Anda di halaman 1dari 13

A.

Konsep Penyakit
1) Pengertian PPOK (Penyakit Paru Obtruktif Kronik)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebagai penyakit yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel.
Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya (GOLD,
2015).
PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencangkup bronchitis kronis,
bronkiektasis, emfisima dan asma. PPOK merupakan kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dyspnea saat beraktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar
udara paru-paru (Smaltzer & Bare, 2007).
Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara
obstruksi saluran napas kecil (Obstruksi konkiolitis) dan kerusakan parenskim
(Efisema) yang bervariasi pada setiap individu. PPOK sering terkena pada
individu pada usia pertengahan yang memiliki riwayat merokok jangka panjang.
Bronkitis kronik dan emfisema tidak termasuk definisi PPOK, karena bronkitis
kronik merupakan diagnosis klinis sedangkan emfisema adalah diagnosis patologi
(PDPI, 2011).
Klasifikasi PPOK berdasarkan derajat, menurut Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD, 2017) yaitu :
1) Derajat 0 (beresiko)
Gejala klinis : memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum,
dan dispnea, terdapat paparan terhadap faktor resiko, sprometri : normal
2) Derajat I (PPOK ringan)
Gejala linis : dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi sputum,
sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1, spirometri
FEV1/FVC<70%, FEV1≥80%
3) Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : dengan atau tanpa batuk, sengan atau tanpa produks sputum,
sesak napas derajat 2 (sesak timbul pada saat aktivitas). Spirometri
FEV1<70%;50%<FEV1<80%
4) Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : sesak napas derajat 3 dan 4, ekserbasi lebih sering terjadi,
spirometri : FEV1<70%;30%<FEV1<50%.
5) Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gelaja klinis : pasien dengan derajat III dengan gagal napas kronik, disertai
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan, spirometri :
FEV1/FVC<70%;FEV1<30%.

Skala sesak berdasarkan GOLD tahun 2017


Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat 0
Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat 1
Berjalan lebih lambat karena merasa sesak 2
Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit 3
Sesak bila mandi atau berpakaian 4

2) Etiologi
a. Kebiasaan merokok
Merokok merupakan faktor resiko terpenting terjadiya PPOK. Prevalensi
tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru adalah pada
perokok, usia mulai merokok, jumlah bungkus pertahun dan perokok aktif atau
perokok pasif.
b. Polusi udara
Polusi udara didalam ruangan seperti asap rokok, asap kompor, asap kayu
bakar dan lain-lain. Polusi di luar ruangan seperti gas buangan industri, gas
kendaraan bermotor, debu jalanan dan lain-lain. Polusi di tempat kerja yaitu
bahan kimia, debu/zat iritasi, gas beracun, dan lain-lain.
c. Riwayat infeksi saluran pernafasan
d. Bersifat genetik
Faktor resiko dari genetik berkontribusi 1-3 % pada pasien PPOK
3) Manifestasi Klinis
a. Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2 tahun terakhir
yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Batuk dapat terjadi
sepanjang hari atau intermiten. Batuk kadang terjadi pada malam hari.
b. Berdahak kronik
Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum. Kadang kadang pasien
menyatakan hanya berdahak terus menerustanpa disertai batuk. Karakterisktik
batuk dan dahak kronik ini terjadi pada pagi hari ketika bangun tidur.
c. Sesak napas
Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami
adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini
tidak dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak
napas sesuai skala sesak
4) Pemeriksaan penunjang dan diagnostik

a. Pemeriksaan faal paru


a) Spirometri
Pada pemeriksaan spirometri adalah rasio FEV1 (Forced Expiratory
Volume in 1 s) dan FVC (Forced Vital Capacity).FEV1 adalah
volume udara yang pasien dapat keluarkan secara pak dalam satu
detik pertama setelah inspirasi penuh. FEV1 pada pasien dapat
diprediksi dari usia, jenis kelamin dan tinggi badan. FVC adalah
volume maksimum total udara yang pasien dapat hembuskan secara
paksa setelah inspirasi penuh
Spirometri (FEV1, FEV1 prediksi, FVC, FEV1/FVC) Obstruksi
ditentukan oleh nilai FEV1 prediksi (%) dan atau FEV1/FVC (%).
FEV1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila
spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabilitas harian pagi dan sore.
b) Peak Flow Meter
b. Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa
hiperinflasi atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler
meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun
kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan
tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan
diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari
keluhan pasien.
c. Analisa gas darah
Harus dilakukan bila ada kecurigaan gagal nafas. Pada hipoksemia kronis
kadar hemiglobin dapat meningkat.
d. Mikrobiologi sputum

