Anda di halaman 1dari 36

PRESENTASI JURNAL KEPERAWATAN DASAR PROFESI

JURNAL LATIHAN NAPAS DALAM UNTUK PASIEN ASMA SEBAGAI UPAYA


PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

Disusun Oleh :

Davied Rendhie Perdana

20214663020

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2021
PRESENTASI JURNAL

KEPERAWATAN DASAR PROFESI

JURNAL LATIHAN NAPAS DALAM UNTUK PASIEN ASMA SEBAGAI UPAYA


PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

1. CLINICAL QUESTION
Pada pasien asma bagaimana latihan napas dalam dapat meningkatkan saturasi oksigen?

2. PICO/ PICOT/PIO
P : Pasien dengan hipoksia
I : Latihan napas dalam Pemberian zinc dan prebiotik
O: Saturasi oksigen

3. KEYWORD SYNONYM
- Asma - Penyakit saluran pernapasan
- Saturasi oksigen - Kadar oksigen

4. CRITICAL APRASIAL
Critical Article 1 Article 2 Article 3 Conclusion
Apraisal
Title Pengaruh Nafas EFEKTIFITAS LATIHAN
Dalam dan Posisi PEMBERIAN PERNAFASAN
Terhadap Saturasi TEHNIK DIAFRAGMA
Oksigen dan RELAKSASI DALAM
Frekuensi Nafas NAPAS DALAM MEMPENGARU
Pada Pasien Asma TERHADAP HI SATURASI
PENURUNAN OKSIGEN
GEJALA (SPO2) PADA
PERNAPASAN PASIEN ASMA
PADA PASIEN DI RUANG
ASMA DI IGD RAWAT INAP
RSUD PATUT RSUD PATUT
PATUH PATJU PATUH PATJU
GERUNG GERUNG
LOMBOK BARAT
1. Why Asma adalah Asma sangat Manajemen asma Pada ketiga
was this kelainan berbeda pada setiap tidak secara artikel
study inflamasi kronik orang hingga langsung mempunyai
done? saluran napas penanganannya pun memberikan hasil kesamaan latar
yang berbeda, tergantung yang maksimal belakang
menyebabkan faktor pencetusnya. untuk saturasi dilakukannya
sesak napas Prevalensi penyakit oksigen pada penelitian,
sehingga dalam asma cenderung pasien asma. dimana asma
keadaan klinis semakin meningkat Penggunaan menjadi
dapat terjadi sejalan dengan bronkodilator masalah cukup
penurunan peningkatan umur, tidak dapat serius.
saturasi oksigen. sedikit lebih tinggi menunjukkan Manajemen
Salah satu perempuan hasil yang asma dengan
intervensi yang daripada laki-laki. signifikan pada latihan napas
dapat dilakukan Pengobatan asma peningkatan dalam
pada pasien asma secara garis besar di fungsi paru-paru diharapkan
untuk bagi dalam yang dimonitor mampu untuk
memaksimalkan pengobatan non dengan nilai meningkatkan
ventilasi paru farmakologik dan saturasi oksigen. nilai saturasi
adalah latihan pengobatan Intervensi yang oksigen pada
pernapasan farmakologik. dapat dilakukan pasien asma.
diafragma. Pengobatan non pada pasien asma
Sehingga perlu farmakologik untuk
adanya terdiri dari: meningkatkan
penelitian untuk penyuluhan, kekuatan otot-otot
hal tersebut. menghindari faktor pernapasan pada
pencetus, pasien asma
fisioterapi dan sehingga dapat
relaksasi napas memaksimalkan
dalam. Sehingga ventilasi paru
perlu adanya studi adalah latihan
lebih lanjut untuk pernapasan
membuktikan diafragma.
keefektifan Sehingga perlu
penggunaannya. adanya penelitian
lebih lanjut untuk
membuktikan
keefektifannya.
2. What Sampel Sampel dalam Penelitian ini Pada ketiga
is sample penelitian penelitian ini menggunakan artikel
size? keseluruhan sebanyak 38 orang. desain jenis memiliki
berjumlah 30 Teknik Sampling penelitian pra sampel dan
orang. yang digunakan eksperiment krikeria inklusi
Responden dalam penelitian ini dengan rancangan yang berbeda,
dibagi menjadi 2 adalah Accidental pretest posttest dimana pada
kelompok, yaitu Sampling yang one group design. artikel pertama
kelompok dilakukan dengan Sampel pada sebanyak 30
kontrol dan cara mengambil penelitian ini sampel, artikel
kelompok kasus atau sebesar 16 kedua
intervensi. responden yang responden yang sebanyak 38
Kriteria inklusi : kebetulan ada atau diperoleh secara sampel dan
- Pasien dengan tersedia di suatu porpusive artikel ketiga
kondisi sadar tempat sesuai sampling. Dengan sebanyak 16
dan kooperatif konteks penelitian. beberapa kriteria sampel.
- Mampu Kriteria inkluisi : inkluisi :
berkomunikasi - Semua pasien - Pasien asma
dengan baik asma yang yang dirawat di
dan dirawat di IGD Ruang Rawat
mempunyai RSUD Patut Inap RSUD
pendengaran Patuh Patju Patut Patuh
yang baik Gerung Lombok Patju Gerung
- Bersedia Barat selama Lombok Barat
menjadi periode 20 hari yang memiliki
responden dan penelitian (20 saturasi oksigen
mengikuti Desember 2016 tidak normal
prosedur sampai dengan 10 (<95%).
penelitian Januari 2017)
sampai dengan
tahap akhir
3. Are Pada penelitian Dalam penelitian Penelitian ini Dari ketiga
the ini terdapat 2 ini peneliti terdapat 2 artikel
measurm variabel yakni menggunakan 2 variabel, yaitu penelitian
ents of variabel variabel, yakni variabel tersebut
major independen variabel independennya diperoleh hasil
variables nafas dalam dan independen adalah berupa latihan yang sama,
valid and posisi, pemberian tehnik pernafasan dimana ketiga
reliable? sedangkan untuk nafas dalam, dsn diafragma, artikel tersebut
variabel untuk variabel sedangkan menjelaskan
dependen dependen adalah variabel bahwa ada
saturasi oksigen gejala penurunan dependennya hubungan
dan frekuensi pernafasan. Hasil adalah saturasi yang
nafas. Analisis penelitian oksigen. signifikan
yang menggunakan uji Berdasarkan hasil antara
digunakakan uji wilcoxon adalah uji Wilcoxon pemberian
mann whitney. ada perubahan didapatkan hasil latihan napas
Hasil penelitian gejala pernapasan uji Sig ρ (0,000) < dalam dengan
ada pengaruh asma secara α (0,05), maka H0 peningkatan
intervensi nafas signifikan setelah ditolak atau dapat saturasi
dalam dan posisi 15 menit pada disimpulkan oksigen. Pada
terhadap nilai kelompok bahwa ada pasien asma.
SpO2 pasien perlakuan dan pengaruh
asma (P Value = kelompok kontrol signifikan latihan
0,001) dan ada (p<0,05). Hasil uji pernapasan
pengaruh Mann-Whithney diafragma
intervensi nafas yaitu ada perbedaan terhadap
dalam dan posisi yang signifikan peningkatan
terhadap nilai pada gejala saturasi oksigen
RR pasien asma frekwensi pada pasien asma
(P Value = pernapasan di Ruang Rawat
0,001). (respiration rate) Inap RSUD Patut
antara kelompok Patuh Patju Tahun
perlakuan dan 2018.
kontrol pada menit
ke 30 dan 45 setelah
terapi.
4. How Penelitian ini Desain penelitian Metode penelitian Ketiga artikel
ware the menggunakan adalah two group yang digunakan memakai uji
date perbandingan pretest dan posttest adalah metode yang berbeda,
analyzed proporsi. with control group pre-experimental, dimana artikel
? Responden design. Kelompok dengan program pertama
dibagi menjadi 2 kontrol hanya one group pretest- memakai iji
kelompok, yaitu mendapatkan posttest. Yaitu Mann
kelompok Bronchodilator, seluruh responden Whitney,
kontrol dan sedang kelompok diukur saturasi artikel kedua
kelompok perlakuan oksigennya memakai
intervensi. Untuk mendapatkan sebelum dan gabungan uji
membandingkan kombinasi sesudah diberikan Wilcoxon-
variabel SpO2 Bronchodilator dan latihan Mann
maupun variabel relaksasi nafas pernapasan Whitney, dan
RR digunakan dalam. Analisa data diafragma. artikel ketiga
uji mann menggunakan uji uji pretest-
whitney. Wilcoxon – Mann posttest design
Whitney.
5. Were Peneliti tidak Pada penelitian ini Pada penelitian ini Pada ketiga
there any mencantumkan peneliti tidak peneliti tidak artikel
untoward efek merugikan mencantumkan mencantumkan penelitian ini
events atau hal tidak efek merugikan efek merugikan tidak men-
during diinginkan pada atau hal yang tidak atau hal yang cantumkan
the saat dilakukan diinginkan pada tidak diinginkan kekurangan
conduct penelitian. saat dilakukannya pada saat dari masing-
of the Namun peneliti penelitian. Namun dilakukannya masing artikel.
study? menyadari ada peneliti menyadari penelitian. Namun
keterbatasan saat adanya peneliti
melakukan keterbatasan dalam menyadari adanya
penelitian, melakukan keterbatasan
sehingga penelitian sehingga dalam melakukan
berpesan pada berpesan pada penelitian
peneliti peneliti selanjutnya sehingga berpesan
selanjutnya untuk lebih pada peneliti
untuk lebih menyempurnakan. selanjutnya untuk
menyempurna- lebih
kan. menyempurna-
kan.
6. How Pada penelitian Pada penelitian ini Penelitian ini Bahwa ketiga
do the ini dicantumkan dicantumkan mencantumkan artikel
results fit mengenai hasil mengenai hasil hasil penelitan menyantum-
with penelitan penelitan sebelumnya oleh kan hasil
previous sebelumnya sebelumnya yang Sepdianto (2013), penelitian-
in the yang dilakukan dilakukan oleh bahwa latihan ini penelitian
area? oleh Safiri Kustanti dan dapat meningkat- sebelumnya.
(2011), bahwa Widodo (2008), kan relaksasi otot,
ada pengaruh dimana dengan menghilangkan
yang signifikan latihan tehnik kecemasan,
antara pemberian relaksasi napas menyingkirkan
latihan napas dalam yang rutin pola aktifitas otot
dalam terhadap dapat memberikan pernapasan yang
penurunan sesak efek pada respon tidak berguna dan
napas pada kesehatan. tidak terkoordina-
pasien asma si, melambatkan
dengan nilai sig. frekuensi napas
0,006 (α 0,05). dan mengurangi
kerja pernapasan.
7. What Berdasarkan Penelitian ini Hasil penelitian
does this hasil penelitian membuktikan menunjukkan
research dapat disimpul- bahwa ada bahwa latihan
mean for kan bahwa ada efektifitas yang pernapasan
clinical pengaruh yang signifikan antara diafragma dapat
practice? signifikan pemberian tehnik meningkatkan
pemberian relaksasi napas saturasi oksigen
intervensi nafas dalam terhadap pada pasien asma.
dalam dan posisi penurunan gejala
terhadap nilai pernapasan pada
saturasi oksigen pasien asma.
dan frekuensi
nafas pada
pasien asma.
Intervensi nafas
dalam dan posisi
dapat diterapkan
pada pasien
asma.
DAFTAR PUSTAKA

Yulia, A., Dahrizal., Lestari, W. (2019). Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi Terhadap Saturasi
Oksigen dan Frekuensi Nafas Pada Pasien Asma. Jurnal Keperawatan Raflesia, 1 (1), 67-
75. ISSN: 2656-6222. DOI 10.33088/jkr.vlil.398

Fithriana, D., Atmaja, H.K., Marvia, E. (2017). Efektifitas Pemberian Tehnik Relaksasi Napas
Dalam Terhadap Penurunan Gejala Pernapasan Pada Pasien Asma Di IGD RSUD Patut
Patuh Patju Gerung Lombok Barat. Jurnal Ilmiah Prima, 3 (1), 23-31. ISSN:2477-0604

Sentana, A.D., Mardiatun, Pandit, D. (2018). Latihan Pernafasan Diafragma Dalam


Mempengaruhi Saturasi Oksigen (SPO2) Pada Pasien Asma Di Ruang Rawat Inap RSUD
Patut Patuh Patju Gerung Lombok Barat Tahun 2018. Media Bina Ilmiah, 13 (2), 877-886.
ISSN 1978-3787 (Cetak). SSN 2615-3505 (Online).
Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi Terhadap Saturasi Oksigen
dan Frekuensi Nafas Pada Pasien Asma

Anita Yulia1, Dahrizal2, Widia Lestari3


1
Prodi DIV Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Indonesia
2,3
Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Indonesia
anitayulia06@gmail.com

Abstract

Asthma is a disorder of chronic inflammation of the airways which causes shortness of breath so that
in clinical conditions there will be a decrease in oxygen saturation. One intervention that can be done
in asthma patients to maximize pulmonary ventilation is diaphragmatic breathing exercises. This study
aimed to determine the effect of deep breath and position on the oxygen saturation (SpO2) and
respiratory rate (RR)in asthma patients. This study used a quasi-experimental design with pretest-
posttest with control group. In this study the sample was taken using consequtives sampling with 15
people in one group and the entire study sample was 30 people. Measuring the SpO2 value of patients
using Oxymetri and the frequency of breathing using a stopwatch for one minute. Intervention of deep
breathing techniques and positioning and after observation for 30 minutes. The analysis used the Mann
Whitney test. The results of the study showed the influence of deep breathing intervention and position
on the SpO2 value of asthma patients (P Value = 0.001) and there was influence of deep breathing
intervention and position on the RR value of asthma patients (P Value = 0.001). Asthma can be realized
by proper management of asthma. Appropriate management includes making lung function close to
normal, preventing recurrence of the disease to prevent death.

Keyword: asthma, diaphragmatic breathing, position, relaxation tehnic

Abstrak

Asma adalah kelainan inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan sesak napas sehingga dalam
keadaan klinis dapat terjadi penurunan saturasi oksigen. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan
pada pasien asma untuk memaksimalkan ventilasi paru adalah latihan pernapasan diafragma. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi nafas dalam dan posisi terhadap nilai saturasi
oksigen dan frekuensi nafas pada pasien Asma. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
quasi eksperimen dengan rancangan pretest-posttest with control group. Dalam penelitian ini sampel
diambil menggunakan consequtive sampling dengan 15 orang dalam satu kelompok dan seluruh sampel
penelitian adalah 30 orang. Pengukuran nilai SpO2 pasien dengan menggunakan oxymetri dan frekuensi
nafas menggunakan stopwatch selama satu menit. Intervensi teknik nafas dalam dan pengaturan posisi
dan setelah observasi selama 30 menit. Analisis yang digunakakan uji mann whitney. Hasil penelitian
ada pengaruh intervensi nafas dalam dan posisi terhadap nilai SpO2 pasien asma (P Value = 0,001) dan
ada pengaruh intervensi nafas dalam dan posisi terhadap nilai RR pasien asma (P Value = 0,001).
Peningkatan kualitas hidup pasien asma dapat diwujudkan dengan penatalaksanaan asma yang tepat.
Penatalaksanaan yang tepat diantaranya membuat fungsi paru mendekati nilai normal, mencegah
kekambuhan penyakit hingga mencegah kematian.

Kata kunci: asma, nafas dalam, posisi, teknik relaksasi

Jurnal Keperawatan Raflesia, Volume 1 Nomor 1, Mei 2019


ISSN: 2656-6222, DOI 10.33088/jkr.vlil.398
Available online: https://jurnal.poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/index.php/jkr
67
68 | Jurnal Keperawatan Raflesia, Volume 1 Nomor 1, Mei 2019

PENDAHULUAN hiperreaktivitas dari saluran napas sehingga


dapat menyebabkan bronkospasme,
Asma merupakan kelainan berupa infiltrasi sel inflamasi yang menetap,
inflamasi kronik saluran napas yang dapat edema mukosa, dan hipersekresi mukus
menyebabkan hiperreaktivitas bronkus yang kental (Price & Wilson, 2006). Hal
terhadap berbagai rangsangan yang dapat tersebut menyebabkan penurunan kapasitas
menimbulkan gejala seperti mengi, batuk, vital paru diikuti dengan peningkatan
sesak napas dan dada terasa berat terutama residu fungsional dan volume residu paru
pada malam dan atau dini hari yang yang menyebabkan konsentrasi oksigen
umumnya bersifat reversibel baik dengan dalam darah akan berkurang serta dalam
atau tanpa pengobatan (Depkes RI, 2009). keadaan klinis akan menyebabkan
Penyakit asma telah menjadi masalah terjadinya penurunan saturasi oksigen
kesehatan global yang diderita oleh seluruh (Guyton, 2007). Saturasi oksigen (SpO2)
kelompok usia (GINA, 2015). merupakan ukuran seberapa banyak
presentase oksigen yang dapat dibawa oleh
Data dari WHO (2017) bahwa prevalensi hemoglobin yang diukur dengan
asma saat ini masih tinggi, diperkirakan menggunakan oximetri. Menurut Sudoyo et
panderita asma di seluruh dunia mencapai al (2009) pengukuran saturasi oksigen
235 juta orang dan kematian yang perlu dilakukan pada seluruh pasien dengan
disebabkan oleh asma paling banyak terjadi asma untuk mengekslusi hipoksemia.
pada negara miskin serta negara Saturasi oksigen yang rendah di dalam
berkembang. Berdasarkan data dari Riset tubuh (<94%) dapat menimbulkan
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 beberapa masalah kesehatan diantaranya
bahwa prevalensi asma di Indonesia adalah hipoksemia, yang ditandai dengan sesak
4,5%, dengan prevalensi asma di propinsi napas, peningkatan frekuensi pernapasan
Bengkulu adalah 2,0%, sedangkan data menjadi 35 x/menit, nadi cepat dan
Riskesdas tahun 2018 menyebutkan bahwa dangkal, sianosis serta penurunan
prevalensi asma pada penduduk semua kesadaran (Potter & Perry, 2006).
umur di Indonesia adalah 4,5%, dengan
prevalensi asma di propinsi Bengkulu Salah satu intervensi yang dilakukan pada
berada pada angka 2,4%. Hal ini pasien asma untuk memaksimalkan
menunjukkan adanya peningkatan ventilasi paru adalah latihan pernapasan
prevalensi asma di propinsi Bengkulu. diafragma yang dilakukan dengan inspirasi
Berdasarkan survey awal di IGD RSUD Dr. maksimal melalui hidung dan mengurangi
M. Yunus penderita asma pada tahun 2015 kerja otot pernapasan, sehingga
terdapat sebanyak 339 pasien asma, pada meningkatkan perfusi dan perbaikan
tahun 2016 terdapat sebanyak 383 pasien kinerja alveoli untuk mengefektifkan difusi
asma, dan pada tahun 2017 dari Januari- oksigen yang akan meningkatkan kadar O2
Oktober terdapat 312 pasien asma. dalam paru dan meningkatkan saturasi
oksigen (Zega et al dalam Mayuni et al,
Keluhan utama yang sering terjadi pada 2015). Selain itu intervensi yang dapat
penderita asma adalah sesak napas, sesak dilakukan untuk mengatasi masalah
napas dapat terjadi karena disebabkan oleh ketidakefektifan pola nafas adalah dengan
adanya penyempitan saluran napas karena pengaturan posisi pada klien asma (Black &
Yulia, dkk, Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi Terhadap Saturasi Oksigen... | 69

Hawks, 2010). Berdasarkan uraian diatas, dan posisi terhadap nilai saturasi oksigen
maka mendorong peneliti untuk melakukan dan frekuensi nafas pada pasien asma di
penelitian mengenai pengaruh nafas dalam RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

METODE

Desain penelitian yang digunakan adalah kesadaran. Instrumen yang digunakan


quasi eksperimen dengan rancangan dalam penelitian ini berupa lembar
pretest-posttest with control group. observasi nilai saturasi oksigen dan
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 7 frekuensi nafas pasien asma. Diukur
Februari s.d. 9 Maret 2018 di ruang IGD menggunakan alat Standar Operasional
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Populasi Prosedur (SOP), stopwatch dan pulse
pada penelitian ini seluruh pasien Asma di oximeter.
IGD RSUD Dr. M. Yunus. Pengambilan
sampel menggunakan teknik non Prosedur penelitian di awali dengan
probability sampling yaitu dengan melakukan pengukuran nilai SPO2 pasien
consecutive sampling. Sampel penelitian dengan menggunakan oxymetri dan
keseluruhan berjumlah 30 orang. frekuensi nafas menggunakan stopwatch
Responden dibagi menjadi 2 kelompok, selama satu menit. Setelah itu pasien di
yaitu kelompok kontrol dan kelompok berikan intervensi nafas dalam dan
intervensi. pengaturan posisi semi fowler dan setelah
observasi selama 30 menit, dilakukan
Pada penelitian ini yang menjadi kriteria kembali pengukuran SpO2 dengan
inklusi yaitu, pasien dengan kondisi sadar menggunakan alat oxymetri yang sama dan
dan kooperatif, mampu berkomunikasi pengukuran frekuensi nafas selama satu
dengan baik dan mempunyai pendengaran menit. Uji yang digunakan ialah Wilcoxon
yang baik, bersedia menjadi responden dan untuk menguji nilai sebelum dan setelah
mengikuti prosedur penelitian sampai intervensi di dalam masing-masing
dengan tahap akhir. Kriteria eksklusi yaitu, kelompok itu sendiri pada variabel SpO2
kelainan bawaan seperti deformitas dinding maupun variabel RR. Untuk
dada yang tidak memungkinkan dilakukan membandingkan variabel SpO2 maupun
penelitian, pasien asma dengan penurunan variabel RR antara kelompok intervensi
dan kelompok kontrol digunakan uji mann
whitney.
70 | Jurnal Keperawatan Raflesia, Volume 1 Nomor 1, Mei 2019

HASIL Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil analisis


yang didapatkan bahwa rata-rata usia
Tabel 1. Karakterisik Responden Di IGD responden pada kelompok intervensi adalah
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu 40,80 tahun dengan SD 18,218 hasil
Tahun 2018
estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
Karakteristik Intervensi Kontrol 95% diyakini rata-rata usia responden pada
penelitan ini 30,71-50,89, sedangkan pada
Usia kelompok kontrol rata-rata usia responden
Mean 40,80 42,87 adalah 42,87 tahun dengan SD 21,83
Median 42,00 48,00 dengan 95% diyakini rata-rata usia
SD 18,218 21,83
responden pada penelitan ini 30,78-54,96.
Min-Maks 11-70 9-81
CI for Mean 95% 30,71-50,89 30,78-54,96
Hasil analisis jenis kelamin menunjukkan
bahwa pada kelompok intervensi dan
Jenis Kelamin kelompok kontrol responden penelitian ini
Laki-laki 6 (40%) 6 (40%) mengidentifikasi bahwa lebih dari sebagian
Perempuan 9 (60%) 9 (60%)
(60%) responden pada penelitian ini adalah
perempuan.

Tabel 2. Distribusi Rata-rata SpO2 dan RR Sebelum Intervensi pada Kelompok


Intervensi dan Kontrol di IGD RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2018

Variabel Kelompok n Mean SD 95% CI for Mean

SpO2 Intervensi 15 94,00 1,81 93 – 95


Kontrol 15 93,13 2,29 91,86 - 94,40
RR Intervensi 15 30,00 1,36 29,25 - 30,75
Kontrol 15 30,93 2,18 29,72 - 32,14

Dari tabel 2 didapatkan hasil analisis rerata Tabel 2 juga menggambarkan hasil
nilai SpO2 responden sebelum diberikan analisis rerata nilai RR responden sebelum
nafas dalam dan pengaturan posisi untuk diberikan nafas dalam dan pengaturan
kelompok intervensi adalah 94,00 dengan posisi untuk kelompok intervensi adalah
standar deviasi 1,81 serta 95% diyakini 30,00 dengan standar deviasi 1,36 serta
rata-rata nilai SpO2 pada kelompok kontrol 95% diyakini rata-rata nilai RR pada
sebelum diberikan intervensi 93 sampai 95, kelompok kontrol sebelum diberikan
sedangkan untuk kelompok kontrol intervensi 29,25 sampai 30,75, sedangkan
didapatkan hasil analisis rerata nilai untuk kelompok kontrol didapatkan hasil
responden sebelum di berikan pengaturan analisis rerata nilai responden sebelum
posisi adalah 93,13 dengan standard deviasi diberikan pengaturan posisi adalah 30,93
2,29 serta 95% diyakini rata-rata nilai SpO2 dengan standar deviasi 2,18 serta 95%
pada kelompok kontrol sebelum diberikan diyakini rata-rata nilai RR pada kelompok
intervensi 91,86 sampai 94,40. kontrol sebelum diberikan intervensi 29,72
sampai 32,14.
Yulia, dkk, Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi Terhadap Saturasi Oksigen... | 71

Tabel 3. Perbedaan Rata-rata Nilai SPO2 Sebelum dan Setelah Intervensi pada Kelompok
Intervensi dan Kontrol di IGD RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2018

Kelompok Intervensi (n=15) Kelompok Kontrol (n=15)


SpO2 Mean Sum of Mean Sum of
P value P value
Rank Rank Rank Rank
Negative Rank 0,00 0,00 0,00 0,00
0,001 0,001
Positive Rank 8,00 120,00 8,00 120,00

*Wilcoxon

Tabel 3 didapatkan hasil analisis SpO2 posisi. Sementara hasil analisis SpO2 untuk
untuk kelompok intervensi menunjukkan kelompok kontrol menunjukkan nilai P
nilai P value = 0.001< 0.05 sehingga dapat value = 0.001< 0.05 sehingga dapat
disimpulkan ada beda rata rata antara nilai disimpulkan ada beda rata rata antara nilai
SpO2 sebelum dan setelah diberikan SpO2 sebelum dan setelah diberikan
intervensi nafas dalam dan pengaturan pengaturan posisi.

Tabel 4. Perbedaan Rata-rata Nilai RR Sebelum dan Setelah Intervensi pada


Kelompok Intervensi dan Kontrol di IGD RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2018

Kelompok Intervensi (n=15) Kelompok Kontrol (n=15)


RR Mean Sum of Mean Sum of
P value P value
Rank Rank Rank Rank
Negative Rank 8,00 120,00 8,00 120,00
0,001 0,001
Positive Rank 0,00 0,00 0,00 0,00
*Wilcoxon
Tabel 4 didapatkan hasil analisis RR untuk posisi. Sementara hasil analisis RR untuk
kelompok intervensi menunjukkan nilai P kelompok kontrol menunjukkan nilai P
value = 0.001< 0.05 sehingga dapat value = 0.001< 0.05 sehingga dapat
disimpulkan ada beda rata rata antara nilai disimpulkan ada beda rata rata antara nilai
RR sebelum dan setelah diberikan RR sebelum dan setelah diberikan
intervensi nafas dalam dan pengaturan pengaturan posisi.

Tabel 5. Perbedaan Rata-rata Nilai SpO2 dan RR Setelah Intervensi antara


Kelompok Intervensi dan Kontrol di IGD RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2018

Kelompok (n=30) Mean Rank Sum of Rank P value


SPO2
Intervensi 19,60 294,0
0,009
Kontrol 11,40 171,0
RR
Intervensi 17,93 269,0
0,012
Kontrol 13,07 196,0
*Mann Whitney
72 | Jurnal Keperawatan Raflesia, Volume 1 Nomor 1, Mei 2019

Tabel 5 didapatkan hasil analisis SpO2 (Centers for Disease Control and
untuk kelompok intervensi menunjukkan Prevention, 2017).
nilai P value = 0.009 < 0.05 sehingga dapat
disimpulkan ada beda rata rata antara nilai Gambaran Rata-rata Perubahan Nilai
SpO2 sebelum dan setelah diberikan SPO2 dan Frekuensi Nafas Sebelum
intervensi nafas dalam dan pengaturan diberikan Intervensi Nafas Dalam dan
posisi. Didapatkan hasil analisis RR untuk Posisi.
kelompok intervensi menunjukkan nilai P
value = 0.012 < 0.05 sehingga dapat Hasil penelitian sebelum diberikan nafas
disimpulkan ada perbedaan rata rata antara dalam dan pengaturan posisi untuk
nilai RR sebelum dan setelah diberikan kelompok intervensi SpO2 mean 94,00
pengaturan posisi. dengan standar deviasi 1,81. Pada
kelompok kontrol sebelum di berikan
pengaturan posisi SpO2 mean 93,13 dengan
PEMBAHASAN standar deviasi 2,29. Hasil penelitian
sebelum diberikan nafas dalam dan
Karakteristik Responden. pengaturan posisi untuk kelompok
intervensi RR mean 30,00 dengan standar
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa deviasi 1,36. Pada kelompok kontrol
usia rata-rata responden pada kelompok sebelum diberikan pengaturan posisi RR
kontrol 43 tahun dan pada kelompok mean 30,93 dengan standar deviasi 2,18.
intervensi 41 tahun. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Menurut analisa peneliti terhadap
sebelumnya oleh (Safiri, 2011) yang penelitian ini adalah di temukan tinggi
menyebutkan bahwa usia terbanyak pasien respirasi sebelum dilakukan nafas dalam
penderita asma adalah 41 – 50 Tahun yaitu dan posisi dan menurunnya saturasi oksigen
sebanyak (33%). sebelum diberikan terapi nafas dalam dan
posisi. Hal ini disebabkan karena asma
Karakterisik kedua adalah jenis kelamin, dapat menyebabkan terjadinya
teridentifikasi pada kelompok intervensi penyempitan saluran pernafasan yang di
dan kontrol adalah laki-laki 6 orang (40%) interpretasikan melalui sesak nafas dan
dan perempuan 9 orang (60%). Sejalan penurunan saturasi oksigen dalam tubuh.
dengan penelitian yang dilakukan oleh Menurut Price dan Wilson (2006), secara
Wedri (2013) menyatakan bahwa teori, terdapat beberapa hal yang dapat
perempuan lebih banyak mengalami asma. menurunkan compliance dinding dada,
Menurut Zein dan Erzurum (2015), wanita sehingga kemampuan pengembangan
lebih berisiko menderita asma dinding dada menjadi turun, antara lain
dibandingkan dengan laki-laki dikarenakan adanya perubahan fungsi anatomi dan
faktor hormonal pada wanita. Wanita fisiologi yang terjadi pada sistem
dengan asma kronik mempunyai tantangan pernafasan pasien asma, termasuk adanya
besar saat menstruasi, hamil ataupun peningkatan kekakuan dinding dada dan
menopause. Perubahan kadar estrogen peningkatan diameter anterior-posterior
dapat memicu respon inflamasi yang dapat dada yang disebabkan oleh pendataran
menimbulkan tanda dan gejala asma diafragma dan elevasi iga. Hal tersebut
Yulia, dkk, Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi Terhadap Saturasi Oksigen... | 73

sesuai dengan pernyataan Weinner et al. khususnya pada pasien asma teknik
(2004) yang menyatakan bahwa pasien pernapasan ini dapat mencegah terjebaknya
asma akan mengalami kelemahan pada udara dalam paru dikarenakan adanya
otot-otot pernafasan. obstruksi jalan nafas (Price dan Wilson,
2006). Hal tersebut sesuai dengan
Gambaran Rata-rata Perubahan Nilai pernyataan Weinner et al. (2004) yang
SPO2 dan Frekuensi Nafas Setelah menyatakan bahwa dengan melatih otot-
diberikan Intervensi Nafas Dalam dan otot pernafasan akan meningkatkan fungsi
Posisi. otot respirasi, beratnya gangguan
pernafasan akan berkurang, dapat
Dari hasil penelitian ini dilakukan uji beda meningkatkan toleransi terhadap aktivitas,
dua mean setelah dilakukan intervensi serta dapat menurunkan gejala dispnea.
posisi dan nafas dalam pada pasien asma
didapatkan nilai SpO2 post mean 98,33 Pengaruh Intervensi Nafas Dalam dan
median 99,00 dan standar deviasi 1,17 Posisi Terhadap Nilai SPO2 dan
dengan nilai p value sebesar 0,001 < 0.05 Frekuensi Nafas.
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan nilai SpO2 antara kelompok Hasil penelitian (Singal dkk, 2013)
intervensi yang diberikan intervensi ditemukan 64% pasien lebih baik dalam
melalui nafas dalam dan pengaturan posisi 30-45°, 24% pada posisi 60°, dan
posisidengan kelompok kontrol yang hanya 12% pasien lebih baik dalam posisi 90°.
diberikan pengaturan posisi. Sama dengan penelitian (Safiri, 2011)
menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
Nilai frekuensi nafas post mean 24,47 signifikan pemberian posisi semi fowler
median 25,00 dan standar deviasi 1,30 terhadap penurunan sesak napas pada
dengan nilai p value sebesar 0,000 <0.05 pasien asma dengan nilai sig. 0,006 (α
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada 0,05). Secara teori, melalui latihan
perbedaan nilai RR antara kelompok pernafasan akan menyebabkan peningkatan
intervensi yang diberikan intervensi peredaran darah ke otot-otot pernafasan.
melalui nafas dalam dan pengaturan posisi Lancarnya aliran darah akan membawa
dengan kelompok kontrol yang hanya nutrisi (termasuk kalsium dan kalium) dan
diberikan pengaturan posisi. Sejalan oksigen yang lebih banyak ke otot-otot
dengan penelitian sebelumnya yang pernafasan. Kekuatan otot pernafasan yang
dilakukan oleh (Susanto, 2015) terlatih ini akan meningkatkan compliance
mendapatkan hasil nilai saturasi perifer paru dan mencegah alveoli menjadi kolaps
pada pasien asma sebelum dilakukan (ateletaksis) (Guyton, 2007).
intervensi napas dalam dengan nilai rata
rata 93,80% dan setelah dilakukan Pernafasan diafragma yang dilakukan
intervensi napas dalam didapatkan nilai rata berulang kali secara teratur dan rutin dapat
rata 95,32%. membantu seseorang menggunakan
diafragmanya secara benar maka ketika dia
Teori menyatakan bahwa Diaphragmatic bernafas akan terjadi peningkatan volume
Breathing Exercise dapat menyebabkan tidal, penurunan kapasitas residu
pernapasan menjadi lebih efektif dengan fungsional, dan peningkatan pengambilan
menggunakan otot diafragma dan
74 | Jurnal Keperawatan Raflesia, Volume 1 Nomor 1, Mei 2019

oksigen yang optimal (Smith, 2004). adalah kualitas hidup penderita meningkat
Melatih otot-otot pernafasan dapat dengan tingkat keluhan minimal, tetapi
meningkatkan fungsi otot respirasi, memiliki aktivitas yang maksimal.
mengurangi beratnya gangguan pernafasan, Penatalaksanaan yang tepat diantaranya
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas, membuat fungsi paru mendekati nilai
dan menurunkan gejala dyspnea, sehingga normal, mencegah kekambuhan penyakit
terjadi peningkatan perfusi dan perbaikan hingga mencegah kematian (Yunus, 2006).
kinerja alveoli untuk mengefektifkan difusi
oksigen yang akan meningkatkan kadar O2
dalam paru dan terjadi peningkatan pada KESIMPULAN
saturasi oksigen.
Berdasarkan hasil penelitian yang
Peningkatan frekuensi napas saat serangan dilakukan dapat disimpulkan bahwa ada
asma dapat mengakibatkan peningkatan pengaruh yang signifikan pemberian
kerja otot-otot pernapasan, yang merupakan intervensi nafas dalam dan posisi terhadap
bentuk mekanisme tubuh untuk tetap nilai saturasi oksigen dan frekuensi nafas
mempertahankan ventilasi paru, pada saat pada pasien asma. Intervensi nafas dalam
serangan asma, otot-otot yang lebih sering dan posisi dapat diterapkan pada pasien
digunakan adalah otot-otot interkostalis asma.
daripada otot-otot rektus abdominis,
sedangkan otot pernapasan yang paling
utama adalah otot diafragma, penggunaan DAFTAR PUSTAKA
otot-otot interkostalis secara terus menerus
akan menyebabkan terjadinya kelemahan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
pada otot pernapasan (Shaffer, Wolfson, & (2013). Laporan riset kesehatan dasar
Bhutani, 2012). (Riskesdas) 2013. Jakarta.

Modifikasi teknik relaksasi nafas dalam dan Badan Penelitian dan Pengembangan
posisi semi fowler merupakan suatu bentuk Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
(2018). Laporan riset kesehatan dasar
asuhan keperawatan yang dapat (Riskesdas) 2018. Jakarta.
meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigen dalam darah Black, J. M. & Hawks, J. H. (2010). Medical
surgical nursing: Clinical management
(Guyton, 2007). Setelah melakukan for positive outcomes. (8th ed.).
Diaphragmatic Breathing Exercise pasien Singapore: Elsevier.
asma diharapkan dapat mengkondisikan
Centers for Disease Control and Prevention.
dirinya saat merasa akan terjadi serangan (2017). Asthma in women. Diunduh dari
maupun saat serangan asma, dengan begitu https://www.cdc.gov/healthcommunicati
diharapkan keluhan pasien akan menjadi on/toolstemplates/entertainmented/tips/
minimal dan dapat meningkatkan kualitas AsthmaWomen.html.
hidup pasien asma. Departemen Kesehatan RI. (2009). Pedoman
pengendalian penyakit asma. Jakarta:
Peningkatan kualitas hidup pasien asma Depkes RI.
dapat diwujudkan dengan penatalaksanaan Global Initiative for Asthma (GINA). (2015).
asma yang tepat dengan tujuan akhirnya Global strategy for asthma management
and prevention.
Yulia, dkk, Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi Terhadap Saturasi Oksigen... | 75

Guyton, H. (2007). Buku ajar fisiologi Susanto, M., & Ardiyanto, T. (2015). Pengaruh
kedokteran. (edisi ke-1). Jakarta: EGC. terapi nafas dalam terhadap perubahan
saturasi oksigen perifer pada pasien
Mayuni, et al. (2015). Pengaruh diaphragmatic asma di rumah sakit wilayah Kabupaten
breathing exercise terhadap kapasitas Pekalongan.
vital paru pada pasien asma di wilayah
kerja puskesmas III denpasar utara. Wedri, dkk. (2013). Saturasi oksigen perkutan
COPING Ners Jurnal, 3(3), 31-36. dengan derajat keparahan asma.
Politeknik Kesehatan Denpasar. Bali.
Potter & Perry. (2006). Buku ajar fundamental
keperawatan. (edisi ke-4). Jakarta: EGC. Weinner, et al. (2004). Terapi pernapasan pada
penderita asma. Universitas negeri:
Price & Wilson. (2006). Patofisiologi: Konsep Yogyakarta.
klinis proses penyakit. Jakarta: EGC.
WHO. (2017). Asthma. Diunduh dari
Shaffer, T., Wolfson, M., & Bhutani, V. (2012). https://www.who.int/news-room/fact-
Respiratory Muscle Function sheets/detail/asthma.
Assesment And Training. United States
Of America : Physical therapy journal Yunus, F. (2005). Senam asma Indonesia.
of the american physical therapy Jakarta: Yayasan Asma Indonesia
association. FKUI.

Safiri, R. (2011). Keefektifan pemberian posisi Zein, J. G., & Erzurum, S. C. (2015). Asthma is
semi fowler terhadap penurunan sesak Different in Women. Current allergy
napas pada pasien asma di ruang rawat and asthma reports, 15(6), 28.
inap kelas III RSUD Dr. Moewardi. doi:10.1007/s11882-015-0528-y.
Surakarta.

Smith, J., F. (2004). Chest phisical therapi.


wausau: The thompson corporation.
(http://www.chclibrary.org/microed/
00042330.html).
ISSN : 2477 – 0604
Vol. 3 No. 1 Maret - Juni 2017 | 23-31

EFEKTIFITAS PEMBERIAN TEHNIK RELAKSASI NAPAS DALAM


TERHADAP PENURUNAN GEJALA PERNAPASAN PADA PASIEN ASMA DI
IGD RSUD PATUT PATUH PATJU GERUNG LOMBOK BARAT

Dina Fithriana 1, Hadi Kusuma Atmaja 2, Eva Marvia 3


1,3)
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mataram, 2) Pengajar Poltekkes Mataram
Email ; dinafithriana@ymail.com

ABSTRAK

Asma sangat berbeda pada setiap orang hingga penanganannya pun berbeda,
tergantung faktor pencetusnya. Prevalensi penyakit asma cenderung semakin meningkat
sejalan dengan peningkatan umur, sedikit lebih tinggi perempuan daripada laki-laki. Di
RSUD Patut Patuh Patju Gerung Lombok Barat, tercatat jumlah pasien penderita penyakit
asma pada bulan juli 2013 berjumlah 90 orang, kemudian pada bulan agustus 2013
mengalami penurunan dengan jumlah 72 orang, sedangkan pada bulan september 2013
meningkat dengan jumlah 180 orang. Pengobatan asma secara garis besar di bagi dalam
pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik. Pengobatan non
farmakologik terdiri dari: penyuluhan, menghindari faktor pencetus, fisioterapi dan
relaksasi napas dalam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas
pemberian tehnik relaksasi napas dalam terhadap penurunan gejala pernapasan pada pasien
asma di IGD RSUD Patut Patuh Patju Gerung Lombok Barat.
Desain penelitian yang digunakan adalah two group pretest dan posttest with
control group design. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien asma yang dirawat di IGD
RSUD Patut Patuh Patju Gerung Lombok Barat selama periode 20 hari penelitian yang
memenuhi kriteria inklusi sebanyak 38 orang dengan teknik sampling Accidental
Sampling. Kelompok perlakuan hanya mendapatkan terapi farmakologi Bronchodilator,
sedangkan kelompok perlakuan mendapatkan kombinasi Bronchodilator dan teknik
relaksasi nafas dalam. Instrumen yang digunakan adalah pedoman observasi gejala
pernafasan dan analisa data menggunakan uji Wilcoxon – Mann Whitney.
Hasil penelitian menggunakan uji wilcoxon adalah ada perubahan gejala
pernapasan asma secara signifikan setelah 15 menit pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol (p<0,05). Hasil uji Mann-Whithney yang dilakukan yaitu ada perbedaan
yang signifikan pada gejala frekwensi pernapasan (respiration rate) antara kelompok
perlakuan dan kontrol pada menit ke 30 dan 45 setelah terapi.
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Ada efektifitas yang signifikan antara
pemberian tehnik relaksasi napas dalam terhadap penurunan gejala pernapasan pada pasien
asma di IGD RSUD Patuh Patut Patju Gerung Lombok Barat dengan taraf signifikan 95%
yang berarti bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima dan (Ho) ditolak dengan nilai P
hitung < 0,05.

Kata kunci: Relaksasi Nafas Dalam, Gejala Pernafasan, Asma

PENDAHULUAN menyebabkan jalan udara menyempit


hingga aliran udara berkurang dan
Penyakit asma adalah suatu mengakibatkan sesak napas dan bunyi
kondisi dimana jalan udara paru-paru napas mengikik (Ayres J, 2007).
meradang hingga lebih sensitive terhadap Serangan asma bervariasi mulai
faktor khusus (pemicu) yang dari ringan sampai berat dan mengancam
DINA FITHRIANA 24
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

kehidupan. Berbagai factor dapat menjadi b. mengi ( wheezing ): dengan atau


pencetus timbulnya serangan asma, antara tanpa sesak napas, napas yang
lain adalah allergen, infeksi saluran napas, mengikik dapat muncul bila ada
stress, olahraga, obat-obatan, polusi udara pemicu atau karena sebab lain.
dan lingkungan kerja. c. Batuk : batuk dengan lendir atau
Pengobatan asma secara garis batuk kering dapat merupakan
besar dibagi dalam pengobatan petanda asma.
farmakologik dan pengobatan non d. Adanya cuping hidung.
farmakologik. Pengobatan non e. Retraksi dada.
farmakologik terdiri dari : penyuluhan, Nyeri dada atau sesak dada: gejala
menghindari faktor pencetus, fisioterapi asma ini dapat rancu dengan gangguan
dan relaksasi napas dalam. Tujuannya dari jantung pada orang yang lebih tua.
relaksasi napas dalam untuk Terapi pernapasan pada penderita
meningkatkan ventilasi alveoli, asma dilakukan dengan latihan pernapasan
memelihara pertukaran gas, mencegah duduk dan pernapasan bergerak. Latihan
atelektasi paru, dan meningkatkan napas pada posisi duduk bagi penderita
efisiensi batuk. Kemudian pengobatan asma merupakan pengambilan posisi
farmakologik asma terdiri dari: agonis dengan tenang agar mencapai ketenangan
beta, metilxantin, kortikosteroid, kromolin yang mendalam, untuk memacu otak
dan iprutropium bromide (Smeltzer dan menjalankan fungsi secara maksimal
Bare,2009). karena otak merupakan komando tertinggi
Menurut World Health bagi tubuh (Barbara, 2009).
Organization (WHO) diperkirakan 100- Tehnik relaksasi napas dalam
150 juta penduduk dunia menderita asma. merupakan suatu bentuk asuhan
Jumlah ini diperkirakan akan bertambah keperawatan, yang dalam hal ini perawat
sehingga mencapai 180.000 orang setiap mengajarkan kepada pasien bagaimana
tahun. WHO juga memperkirakan cara melakukan napas dalam, napas
penderita asma sampai pada tahun 2025 lambat (menahan inspirasi secara
mencapai 400 jiwa. Di indonesia, penyakit maksimal) dan bagaimana
asma masih merupakan sepuluh besar menghembuskan napas secara perlahan.
penyebab kesakitan dan kematian. Survey Selsain dapat menurunkan gejala
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pernapasan, teknik relaksasi napas dalam,
Departemen Kesehatan RI tahun 2010 juga dapat meningkatkan ventilasi paru
menunjukkan asma masih menduduki dan meningkatkan oksigenasi darah
urutan ke-3 dari 10 penyebab kematian (Smeltzer dan Bare, 2009).
utama di Indonesia dan prevalensi Berdasarkan latar belakang diatas,
penyakit asma berdasarkan diagnosis peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tenaga kesehatan sebesar 4%. tentang “Efektifitas Pemberian Tehnik
Biasanya pada penderita yang Relaksasi Napas Dalam Terhadap
sedang bebas serangan tidak ditemukan Penurunan Gejala Pernapasan Pada Pasien
gejala klinis, tapi pada saat serangan Asma Di IGD RSUD Patut Patuh Patju
penderita tampak bernafas cepat dan Gerung Lombok Barat”.
dalam, gelisah, duduk dengan menyangga
ke depan, serta tanpa otot-otot bantu METODE PENELITIAN
pernafasan bekerja dengan keras. Gejala
klasik dari asma bronkial ini adalah: Desain penelitian yang digunakan
a. Sesak nafas: sering disertai napas dalam penelitian ini adalah penelitian pra-
mengikik dan batuk, tapi dapat juga eksperimen dengan menggunakan rancangan
“two Group Pretest-Postest with control
muncul sendiri.
group design” dimana rancangan ini terdapat
DINA FITHRIANA 25
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

kelompok perlakuan yang mendapat HASIL PENELITIAN


bronchodilator dikombinasikan dengan terapi
relaksasi nafas dalam dan kelompok Pengumpulan data dilaksanakan
pembanding (kontrol) yang hanya diberikan pada tanggal 20 Desember 2016 sampai
bronchodilator, yang memungkinkan peneliti dengan 10 Januari 2017 di IGD RSUD
dapat menguji perubahan-perubahan yang Patuh Patuh Patju Gerung Lombok Barat.
terjadi setelah adanya masing-masing
Jumlah sampel adalah 38 responden
eksperimen (Notoadmojdo, 2010).
Teknik Sampling yang digunakan dengan menggunakan tehnik accidental
dalam penelitian ini adalah Accidental sampling. Lembar observasi dan pedoman
Sampling yang dilakukan dengan cara tehnik relaksasi yang digunakan sebagai
mengambil kasus atau responden yang alat pengumpulan data dari responden.
kebetulan ada atau tersedia di suatu Data umum menyajikan
tempat sesuai konteks penelitian karakteristik distribusi responden
(Notoatmodjo, 2012). Sampel dalam
a. Distribusi responden berdasarkan
penelitian ini adalah pasien asma yang
Umur
dirawat di IGD RSUD Patut Patuh Patju Tabel 1.1 Distribusi Responden
Gerung Lombok Barat selama periode 20 Berdasarkan Umur
hari penelitian yang memenuhi kriteria
Perlakuan Kontrol
inklusi sebanyak 38 orang. NO
Umur
Tahap pelaksanaan dimulai dengan (Tahun) Jumlah Jumlah
(%) (%)
peneliti memberikan penjelasan kepada
1 12-20 1 (5,26) 5 (26,31)
responden tentang Tehnik Relaksasi Napas
2 21-40 7 (36,84) 8 (42,10
Dalam Terhadap Penurunan Gejala
3 41-60 7 (36,84) 5 (26,31)
Pernapasan Pada Pasien Asma Di IGD
4 > 60 4 21,05) 1 (5,26)
RSUD Patut Patuh Patju Gerung Lombok
Jumlah 19 (100) 19 (100)
Barat mencakup cara, manfaat dan waktu
pelaksanaan terapi. Kemudian peneliti
melakukan pretest dengan mengidentifikasi Berdasarkan data pada tabel 1.1 di
gejala pernafasan pada pasien asma pada atas, karakteristik responden menurut
kelompok kontrol dan perlakuan sebelum umur pada kelompok perlakuan lebih
diberikan perlakuan yang meliputi : dominan responden yang berumur 21-40
1. Respirasi Rate meningkat (sesak tahun dan 41-60 tahun yaitu masing-
napas) masing sebanyak 7 (36,84%) responden,
 >10 tahun : 19-23 x/menit sedangkan pada kelompok kontrol lebih
 14 -18 tahun : 16-18 x/menit dominan responden berumur 12-20 tahun
 Dewasa : 12-20 x/menit sebanyak 5 (26,31%) responden.
(Tamsuri Anas, 2008) Kelompok umur yang dicirikan dengan
2. Wheezing asma tipe intrinsik (<16 tahun) lebih
3. Retraksi dada dominan pada kelompok kontrol.
4. Sianosis b. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
5. Cuping hidung Kelamin
Table 1.2 Distribusi Responden
Setelah pretest, pasien diberikan Berdasarkan Jenis Kelamin.
perlakuan pemberian bronchodilator
dikombinasi dengan pemberian teknik nafas Jenis Perlakuan Kontrol
dalam pada kelompok perlakuan dan No
Kelamin Jumlah (%) Jumlah (%)
pemberian bronchodilator saja pada 1 Laki-laki 11 (57,89) 6 (31,57)
kelompok kontrol. Setelah itu diidentifikasi
2 Perempuan 8 (42,10) 13 (68,42)
kembali geja pernafasan setelah selama
kurang lebih 1 jam perlakuan. Jumlah 19 (100) 19 (100)
DINA FITHRIANA 26
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

8) 42) 05) 95) 0)


Tabel 1.2 menerangkan bahwa Retra 6 13 19 19
19
sebagian besar jenis kelamin responden ksi
Dada
(31,5
8)
(68,
42)
0 (10
0)
0 (10
0)
0
(100)

pada kelompok perlakuan yaitu laki-laki KONTR Whee


6
(31,5
13
(68, 0
19
(10 0
19
(10 0
19
OL zing (100)
dengan jumlah 11 (57,89%) orang dan Cupi
8) 42) 0) 0)
5 14 2 17 19
pada kelompok kontrol yaitu lebih ng
Hidu
(26,3 (73, (10, (89, 0 (10 0
19
(100)
1) 69) 53) 47) 0)
dominan perempuan sebanyak 13 ng
19 19 19
Siano 19
(68,42%). sis
0 (10
0)
0 (10
0)
0 (10
0)
0
(100)

c. Distribusi responden berdasarkan Umur


Tabel 1.3 Distribusi Responden Data pada tabel 1.4 menerangkan
Berdasarkan Pekerjaan bahwa sebagian besar gejala pernapasan
Perlakuan Kontrol
No Pekerjaan
Jumlah (%) Jumlah (%)
asma pada kelompok perlakuan adalah
1 Tani 12 (63,15) 8 (42,10) retraksi dada yang terjadi pada 15 orang
2 Wiraswasta 6 (31,57) 6 (31,57) responden (78,95%). Pada kelompok
3 Pelajar 1 (5.26) 5 (26,31)
kontrol sebagian besar gejala pernapasan
4 PNS 0 0
Jumlah 19 (100) 19 (100)
asma adalah retraksi dada dan wheezing
yaitu sebanyak 6 (31,58%), sedangkan
gejala sianosis pada kelompok perlakuan
Tabel 1.3 menerangkan bahwa terdapat 6 (31,58%) gejala sementara pada
sebagian besar pekerjaan responden kelompok kontrol tidak terdapat gejala
pada kelompok perlakuan adalah tani sianosis.
yaitu sebanyak 12 (63,15) orang dan Khusus data rerata frekwensi
pada kelompok kontrol sebanyak 8 pernapasan (respiration rate) pada kedua
(42,10) responden. kelompok dapat dilihat pada tabel 1.5
berikut ini:
Data khusus ini menyajikan hasil Tabel 1.5 rerata frekwensi pernapasan
yang menggambarkan tentang tentang (respiration rate) pada kelompok
efektifitas pemberian tehnik relaksasi perlakuan dan control
napas dalam terhadap penurunan gejala
pernapasan pada pasien asma di Instalasi Post
Gawat Darurat (IGD) RSUD Patut Patuh Kelompok Pre 15 30 45 60
menit menit menit menit
Patju Gerung Lombok Barat sebagai
Perlakuan 31,4 27,5 22 20 19
berikut :
Kontrol 30,5 27,9 24,6 21,1 19,6
a. Karakteristik responden berdasarkan
gejala retraksi dada, wheezing,
pernapasan cuping hidung, dan Berdasarkan tabel 1.5 di atas,
sianosis pada kelompok perlakuan dan tampak ada perbedaan rerata frekwensi
kelompok kontrol. terutama pada menit ke 30 dan 45 setelah
Tabel 1.4 Karakteristik responden pemberian terapi antara kelompok
berdasarkan gejala retraksi dada, perlakuan dan kontrol.
wheezing, pernapasan cuping hidung Berdasarkan data pada tabel 1.4
dan sianosis. dan 1.5 di atas, secara umum gejala awal
Kelom Kara
Pre (n/%)
Td Ad
Post 15
Td Ad
Post 30
Td
Post 45 yang dialami oleh kelompok perlakuan
pok kteris Ada Ad Tdk
tik %
%
k a
% %
k
%
a
%
k
a% % lebih berat dibandingkan dengan
Retra
ksi
15
(78,9
4
(21,
2
(10,
17
(89,
2
(10,
17
(89, 0
19 kelompok kontrol. Berdasarkan data pada
(100)
Dada 5) 05) 53) 47) 53) 47) tabel yang sama, semua gejala pada
PERLA 5 14 1 18 19
Whee 19
KUAN
zing
(26,3 (73, (5,2 (94, 0 (10 0
(100) kelompok kontrol hilang pada menit 30,
1) 69) 6) 74) 0)
Cupi
2 17 1 18 19
sedangkan pada kelompok perlakuan
ng 19
Hidu
(10,5
3)
(89,
47)
(5,2
6)
(94,
74)
0 (10
0)
0
(100) gejala retraksi dada masih ada pada menit
ng
Siano 6 13 4 15 19 19
0 0
sis (31,5 (68, (21, (78, (10 (100)
DINA FITHRIANA 27
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

30 kemudian hilang pada menit ke 45 b. Uji Hipotesis perbedaan pengaruh


menit. terapi bronkhodilator dan terapi
Setelah dilakukan uji normalitas, relaksasi napas dalam terhadap
didapatkan data pada kelompok perlakuan penurunan gejala pernapasan
dan kontrol tidak terdistribusi normal responden
(p<0,05). Oleh karena itu, uji hipotesis Hasil uji hipotesis dengan uji Mann
pengaruh obat bronkhodilator dan terapi Whitney dapat dilihat pada tabel berikut
relaksasi napas dalam terhadap penurunan ini:
gejala pernapasan responden Tabel 1.7 Karakteristik responden
menggunakan uji wilcoxon. Uji wilcoxon berdasarkan hasil Uji Hipotsis Mann
dilakukan terhadap data sebelum Whitney
pemberian perlakuan dan pada menit 15 Pre Setelah MENIT KE
Gejala
setelah perlakuan. (%) 15 30 45 60
Hasil uji hipotesis dapat dilihat Frekwensi
61,9 .677 .041 .017 .273
pada tabel 1.6 berikut ini : pernapasan
Tabel 1.6 Uji Hipotesis pengaruh obat Retraksi
110,53 .152 .152 1.000 1.000
dada
bronkhodilator dan terapi relaksasi napas Wheezing 1.00
57,89 .317 1.000 1.000
dalam terhadap penurunan gejala 0
pernapasan responden Pernapasa 36,84 .553
1.00
n cuping 1.000 1.000
Gejala PERLAKUAN KONTROL 0
hidung
Respirasi .000 .002

Retraksi dada .000 .000 Profil kelompok perlakuan lebih


berat dibandingkan kelompok kontrol
Wheezing .000 .000
dengan taraf signifikan 95% yang berarti
Pernapasan cuping
hidung
.002 .000 bahwa Ho ditolak dengan nilai P hitung <
Sianosis .000 -
0,05 atau ada efektifitas yang signifikan
pemberian tehnik relaksasi napas dalam
terhadap penurunan gejala pernapasaan
Tabel 1.6 menerangkan bahwa pada pasien asma di IGD RSUD Patut
hasil penelitian ini berdasarkan uji Patuh Patju.
wilcoxon adalah ada perubahan gejala Berdasarkan tabel 1.7 dengan
pernapasan asma secara signifikan setelah menggunakan uji Mann-Whithney yang
15 menit pada kelompok perlakuan dan dilakukan dengan menggunakan uji SPSS
kontrol (p<0,05). Untuk parameter menjelaskan ada perbedan yang signifikan
sianosis, tidak ada responden yang pada gejala respirasi antara kelompok
mengeluhkan gejala ini pada kelompok perlakuan dan kontrol pada menit ke 30
kontrol yang berarti bahwa Ho ditolak dan 45 setelah terapi. Hal ini berarti,
atau ada pengaruh pemberian terapi perbaikan frekwensi pernapasan lebih
bronchodilator dan tehnik relaksasi napas dipengaruhi oleh tehnik relaksasi napas
dalam terhadap penurunan gejala dalam dibandingkan dengan terapi
pernapasan. bronkhodilator.
Untuk melihat apakah ada Sementara pada gejala retraksi
pengaruh yang signifikan dari pemberian dada, wheezing, dan pernapasan cuping
terapi tehnik relaksasi napas dalam hidung tidak ada perbedaan yang
dibandingkan dengan terapi signifikan antara kelompok perlakuan dan
bronkhodilator yang lebih berpengaruh kontrol. Hal ini berarti, yang lebih
antara kelompok perlakuan dan kontrol, berperan adalah terapi bronkhodilator
maka dilakukan uji beda dengan uji Mann dibandingkan terapi tehnik relaksasi napas
Whitney. dalam.
DINA FITHRIANA 28
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

Pada frekwensi pernapasan terjadi Berdasarkan karakteristik


perbedaan gejala pada kelompok pendidikan sebagian besar pendidikan
perlakuan dan kontrol menit 30 dan 45 responden pada kelompok perlakuan
yang menyatakan bahwa h0 diterima dan adalah SD yaitu sebanyak 13 (68,42%)
gejala retraksi dada, wheezing, dan responden dan pada kelompok kontrol
pernapasan cuping hidung tidak ada sebanyak 10 (52,63%) reponden.
perbedaan yang signifikan antara Berdasarkan karakteristik
kelompok perlakuan dan kontrol yang pemberian tehnik relaksasi napas dalam
menyatakan H0 diterima. untuk melihat perubahan gelaja asma yang
dilakukan oleh peneliti yang memiliki
PEMBAHASAN gejala frekwensi pernapasan (respiration
rite) berdasarkan uji wilcoxon adalah ada
Latihan pernapasan juga perubahan gejala pernapasan asma secara
merupakan salah satu penunjang signifikan setelah 15 menit pada
pengobatan asma karena keberhasilan kelompok perlakuan dan kontrol (p<0,05).
pengobatan asma tidak hanya ditentukan Gejala retraksi dada pada
oleh obat yang dikonsumsi, namun juga kelompok perlakuan (pre) yaitu sebanyak
faktor gizi dan olahraga. Tujuan tehnik 15 (78,95%) responden. Kemudian setelah
relaksasi napas dalam adalah untuk diberikan tehnik relaksasi napas dalam,
melatih cara bernapas yang benar, gejala retraksi dada pada kelompok
melenturkan dan memperkuat otot perlakuan (post) yaitu sebanyak 2
pernapasan. Maka tehnik relaksasi sangat (10,53%) responden pada menit ke 30.
bagus dilakukan di rumah. Pada kelompok kontrol (pre) gejala
Berdasarkan pada karakteristik retraksi dada yaitu sebanyak 6 (31,58%)
responden menurut umur pada kelompok responden, kemudian gejala retraksi dada
perlakuan lebih dominan responden yang pada kelompok kontrol (post) gejala
berumur 21-40 tahun dan 41-60 tahun retraksi dada hilang pada menit ke 30.
yaitu masing-masing sebanyak 7 (36,84%) Gejala wheezing pada kelompok
responden, sedangkan pada kelompok perlakuan (pre) yaitu sebanyak 5
kontrol lebih dominan responden berumur (26,31%) responden dan kontrol (pre)
12-20 tahun sebanyak 5 (26,31%) yaitu sebanyak 6 (31,58%). Kemudian
responden. Kelompok umur yang setelah diberikan tehnik relaksasi napas
dicirikan dengan asma tipe intrinsik (<16 dalam, gejala wheezing pada kelompok
tahun) lebih dominan pada kelompok perlakuan dan kontrol (post) hilang pada
kontrol. Hal ini dimungkinkan karena menit 30.
pada saat usia dewasa, penyakit asma Pada gejala cuping hidung
akan lebih lama hilang bahkan tidak bisa kelompok perlakuan (pre) yaitu sebanyak
hilang yang biasanya disebabkan oleh non 2 (10,53%) responden dan pada kelompok
alergik (asma intrinsik) dibandingkan kontrol sebanyak 5 (26,31%) responden,
dengan penyakit asma pada usia anak- kemudian gejala cuping hidung hilang
anak atau remaja yang disebabkan oleh pada menit 30.
alergen (asma ekstrinsik). Untuk gejala sianosis pada
Berdasarkan karakteristik kelompok perlakuan (pre) yaitu sebanyak
pekerjaan sebagian besar pekerjaan 6 (31,58%) responden dan hilang pada
responden pada kelompok perlakuan menit ke 30. Kemudian pada kontrol tidak
adalah tani yaitu sebanyak 12 (63,15) ada responden yang mengeluhkan gejala
orang dan pada kelompok kontrol ini yang berarti bahwa Ho ditolak atau ada
sebanyak 8 (42,10) responden. pengaruh pemberian terapi bronkhodilator
DINA FITHRIANA 29
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

dan tehnik relaksasi napas dalam terhadap pemberian terapi bronchodilator dan
penurunan gejala pernapasan. tehnik relaksasi napas dalam terhadap
Berasarkan penurunan gejala penurunan gejala pernapasan.
pernapasan pada pasien asma didapatkan Pada frekwensi pernapasan
bahwa semua pasien mengalami gejala (respiration rate), hal ini sesuai dengan
yang berbeda. Dari data juga didapatkan teori yang dimana jika terapi tehnik
bahwa gejala asma pasien bervariasi dari relaksasi napas dalam dilakukan dengan
adanya retraksi dada, wheezing, baik maka dapat memperbaiki fungsi
pernapasan cuping hidung, sianosis dan paru-paru sehingga dengan demikian
frekwensi pernapasan (respiration rite). serangan asma dapat diminimalkan.
Hal ini sesuai pendapat Brunner & Kemudian pada gejala retraksi dada,
Suddart, 2007 yang menyebutkan bahwa wheezing, pernapasan cuping hidung dan
gejala-gejala asma tersebut tidak selalu sianosis tidak sesuai dengan teori yang
dijumpai bersamaan, pada serangan asma dimana profil kelompok perlakuan lebih
berat, gejala-gejala yang timbul makin berat dibandingkan kelompok kontrol dan
banyak dan serangan asma sering kali umur pada kelompok perlakuan lebih
terjadi pada malam hari. dominan responden yang berumur 26-35
Tehnik relaksasi napas dalam tahun dan 46-55 tahun, sedangkan pada
merupakan suatu bentuk asuhan kelompok kontrol lebih dominan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat responden berumur 36-45 tahun dan >16
mengajarkan kepada pasien bagaimana tahun.
cara melakukan napas dalam, napas Berdasarkan uji Mann-Whithney
lambat (menahan inspirasi secara yang dilakukan, menjelaskan ada
maksimal) dan bagaimana perbedan yang signifikan pada gejala
menghembuskan napas secara perlahan. frekwensi pernapasan (respiration rate)
Selain dapat menurunkan gejala antara kelompok perlakuan dan kontrol
pernapasan, teknik relaksasi napas dalam, pada menit ke 30 dan 45 setelah terapi.
juga dapat meningkatkan ventilasi paru Hal ini berarti, perbaikan frekwensi
dan meningkatkan oksigenasi darah pernapasan (respiration rite) lebih
(Smeltzer;Bare, 2009). dipengaruhi oleh tehnik relaksasi napas
Pada penderita asma, sangat bagus dalam dibandingkan dengan terapi
jika dilakuakan atau diberikan tehnik bronkhodilator. Sehingga dapat
relaksasi napas dalam yang salah satu disimpulkan bahwa ada efektifitas
manfaatnya, yaitu: jika tidak dalam pemberian tehnik relaksasi napas dalam
serangan latihan pernapasan (tehnik terhadap penurunan gejala pernapasan
relaksasi napas dalam) diperlukan untuk pada pasien asma di IGD RSUD Patut
mencegah sesak napas, memperbaiki Patuh Patju Gerung Lombok Barat dengan
fungsi paru-paru sehingga dengan taraf signifikan 95% (p<0,05).
demikian serangan sesak napas tidak Pada gejala retraksi dada,
terjadi dan menenangkan pikiran dan wheezing, dan pernapasan cuping hidung
mengurangi kecemasan. tidak ada perbedaan yang signifikan
Dari hasil uji wilcoxon adalah ada antara kelompok perlakuan dan kontrol.
perubahan gejala pernapasan asma secara Hal ini berarti, yang lebih berperan adalah
signifikan setelah 15 menit pada terapi bronkhodilator dibandingkan terapi
kelompok perlakuan dan kontrol (p<0,05). tehnik relaksasi napas dalam.
Untuk parameter sianosis, tidak ada Ada beberapa faktor yang
responden yang mengeluhkan gejala ini menyebabkan salah satu alasan kenapa
pada kelompok kontrol yang berarti terapi tehnik relaksasi napas dalam tidak
bahwa Ho ditolak atau ada pengaruh
DINA FITHRIANA 30
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

terlalu berperan dibandingkan terapi kelompok perlakuan adalah retraksi


bronkhodilator: dada yaitu sebanyak 15 (78,95%).
1. Umur pada kelompok perlakuan lebih Pada kelompok kontrol sebagian
banyak umur >45-65 tahun dan pada besar gejala pernapasan asma adalah
kelompok kontrol usia >16 tahun. Pada retraksi dada dan wheezing yaitu
usia dewasa penyakit asma akan lebih sebanyak 6 (31,58%).
lama hilang bahkan tidak bisa hilang 2. Hasil penelitian menggunakan uji
yang biasanya disebabkan oleh non wilcoxon adalah ada perubahan gejala
alergik (asma intrinsik) dibandingkan pernapasan asma secara signifikan
dengan penyakit asma pada usia anak- setelah 15 menit pada kelompok
anak atau remaja yang disebakan oleh perlakuan dan kelompok kontrol
alergen (asma ekstrinsik) yang (p<0,05). Hasil uji Mann-Whithney
biasanya akan hilang pada usia dewasa. yang dilakukan yaitu ada perbedaan
2. Profil gejala awal kelompok perlakuan yang signifikan pada gejala frekwensi
lebih berat dibandingkan dengan pernapasan (respiration rate) antara
kontrol. kelompok perlakuan dan kontrol pada
3. Jumlah sampel pada kedua kelompok menit ke 30 dan 45 setelah terapi.
masih kurang. 3. Ada efektifitas yang signifikan antara
Untuk peneliti selanjutnya pemberian tehnik relaksasi napas
diharapkan dapat mempertimbangkan dalam terhadap penurunan gejala
umur responden agar sama rata dengan pernapasan pada pasien asma di IGD
kedua kelompok, dan diharapkan agar RSUD Patuh Patut Patju Gerung
sampel pada penelitian selanjutnya untuk Lombok Barat dengan taraf signifikan
menambah jumlah sampel. 95% yang berarti bahwa hipotesis
Hal ini secara teoritik dapat alternatif (Ha) diterima dan (Ho)
diterangkan bahwa dengan adanya tehnik ditolak dengan nilai P hitung < 0,05.
relaksasi napas dalam dapat memberikan
suatu bentuk dukungan profesional dan
dukungan sosial yang dapat memberikan
pengaruh baik fisik maupun psikologis
sehingga pasien merasa lebih tenang dan
akhirnya gejala pernapasan dapat
menurun. Menurut Kustanti dan Widodo,
2008 dimana dengan latihan tehnik
relaksasi napas dalam yang rutin dapat
memberikan efek pada respon terhadap
kesehatan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan


pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, dapat diambil kesimpulan
bahwa:
1. Sebelum memeberikan tehnik
relaksasi napas dalam kepada pasien
asma di IGD RSUD Patuh Patut Patju
Gerung Lombok Barat, sebagian
besar gejala pernapasan asma pada
DINA FITHRIANA 31
HADI KUSUMA ATMAJA
EVA MARVIA

DAFTAR PUSTAKA Gangguan Sistem Pernafasan.


Jakarta: Salemba Medika.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian; Notoatmojo, S. 2012. Metodelogi
suatu pendekatan praktik. Jakarta. Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta. PT. Rineka Cipta.
Ayres Jon. 2007. Asma. jakarta: dian Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Rakyat. Metodologi Penelitian Ilmu
Barbara M, Gallo, M,s CNNA. 2007. Keperawatan: Pedoman
Keperawatan Kritis Dengan Skripsi, Tesis dan Instrumen
Pendekatan Holistik. Edisi 6 Penelitian Keperawatan. Edisi I.
volume II. Jakarta: EGC. Jakarta: Salemba Medika.
Barbara. 2009. Keperawatan Kritis Pottel Cludia. 2010. Asma. jakarta: PT
Dengan Pendekatan Holistik. Indeks.
Edisi 6 volume II. Jakarta: EGC. Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Brunner & Suddart. 2007. Keperawatan Bahasa (2008). Kamus Besar
Medikal Bedah. Edisi 8 vol 1. Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Jakarta: Jakarta. Survey Kesehatan Rumah Tangga. 2010.
Carpenito. 2008. Askep jiwa dengan www.DepKes.id. Jakarta.
masalah psikososial. Jakarta: Sugiyono. 2008. Statistik Nonparametris
Intan Pariwara. Untuk Penelitian. Alfabeta:
Cheriniak. 2010. Terapi Muktahir Dengan Bandung.
Penyakit Saluran Pernapasan. Sugiyono. 2008. Statistika Penelitian dan
Jakarta: Binarupa aksara. Aplikasinya dengan SPSS 10.0
Dep Kes RI. 2009. Pedoman Asma. for windows, Bandung :
Jakarta. Alfabeta.
Doenges, M.E. 2007. Rencana Asuhan Sugiyono. 2011. Metode Penelitian
Keperawatan. Jakarta.: EGC. Kuantitatif Kualitatif Dan R&D.
Eric. 2010. Global Stategry for PT. Alfabeta: Bandung
Management and Asthma Smeltzer, Bere. 2009. Buku Ajar
Prevention. Australia: Global. Keperawatan Medikal Bedah.
Ernawati. 2009. Asuhan Keperawatan Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Asma. jakarta: indeks. Somantri Irman. 2009. Asuhan
Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional Keperawatan Pada Klien Dengan
(RISKESDAS). 2012. Jakarta. Gangguan Sistem Pernapasan.
Hidayat, 2008. Riset Keperawatan dan Edisi 2. Jakarta: Salemba
Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta. Medika.
Salemba Medika. Stikes Mataram. 2013. Panduan penulisan
Hidayat Alimul. 2007. Metodelogi skripsi. Stikes Mataram. NTB.
Penelitian Kebidanan & Teknik Stuard, Sundeen. 2007. Buku saku
Analisa Data. Jakarta. Salemba keperawatan jiwa. Edisi 3.
Medika. Jakarta: EGC.
Ikawati. 2006. Konsep Dasar Asma. Sumantri Irman. 2012. asuhan
From: http//www. Asma.com Keperawatan Pada Klien Dengan
Murwani Arita. 2009. Konsep Dasar Gangguan System Pernapasan
Keperawatan. Yogyakarta. Edisi ke 2. Jakarta: Salemba
Fitramaya. Medika.
Muttaqin Arif. 2008. Asuhan Tamsuri Anas. 2008. Klien Gangguan
Keperawatan Klien Dengan Pernapasan. Jakarta: EGC.
ISSN 1978-3787 (Cetak) Media Bina Ilmiah 877
ISSN 2615-3505 (Online)
………………………………………………………………………………………………………
LATIHAN PERNAFASAN DIAFRAGMA DALAM MEMPENGARUHI SATURASI
OKSIGEN (SPO2) PADA PASIEN ASMA DI RUANG RAWAT INAP RSUD PATUT
PATUH PATJU GERUNG TAHUN 2018

Oleh
Aan Dwi Sentana , Mardiatun2) & Pandit D3)
1)
1,2
Dosen Poltekes Kemenkes Mataram & 3Mahasiswa Poltekes Kemenkes Mataram
Email: dwi_sentana@yahoo.co.id, mardiatun.ayani@gmail.com &
sineru.pandit@yahoo.com

Abstrak
Asthma management does not directly giving a maximum results fot oxygen saturation to asthmatic
patient. The use of bronchodilator can not indicate significant result in the improvement of lung
function that is monitored by oxygen saturation value. The result of pre liminary research in Patut
Patuh Patju Gerung Hospital from 7 asthmatic patient there are 5 patient (71 %) have under normal
oxygen saturation (<95%) dan 2 patient with normal oxygen saturation (≤95%) The purpose is to
know influence of diaphragm respiratory practice for oxygen saturation (SPO 2) to asthmatic patient
in inpatient Patut Patuh Patju Gerung Hospital. The research method is used pre-experimental
method with program one group pretest-posttest. Total sample taken with 16 people with purposive
sampling techique. The results of this research obtained 100% respondents with abnormal oxygen
saturation (<95%) before doing diphragm respiratory practice, while after did the diaphragm
respiratory practice, 100% respondents have normal oxygen saturation (≥95%) with significant
value ρ = 0,000 < α = 0,05 There is a good significant influence for the asthamtic patient after
doing the diaphragm respiratory practice. The diaphragm respiratory practice recommende do
improve oxygen saturation fot asthamtic patient.
Keyword : Diaphragm Respiratory Practice, Oxygen Saturation, Asthma/Asthmatic
PENDAHULUAN tingkat pendidikan rendah. Prevalensi tertinggi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik berada di Kabupaten Lombok Barat dan
saluran napas yang melibatkan banyak sel dan Lombok Timur sebesar 5,9 %, Bima 5,5 %,
elemennya. Proses inflamasi kronik ini Lombok Tengah dan Lombok Utara 5,3 %,
menyebabkan saluran pernapasan menjadi Sumbawa 4,5 %, Mataram 4,1 %, Dompu
hiperresponsif yang menghasilkan pembatasan 3,5 %, Kota Bima 3,1 %, dan Sumbawa Barat
aliran udara di saluran pernapasan dengan 2,3 % (RISKESDAS NTB, 2013).
manifestasi klinik yang bersifat episodik Angka kunjungan pasien asma tertinggi
berulang berupa mengi, sesak napas, dada berada di Kabupaten Lombok Barat dengan
terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam angka kunjungan 879 pasien tertinggi ke dua
hari atau pagi hari (PDPI, 2006). Kabupaten Lombok Timur dengan angka
Laporan WHO (World Health kunjungan 798 pasien dan terendah di
Organization) tahun 2013, saat ini sekitar 235 Kabupaten Lombok Utara dengan angka
juta penduuk dunia terkena penyakit asma. Data kunjungan 432 pasien (Dinas Kesehatan
RISKESDAS 2013 Kemenkes RI, prevalensi Provinsi NTB, 2015).
asma bronkial di Indonesia yaitu 4,5 persen, Menurut data dari Rekam Medik RSUD
meningkat sebesar 1% dari laporan Riset Patut Patuh Patju Gerung, pada tahun 2013
Kesehatan Dasar tahun 2007. dan khusus di tercatat angka kejadian kasus asma bronkial
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu 5,1 sejumlah 650 pasien, dengan 66 yang menjalani
persen. Prevalensi asma bronkial di NTB rawat rawat inap. Sedangkan, jumlah pasien
cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan penderita asma bronkial yang pernah masuk
http://ejurnal.binawakya.or.id/index.php/MBI Vol.13 No.2 September 2018
Open Journal Systems
878 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 (Cetak)
ISSN 2615-3505 (Online)
……………………………………………………………………………………………………....
rumah sakit lebih dari satu kali sebanyak 54 nilai saturasi oksigen normal (95-100%). Studi
orang. Pada tahun 2014, terjadi jumlah pendahuluan yang dilakukan di RSUD Patut
peeningkatan kasus kejadian asma. Terdapat Patuh Patju Gerung dari 7 pasien asma
sejumlah 766 kasus asma, dengan 78 yang didapatkan yaitu sebanyak 5 orang (71%)
menjalani rawat inap, dan 76 pasien mengalami dengan saturasi oksigen dibawah normal
kekambuhan berulang. Pada tahun 2015 juga (<96%) dan 2 orang (29%) dengan saturasi
terjadi peningkatan kasus kejadian asma oksigen normal (≥96%).
menjadi 879 kasus, dengan 168 pasien yang Keluhan utama yang sering terjadi saat
menjalani rawat inap, dan 88 pasien yang terjadinya asma adalah sesak napas. Sesak
mengalami kekambuhan berulang. napas terjadi disebabkan oleh adanya
Penatalaksanaan asma tidak langsung penyempitan saluran napas. Penyempitan
memberikan hasil yang maksimal pada saturasi saluran napas terjadi karena adanya
oksigen pada pasien asma. Penggunaan hiperreaktivitas dari saluran napas terhadap
bronkodilator tidak dapat menunjukkan hasil berbagai rangsangan, sehingga menyebabkan
yang signifikan pada peningkatan fungsi paru bronkospasme, infiltrasi sel inflamasi yang
yang dipantau dengan nilai FEV1 (Forced Vital menetap edema mukosa, dan hipersekresi
Capacity) dan saturasi oksigen. Pada studi mukus yang kental (Price & Wilson, 2006).
klinis penggunaan secara regular dari long- Bronkospasme pada asma menyebabkan
acting bronkodilator inhalasi (LABA atau terjadinya penurunan ventilasi paru. Penurunan
antikolinergik) atau ipratropium berkaitan ventilasi paru menyebabkan terjadinya
dengan perbaikan status kesehatan pasien. penurunan tekanan transmural. Penurunan
Begitu juga dengan penggunaan secara regular tekanan transmural berdampak pada
tiotropium dapat menurunkan tingkat mengecilnya gradient tekanan transmural
eksaserbasi dan tidak memberikan hasil yang (Perry & Potter, 2006).
signifikan pada peningkatan saturasi oksigen Pengembangan paru yang tidak optimal
(Williams & Bourdet, 2005). berdampak pada terjadinya penurunan
Wawancara yang dilakukan di Ruang kapasitas paru serta peningkatan residu
Rawat Inap RSUD Patut Patuh Patju, belum fungsional dan volume residu paru (Guyton,
pernah menerapkan pemberian latihan 2007). Penurunan kapasitas vital paru yang
pernafasan Diafragma pada pasien asma. diikuti dengan peningkatan residu fungsional
Penelitian yang dilakukan oleh Wedri dkk dan volume residu paru menyebabkan
(2013) di Rumah Sakit Umum Bangli, pada 47 timbulnya perbedaan tekanan parsial gas,
responden didapatkan yaitu sebanyak 19 antara tekanan parsial gas dalam alveoli dengan
responden (40,4%) dengan saturasi oksigen tekanan parsial gas dalam pembuluh kapiler
normal (95-100%), sebanyak 26 responden paru (Guyton, 2007). Penurunan difusi oksigen
(55,3%) dengan saturasi oksigen (90-94%), dan menyebabkan konsentrasi oksigen dalam darah
sebanyak 2 responden (4,3%) dengan saturasi akan berkurang dengan sehingga dalam
oksigen (75-89%). Hal ini menunjukkan keadaan klinis akan terjadi penurunan saturasi
adanya saturasi oksigen tidak normal pada oksigen (Guyton, 2007).
sebagian besar penderita asma. Kebutuhan oksigenasi merupakan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan kebutuhan dasar manusia yang digunakan
oleh Imam Harmaen (2017) di Rumah Sakit untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh
Umum Daerah Patut Patuh Patju Gerung, pada mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai
20 responden didapatkan yaitu sebanyak 16 organ atau sel (Hidayat, 2006). Jika saturasi
responden (80%) memiliki nilai saturasi oksigen dalam tubuh rendah (<95%) dapat
oksigen di bawah nilai normal (<95%) dan menimbulkan berbagai masalah kesehatan
sebanyak 4 responden (20%) yang memiliki diantaranya hipoksemia. Hipoksemia ditandai
Vol.13 No.2 September 2018 http://ejurnal.binawakya.or.id/index.php/MBI
Open Journal Systems
ISSN 1978-3787 (Cetak) Media Bina Ilmiah 879
ISSN 2615-3505 (Online)
………………………………………………………………………………………………………
dengan sesak napas, peningkatan frekuensi jenis kelamin. Adapun distribusi responden
napas 35 x/menit, nadi cepat dan dangkal, berdasarkan umur sebagai berikut:
sianosis serta penurunan kesadaran (Perry & 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Potter, 2006). Adapun distribusi responden berdasarkan
Pengobatan untuk asma dibedakan atas umur , yaitu:
dua macam yaitu pengobatan secara Tabel 1Distribusi frekuensi responden
farmakologis dan non farmakologis. Bentuk berdasarkan usia pada pasien
pengobatan nonfarmakologis adalah Asma di RSUD Patut Patuh Patju
pengobatan komplementer yang meliputi Tahun 2018
breathing technique (teknik pernafasan),
acupunture, exercise theraphy, psychological
therapies, manual therapies (Council, 2006).
Intervensi yang dapat dilakukan pada
pasien asma untuk meningkatkan kekuatan
otot-otot pernapasan pada pasien asma
sehingga dapat memaksimalkan ventilasi paru
adalah Latihan Pernapasan Diafragma. Latihan Berdasarkan tabel 3, menunjukan bahwa
Pernapasan Diafragma merupakan melatih jumlah responden terbanyak adalah kelompok
pasien untuk menggunakan diafragma dengan umur 46 – 55 tahun dan >65 Tahun yaitu
baik dan merelaksasi otot-otot asesoris (otot masing-masing 4 responden (25 %).
bantu pernapasan), dan bertujuan 2. Distribusi responden berdasarkan jenis
meningkatkan volume alur napas, menurunkan kelamin.
frekuensi respirasi dan residu fungsional, Distribusi karateristik responden
memperbaiki ventilasi dan memobilisasi berdasarkan jenis kelamin yaitu jenis kelamin
sekresi mukus pada saat drainase postural perempuan dan laki-laki dapat dilihat pada
(Vijai, 2008). Tabel 2 di bawah ini :
Berdasarkan latar belakang diatas Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan
mendorong peneliti untuk melakukan jenis kelamin pada pasien Asma di
penelitian dengan judul “Pengaruh Latihan RSUD Patut Patuh Patju Tahun
Pernapasan Diafragma Terhadap Saturasi 2018
Oksigen pada Pasien Asma di Ruang Rawat
Inap RSUD Patut Patuh Patju Gerung Tahun
2018 ”

Metode
Penelitian ini menggunakan desain jenis
penelitian pra eksperiment dengan rancangan Berdasarkan tabel 2, menunjukan bahwa
pretest posttest one group design.. Sampel pada sebagian besar responden berjenis kelamin
penelitian ini sebesar 16 responden yang perempuan yaitu sebanyak 9 responden
diperoleh secara porpusive sampling (56,25 %).
Hasil dan Pembahasan 3. Distibusi responden berdasarkan
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD pendidikan.
Patut Patuh Patju Gerung Tahun 2018 ” Hasil Distribusi karateristik responden
penelitian adalah sebagai berikut : berdasarkan pendidikan bervariasi dari tamat
A. Karakteristik Responden SMP sampai dengan tamat Perguruan Tinggi
Gambaran umum responden pada
penelitian ini, dilihat berdasarkan umur dan
http://ejurnal.binawakya.or.id/index.php/MBI Vol.13 No.2 September 2018
Open Journal Systems
880 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 (Cetak)
ISSN 2615-3505 (Online)
……………………………………………………………………………………………………....
atau Akademi, untuk lebih jelasnya dapat Berdasarkan tabel 4 menunjukan bahwa
dilihat pada Tabel 3 di bawah ini: sebelum dilakukan intervensi. seluruh
responden (16 responden) memiliki nilai
saturasi oksigen dibawah normal/hipoksia
(<95 %) dan setelah dilakukan intervensi nilai
saturasi oksigen seluruh responden (16
responden) meningkat/normal (≥95 %).
2. Hasi Uji Stastik Pengaruh Latihan
Pernapasan Diafragma Terhadap Saturasi
Oksigen Pada Pasien Asma Di Ruang Rawat
Inap RSUD Patut Patuh Patju Tahun 2018.
Tabel3.Distribusi responden berdasarkan Tabel. 5 Hasi Uji Stastik Pengaruh Latihan
jenjang pendidikan pada pasien Pernapasan Diafragma Terhadap
asma di RSUD Patut Patuh Patju Saturasi Oksigen Pada Pasien Asma
Tahun 2018 Di Ruang Rawat Inap RSUD Patut
Patuh Patju Tahun 2018.

