeri
teknik
Terapeutik :
nonfarmakologi
• Berikan teknik nonfarmakologi
meningkat (5)
untuk mengurangi rasa nyeri
• Keluhan nyeri
• Kontrol lingkungan yg
menurun (5)
memperberat nyeri
• Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi :
• Kolaborasi pemberian
analgesik jika perlu
• Anjurkan menghindari
olahraga jika kadar glukosa
dalam darah 250 mg/Dl
• Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara mandiri
• Anjurkan kepatuhan diet dan
olahraga
Kolaborasi :
Kolaborasi :
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri)
• Kolaborasi dengan ahli gizi
• Kolaborasi pemberian IV
• Kolaborasi pemberian transfusi
darah
• Kolaborasi pemberian
antiinflamasi .
• Kemampuan Edukasi :
menjelaskan
• Jelaskan faktor risiko yang
pengetahuan
dapat mempengaruhi kesehatan
tentang suatu
• Ajarkan perilaku hidup bersih
topik
dan sehat
• Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
D. Implementasi
Setelah melakukan intervensi maka tahap selanjutnya adalah
mengimplementasikan apa yang menjadi perencanaan tindakan keperawatannya
dengan mengkoordinasikan aktivitas pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan
lainnya untuk mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.
E. Evaluasi
Setelah tahap implementasi maka tahap selanjutnya adalah evaluasi, dimana
ditahap evaluasi ini melakukan tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh, diagnose keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat memonitor kealpaan
yang terjadi selama tahap pengkajian, diagnose, perencanaan, dan pelaksanaan
tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anjani, E. P., Oktarlina, R. Z., & Morfi, C. W. (2018). Zat Antosianin pada Ubi Jalar
Ungu terhadap Diabetes Melitus. Majority, 7(2), 257–262.
Damara, A., & Sukohar, A. (2018). Efektivitas Infusa Daun Kersen (Muntingia
calabura Linn) Sebagai Antidiabetik. 5(46), 534–539.7.
Hartono, D. (2019). Pengaruh Foot Care Education Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan
Perilaku Perawatan Kaki Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II. Jurnal Aiptinakes,
15.
Jumain, Asmawati, Farid, & Riskah. (2019). Efek Sari Buah Kersen (Muntingia
calabura L.) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Mencit Jantan. XV(2), 156–
162.
Kurniawaty, E., & Lestari, E. E. (2018). Uji Efektivitas Daun Belimbing Wuluh
( Averrhoa bilimbi L .) sebagai Pengobatan Diabetes Melitus The Effectiveness
Test for Extract Wuluh Starfruite Leaf ( Averrhoa bilimbiL .) as Diabetes Mellitus
Treatment. Majority, 2–6.
Livana, Sari, I. P., & Hermanto. (2018). Gambaran Tingkat Persepsi Pasien Diabetes
Mellitus di Kabupaten Kendal. Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate, 11(2), 48–57.
Norma, & Hadrayanti, N. (2019). Pengaruh Rebusan Daun Kersen Terhadap Penurunan
Gula Darah Sewaktu Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe II Di Wilayah Kerja
Puskesmas Klasaman Kota Sorong Tahun 2018. JURNAL ILMIAH PRAKTISI
KESEHATAN MASYARAKAT SULAWESI TENGGARA, 3(2), 6–10.
Utami, N. L., & Azam, M. (2019). Kejadian Penyakit Jantung Koroner pada Penderita
Diabetes Mellitus. 3(2), 311–323.
Zahroh, R., & Musriana. (2016). Pemberian Rebusan Daun Kersen Menurunkan Kadar
Glukosa Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. 07(02), 102–108.