5) Penatalaksanaan medis dan keperawatan


Penatalaksanaan medis
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
b. Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan dan
merupakan pilihan utama adalah bronchodilator. Penggunaan obat lain seperti
kortikoteroid, antibiotic dan antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi
tertentu. Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan denganklasifikasi derajat berat
penyakit.Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,nebuliser tidak dianjurkan
pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat
lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting).
Macam-macam bronkodilator :
a) Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagaibronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4
kaliperhari).
b) Golonganβ– 2 agonis.
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnyaeksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakanbentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapatdigunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c) Kombinasi antikolinergik danβ– 2 agonis.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
d) Golongan xantin.
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.Bentuk tablet biasa atau
puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas),bentuk suntikan bolus atau drip
untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan
pemeriksaan kadar aminofilin darah.
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang
usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3
kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat
simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan
meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan potensi jalan nafas.
Penatalaksanaan keperawatan
a. Mempertahankan patensi jalan nafas
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Meningkatkan masukan nutrisi
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program
pengobatan.
6) Komplikasi
Komplikasi pada PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) adalah
a) Hipoksemia
Hipoksemia adalah penurunan nilai PO2<55 mmHg denga nilai saturasi
O2<85%. Pada awalnya pasien akan mengalami perubaha mood, penurunan
konsentrasi, dan menjadi pelupa dan tahap selanjutnya mengalami sianosis.
b) Asidosis respiratori
Timbul akibat peningkatan nilai PCO2 (HIperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain nyeri pada kepala, fatigue, letargi, dizziness, dan takipnea.
c) Infeksi salurn pernapasan
Disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot
polos bronchial, dan edema mukosa, terhambatnya aliran udara akan
meningkatkan kerja nafas dan menimbulkan dypsnea.
d) Gagal jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru-paru) harus
dilakukakan observasi, terutama pada pasien dypsnea berat, komplikasi ini
sering berhubungan dengan bronchitis kronis, namun beberapa pasien
emfisema berat juga mengalami hal ini.

e) Disritmia jantung
Timbul akibat dari hipoksemia, penyakit jantung lain,dan efek obat atau
terjadinya asidosis respiratori.
f) Status asmatikus
Merupakan komplikasi utama yang berhubungan dengan asma bronchial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali
tidak memberikan respon terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan
otot bantu pernafasan dan distensi vena leher sering kali terlihat.
7) WOC
Terlampir

B. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Pada pasien penderita diantaranya usia >40 tahun. Pasien PPOK biasanya
bekerja sebagai pekerja pabrik rokok dan karyawan pabrik furniture.
b. Keluhan utama
Biasanya sesak nafas, batuk tak kunjung sembuh
c. Riwayat kesehatan sekarang
Uraian penyakit yang diderita pasien dan mulai timbulnya keluhan yang
dirasakan sampai pasien dibawa kerumah sakit serta pengobatan apa yang
pernah diberikan dan bagaimana perubhan serta data apa yang didapat saat
dilakukan pengkajian
d. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien sebelumnya memiliki riwayat penyakit PPOK atau penyakit
menular lainnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien atau
penyakit lain yang ada pada anggota keluarga
f. Pola fungsional yang mengalami gangguan
a) Persepsi terhadap kesehatan
Adanya tindakan di rumah sakit akan menimbulkan perubahan
terhadap pemeliharaan kesehatan
b) Pola aktivitas dan latihan
Keletihan dan kelemahan saat melakukan aktivitas karena adanya
dispnea yang dialami
c) Pola istirahat dan tidur
Gangguan pertukaran gas pada pasien PPOK akan menyebabkan
dispnea dan mempengaruhi pola istirahat dan tidurnya
d) Pola nutrisi dan metabolik
Penurunan nafsu makan yang disertai adanya mual dan muntah pada
pasien PPOK akan memengaruhi asupan nutrisi pada tubuh yang
berakibat pada penurunan BB dan penurunan massa otot.
e) Pola nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah
baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan
mengganggu kebiasaan ibadahnya.

g. Pengkajian fisik
a) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu. Kesadaran pasien dari compos mentis
sampai coma.
b) Tanda-tanda vital.
terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.
c) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi akibat dari mual dan muntah yang dirasakan
d) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f) Dada
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas
terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat
hiperinflasi alveoli. Pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajat
berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan
bentuk anatomi toraks. Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan hal-hal sebagai berikut:
 Inspeksi : Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong ),
Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang
meniup),Hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas, Pelebaran
sela iga
 Perkusi : Pada emfisema hipersonor dan batas jantung
mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
 Auskultasi : Fremitus melemah, Suara nafas vesikuler
melemah atau normal, Ekspirasi memanjang, Mengi
g) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
2. Perumusan diagnosa (NANDA) NOC, NIC
terlampir
NANDA, NOC, NIC

