Anda di halaman 1dari 40

PROSEDUR TINDAKAN PEMBEBASAN JALAN NAFAS : NECK

COLLAR, MONUVER, VALSAVA, OPA, NPA, DLL

Oleh

Ni Kadek Putri Arta Indah Pratiwi : P07120018079


Ni Putu Sugi Dharmayanti : P07120018080
Ni Desak Made Ayu Dwiyanti : P07120018081
I Gusti Ayu Purwa Devi Wijayanti : P07120018083
Ni Made Astya Dwika Merti : P07120018085
Ni Made Ayu Widyasari : P07120018086
Ni Luh Depriyani : P07120018087
I Putu Wahyu Arsandi : P07120018088
Ni Putu Ayu Pramesti Putri : P07120018089

KEMENTRIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang
Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah yang berjudul “ Prosedur Tindakan Pembebasan Jalan Nafas : Neck
Collar, Monuver, Valsava, Opa, Npa, Dll “ telah berhasil kami selesaikan tepat pada
waktunya. Penyusunan makalah ini adalah merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh
setiap kelompok untuk memenuhi persyaratan di dalam mencapai nilai pada mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat. Kami menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini masih banyak
kekurangannya. Sehingga kritik dan saran sangat kami perlukan untuk perbaikan-perbaikan
kedepannya. Meskipun demikian kami senantiasa berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Denpasar, Februari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3. Tujuan........................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
2.1. Anatomi JalanNafas.....................................................................................................3
2.2. Pengertian Airway Management.................................................................................4
2.3. Macam-Macam Gangguan Jalan Nafas.......................................................................4
2.4. Pengkajian Jalan Nafas................................................................................................7
2.5. Teknik Pengelolaan Jalan Nafas/Manajemen Airway.................................................8
BAB III.....................................................................................................................................35
PENUTUP................................................................................................................................35
3.1 Simpulan...................................................................................................................35
3.2 Saran………………………………………………………………………………………………. 36

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………… 37
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat
sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan
pertolongan. Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin cepat
pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga terhindar dari
kecacatan ataukematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian
yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem
pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem
tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh
dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan
pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit
akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit
akan menyebabkan kematian.
Data morbiditas dan mortilitas yang telah dipublikasikan
menunjukkan dimana kesulitan dalam menangani jalan napas dan
kesalahan dalam tatalaksananya justru akan memberikan hasil akhir
yang buruk bagi pasien tersebut. Keenan dan Boyan melaporkan
bahwa kelalaian dalam memberikan ventilasi yang adekuat
menyebabkan 12 dari 27 pasien yang sedang dioperasi mengalami
mati jantung (cardiac arrest ). Salah satu penyebab utama dari
hasil akhir tatalaksana pasien yang buruk yang didata oleh
American Society ofAnesthesiologist (ASA) berdasarkan studi
tertutup terhadap episode pernapasan yang buruk,terhitung
sebanyak 34% dari 1541 pasien dalam studi tersebut. Tiga
kesalahan mekanis, yang terhitung terjadi sebanyak 75% pada saat
tatalaksanan jalan napas yaitu : ventilasi yang tidak adekuat(38%),
intubasi esofagus (18%) dan kesulitan intubasi trakhea(17%).

1
Sebanyak 85% pasien yang didapatkan dari studi kasus, mengalami
kematian dan kerusakan otak. Sebanyak 300 pasien (dari 15411
pasien diatas),mengalami masalah sehubungan dengan tatalaksana
jalan napas yang minimal. Menurut Cheney et al menyatakan
beberapa hal yang menjadi komplikasi dari tatalaksana jalan
napas yang salah yaitu : trauma jalan napas,
pneumothoraks, obstruksi jalan napas, aspirasi dan spasme
bronkus. Berdasarkan data- data tersebut, telah jelas bahwa
tatalaksana jalan napas yang baik sangat penting bagi keberhasilan
proses operasi dan beberapalangkahberikut adalah penting agar
hasil akhir menjadi baik, yaitu : (1) anamnesa dan pemeriksaanfisik,
terutama yang berhubungan dengan penyulit dalam sistem
pernapasan, (2) penggunaanventilasi supraglotik ( seperti  face
mask, Laryngeal Mask Airway/LMA), (3) tehnik intubasi dan
ekstubasi yang benar, (4) rencana alternatif bila keadaan gawat
daruratterjadi.Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita
gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien dan
penatalaksanaan jalan nafas (airway management ) perlu dilakukan

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana Cara Pembebasan Jalan Nafas Dengan Kontrol
Servikal?

1.3. Tujuan
Untuk Mengetahui Cara Pembebasan Jalan Nafas Dengan
KontrolServikal.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2. Anatomi JalanNafas

Keberhasilan pengelolaan jalan nafas diantaranya intubasi, ventilasi,


krikotirotomi dan anestesi regional untuk laring memerlukan
pengetahuan detail dari anatomi jalan nafas.

Gambar 1. Anatomi jalan nafas

Adaduagerbang untuk masuk kejalan nafas pada manusia yaitu


hidung yang menuju nasofaring (parsnasalis) dan mulut yang
menuju orofaring (parsoralis). Kedua bagian ini di pisahkan oleh
palatum pada bagian anteriornya, tapi kemudian bergabung
dibagian posterior dalam faring (gambar 1). Faring berbentuk U
dengan struktur fibromuskuler yang memanjang dari dasar
tengkorak menuju kartilago krikoid pada jalan masuk ke esofagus.
Bagian depannya terbuka ke dalam rongga hidung, mulut, laring,
nasofaring, orofaring dan laringofaring (pars laryngeal). Nasofaring
dipisahkan dari orofaring oleh garis imaginasi mengarah ke
posterior. Pada dasar lidah, secara fungsional epiglotis memisahkan
orofaring dari laringofaring (atau hipofaring). Epiglotis

3
mencegahterjadinya aspirasi dengan menutup glotis- gerbang
laring- pada saat menelan. Laring adalah suatu rangka kartilago
yang diikat oleh ligamen dan otot. Laring disusun oleh 9 kartilago

(gambar 2) : tiroid, krikoid, epiglotis, dan (sepasang) aritenoid,


kornikulata dankuneiforme.
Gambar 2. Anatomi Kartilago

3. Pengertian Airway Management
Airway management ialah memastikan jalan napas terbuka.
Tindakan paling penting untuk keberhasilan resusitasi adalah segera
melapangkan saluran pernapasan dengan tujuan untuk menjamin
jalan masuknya udara ke paru secara normalsehinggA menjamin
kecukupan oksigenasi jaringan ( American Society of
Anesthesiologists,2013). Menurut Bingham (2008), airway
management adalah prosedur medis yang dilakukan untuk
mencegah obstruksi jalan napas untuk memastikan jalur nafas
terbuka antara paru-paru pasien dan udara luar. Hal ini dilakukan
dengan membuka jalan nafas atau mencegah obstruksi jalan napas
yang disebabkan oleh lidah, saluran udara itu sendiri, benda asing,
atau bahan dari tubuh sendiri, seperti darah dan cairan lambung
yang teraspirasi.

4
4. Macam-Macam Gangguan Jalan Nafas

Obstruksi jalan nafas dibagi menjadi 2 berdasarkan derajat


sumbatan :
1. Obstruksi total
Keadaan dimana jalan nafas menuju paru-paru tersumbat
total, sehingga tidak ada udara yang masuk ke paru-paru. Terjadi
perubahan yang akut berupa hipoksemiayang menyebabkan
terjadinya kegagalan pernafasan secara cepat.
Sementarakegagalan pernafasan sendiri menyebabkan terjadinya
kegagalan fungsi kardiovaskuler dan menyebabkan pula
terjadinya kegagalan SSP dimana penderita kehilangan
kesadaran secara cepat diikuti dengan kelemahan motorik
bahkan mungkin pula terdapat renjatan(seizure).Bila tidak
dikoreksi dalam waktu 5 – 10 menit dapat mengakibatkan
asfiksia (kombinasi antara hipoksemia dan hipercarbi), henti
nafas dan henti jantung.
2. Obstruksi parsial
Sumbatan pada sebagian jalan nafas sehingga dalam keadaan ini
udara masih dapat masuk ke paru-paru walaupun dalam jumlah
yang lebih sedikit. Bila tidak dikoreksi dapat menyebabkan
kerusakan otak. Hal yang perlu diwaspadai pada obstruksi
parsial adalah  Fenomena Check Valve yaitu udara dapat masuk,
tetapi tidak keluar.
Obstruksi jalan nafas berdasarkan penyebab:
Keadaan yang harus diwaspadai adalah :
a. Trauma
Trauma dapat disebabkan oleh karena
kecelakaan, gantung diri, atau kasuspercobaan pembunuhan.
Lokasi obstruksi biasanya terjadi di tulang rawan sekitar,
misalnya aritenoid, pita suara dll.

5
1.) Traumamaksilofasial
Trauma pada wajah membutuhkan mekanisme pengelolaan
airway yangagresif. Contoh mekanisme penyebab cedera ini
adalah penumpang/pngemudi kendaraan yang tidak
menggunakan sabuk pengaman dan kemudian terlempar
mengenai kaca depan dan dashboard. Trauma pada daerah
tengah wajah dapat menyebabkan fraktur-dislokasi dengan
gangguan pada nasofaringdanorofaring.
2.) Traumaleher
Cederatumpulatautajampadaleherdapatmenyebabkankerusak
anpadalaring atau trakhea yang kemudian
meyebabkan sumbatan airway atauperdarahan hebat pada
sistem trakheobronkial sehingga sebegra memerlukan
airway definitif. Cedera leher dapat menyebabkan sumbatan
airway parsial karena kerusakan laring dan trakea atau
penekanan pada airway akibatperdarahan ke dalam jaringan
lunak di leher.

3.) Traumalaringeal

Meskipun fraktur laring merupakan cedera yang jarang


terjadi, tetapi hal ini daat menyebabkan sumbatan airway
akut.

b. Benda asing, dapat tersangkut pada:

 Laring

Terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui


tanda-tandasebagai berikut, yakni secara progresif terjadi
stridor, dispneu, apneu, disfagia, hemopsitis, pernafasan
dengan otot-otot nafas tambahan, ataudapat pula terjadi
sianosis.

 Trakea

Benda asing di dalam trakea tidak dapat dikeluarkan, karena

6
tersangkut didalam rima glotis dan akhirnya tersangkut
dilaring dan menimbulkan gejala obstruksi laring

 Bronkus

Biasanya akan tersangkut pada bronkus kanan, oleh karena


diameternya lebih besar dan formasinya dilapisi oleh sekresi
bronkhus.

5. Pengkajian Jalan Nafas


1. LOOK: 
Look untuk melihat apakah pasien agitasi/gelisah, mengalami
penurunan kesadaran, atausianosis. Lihat juga apakah ada
penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Kaji adanya
deformitas maksilofasial, trauma leher trakea, dan debris jalan
nafas seperti darah, muntahan, dan gigi yangtanggal.
 Kesadaran; “the talking patient ” : pasien yang bisa bicara
berarti airway  bebas,namun tetap perlu evaluasi berkala.
Penurunan kesadaran memberi kesan adanyahiperkarbia
 Agitasi memberi kesan adanyahipoksia
 Nafas cuping hidung
 Sianosismenunjukkanhipoksemiayangdisebabkanolehkura
ngnyaoksigenasi dandapatdilihatdenganmelihatpadakuku-
kukudankulitsekitarmulut
 Adanyaretraksidanpenggunaanotot-
ototnapastambahanyangmerupakanbukti adanya
gangguanairway.
2. LISTEN: 
Dengarkan suara nafas abnormal, seperti:
 Snoring,akibatsumbatansebagianjalannapassetinggifaring
 Gurgling,
(suaraberkumur)menunjukkanadanyacairan/bendaasing
 Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas

7
jalan napas setinggi larings (Stridor inspirasi) atau setinggi
trakea (stridorekspirasi)
 Hoarseness, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi
faring
 Afoni,padapasiensadarmerupakanpetandaburuk,pasienyan
gmembutuhkan
napaspendekuntukbicaramenandakantelahterjadigagalnapa
s
3. FEEL:

 Aliran udara dari mulut/hidung


 Posisitrakeaterutamapadapasientrauma.Palpasitrakeauntuk
menentukan apakah terjadi deviasi darimidline.
 Palpasi apakah adakrepitasi

6. Teknik Pengelolaan Jalan Nafas/Manajemen Airway


Manajemen airway/jalan napas merupakan salah satu
keterampilan khusus yang harus dimiliki oleh dokter atau petugas
kesehatan yang bekerja di Unit Gawat Darurat. Manajemen jalan
napas memerlukan penilaian, mempertahankan dan melindungi
jalan napas dengan memberikan oksigenasi dan ventilasi yang
efektif.
1. Pengelolaan Jalan Nafas dengan Mengeluarkan benda
asing dari jalan nafas
Teknik Mengeluarkan Benda Asing Pada Pasien Dewasa Sadar  
a. Manuver
Heimlich/Abdominal Thrust (hentakan pada perut),
langkah – langkah sebagai berikut:
1.) Langkah 1
 Memastikanpasien/korbantersedak,tanyakan”apakah
andatersedak ?” 
 Jikapasien/korbanmengiyakandenganbersuaradanma

8
sihdapatbernafas
sertadapatbatuk,mintalahpasien/korbanbatuksekeras
mungkinagar benda asing dapat keluar dari jalan
napas
 Bila jalan napas pasien/korban tersumbat, dia
tidakdapat berbicara, bernapas, maupun batuk dan
wajah pasien/korban kebiruan (sumbatan total Cara
Pembebasan Jalan Nafas Dengan Kontrol Servikal l).
Penolong harus segera melakukan langkah berikutnya.
2.) Langkah 2
 Bilapasien/korbanberdiripenolongberdiridibelakang
pasien/korban,bila pasien/korban duduk penolong
berlutut dan beradadi belakang
pasien/korban.
 Letakkansatukakidiantarakeduatungkaipasien/korba
n

Gambar 3. Abdominal Thrust

3.) Langkah 3
 Lingkarkanlenganandapadaperutpasien/korbandanca
ripusar

9
 Letakkan 2 jari di ataspusar
 Kepalkan tangan yanglain
 Tempatkansisiibujarikepalantanganpadadindingabdo
mendiatasdua jari tadi
 Mintapasien/korbanmembungkukdangenggamkepal
antangananda dengan tangan yanglain
 Lakukanhentakankearahdalamdanatas(sebanyak5kal
i)
 Periksa bilamana benda asing keluar setiap 5
kalihentakan
 Ulangiabdominalthrustsampaibendaasingkeluaratau
pasien/korban tidaksadar.
b. Chest Thrust (HentakkaDada)
Langkahnya sama dengan Manuver Heimlich bedanya pada
peletakan sisiibu jari kepalan tangan pada pertengahan tulang
dada pasien/korban dan hentakandilakukan hanya ke arah
dalam serta posisi kepala pasien/korban menyandardibahu
penolong.
Teknik Pertolongan Sumbatan Benda Asing Pada Pasien
Dewasa Tidak Sadar 
1. Langkah 1
Posisikan pasien/korban terlentang di alas yang datar dan
keras.
2. Langkah 2
 Buka jalan napas pasien/korban dengan head tilt-
chinlift
 Periksamulutpasien/korbanuntukmelihatbilamanata
mpakbendaasing.
 Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah
mulut, dapatdilakukan teknik Cross Finger yaitu
dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk
yangdisilangkan dan menekan gigi atas dan bawah.

10
Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu
dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas
di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)

Gambar 4. Cross Finger

 Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing


dalam rongga mulut dilakukan pembersihan manual
dengan sapuan jari ( finger sweep).

Gambar 5. Finger Sweep

3. Langkah 3
 Evaluasipernapasanpasien/korbandenganmelihat,me
ndengardanmerasakan
 Bila tidak ada napas, lakukanventilasi
 Bilajalannapastersumbat,reposisikepaladanlakukanv

11
entilasiulang
4. Langkah 4
 Bila jalan napas tetap tersumbat, lakukan 30 kompresi
dada (posisi tangan untuk kompresi dada sama dengan
RJP dewasa)
5. Langkah 5
 Ulangi langkah 2-4 sampai ventilasi berhasil (ventilasi
berhasil bilaterjadi pengembangan dinding dada)
6. Langkah 6

 Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi ketika jalan


napasbebas

 Jika nadi tidak teraba, perlakukan sebagai henti


jantung, lanjutkan RJP 30:2

 Jika nadi teraba, periksa pernapasan

 Jika tidak ada napas, lakukan bantuan napas 10-


12x/menit (satu tiupan tiap 5-6 detik) dengan hitungan
satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu, tiup. Ulangi
sampai 12 kali.

 Jika nadi dan napas ada, letakkan pasien/korban


pada posisi recovery

 Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan


tiap beberapa menit

Teknik Pertolongan Sumbatan Benda Asing Pada Anak


Dibawah 1 tahun. 

Berikut langkah-langkah manuver tepukan punggung dan


hentakan dada pada bayi:

1. Posisikan bayi pada posisi menengadah dengan


telapak tangan yang berada diataspaha menopang
belakang kepala bayi dan tangan lainnya menekan
dada bayi.

12
2. Lakukan manuver hentakkan (chest thrust ) pada dada
sebanyak lima kali dengan menggunakanjari tengah
dan telunjuk tangan sejajar denganputting susu bayi.

Gambar 6. Chest thrust untuk Anak dibawah 1 tahun

3. Lalu, balikkan bayi sehingga bayi berada pada


posisi menelungkup dan lakukan tepukan di
punggung (back blow) dengan menggunakan
pangkal telapak tangan sebanyak limakali

Gambar 7. Tepukan Punggung (back blow) Pada Anak dibawah 1


tahun

13
4. Kemudian, dari posisi menelungkup, telapak
tangan penolong yang bebas menopang bagian
belakang kepala bayi sehingga bayi berada di
antara kedua tangan kita (tangan satu menopang
bagian belakang kepala bayi, dan satunya
menopang mulut dan wajahbayi).

5. Lakukan tepukan pada punggung bayi sebanyak


5 kali, lalu kembalilakukanmanuver
hentakan/dorongan pada dada bayi dengan posisi
telungkup.

2. Pengelolaan Jalan Nafas Secara Manual

Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan


jalan napas yang terjadi adalah akibat hilangnya tonus otot-otot
tenggorokan. Dalam kasus ini lidah jatuh ke belakang dan
menyumbat jalan napas ada bagian faring. Letakkan pasien pada
posisi terlentang pada alas keras ubin atau selipkan papan kalau
pasien diatas kasur. Jika tonus otot menghilang, lidah akan
menyumbat faring dan epiglotis akan menyumbatlaring. Lidah
dan epiglotis penyebab utama tersumbatnya jalan nafas pada
pasien tidak sadar. Untuk menghindari hal ini dilakukan beberapa
tindakan, yaitu:

a. Perasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin


liftmanuver )

Perasat ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu
tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala
tengadah, tangan lain mendorong dagu dengan hati-hati
tengadah, sehingga hidung menghadap keatas dan

14
epiglotisterbuka, sniffing position, posisihitup.

b. Perasat dorong rahang bawah ( jaw thrustmanuver) 

Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangakat


didorong kedepanpada sendinya tanpa menggerakkan kepala
leher. Karena lidah melekat pada rahang bawah, maka lidah
ikut tertarik dan jalan nafasterbuka.Dalam melakukan teknik
membebaskan jalan nafas agar selalu diingat untuk
melakukan proteksi Cervical-spine terutama pada pasien
trauma/multipeltrauma

Gambar 8: Teknik HeadTilt-ChinLift Gambar 8: Teknik JawThrust

15
Gambar 9: Teknik Jaw Thrust

Gambar 10. Proteksi Cervical-Spine

3. Pengelolaan Jalan Nafas Dengan AlatSederhana

Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas pada pasien yang
tidak sadar atau dianestesi menyebabkan lidah dan epiglotis
jatuh kebelakang kearah dinding posterior faring. Mengubah
posisi kepala atau  jaw thrust merupakan teknik yang disukai
untuk membebaskan jalan nafas. Untuk mempertahankan jalan
nafas bebas, jalan nafas buatan (artificial airway) dapat
dimasukkan melalui mulut atau hidung untuk
menimbulkanadanya aliran udara antara lidah dengan dinding
faring bagian posterior (Gambar 11).
Pasienyangsadarataudalamanestesiringandapatterjadibatukatausp

16
asmelaringpadasaat memasang jalan nafas artifisial bila refleks
laring masih intact.

Gambar 11. Oropharyngeal Airway dan Nasopharyngeal Airway

a. Oropharyngeal Airway (OPA)


Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi
dengan penekanan refleksjalan nafas dan kadang-kadang
dengan menekan lidah dengan spatel lidah. Oral airway
dewasa umumnya berukuran kecil (80 mm/Guedel No 3),
medium(90mm/Guedel no 4), dan besar (100 mm/Guedel no
5).Alat bantu napas ini hanya digunakan pada pasien yang
tidak sadar bila angkat kepala-dagu tidak berhasil
mempertahankan jalan napas atas terbuka. Alat ini tidak
boleh digunakan pada pasien sadar atau setengah sadar
karena dapat menyebabkan batuk dan muntah. Jadi pada
pasien yang masih ada refleks batuk atau muntah tidak
diindikasikan untuk pemasangan OPA

17
Gambar 12. Pemasangan OPA

Setelah pemasangan OPA, lakukan pemantauan pada


pasien. Jagalah agar kepala dan dagu tetap berada
pada posisi yang tepat untuk menjaga patensi jalan
napas. Lakukan penyedotan berkala di dalam mulut
dan faring bila ada sekret, darah ataumuntahan.
Perhatikan hal-hal berikut ini ketika menggunakan
OPA :
 Bila OPA yang dipilih terlalu besar dapat
menyumbat laring dan menyebabkan trauma
pada struktur laring.
 Bila OPA terlalu kecil atau tidak dimasukkan
dengan tepat dapat menekandasar lidah dari
belakang dan menyumbat jalan napas.
 Masukkan denganhati-hati untuk menghindari
terjadinya trauma jaringan lunak pada bibir dan

18
lidah.

b. Nasopharyngeal Airway(NPA)
Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak antara
lubang hidung kelubang telinga dan kira-kira 2-4cm lebih
panjang dari oral airway. Disebabkan adanya resiko
epistaksis, nasal airway tidak boleh digunakan pada pasien
yang diberi antikoagulan atau anak dengan adenoid. Juga,
nasal airway  jangan digunakanpadapasien dengan fraktur
basis cranii. Setiap pipa yang dimasukkan melalui hidung
(nasal airway, pipa nasogastrik, pipa nasotrakheal) harus
dilubrikasi.  Nasal airway lebih ditoleransi daripada oral
airway pada pasien dengan anestesiringan

Gambar 13: Pemasangan Nasofaringeal Airway

4. Pengelolaan Jalan Nafas Dengan AlatLanjutan


a. Face Mask Design danTeknik
Penggunaan  face mask dapat memfasilitasi pengaliran
oksigen dari sistem breathing ke pasien dengan pemasangan
face mask dengan rapat (gambar 15). Lingkaran dari face
mask disesuaikan dengan bentuk muka pasien. Face mask
yang transparan dapat mengobservasi uap gas ekspirasi dan
muntahan.Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas

19
yang bebas dan face mask yang rapat/tidak bocor. Teknik
pemasangan face mask yang tidak tepat dapat menyebabkan
reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup, hal ini
menunjukkan adanya kebocoran sekeliling face mask.
Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi dengan
pergerakan dada dan suara pernafasan yang minimal
menunjukkan adanya obstruksi jalannafas.

Gambar 14. Facemaskdewasa Gambar 15. Teknik


memegang facemask dengan satu
tangan

20
Gambar 16. Difficult airway dapat diatasi dengan teknik memegang
dengan dua tangan. Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk
mendapatkan jaw thrust yang adekuat dan face mask yang rapat. Karena
itu diperlukan seorang asisten untuk memompa bag (gambar 16).

b. Laryngeal Mask Airway(LMA)

LMA memiliki kelebihan istimewa dalam menentukan


penanganan kesulitan jalan nafas. LMA memberikan
alternatif untuk ventilasi selain face mask atau TT.
Kontraindikasi untuk LMA adalah pasien dengan kelainan
faring (misalnya abses), sumbatan faring, lambung yang
penuh (misalnya kehamilan, hernia hiatal), atau komplians
paru rendah (misalnya penyakit restriksi jalan nafas) yang
memerlukan tekanan inspirasi puncak lebih besar dari 30cm
H2O.Walaupun LMA tidak sebagai penganti untuk trakhea
lintubasi, LMA membuktikan sangat membantu terutama
pada pasien dengan jalan nafas yang sulit (yang tidak dapat
diventilasi atau diintubasi) disebabkan mudah untuk
memasangnya dan angka keberhasilannya relatif besar (95-

21
99%)
Gambar 17. Pemasangan LMA

c. Intubasi dengan Endotrakeal Tube(ETT)


ETT telah dimodifikasi untuk berbagai penggunaan khusus.
Pipa yang lentur, spiral, wire – reinforced TT (armored
tubes), tidak kinking dipakai pada operasi kepala danleher,
atau pada pasien dengan posisi telungkup. Jika pipa lapis
baja menjadi kinkingakibat tekanan yang ekstrim (contoh
pasien bangun dan menggigit pipa), lumen pipa akan tetutup
dan pipa TT harus diganti

Gambar 18. Endotrakeal Tube

d. Combitube
Pipa kombinasi esophagus  –  tracheal (ETC) terbuat dari
gabungan 2 pipa, masing- masing dengan konektor 15
mm pada ujung proksimalnya. Meskipun pipa
kombinasimasih rerdaftar sebagai pilihan untuk
penanganan jalan nafas yang sulit dalam algoritma
Advanced Cardiac Life Support, biasanya jarang
digunakan oleh dokter anestesi yang lebih suka memakai

22
LMA atau alat lain untuk penanganan pasien dengan
jalan nafas yangsulit

5. Pengelolaan Jalan Nafas Dengan Pengisapan Benda


Cair(  suctioning)

Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair.


Pengisapan dilakukan dengan alat bantu pengisap (pengisap
manual atau dengan mesin)

6. Pengelolaan Jalan Nafas dengan TindakanOperasi


Metode bedah untuk manajemen jalan napas mengandalkan
membuat sayatan bedah dibuat dibawah glotis untuk mencapai
akses langsung kesaluran pernapasan bagian bawah, melewati
saluran pernapasan bagian atas. Manajemen jalan napas
bedah sering dilakukan sebagai upaya terakhir dalam kasus di
mana Orotracheal dan intubasi nasotrakeal tidak mungkin atau
kontraindikasi. Manajemen jalan napas bedah juga digunakan
ketika seseorang akan membutuhkan ventilator mekanik untuk
jangka waktu lama.
Metode bedah untuk manajemen jalan napas termasuk
cricothyrotomy dan trakeostomi. Cricothyrotomy adalah sayatan
dilakukan melalui kulit dan membran krikotiroid untuk
membangun jalan napas paten selama situasi yang mengancam
jiwa tertentu, seperti obstruksi jalan napas oleh benda asing,
angioedema, atau trauma wajah besar. Cricothyrotomy hampir
selalu dilakukan sebagai jalan terakhir dalam kasus di mana
Orotracheal dan intubasi nasotrakeal tidak mungkin atau
kontraindikasi. Cricothyrotomy lebih mudah dan lebih cepat
untuk dilakukan daripada tracheostomy, tidak memerlukan
manipulasi tulang belakang leher danberhubungan dengan

23
komplikasi yang lebih sedikit. Tracheostomy adalah pembukaan
operasi dibuat dari kulit leher ke trakea. Sebuah tracheostomy di
mana seseorang akan perlu berada di ventilator mekanik untuk
jangka waktu lama. Keuntungan dari tracheostomy termasuk
risiko kurang dari infeksi dan kerusakan trakea seperti
trakeastenosis.

Penjaga airway dengan control servikal


Yang pertama yang harus dinilai adalah kelancaran airway. Ini
meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat
disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula
atau maksila, fraktur larings atau trakea. Usaha untuk membebaskan
jalan nafas harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan
patahnya tulang servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini
dapatdilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan
memperbaiki jalan nafas, harusdiperhatikan bahwa tidak boleh
dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi darileher
Kemungkinan patahnya tulang servikal diduga bila ada :
 Trauma dengan penurunankesadaran.
 Adanya luka karena trauma diatasklavikula.
 Setiap multitrauma (trauma pada 2 regio ataulebih).
 Juga harus waspada terhadap kemungkinan patah tulang
belakang bila biomekanik trauma mendukung.
Dalam keadaan kecurigaan fraktur servikal, harus dipakai alat
imobilisasi. Bila alat imobilisasi ini harus dibuka untuk sementara,
maka kepala harus dipakai sampai kemungkinan fraktur servikal
dapatdisingkirkan.

Bila ada gangguan jalan nafas, maka dilakukan penanganan


sesuaiBHD
Perencanaan :
Resusitasi

24
Airway harus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar.Jaw
thrust atau chin lift dapat dipakai pada beberapa kasus, pada
penderita yang masih sadar dapat dipakai nasofaringeal airway. Bila
penderita tidak sadar dan tidak ada reflex bertahan (gag refleks)
dapat dipakai oro-pharyngeal airway(guedel).
Control jalan nafas pada penderita yang airway terganggu karena
factor mekanik, atau ada gangguan ventilasi akibat gangguan
kesadaran, dicapai dengan intubasi endo-tracheal, baik oral maupun
nasal. Prosedur ini harus dilakukan dengan control terhadap
servikal.
Surgeal airway (erico-thyroidotomy) dapat dilakukan bila intubasi
endotracheal tidak mungkin karenakontra indikasi atau karena
masalah mekanis. Prioritas intervensi tertinggi dalam primery
survey adalah mempertahankan kepatenan jalan nafas. Dalam
hitungan menit tanpa adekuatnya suplai oksigen dapat
menyebabkan trauma serebral yang akan berkembang menjadi
kematian otak (anoxic brain death). Airway harus bersih dari
berbagai secret atau debris dengan kateter suction atau secara
manual jika diperlukan.spinal servikal harus diproteksi padaklien
trauma dengan kemungkinan trauma spinal secara manual aligment
leher pada posis netral,posisin-line dan menggunakan maneuver jaw
thrust ketika mempertahankan jalan nafas. Secara umum, masker
non-rebreather adalah yangt paling baik untuk klien bernafas
spontan. Ventilasi bag-valve-mask (BMV) dengan alat bantu nafas
yang tepat dan sumber oksigen 100% diindikasikan untuk individu
yang memerlukan bantuan ventilasi selama resusitasi klien dengan
gangguan kesadaran, diindikasikan dengan GCS kurang dari sama
dengan 8, membutuhkan airway definitive seperti endotracheal
tube(ETT)
6.1. Algoritma Airway Management (Ollerton,2007)

25
6.2. Algoritma Difficult Airway

Collar Neck/Servikal Collar

1. Pengertian
Collar neck cervicalcollar atau neck brace adalah alat medis ortopedik (ilmu
bedah tulang) untuk menyangga kepala dan leher pasien. Alat ini digunakan agar
bagian leher dan kepala untuk membatasi gerakannya agar tidak memperburuk
keadaan kesehatan kepala dan leher yang ada. Yang paling sering kita lihat,
bahwa collar neck sering digunakan untuk pasien cedera leher dan kepala. Pada
pasien dengan cedera leher dan kepala ini, ada kemungkinan terjadi fraktur atau
patah tulang belakang bagian leher. Patah tulang leher ini adalah kondisi yang
sangat serius karena dapat mencederai lebih lanjut pada sumsum tulang belakang
(korda spinalis) yang berisi serabut saraf. Serabut saraf tulang leher ini yang
mengatur gerakan anggota badan sampai otot-otot pernapasan. Maka dari itu jika
terjadi cedera saraf, kemungkinannya dapat lumpuh seluruh tangan dan kaki

26
sampai berisiko terjadi kematian. Maka dari itu pasien perlu ditopang lehernya
agar tetap dalam posisi teramannya sampai dapat dikonfirmasi apakah benar ada
patah tulang dengan pemeriksaan sinar-x atau roentgen.

2. Macam-macam Collar Neck


Pemasangan collar neck adalah memasang alat untuk immobilisasi leher
(mempertahankan tulang servikal). Salah satu jenis collar yang banyak digunakan
adalah SOMI Brace (Sternal Occipital Mandibular Immobilizer). Namun ada juga
yang menggunakan Xcollar Extrication Collar yang dirancang untuk mobilisasi
(pemindahan pasien dari tempat kejadian kecelakaan ke ruang medis). Namun
pada prinsipnya cara kerja dan prosedur pemasangannya hampir sama.

(a) (b)

a) SOMI Brace (Sternal Occipital Mandibular Immobilizer)


b) Xcollar Extrication Collar

3. Tujuan Pemasangan Collar Neck


Pemasangan cervical collar adalah memasang alat cervical collar untuk
immobilisasi leher (mempertahankan tulang servikal). Pasien-pasien trauma
seringkali mengalami trauma di daerah servikal. Trauma di daerah servikal akan
berakibat buruk bila juga mengenai sumsum tulang belakang. Sehingga, sangatlah
penting untuk segera melakukan immobilisasi secara efektif pada kasus trauma
servikal yang tidak stabil.

Tujuan pemasangan cervical collar:


1. Mencegah pergerakan tulang servikal yang patah

27
2. Mencegah bertambahnya kerusakan tulang servikal dan corda spinalis
3. Mengurangi rasa nyeri

Tujuan pemasangan cervical collar adalah untuk immobilisasi dengan


jalan menjaga kepala dalam posisi netral dan agar tidak terjadi gerakan kepala dan
leher ke segala arah. Pemakaian cervical collar melakukan pembatasan gerak
(membidai) kepala dan leher baik untuk terapi ataupun profilaksis. Untuk
mencapai tujuan tersebut maka peralatan yang digunakan harus sesuai dengan
prinsip dasar kasus orthopedi yaitu melakukan immobilisasi pada persendian
diatas dan dibawah daerah yang dicurigai mengalami trauma. Agar dapat
digunakan pada kondisi diluar rumah sakit), peralatan untuk immobilisasi servikal
haruslah mudah dibawa dan mudah digunakan dan dapat menjamin bebasnya
jalan nafas.

4. Indikasi dan Kontraindikasi Pemasangan Collar Neck


Cervical collar digunakan pada kasus-kasus trauma kepala dan leher.
Apabilamekanisme trauma tidak diketahui, pasien harus dilakukan imobilisasi
untuk mencegahterjadinya injuri potensial pada tulang servikal. Mekanisme injuri
yang paling sering yaknipada kecelakaan kendaraan bermotor yang menyebabkan
terjadinya hiperfleksi danhiperekstensi. Pasien dibawah pengaruh alkohol atau
obat-obatan tidak mampu mengenaligejala trauma tulang belakang yang mereka
alami, sehingga harus secara rutin dilakukanimmobilisasi. Semua pasien yang
tidak sadar harus dilakukan immobilisasi untuk mencegahmemburuknya trauma
tulang belakang yang sudah terjadi. Semua pasien trauma yangsadar dan
mengeluh nyeri pada tulang belakang, parestesia, kelemahan dan
kelumpuhanharus dilakukan immobilisasi dengan sangat hati-hati untuk
mencegah cedera sekundertulang belakang. Imobilisasi juga dipertimbangkan
untuk dilakukan pada pasien denganketerbatasan kemampuan berbicara dan
gangguan pendengaran yang akan mempengaruhikemampuan pasien
mengkomunikasikan dan mempersepsikan rasa nyeri.
Kegunaan dari cervical collar:

28
1. Melindungi jalan nafas dengan cara membatasi gerakan fleksi pada pasien-
pasienyang patensi jalan nafasnya dapat terganggu bila posisi rahang dan
lehernya tidakdipertahankan.
2. Mengurangi gerakan tulang servikal, terutama gerakan fleksi, juga gerak
rotasi,lateral, dan ekstensi.
3. Menyangga berat kepala saat pasien dalam posisi duduk dan
membantumempertahankan agar tulang servikal tetap pada satu garis pada
saat pasiendiposisikan berbaring.
4. Pemakaian cervical collar bukan merupakan tindakan imobilisasi kepala
dan leheryang sempurna. Cervical collar dirancang sebagai alat tambahan.
Imobilisasi yang lengkapterjadi bila pasien telah dipasang long spine
board, namun prosedur pemasangan cervicalcollar dilakukan terlebih
dahulu sebelum prosedur imobilisasi lainnya dilakukan.

Kontraindikasi pemasangan cervical collar :


Ada beberapa keadaan dimana cervical collar tidak perlu digunakan:
1. Adanya pembedahan pada jalan nafas (misalnya krikotiroidotomi dan
trakeostomi)membutuhkan modifikasi teknik imobilisasi servikal.
2. Dislokasi servikal yang ditandai dengan angulasi atau abnormalitas
anatomi dapatmempengaruhi efektivitas pemasangan cervical collar
buatan pabrik. Pada kasusseperti ini, bisa dilakukan imobilisasi servikal
yang dimodifikasi seperti horse collaratau mempertahankan posisikan
secara manual tanpa melakukan traksi.
3. Edema servikal yang hebat (misalnya akibat dari trauma atau perdarahan
trakea).Pada kondisi ini, apabila dipasang cervical collar akan
menghalangi pertukaranudara, mengurangi perfusi serebral atau
meningkatkan tekanan intrakranial.
4. Adanya benda asing yang menempel pada daerah leher seperti pisau,
pecahankaca, atau logam juga menimbulkan kesulitan untuk melakukan
imobilisasi denganmenggunakan cervical collar.

5. Prosedur Pemasangan Collar Neck

29
Persiapan

1. Alat :

˗ Neck collar sesuai ukuran


˗ Bantal pasir
˗ Handschoen

2. Pasien :

˗ Informed Consent
˗ Berikan penjelasan tentang tindakan yang dilakukan
˗ Posisi pasien : terlentang, dengan posisi leher segaris / anatomi

3. Petugas : 2 orang

Pelaksanaan

1) Fase Orientasi:

˗ Mendekatkan alat
˗ BHSP
˗ Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuannya
˗ Menjelaskan prosedur pelaksanaan
˗ Menanyakan kesetujuan / kesiapan klien
˗ Mencuci tangan

2) Fase Kerja:

˗ Petugas menggunakan masker, handschoen


˗ Pegang kepala dengan cara satu tangan memegang bagian kanan
kepala mulai dari mandibula kearah temporal, demikian juga bagian
sebelah kiri dengan tangan yang lain dengan cara yang sama
˗ Petugas lainnya memasukkan neck collar secara perlahan ke bagian
belakang leher dengan sedikit melewati leher

30
˗ Letakkan bagian neck collar yang bertekuk tepat pada dagu
˗ Rekatkan 2 sisi neck collar satu sama lain

3) Fase Terminasi:

˗ Evaluasi kekencangan neck collar (jangan terlalu kuat atau terlalu


longgar), posisi pasien (anatomis), kenyamanan pasien
˗ Rapikan alat-alat
˗ Lepas masker dan handscoon
˗ Berpamitan dengan klien
˗ Mencuci tangan
˗ Dokumentasikan hasil tindakan pada catatan perawatan

6.3. Valsalva maneuver

Valsalva mekanisme adalah koordinasi sekumpulan muscle


neurological yang bekerja bersamaan dan disebut Valsalva maneuver.
Valsalva maneuver adalah usaha pernafasan secara paksa
menutup glottis, menghasilkan peningkatan tekanan intrathoracic,
meningkatkan tekanan intracranial, menghambat venous return dan
menurunkan heart rate.

