PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan merupakan tugas utama yang hakiki dari sosok aparatur, sebagai abdi negara dan
abdi masyarakat. Tugas ini telah jelas digariskan dalam pembukaan UUD 1945 alinea
keempat, yang meliputi 4 (empat) aspek pelayanan pokok aparatur terhadap masyarakat,
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 tahun 2003 yang menguraikan pedoman umum
penyelenggaraan pelayanan public Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan bentuk
pelayanan yang diberikan kepada klien oleh suatu tim multi disiplin termasuk tim
keperawatan.
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral
pelayanan kesehatan dan menjadi bagian terdepan dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit
(Nurachmah, 2002). Pelayanan keperawatan yang berkualitas sesuai visi dan misi rumah sakit
maka diperlukan manajemen keperawatan yang baik. Manajemen keperawatan merupakan
suatu pendekatan yang dinamis dan prokatif dalam menjalankan suatu kegiatan diorganisasi,
dimana dalam manajemen tersebut mencakup kegiatan dan supervise terhadap staf, sarana
dan prasarana dalam mencapai tujuan dan organisasi (Grant & Massey, 2002).
RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang berdiri sejak 1930, milik Yayasan Katholik pada
masa Pemerintahan Hindia Belanda, kemudian pada tahun 1945 sebagian pengelolaan
diserahkan kepada Pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II dan pada tahun 1956 secara
keseluruhan rumah sakit diserahkan kepada Pemerintahan Daerah Tingkat II Kabupaten
Semarang.
Berdasarkan hasil analisa situasi yang dilakukan pada tanggal 18 – 23 November 2019
melalui observasi dan wawancara yang dilakukan oleh mahasiswa S1 Keperawatan 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang mendapatkan gambaran situasi
ruangan. Selain kepala ruangan, ada juga peran sebagai ketua tim yang memiliki peran
kepemimpinan membuat perencanaan, membuat penugasan, supervisi dan evaluasi, mengenal
atau mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien, mengembangkan
kemampuan anggota dan menyelenggarakan konferensi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pengkajian unit pelayanan keperawatan tertentu sesuai dengan
konsep dan langkah manajemen keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mampu :
C. Manfaat
Dengan adanya analisa di ruangan Mawar ini dapat bermanfaat untuk dijadikan evaluasi
terhadap kinerja para petugas kesehatan yang ada di ruangan ini dan dapat dijadikan acuan
agar ruangan ini memiliki sistem managerial yang lebih baik lagi.
D. Metode
a. Observasi
Merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan mengamati perilaku dan keadaan untuk
memperoleh data tentang masalah manajemen keperawatan dengan mengunakan lembar
observasi yang telah disiapkan terlebih dahulu. Hasil observasi tanggal 18 – 23 November
2019 pada perawat ruang Mawar menunjukkan ada sebagian perawat yang belum melakukan
5 benar pemberian obat sesuai dengan standar operasional prosedur RSUD Ambarawa.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Manajemen
Asal kata manajemen diambil dari kata yang berarti “tangan”. Manajer memegang kendali
sehari-hari untuk mencapai hasil yang di inginkan (Potter,2005 . Kata manajemen berasal dari
bahasa Prancis kuno menagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker
Follet (1999), misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan
melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan
mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen adalah sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk
mencapai sasaran (Goals) secara efektif dan efisien (Nursalam,2007).
Dalam manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen yang terkait erat didalamnya. Pada
umumnya ada empat fungsi manajemen yang banyak dikenal masyarakat yaitu perencanaan
(planning), fungsi pengorganisasian (organizing), fungsi pengarahan (Directing), dan fungsi
pengendalian (controlling). Untuk fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi staffing
(pembentukan staf. Para manajer dalam organisasi perusahaan bisnis diharapkan mampu
menguasai semua fungsi manajemen yang ada untuk mendapatkan hasil manajemen yang
maksimal (Nursalam,2007).
1. Fungsi-fungsi Manajemen.
4) Persiapan tindakan-tindakan
5) Rumusan tujuan tidak harus tertulis dapat hanya dalam benak saja.
b. Pengorganisasian (organizing)
Merupakan pengaturan setelah rencana, mengatur dan menentukan apa pekerjaannya, macam,
jenis, unit kerja, alat-alat, keuangan dan fasilitas.
c. Penggerak (Actuating)
Menggerakkan orang-orang agar mau- suka bekerja. Ciptakan suasana bekerja bukan hanya
karena perintah, tetapi harus dengan kesadaran sendiri, termotivasi secara interval.
d. Pengendalian/pengawasan (controlling)
Merupakan fungsi pengawasan agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan rencana, apakah
orang-orangnya, cara dan waktunya yang tepat. Pengendalian juga berfungsi agar kesalahan
dapat diperbaiki.
e. Penilaian (evaluasi)
2. Prinsip-prinsip Manajemen
c. Discipline (disiplin)
h. Centralizarion (sentralisasi)
j. Order (ketertiban)
l. Equity (keadilan)
m. Inisiative (pakarsa)
B. Konsep Kepemimpinan
BAB III
A. Gambaran Umum
B. Profil Ruangan
1. Data Dasar
e. Fasilitas :
1) Kelas 1 : tempat tidur, kipas angin, oksigen sentral, kamar mandi 1 di dalam,
korden, meja kabinet, kursi untuk penunggu pasien
2) Kelas 2 : tempat tidur, kipas angin, oksigen sentral, kamar mandi 1 di dalam,
korden, meja kabinet, kursi untuk penunggu pasien
3) Isolasi : tempat tidur, kipas angin, oksigen sentral, kamar mandi 1 di dalam, korden,
meja kabinet, kursi untuk penunggu pasien
4) Nurse station
BOR menurut Huffman (dalam Arwani, 2006) adalah “the ratio of patient service days
toinpatient bed count days in a period under consideration”. Sedangkan menurut Depkes RI
(2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator
ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.
Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
∑ pasien dirawat
BOR = X 100 %
∑ tempat tidur
23
BOR = X 100 %
28
BOR = 82%
Rata-rata BOR 82% pada kapasitas tempat tidur 28 buah berarti setiap harinya pasien yang
dirawat sebanyak 23 orang.
: 23 x 3,5 / 7
: 11,5
: 3,33
: 3, 71
Maru: 1
: 19, 54
: 20
Sedangkan di ruang Mawar jumlah tenaga keperawatan hanya ada 16 orang sehingga masih
membutuhkan tenaga keperawatan sebanyak 4 orang.
C. Analisis SWOT
Analisis SWOT mengenai kekuatan dan kelemahan (faktor internal) yang dimiliki
oleh Ruang Mawar sekaligus juga menganalisis peluang dan tantangan atau ancaman (faktor
eksternal) yang dihadapi oleh Ruang Mawar adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor Internal
a Kekuatan/ Strength
2) Ketua tim di Ruang Mawar ada dua yaitu katim I dan katim II.
3) Perawat diruangan memiliki latar belakang pendidikan tidak hanya D3 tetapi juga
Ners.
5) Tedapat tenaga administrasi, petugas gizi, rekam medik, farmasi serta tenaga
kebersihan.
10.) Terdapat ruang penyimpanan obat untuk tiap pasien dan tiap lemari sudah ada nomor
ruang kamar pasien serta obat yang pasien perlukan
11) Adanya kegiatan timbang terima antar petugas dinas,dan operan dilakukan keliling
tiap ruangan.
b. Kelemahan/Weakness
2) Masih terdapat keluarga pasien yang belum menggunakan masker dan cuci tangan
sebelum masuk keruang perawatan pasien.
3) Belum ada aturan batasan pengunjung yang masuk ke dalam ruang perawatan pasien
sehingga dapat mengganggu kenyamanan pasien lain.
4) Masih terdapat perawat atau mahasiswa praktik yang tidak menerapkan prinsip 5 benar
dalam pemberian obat
2. Faktor-faktor Eksternal
c. Peluang/ Opportunity
3) Adanya seminar dan pelatihan yang dilakukan untuk meningkatkan mutu dan tingkat
pengetahuan perawat di Ruang Mawar.
4) Adanya praktikan dari mahasiswa S1 keperawatan, Ners dan kedokteran yang dapat
memberikan masukan dan teori atau konsep yang didapat dari pendidikan.
d. Ancaman/ Threat
1) Adanya PERMENKES No.24 Tahun 2016 tentang persyaratan tehnis bangunan dan
prasarana rumah sakit.
a. Pengertian
Model asuhan keperawatan professional (MAKP) adalah suatu system (struktur, proses dll)
yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan keperawatan
termasuk lingkungan untuk menopang pemberaian asuhan tersebut (Hoffart dan Woods,
1996) dalam Nursalam (2007).
Menurut Mc. Launghin Thomas dan Barterm (1995) dalam Nursalam (2007)
mengidentifikasikan delapan model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum
dilakukan dirumah sakit adalah keperawatan tim dan keperawatan primer. Karena setiap
perubahan akan berdampak suatu stress, maka perlu mempertimbangkan enam unsur utama
dalam menentukan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan (Marquis dan Huston,
1998; 143) yaitu:
a. Pengertian
MPKP adalah suatu system (struktur, proses, dan nilai-nilai professional) yang
memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk
lingkungan, yang dapat menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart dan Woods, 1996
dalam Sitorus, 2005).
Model praktik keperawatan professional (MPKP) adalah suatu system (struktur, proses dan
nilai-nilai professional), yang memfasilitasi perawat professional, mengatur pemberian
asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan. Menurut
Sudarsono (2006), MPKP dikembangkan bebrapa jenis sesuai dengan kondisi sumber daya
manusia yang ada yaitu :
1) Model praktek keperawatan professional III
Tenaga perawat yang akan bekerja diruangan ini semua professional dan ada yang sudah
doctor, sehingga praktikmkeperaatan berdasarkan evidenbased. Diruangan tersebut juga
dilakukan penelitian keperawatan, khususnya penelitian klinik.
Tenaga perawat yang bekerja diruangan ini mempunyai kemampuan spesialis yangdpat
memberikan konsultasi kepada perawat primer. Diruangan ini digunakan hasil-hasil
penelitian keperawatan dan melakukan penelitian keperawatan.
Modal ini menggunakan tiga komponen utama yaitu ketenagaan, metode pemberian asuha
keperwatan dan dokumentasi keperawatan. Metode yang digunakan pada model ini adalah
kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim yang disebut tim primer.
Modal ini menyerupai MPKP I, tetapi baru tahap awal pengembangan yang akan menuju
profesioanal I.
a. Unsur stuktur yang harus disiapkan untuk dapat melaksanakn MPKP yaitu:
(1) Menetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan
derajat ketergantungan klien.
Penetapan jumlah tenaga keperawatan menjadi penting karena bila jumlah perawat yidak
sesuai dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan, maka tidak ada waktu bagi perawat untuk
melakukan tindakan keperawatan yang seharusnya dilakukan sesuai dengan rencana
keperawatan. Akibatnya perwat hanya melakukan tindakan kolaboratif dan tidak sempat
melakukan tindakan terapi keperawatan, opservasi, dan pemberian pendidikan kesehatan.
(2) Menetapkan jenis tenaga keperawatan diruang rawat, yaitu kepala ruang, perawat
primer dan perawat asosiate, sehingga peran dan fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan
kemampuannya dan terdapat tanggungjawab yang jelas dalam system pemberian asuhan
keperawatan.
Dengan standar renpra, maka PP hanya melakukan validasi terhadap ketetapan penentuan
diagnosis berdasarkan pengkajian yang sudah dilakukan, sehingga waktu tidak tersita untuk
membuat penulisan renpra yang tidak diperlukan.
3. MPKP Profesional
a. MPKP I
MPKP yang tenaga perawat pelaksananya minimal D3 keperawatan, tetapi kepala ruangan
(karu) dan ketua tim (katim) mempunyai pendidikan minimal S1 keperawatan.
b. MPKP II
MPKP intermediate dengan tenaga minimal D3 keperawatan dan mayoritas serjana ners
keperawatan, sudah memiliki tenaga spesialis keperawatan jiwa.
c. MPKP III
MPKP Advance yang semua tenaga minimal Sarjana Ners keperawtan, sudah memeiliki
tenaga spesialis keperawatan jiwa dan dokter keperawatan yang bekerja diarea keprawatan
jiwa.
(1) Sebelum melakukan shering dan operan pagi, karu melakukan ronde keperawatan
kepada pasien yang dirawat, meliputi: menyakan kebutuhan pasien dan kebutuhannya serta
mengobservasi keadaan infuse, tetesan infuse dan bila ada obat yang belum diminum oleh
pasien segera diberikan dengan memberikan motifasi kepada pasien tentang kegunaan obat.
• Memastikan pembagian tugas perawat yang telah dibuat oleh kepala tim dalam
pemberian asuhan keperawatan pada hari itu.
• memastikan seluruh pelyanan pasien terpenuhi dengan baik meliputi: pengisian askep,
visite dokter (advise),pemeriksaan penunjang (hasil lab) dll.
• Mengelola dan menjelaskan complain dan konflik yang terjadi diarea tanggung
jawabnya
• Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.
Tugas utama: mengkoordinir pelaksanaan askep sekelompok pasien oleh Tim keperawatan
dibawah koordianasinya:
a) Mengidentifikasi kebutuhan perawat seluruh pasien yang dikoordinirnya pada saat pre
Confrence
b) Memastikan seluruh PP membuat rencana asuhan yang tepat untuk setiap pasiennya.
Tugas utama : menggantikan fungsi pengatur pada saat shift sore atau malam dan hari libur.
Tugas utama: mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawat pasien yang menjadi tanggung
jawabnya, merencanakan asuhan keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan dan
melakukan evaluasi (follow up) perkembangan pasien.
4. Metode fungsional
System tugas disini mengacu pada ilmu manajemen yang ditrapkan pada bidang administrsi
bisnis, yang berfokus pada tugas / pekerjaan yang harus diselesaikan. Dalam pendekan yang
berorientasi pada tugas ini, tenaga dengan latar pendidikan kurang melakukan tugas yang
lebih ringan atau tidak kompleks dibandingkan dengan perawat professional. Model ini
dibutuhkan pembagian tugas (job description), prosedur, kebijakan dan alur komunikasi yang
jelas. Metode ini cukup ekonomis dan efesien serta mengarahkan pemusatan pengendalian.
Kelemahan dari metode ini adalah munculnya prakmintasi keperawatan dimana pasien
menerima perawat dari berbagai kategori keperawatan.
Contoh: perawat A tugasnya menyuntik, Perawat B tugasnya mengukur suhu badan klien.
Seorang perawat dapat melakukan dua jenis tugas atau lebih untuk semua klien yang ada di
unit tersebut. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas tersebut dan
menerima laporan tentang semua klien serta menjawab semua pertanyaan tentang klien.
Keuntungan
2) Kekurangan tenaga yang ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang berpegalaman
untuk satu tugas yang sederhana.
3) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta didik yang praktek
untuk keterampialan tertentu.
Kerugian
5. Metode tim
Metode ini dirancang oleh Eleanor Lambertson pada tahun 1950-an yang digunakan untuk
mengatasi pragumentasi dari metode orientasi pada tugas dan memenuhi peningkatan
tuntutan kebutuhan perawat professional yang muncul karena kemajuan teknologi kesehatan
dan perawat. Tim keperawatan merupakan pemberian asuhan keperawatan pada setiap klien
oleh tim keperawat yang dipimpin oleh perawat professional.
Tim keperawatan terdiri dari keperawatan professional ( registered nurse ), perawat praktis
yang mendapat ijin, dan sering pembantu perawat. Indonesia suatu tim keperawatan dapat
disusun dan terdiri dari perawat sarjana atau perawat diploma sebagai ketua tim, perawat
lulusan SPK sebagai anggota dan dibantu pekerjaan kesehatan atau pembantu perawat. Tim
bertanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan kepada sejumlah pasien selama 8
atau 12 jam. Metode ini lebuh menekankan segi manusiawi pasien dan para perawat anggota
dimotifasi untuk belajar. Hal pokok yang harus ada pada metode tim keperawatan adalah
konferensi tim yang di pimpin ketua tim, rencana keperawatan dan keterampilan
kepemimpinan.
Kelemahan metode tim adalah pasien mungkin masih menerima pragumentasi pemberian
asuhan keperawatan jika ketua tim tidak dapat menjalani hubungan yang baik dengan pasien.
Keterbatasan tenaga dan keahlian dapat menyebabkan kebutuhan pasien tidak terpenuhi. Bila
di unit tidak cukup dan tidak ada perawat profesional, maka perawat teknis yang secara
pendidikan tidak dipersiapkan untuk berperan sebagai pemimpin, sering diberi tugas untuk
memegang peran sebagai ketua tim.
6. Metode kasus
Metode kasus juga disebut sebagai perawat total (total care) yang merupakan modal paling
awal. Ini merupakan metode client centered, dimana seorang perawat bertanggung jawab
untuk memberikan perawatan pada sejumlah pasien dalam waktu 8 atau 12 jam setiap shift.
Npegawai tersebut mengkaji, menyusun diagnosa, membuat rencana, melakukan tindakan
dan evaluasi pada setiap pasien. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda pada setiap
pergantian shift (jaga). Metode ini banyak dipakai pada keadaan kurang tenaga perawat.
Untuk memenuhi kekurangan perawat, para manager sering merekrut lebih banyak perawat
dengan latar belakang persiapan pendidikan kurang dari pada perawat professional.
Metode ini pertama kali diperkenalkan di inggris oleh Liadia Hall (1963). Ini merupakan
system dimana seorang perawat bertanggung jawab selama 24 jam sehari, 7 hari perminggu.
Ini merupakan metode yang memberikan perawat secara konverhensip, individual dan
konsisten. Metode keperawatan primer membutuhkan pengetahuan keperawatan dan
keterampilan managemen. Perawat primer mempunyai tugas mengkaji dan membuat prioritas
setiap kebutuhan pasien, mengidentifikasi diagnose keperawatan, mengembangkan rencana
keperawatan, dan mengefaluasi keefektivitasan perawat. Sementara perawat yang lain
mejalankan tindakan keperawatan, perawat primer mengkoordinasi perawatan dan
menginformasikan tentang kesehatan pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan lainnya.
Keperawatan primer melibatkan semua aspek peran professional, termasuk pendidikan
kesehatan advokasi, pembuatan keputusan, dan kesinambungan perawat. Perawat primer
merupakan manager garis terdepan bagi perawat pasien dengan segala akuntabilitas dan
tanggung jawab yang menyertainya.
a. Keuntungan
b. Kerugiaan
8. Model modular
a. Pengertiaan
Modul modular adalah pengorganisasian pelayanan atau asuhan keperawatan yang dilakukan
oleh keperawatan profesional dan non professional (terampil) untuk sekelompok lain dari
mulai masuk rumah sakit sampi pulang disebut tanggung jawab total atau keseluruhan.
Metode ini dbutuhkan perawat yang berpengetahuan, terampil dan memiliki kemampuan
kepemimpinan. Idealnya 2-3 perawat untuk 8-12 klien. Keunggulan dan kekurangan metode
ini sampi dengan gabungan antara metode tim dan metode keperawatan primer (Arwani,
2006).
Menurut Aarwani (2006) metode keperawatan moduler adalah suatu pariasi dari metode
keperawatan primer. Metode ini merupakan gabungan antara metode tim dengan karena baik
perawat professional maupun non profsional bekerja sama dalam bekerja memberikan asuhan
keperawatan dibawah kepemimpinan seorang perawat professional. Di samping itu,dikatakan
memiliki kesamaan dengan metode keperawatan primer karena dua atau tiga orang pereawat
bertanggung jawab atas sekelompok kecil pasien sejak masuk dalam perawatan hingga
pulang, bahkan sampai dengan waktu follow up care.
3) Konflik atau perbedaan pendapat antar staf dapat ditekan melalui rapat tim, cara ini
efektif untuk belajar.
1) Beban kerja tinggi terutama juka jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang
sederhana terlewatkan.
6) Masalah komunikasi.