No. NANDA (Diagnosa Keperawatan) NOC NIC


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif Status pernapasan Manajemen jalan nafas
berhubungan dengan sekresi yang tertahan Indikator  Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Mampu mengeluarkan sekret  Berikan terapi oksigen sesuai perintah
- Suara nafas tambahan  Monitor aliran oksigen
- Batuk  Periksa posisi perangkat pemberian
- Akumulasi sputum oksigen
 Buang sekret dengan memotivasi
pasien untuk batuk
 Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Kelola nebulizer sebagaimana
mestinya
 Kelola udara atau oksigen yang
dilembabkan sebagaimana mestinya
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan Status pernafasan Terapi oksigen
dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi Indikator  Batasi aktivitas
- Kedalaman inspirasi  Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Volume tidal  Berikan oksigen tambahan seperti
- Saturasi oksigean yang diperintahkan
- Gangguan kesadaran  Monitor aliran oksigen
 Periksa posisi perangkat pemberian
oksigen
 Monitor efektifitas terapi oksigen
(misalnya tekanan oksimetri, SBGs,)
dengan tepat
 Amati adanya tanda-tanda keracunan
oksigen dan kejadian atelectasis
Manajemen jalan nafas
 Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Motivasi pasien untuk bernapas
pelan,dalam, berputar dan batuk
 Bantu dengan dorongan spirometer,
sebagaimana mestinya
 Kelola pemberian bronkodilator,
sebagaimana mestinya
 Kelola pemberian udara atau oksigen
yang dilembabkan sebagaimana
mestinya
 Monitor status pernafasan dan
oksigen, sebagaimana mestinya.
3. pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Status pernapasan Monitor pernapasan
hiperventilasi paru Indikator  Monitor rata – rata, kedalaman, irama
dan usaha respirasi
- Frekuensi pernafasan
 Catat pergerakan dada,amati
- Irama pernafasan kesimetrisan, penggunaan otot
- Kedalaman inspirasi tambahan, retraksi otot supraclavicular
dan intercostal
- Suara nafas tambahan  Monitor pola nafas : bradipena,
- Pernafasan cuping hidung takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes
- Dispnea saat beristirahat  Auskultasi suara nafas, catat area
- Penggunaan otot bantu nafas penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
Terapi oksigen
 Auskultasi bunyi nafas, catat adanya
crakles
 Ajarkan pasien nafas dalam
 Atur posisi senyaman mungkin
 Batasi untuk beraktivitas
 Kolaborasi pemberian oksigen

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Toleransi terhadap aktivitas Manajemen energi


imbolitas, gaya hidup kurang gerak (tirah Aktivitas
Indikator
baring), ketidakseimbangan antara suplai  Monitor intake output nutrisi untuk
dan kebutuhan oksigen - Frekuensi pernapasan ketika
mengetahui sumber energi yang
beraktivitas adekuat
- Frekeunsi nadi ketika beraktivitas  Anjurkan pasien mengungkapkan
perasaan secara verbal mengenai
keterbatasan yang dialaminya
 Konsultasikan dengan ahli gizi
mengenai cara meningkatkan asupan
energi makanan
 Monitor/catat waktu dan lama
istirahat/tidur pasien
 Lakukan ROM aktif/pasif untuk
menghilangkan ketegangan otot
 Anjurkan periode istirahat dan
kegiatan secara bergantian
Terapi oksigen
Aktivitas
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Monitor posisi perangkat pemberian
oksigen
 Monitor aliran oksigen
 Periksa perangkat untuk memastikan
bahwa konsentrasi yang telah
ditentukan telah diberikan
DAFTAR PUSTAKA

Black, J.M. & Hawks, J.H. 2009. Medical-surgical nursing:Clinical


management for positive outcomes. 8th edition). Philadelphia: WB Saunders
Company.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Bulechek, G et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) 6th edition, Editor Bahasa
Indonesia Intansari Nurjannah. Singapore: Elsevier
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2015. Global Strategy for
the Diagnosis Management and Prevention for Chronic Obstructive Pulmonary
Disease.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2017. Global Strategy for
the Diagnosis Management and Prevention for Chronic Obstructive Pulmonary
Disease.
Herdman, H., Kamitsuru, S. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Alih Bahasa Indonesia Budi Anna Keliat. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Moorhead, S et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th edition, Editor bahasa
Indonesia Intansari Nurjannah. Singapore: Elsevier
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi:Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Keperawatan
dan Kebidanan, Edisi 4. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai