Disusun Oleh :
2003025
2023/2024
1. Pengertian
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan kadar glukosa darah
yang ditandai dengan hasil pemeriksaan kadar gula darah ≥200 mg/dL dan
gula darah puasa ≥126 mg/dL (PERKENI, 2019). Menurut World Health
Organization (WHO) hiperglikemia adalah kadar glukosa darah >126 mg/dl,
dimana kadar glukosa darah antara 100-126 mg/dl dianggap suatu keadaan
toleransi abnormal glukosa (Kemenkes RI, 2014). Selain itu, hiperglikemi
merupakan keadaan di mana glukosa darah seseorang sedang dalam tingkat
yang tinggi, dikarenakan insulin yang dihasilkan tidak cukup atau tidak dapat
berfungsi secara efektif, glukosa yang ada dalam darah tidak dapat digunakan
menjadi energi karena tidak dapat memasuki sel tubuh dan tetap menumpuk
dalam darah sehingga kadar glukosa darah menjadi tinggi. Pada keadaan
kronik umumnya terjadi pada penyakit diabetes mellitus menyebabkan angka
kematian dan kecacatan yang tinggi akibat komplikasi yang ditimb/ulkannya.
2. Penyebab/Etiologi
Penyebab hiperglikemia umumnya mencakup penggunaan terlalu
sedikit insulin, tidak menggunakan insulin sama sekali, kegagalan untuk
memenuhi kebutuhan insulin yang meningkat akibat operasi, trauma,
kehamilan, stress, pubertas, atau infeksi, kurang aktivitas fisik, dan
membentuk resisten insulin sebagai akibat adanya antibodi insulin (Smeltzer
& Bare, 2019) .Hiperglikemia adalah keadaan ketika kadar gula darah
melonjak secara tiba- tiba. Keadaan ini bisa disebabkan antara lain stres,
infeksi, dan konsumsi obat- obatan tertentu (Saraswati, 2019).Fakto resiko
yang berhubungan antara lain yaitu obesitas, riwayat keluarga, dan usia
(resistensi insulin cenderung meningkat pada usia > 45 tahun) (Brunner &
Suddarth, 2019).
3. Manifestasi klinik
Menurut ADA (2019), manifestasi klinis pada pasien dengan
hiperglikemia antara lain :
a) Kadar gula darah sewaktu melebihi angka 200 mg/dl atau kadar gula
darah puasa melebihi 126 mg/dl.
b) Poliuria (banyak dan sering kencing)
c) Polipagia (banyak makan)
d) Polidipsi (banyak minum)
e) Kelemahan tubuh dan lesu cepat lelah tidak bertenaga
f) Berat badan menurun
g) Rasa kesemutan karena iritasi (perangsangan) pada serabut-serabut
saraf
h) Infeksi saluran kencing
i) Glukosuria
j) Infeksi yang sukar sembuh
4. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan hiperglikemia
(Mansjoer, 2019) yaitu :
a) Komplikasi akut
1) Hipoglikemia/koma hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi apabila kadar glukosa darah <70 mg/dl, sering
terjadi akibat kelebihan pemberian terapi insulin ataupun terlambat
makan. Gejala yang muncul disebabkan oleh pelepasan epinefrin
(keringat dingin, gemetar, sakit kepala dan palpitasi), kekurangan
glukosa dalam otak (tingkah laku tidak sesuai, sensori yang tumpul
dan koma). Kejadian hipoglikemia yang sering terjadi dan dalam
waktu yang lama, dapat menimbulkan kerusakan otak permanen
bahkan kematian. Penatalaksanaannya dengan pemberian karbohidrat
baik secara oral maupun intravena.
2) Hipoglikemik adalah kadar gula yang rendah kadar gula normal 60-
100 mg%.
3) Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HHNC/HONK)
HHNK merupakan komplikasi metabolik akut DM yang sering terjadi
padapasien DM tipe 2. Hiperglikemia yang terjadi akibat defisiensi
insulin secara relatif tanpa disertai dengan ketosis. Hal ini
menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotik dan dehidrasi berat
dengan kadar glukosa darah >600 mg/dl.Pasien dapat mengalami
penurunan kesadaran bahkan kematian apabila tidak mendapat
penanganan. Penanganan HHNK adalah dengan rehidrasi,
penggantian elektrolit dan insulin regular.
4) Ketoasidosis Diabetic (KAD)
Penurunan kadar insulin yang sangat rendah akan menimbulkan
hiperglikemia, glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan
lipolisis, peingkatan oksidasi asam lemak bebas disertai dengan
pembentukan badan keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton).
Hal ini menyebabkan peningkatan beban ion hidrogen dan asidosis
metabolik. Glukosuria dan ketonuria dapat menyebabkan diuresis
osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Kehilangan cairan dan
elektrolit berlebih dapat menyebabkan hipotensi, syok, koma, sampai
meninggal. Penanganan DKA meliputi perbaikan kekacauan
metabolik akibat kekurangan insulin, pemulihan cairan dan elektrolit,
pengobatan keadaan yang mempercepat terjadinya ketoasidosis.
b) Komplikasi kronik
1) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai
sirkulasi koroner, vaskuler perifer dan vaskuler serebral.
2) Mikrovaskuler (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati), dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah
untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi
mikrovaskuler maupun makrovaskuler.
3) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi
serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4) Rentan infeksi, seperti tuberkolosis paru dan infeksi saluran
kemih.
5) Ulkus/ gangren/ kaki diabetik
5. Patofisiologi dan Pathway
Pada DM terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin disertai
dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan oleh jaringan. Ada beberapa faktor
yang diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Antara lain yaitu faktor genetik, usia (resistensi insulin cenderung
meningkat pada usia di atas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga dan
kelompok etnik tertentu seperti golongan Hispanik serta penduduk asli
Amerika (Wulandari, 2018). Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin
yang disekresikan. Pada pasien toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat (Wulandari,
2018).
Pathway
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau
benda asing yang menghalangi jalan nafas
2) Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan
otot bantu pernafasan
3) Circulation : kaji nadi, biasanya nadi menurun.
4) Disability : Lemah,letih,sulit bergerak,gangguan istirahat tidur.
b. Pengkajian Sekunder
1) Aktivitas / istirahat yaitu klien tampak lemah, letih, sulit
bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur
ditandai juga dengan takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau
aktifitas, letargi /disorientasi, koma.
2) Sirkulasi yaitu adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas
dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama, takikardia. Ditantadi dengan perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena
jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas/ Ego yaitu klien tampak stress, tergantung pada orang lain,
masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi. Ditandai dengan
ansietas dan peka rangsang.
4) Eliminasi yaitu adanya perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia,
rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri
tekan abdomen, diare. Klien dengan urine encer, pucat, kuning, poliuri
( dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia
berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites,
bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
5) Nutrisi atau Cairan yaitu ditandai dengan hilang nafsu makan, mual
atau muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan masukan glukosa atau
karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari atau minggu,
haus, penggunaan diuretik (Thiazid) klien tampak kulit kering dan
bersisik, turgor jelek, kekakuan atau distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan
gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton).
6) Neurosensori yaitu gejala pada klien pusing atau pening, sakit kepala,
kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesi, gangguan penglihatan.
Ditantadi dengan disorientasi, mengantuk, alergi, stupor atau koma (tahap
lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon
dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7) Nyeri atau kenyamanan yaitu dengan gejala abdomen yang tegang atau
nyeri dengan skala sedang sampai berat. Tanda pada klien yaitu wajah
meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8) Pernapasan yaitu gejala pada klien merasa kekurangan oksigen, batuk
dengan atau tanpa sputum purulent (tergantung adanya infeksi atau tidak).
Klien tampak batuk dengan atau tanpa sputum purulen, frekuensi
pernapasan meningkat (Sujono & Sukarmin. 2019).
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027)
2) Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129)
3. Perencanaan Keperawatan
- Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
- Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian
keton urin, jika perlu
- Ajarkan pengelolaan
diabetes(mis:penggun
aan insulin, obat oral,
monitor asupan
cairan, penggantian
karbohidrat, dan
bantuan professional
kesehatan
Kolaborasi:
- Kelola pemberian
injeksi insulin
2. Gangguan Integritas Kulit / jaringan Perawatan luka (I.14564)
integritas (L.14125) Observasi
kulit/jaringan Setelah dilakukan intervensi - Monitor
(D.0129) 2 x 24 jam maka Integritas karakteristik luka
Kulit dan jaringan (mis. Drainase,
meningkat dengan kriteria warna, ukuran,
hasil: bau)
- Kerusakan jaringan - Monitor tanda
menurun tanda infeksi
- Kerusakan lapisan Terapeutik
kulit menurun
- Lepaskan balutan
- Nyeri menurun
dan plester secara
perlahan
- Bersihkan dengan
cairan NaCl atau
pembersih
nontoksik,sesuai
kebutuhan
- Bersihkan
jaringan nekrotik
- Pasang balutan
sesuai jenis luka
- Pertahankan
teknik steriil saat
melakukan
perawatan luka
- Ganti balutan
sesuai jumlah
eksudat dan
drainase
- Jadwalkan
perubahan posisi
setiap 2 jam atau
sesuai kondisi
pasien
Edukasi
- Jelaskan tanda
dan gejala infeksi
- Ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi
prosedur
debridement, jika
perlu
- Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika
perlu
4. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan bertujuan
untuk menentukan berbagai respon pasien terhadap intervensi keperawatan
yang sudah disusun dan sebatas mana tujuan-tujuan yang di rencanakan sudah
tercapai (Smeltzer & Bare, 2019). Evaluasi formatif dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan untuk menilai
keefektifan
tindakan keperawatan. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif bertujuan
untuk menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah
diberikan.Dalam perumusan evaluasi keperawatan menggunakan empat
komponen yang dikenal dengan SOAP, yaitu S (Subjektive) merupakan data
informasi berupa ungkapan pernyataan keluhan pasien, O (Objective)
merupakan data hasil pengamatan, penilaian dan pemeriksaan, A (Assesment)
merupakan perbandingan antara data subjective dan data objective dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian akan diambil sebuah kesimpulan bahwa
masalah teratasi atau tidak teratasi, dan P (Planning) merupakan rencana
keperawatan lanjutan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau
ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya (Sujono & Sukarmin. 2019).
DAFTAR PUSTAKA