Berdasarkan tabel 3 menunjukan


bahwa jenjang pendidikan terbanyak berada Berdasarkan Tabel 5 menunjukan bahwa uji
pada pendidikan dasar dan tidak sekolah statistik menggunakan Wilcoxon Sign Rank
sebanyak masing-masing 6 responden (37,5 %). Test dengan bantuan program SPSS 23.0 for
B. Gambaran Khusus Hasil Penelitian Windows 7 diperoleh hasil ρ Value = 0,000 < α
= 0,05 sehingga Ha diterima yang artinya ada
1. Distribusi nilai saturasi oksigen pengaruh latihan pernapasan diafragma
sebelum dan setelah latihan pernapasan terhadap saturasi oksigen pada pasien asma di
diafragma pada pasien asma ruang rawat inap RSUD Patut Patuh Patju
Distribusi nilai saturasi oksigen sebelum dan Tahun 2018.
setelah latihan pernapasan diafragma pada
pasien Asma di Ruang Rawat Inap RSUD Patut Pembahasan
Patuh Patju tahun 2018 Pembahasan hasil penelitian tentang
Tabel.4 Distribusi nilai saturasi oksigen latihan pernafasan diafragma dalam
sebelum dan setelah latihan pernapasan mempengaruhi saturasi oksigen (spo2) pada
diafragma pada pasien Asma di Ruang pasien asma di ruang rawat inap rsud patut
Rawat Inap RSUD Patut Patuh Patju patuh patju gerung tahun 2018
tahun 2018 meliputi:
A. Identifikasi Saturasi Oksigen Pada
Pasien Asma Sebelum Dilakukan Latihan
Pernapasan Diafragma
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan pada 16 orang responden
menunjukan bahwa seluruh responden
memiliki saturasi oksigen di bawah nilai normal
(<95 %). Pada pasien asma terjadi peningkatan
Vol.13 No.2 September 2018 http://ejurnal.binawakya.or.id/index.php/MBI
Open Journal Systems
ISSN 1978-3787 (Cetak) Media Bina Ilmiah 881
ISSN 2615-3505 (Online)
………………………………………………………………………………………………………
frekuensi napas saat serangan asma berdampak pada mengecilnya gradient tekanan
mengakibatkan peningkatan kerja otot-otot transmural (Perry & Potter, 2006).
pernapasan sebagai bentuk mekanisme tubuh Semakin kecil gradient tekanan
untuk tetap mempertahankan ventilasi paru. transmural yang dibentuk selama inspirasi
Otot-otot pernapasan yang berperan pada semakin kecil compliance paru. Semakin kecil
proses inspirasi adalah otot interkostalis compliance paru yang dihasilkan akan
eksterna, stemokleidomastodeus, skalenus. berakibat pengembangan paru menjadi tidak
Sedangkan otot yang berperan pada ekspirasi optimal. Pengembangan paru yang tidak
adalah interkostalis internus, rektus abdominis optimal berdampak pada terjadinya penurunan
(Guyton & Hall, 2008). kapasitas paru serta peningkatan residu
Pada penderita asma biasanya mampu fungsional dan volume residu paru (Guyton,
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat 2007).
tetapi sukar sekali melakukan ekspirasi akibat Penurunan kapasitas vital paru yang
bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan diikuti dengan peningkatan residu fungsional
terisi mukus (Price & Wilson, 2006). Pada dan volume residu paru menyebabkan
kondisi ini membutuhkan kerja keras otot-otot timbulnya perbedaan tekanan parsial gas,
pernapasan untuk mengeluarkan udara antara tekanan parsial gas dalam alveoli dengan
ekspirasi (Price & Wilson, 2006). tekanan parsial gas dalam pembuluh kapiler
Pada saat serangaan asma, otot-otot paru (Guyton, 2007).
yang lebih sering digunakan adalah otot-otot Penurunan tekanan parsial gas oksigen
interkostalis daripada otot-otot rektus dalam alveoli, menyebabkan kecilnya
abdominis, sedangkan otot pernapasan paling perbedaan gradient tekanan gas oksigen dalam
utama adalah yaitu diafragma. Penggunaan alveoli dengan kapiler, akibatnya tidak terjadi
otot-otot interkostalis secara terus menerus difusi oksigen dari alveoli ke kapiler (Perry &
akan menyebabkan kelemahan pada otot Potter, 2006). Penurunan difusi oksigen
pernapasan sehingga diperlukan suatu latihan menyebabkan konsentrasi oksigen dalam darah
penguatan otot-otot pernapasan pada penderita akan berkurang dengan sehingga dalam
asma (Shaffer, 2012 dalam Samsuardi 2012). keadaan klinis akan terjadi penurunan saturasi
Salah satu intervensi yang dapat dilakukan pada oksigen (Guyton, 2007).
pasien asma untuk meningkatkan kekuatan Jika saturasi oksigen dalam tubuh
otot-otot pernapasan pada pasien asma rendah (<95 %) dapat menimbulkan berbagai
sehingga dapat memaksimalkan ventilasi paru masalah kesehatan diantaranya hipoksemia.
adalah latihan pernapasan. Hipoksemia ditandai dengan sesak napas,
Pada penderita asma, keluhan utama yang peningkatam frekuensi napas 35 x/menit, nadi
sering terjadi adalah sesak napas. Sesak napas cepat dan dangkal, sianosis serta penurunan
terjadi disebabkan oleh adanya penyempitan kesadaran (Perry & Potter, 2006).
saluran napas. Penyempitan saluran napas B. Identifikasi Saturasi Oksigen Pada
terjadi karena adanya hiperreaktivitas dari Pasien Asma Setelah Dilakukan Latihan
saluran napas terhadap berbagai rangsangan, Pernapasan Diafragma
sehingga menyebabkan bronkospasme, Berdasarkan hasil penelitian yang
infiltrasi sel inflamasi yang menetap, edema dilakukan pada 16 orang responden
mukosa, dan hipersekresi mukus yang kental menunjukan bahwa seluruh responden
(Price & Wilson, 2006). Bronkospasme pada memiliki saturasi oksigen normal (95-100%)
asma menyebabkan terjadinya penurunan yaitu sebanyak 16 responden (100%).
ventilasi paru. Penurunan ventilasi paru Peningkatan saturasi oksigen ini di dukung oleh
menyebabkan terjadinya penurunan tekanan teori Robert L. Cowie (2007) dengan
transmural. Penurunan tekanan transmural mengatakan peningkatan jumlah responden
http://ejurnal.binawakya.or.id/index.php/MBI Vol.13 No.2 September 2018
Open Journal Systems
882 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 (Cetak)
ISSN 2615-3505 (Online)
……………………………………………………………………………………………………....
yang memiliki nilai saturasi oksigen normal Pada asma terjadi penurunan
yang pada awalnya semua responden memiliki oksigenasi darah dan peningkatan
saturasi oksigen di bawah normal meningkat karbondioksida arteri. Salah satu terapi pada
menjadi semua responden memiliki saturasi penderita asma adalah latihan nafas diafragma
normal. Latihan pernapasan sangat berperan yang bertujuan memperbaiki ventilasi,
dalam mengembalikan fungsi pernapasan mensinkronkan dan melatih kerja otot abdomen
pasien pada pasien asma yang sebelumnya dan thorax untuk menghasilkan tekanan
mengalami hiperventilasi dan menyebabkan inspirasi yang cukup dan untuk melakukan
kekurangan CO2 sehingga tubuh menyesuaikan ventilasi maksimal. Peningkatan ventilasi akan
diri dengan menurunkan kadar oksigen di diikuti dengan peningkatan perfusi sehingga
jaringan, hal ini yang menyebabkan terjadinya kadar CO2 arteri darah akan berkurang. Latihan
penurunan saturasi oksigen perifer. Menurut nafas diafragma dapat memperbaiki kinerja
(Smith, 2004 dalam Mayuni et al, 2015), teknik alveoli untuk mengefektifkan pertukaran gas
pernapasan diafragma berguna untuk tanpa meningkatkan kerja pernafasan serta
menguatkan diafragma selama pernapasan, dapat mengatur dan mengkoordinasi kecepatan
menurunkan kerja pernapasan, menggunakan pernafasan sehingga pernafasan lebih efektif
sedikit usaha dan energi untuk bernafas, dengan (Semara, 2012).
pernapasan diafragma akan terjadi peningkatan Berdasarkan hasil penelitian yang
volume tidal, penurunan kapasitas residu dilakukan oleh Sepdianto dkk (2013) latihan
fungsional dan peningkatan pengambilan pernapasan diafragma meningkatkan efisiensi
oksigen yang optimal (Smith, 2004 dalam ventilasi terhadap oksigen yang ditunjukan
Mayuni et al, 2015). dengan peningkatan oksigen dalam darah.
Latihan pernapasan dapat Latihan pernapasan diafragam bertujuan agar
meningkatkan pengembangan paru sehingga klien dengan masalah ventilasi yang optimal ,
ventilasi alveoli meningkat dan akan terkontrol, efisien, dan dapat mengurangi kerja
meningkatkan konsentrasi oksigen dalam darah pernapasan. Latihan ini meningkatkan relaksasi
sehingga kebutuhan oksigen terpenuhi otot, menghilangkan kecemasan,
(Smeltzer & Bare, 2012). Sesuai dengan teori di menyingkirkan pola aktifitas otot-otot
atas terlihat bahwa hasil penelitian menunjukan pernapasan yang tidak berguna dan tidak
peningkatan signifikan nilai saturasi oksigen terkoordinasi, melambatkan frekuensi
pada responden, seluruh pasien mengalami pernapasan dan mengurangi kerja pernapasan.
peningkatan nilai saturasi oksigen yang Pernapasan yang lambat, rileks, dan berirama
sebelumnya tidak normal (<95 %) menjadi membantu dalam mengontrol kecemasan yang
normal (95-100 %). timbul ketika klien mengalami sesak nafas.
Di pertegas oleh teori Smith (2004), Dengan pelaksanaan latihan pernapasan
pernafasan diafragma yang dilakukan berulang diafragma mampy mengoptimalisasi
kali dengan rutin dapat membantu seseorang penggunaan otot diafragma dan menguatkan
menggunakan diafragmanya secara benar diafragma selama pernapasan.
ketika dia bernafas. Teknik ini berguna untuk Penelitian serupa juga dilakukan oleh
menguatkan diafragma, menurunkan kerja Widiarti (2011), pernapasan diafragma dapat
pernafasan, melalui penurunan laju pernafasan, meningkatkan kualitas hidup penderita asma
menggunakan sedikit usaha dan energi untuk karena dapat melatih penderita bernapas yang
bernafas, dengan pernafasan diafragma maka benar yaiu menggunakan perut. Menurut
akan terjadi peningkatan volume tidal, penelitian yang dilakukan oleh Mayuni et a
penurunan kapasitas residu fungsional, dan (2015), pernapasan diafragma berpengaruh
peningkatan pengambilan oksigen yang terhadap kapasitas vital paru pada penderita
optimal. asma.
Vol.13 No.2 September 2018 http://ejurnal.binawakya.or.id/index.php/MBI
Open Journal Systems
ISSN 1978-3787 (Cetak) Media Bina Ilmiah 883
ISSN 2615-3505 (Online)
………………………………………………………………………………………………………
C. Pengaruh Latihan Pernapasan bahwa dengan diaphragma breathing exercise
Diafragma Terhadap Saturasi Oksigen dapat meningkatkan tekanan parsial oksigen
Pada Pasien Asma (PaO2) sehingga saturasi oksigen juga akan
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon meningkat.
didapatkan hasil uji Sig ρ (0,000) < α (0,05), Berdasarkan hasi penelitian
maka H0 ditolak atau dapat disimpulkan bahwa didapatkan seluruh responden mengalami
ada pengaruh signifikan latihan pernapasan peningkatan saturasi oksigen. Pengaruh ini
diafragma terhadap peningkatan saturasi terjadi karena pemberian latihan pernafasan
oksigen pada pasien asma di Ruang Rawat Inap diafragma melatih otot- otot utama pernafasan
RSUD Patut Patuh Patju Tahun 2018. yaitu otot-otot diafragma yang bekerja pada
Dari hasil pengukuran saturasi oksigen saat inspirasi dan otot-otot abdomen yang
pada pasien asma yang dilakukan sebelum dan bekerja pada saat ekspirasi. Pada saat terjadinya
setelah latihan, didapatkan ada peningkatan proses pernafasan otot-otot pernafasan
yang terjadi antara pengukuran awal dan setelah merupakan komponen terpenting dari pompa
latihan, hal ini menunjukan adanya pengaruh respirator dan harus berfungsi dengan baik
yang signifikan dari latihan pernapasan untuk menghasilkan ventilasi yang lebih efektif
diafragma, sesuai dengan teori Lueckenotte (Ariestianti, dkk .2013).
(2006) bahwa latihan pernapasan Dalam berbagai tulisan beberapa ahli,
mengakibatkan paru-paru akan lebih banyak latihan pernafasan diafragma yaitu
menerima oksigen, jumlah oksigen yang masuk Diaphragmatic Breathing yaitu melatih pasien
ke paru mempengaruhi kerja tubuh atau untuk menggunakan diafragma dengan baik
jaringan, sehingga dapat mempengaruhi dan merelaksasikan otot-otot aksesoaris (otot
saturasi oksigen. bantu pernafasan), dan bertujuan meningkatkan
Berdasarkan hasil penelitian yang volume alur napas, menurunkan residu
dilakukan oleh Sepdianto dkk (2013) Latihan fungsional, memperbaiki ventilasi dan
pernapasan diafragma bertujuan agar klien memobilisasi sekresi mukus pada saat drainase
dengan masalah ventilasi yang optimal, postural (Vijai, 2008).
terkontrol, efisien dan dapat mengurangi kerja Biasanya penderita asma memiliki
pernapasan Latihan ini meningkatkan relaksasi pola pernafasan yang salah dan cenderung
otot, menghilangkan kecemasan, menggunakan pernafasan dada atas dan
menyingkirkan pola aktifitas otot-otot mengempiskan perut pada saat inspirasi. Pada
pernapasan yang tidak berguna dan tidak saat kondisi ini energi yang diperlukan tinggi
terkoordinasi, melambatkan frekuensi sedangkan pengembangan paru minimal,
pernapasan dan mengurangi kerja pernapasan. karena diafragma yang terdorong keatas akibat
Hal ini dipertegas oleh teori Muttaqin (2008) perut yang dikempiskan. Pada saat ekspirasi,
Pernapasan yang lambat, rileks, dan berirama perut mengembang dan diafragma terdorong ke
membantu dalam mengontrol kecemasan yang bawah sehingga menyebabkan sukar
timbul ketika klien mengalami sesak nafas. melakukan ekspirasi (Herman, 2007). Dengan
Dengan pelaksanaan latihan pernapasan diberikan latihan pernafasan diafragma terjadi
diafragma mampu mengoptimalisasi pengembangan rongga thorax dan paru saat
penggunaan otot diafragma dan menguatkan inspirasi serta otot-otot ekspirasi (otot-otot
diafragma selama pernapasan. Dengan abdomen) berkontraksi secara aktif sehingga
pernapasan diafragma maka akan terjadi mempermudah pengeluaran udara (CO2) dari
peningkatan volume tidal, penurunan kapasitas rongga thorax kemudian mengurangi kerja
residu fungsional dan peningkatan bernafas dan peningkatan ventilasi sehingga
pengambilan oksigen. Hal ini didukung oleh terjadi peningkatan perfusi juga perbaikan
penelitian Semara (2012) yang menyatakan kinerja alveoli untuk megefektifkan pertukaran
http://ejurnal.binawakya.or.id/index.php/MBI Vol.13 No.2 September 2018
Open Journal Systems
884 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 (Cetak)
ISSN 2615-3505 (Online)
……………………………………………………………………………………………………....
gas sehingga kadar CO2 dalam arteri berkurang [9] Hidayat, A. A. (2006). Pengantar
maka dengan latihan pernafasan diafragmatik Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
saturasi oksigen meningkat (Semara, 2012). Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta.
Kesimpulan Salemba Medika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan [10] Lewis,.et al (2011).Medical-Surgical
pernapasan diafragma dapat meningkatkan Nursing: Assessment and Management of
saturasi oksigen pada pasien asma Clinical Problems, 8th Edition. United
Saran States of America: Elsevier Mosby.
Dalam memberikan pelayanan keperawatan [11] Mayuni, A. et al. Pengaruh Diaphragmatic
disarankan kepada tenaga kesehatan pelaksana Breathing Exercise Terhadap Kapasitas
dapat melakukan latihan pernapasan diafragma Vital Paru pada Pasien Asma di Wilayah
untuk meningkatkan saturasi oksigen pada Kerja Puskesmas III Denpasar Utara.
pasien asma. Volume 3, Nomor 3, Edisi September-
Desember 2015.
DAFTAR PUSTAKA [12] Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan
[1] Ariestianti. (2013). Pemberian Klien dengan Gangguan Sistem
Diaphraghmatic Breathing Exercise Sama Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Baiknya Dengan Pursed Lip Breathing [13] PDPI. (2006). Asma Pedoman diagnosis
Dalam Meningkatkan Arus Puncak Dan Penatalaksanaan Di Indonesia,
Ekspirasi Pada Perokok aktif Jakarta: Balai Penerbit FKUI
[2] Council, N. A. (2006). Asthma [14] Potter, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar
management handbook 2006. Melbourne: Fundamental Keperawatan: Konsep,
National Asthma Council LTD. Proses, Dan Praktik, edisi 4, Volume.2.
[3] DEPKES R.I., 2008. Profil Kesehatan Jakarta: EGC.
Indonesia. Jakarta [15] Price, & Wilson. (2006). Patofisiologi.
[4] Ganong, W. F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta:
Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC. EGC.
[5] Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku [16] Rekam Medik RSUD Patut Patuh Patju
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Kabupaten Lombok Barat Tahun 2017
Jakarta: EGC. [17] Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar
[6] Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Badan Penelitian Dan Pengembangan
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Kesehatan. Kemenkes RI
Jakarta: EGC [18] Samsuardi. (2012).Manfaat Latihan
[7] Harmaen, I (2017). Pengaruh Latihan Penguatan Otot-Otot Pernapasan Terhadap
Pernafasan Teknik Buteyko Terhadap Peningkatan Kapasitas Vital Paru Pada
Saturasi Oksigen Pada Pasien Asma Di Penderita Asma
Ruang Rawat Inap RSUD Patut Patuh [19] Semara, Putra J. (2012). Pengaruh Napas
Patju Gerung Tahun 2017. Skripsi Jurusan diaphragma Terhadap fungsi pernapasan
Keperawatan Poltekkes Mataram. pada pasien Penyakit paru Obstruksi
[8] Herman, Dedi. (2007). Senam Napas Sehat Kronik. Denpasar: Poltekes Kemenkes
sebagai salah satu pilihan terapi latihan [20] Sepdianto, dkk. (2013). Peningkatan
pada penderita Asma Bronchial. Http:// Saturasi Oksigen Melalui Latihan
Fisiosby. Com/senam-nahat-sebagai- Diaphragmatic Breathing Pada Pasien
salah–satu-pilihan- terapi-latihan-pada- Gagal Jantung. Malang : Poltekes
penderita-asma-bronchial/. Diakses pada Kemenkes
tanggal 23 Mei 2018. [21] Smeltzer, S. C., Bare, B., Hinkle, J. L.,
Cheever, K. H. (2010). Handbook for
Vol.13 No.2 September 2018 http://ejurnal.binawakya.or.id/index.php/MBI
Open Journal Systems
ISSN 1978-3787 (Cetak) Media Bina Ilmiah 885
ISSN 2615-3505 (Online)
………………………………………………………………………………………………………
Brunner & Suddarth’s Textbook of
Medical-Surgical Nursing, 12th edition.
United States of America: Wolters Kluwer
Health.
[22] Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2012. Buku
Ajar keperawatan Medikal Bedah. Volume
1. Edisi 8. Jakarta: EGC
[23] Smith, J F. 2004. Chest Phisical Therapi.
Wausau: The Thompson Corporation
(http://www.chclibrary.org/microed/0004
2330.html) di akses Tanggal 2 November
2017
[24] Vijai, P. (2008). Diaphragmatic and Pursed
Lips Breathing: Available From http:
mindpup. Com/ art 574. Htm. Diakses
Tanggal 31 Oktober 2017
[25] Wedri, dkk. (2013).Saturasi Oksigen
Perkutan dengan Derajat Keparahan
Asma.
[26] WHO. 2012. World Health Statistics 2012.
Perancis: Who Library Cataloguing-in
Publication Data.
[27] Widarti. (2011). Jurnal Pengaruh
Diaphragmatic Breathing Exercise
Terhadap Peningkatan Kualitas Hidup
Penderita Asma.
[28] Williams, D. M & Bourdet, S. V., 2005,
Chronic Obstructive Pulmonary Disease,
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic
Approach, sixth Edition, McGraw-Hill
Companies, USA

http://ejurnal.binawakya.or.id/index.php/MBI Vol.13 No.2 September 2018


Open Journal Systems
886 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 (Cetak)
ISSN 2615-3505 (Online)
……………………………………………………………………………………………………....

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Vol.13 No.2 September 2018 http://ejurnal.binawakya.or.id/index.php/MBI


Open Journal Systems

Anda mungkin juga menyukai