31
Valsalva maneuver digunakan sebagai alat diagnostic untuk
mengevaluasi kondisi jantung dan terkadang dilakukan sebagai treatment
untuk mengkoreksi abnormalitas ritme jantung atau untuk gambaran

nyeri dada. Valsalva maneuver juga digunakan untuk pasien yang


mengalami gagap, dan lain sebagainya. Namun untuk kasus neurology
yang berhubungan dengan tekanan intracranial valsalva maneuver tidak
boleh dilakukan karena akan meningkatkan tekanan intracranial

1. Fisiologi Valsalva Maneuver


Terdapat empat tahap fisiologi pada valsalva maneuver (Yale,2005):

1. Permulaan strain(ketegangan)

2. Strain dilanjutkan

3. Penurunan

4. Recovery(perbaikan).

32
Tabel 1. Perubahan Fase dan fisiologi pada Valsalva Maneuver
Fase Respon Tekanan darah Systolik Nadi
I Permulaan strain Meningkat Stabil
II Strain dilanjutkan Menurun Meningkat
III Penurunan Menurun Stabil
IV Recovery Meningkat Meningkat

Secara normal, mengedan sebagai bentuk strain akan menyebabkan


penutupan glotis sehingga meningkatkan tekanan intra thorax dan tekanan
darah sistolik yang akhirnya menyebabkan kompensasi aorta (fase I).
Kemudian diikuti oleh penurunan venous return dan tekanan darah sistolik
sampai dibawahbaseline untuk mempertahankan tekanan positif
intrathorax (fase II). Pada fase III dan IV terjadi kompensasi sebagai
mekanisme fisiologi dalam menurunkan tekanan intrathorax. Kompensasi
ini meliputi penurunan tekanan darah sistolik. Suara korotkof merupakan
respon dari peningkatan tekanan darah sistolik, hal ini normal terjadi bila
dilakukan auskultasi pada arteri brachialis selama fase II dan IV.
Ekshalasi kuat dengan glotis yang tertutup, dapat menyebabkan
efek terhadap tekanan darah arteri. Selama regangan yang aktif, aliran
darah venous di dalam paru secara temporer terhalang karena
peningkatan tekanan intrathorax. Tekanan ini menyebabkan kollaps
vena-vena besar di paru. Atrium dan ventrikel menerima lebih sedikit
darah, dan menyebabkan penurunan aliran darah systolic dan akhirnya
terjadi penurunan cardiac output. Hal ini menurunkan tekanan arteri
secara temporer. Hampir secara mendadak setelah periode hipotensi ini,
peningkatan arteri terjadi: peningkatan tekanan yang terjadi melampaui
angka yang sebenarnya (rebound phenomena). Pada klien dengan
hypertensi, reaksi kompensasi dapat mencapai tekanan yang sangat tinggi
dan merupakan ancaman

33
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Pengelolaan jalan nafas atau airway management adalah prosedur medis yang
dilakukan untuk mencegah obstruksi jalan napas untuk memastikan jalur nafas
terbuka antara paru-paru pasien dan udara luar. Hal ini dilakukan dengan
membuka jalan nafas atau mencegah obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh
lidah, saluran udara itu sendiri, benda asing, atau bahan dari tubuh sendiri, seperti
darah dan cairan lambung yang teraspirasi. Obstruksi jalan nafas terbagi menjadi
2 yaitu obstruksi total dan parsial. Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas
pada manusia yaitu hidung yang menuju nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang

34
menuju orofaring (pars oralis). Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas
(misalnya kelemahan dari otot genioglosus) pada pasien yang dianestesi
menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior
faring. Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan
refleks jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah.
Untuk menghilangkan sumbatan pada jalan nafas agar jalan nafas dapat
terbuka sehingga udara dapat masuk ke paru-paru dilakukan tatalaksana jalan
nafas yang terdiri dari pengeluaran benda asing/sumbatan dari saluran pernafasan
menggunakan teknik heimlich manuver dan abdominal thrust pada pasien sadar
dan cross finger dan finger sweep pada pasien tidak sadar; pengelolaan jalan nafas
dengan teknik manual yaitu head-tilt chin lift untuk pasien non trauma servikal
dan jaw thrust untuk pasien yang mengalami trauma servikal; pengelolaan jalan
nafas dengan bantuan alat sederhana yaitu Oropharyngeal airway (OPA) dan
Nasopharyngeal Airway; pengelolaan jalan nafas dengan alat lanjutan yaitu bag
valve mask, Laryngeal Mask Airway (LMA), combitube, intubasi dengan ETT.
Lalu jika prosedur invasif tersebut tidak berhasil, maka akan dilakukan tindakan
pembedahan untuk membuka jalan nafas, yaitu dengan krikotiroidektomi dan
trakeostomi. Manajemen jalan napas bedah sering dilakukan sebagai upaya
terakhir dalam kasus di mana Orotracheal dan intubasi nasotrakeal tidak mungkin
atau kontraindikasi

3.2 Saran
Manajemen jalan nafas atau airway management merupakan tatalaksana
pasien yang sangat penting untuk diperhatikan dan dilakukan dengan tepat
sehingga penatalaksanaan pada pasien yang mengalami gangguan pada jalan nafas
dapat teratasi. Diperlukan keterampilan dari pemberi pertolongan dan pemberi
pelayanan primer terutama di ruang gawat darurat dan ruang intensif. Pelatihan
mengenai tatalaksana jalan nafas sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
keterampilan dalam penanganan pasien.

35
DAFTAR PUSTAKA

American Society of Anesthesiologists, 2013. Practice Guidelines for


Management
of the Difficult Airway-An Update Report by the American Society of
Anesthesiologists Task Force on Management of the Difficult Airway.
Jurnal American Society of Anesthesiologists vol.118 no 2

Angel, R. 2015. Prosedur Pelepasan Helm Dan Peasangan Neck Collar. (Online)
(https://dokumen.tips/documents/prosedur-pelepasan-helm-dan-
peasangan-neck-collar.html)diakses 26 Agustus 2019 American
Society

36
of Anesthesiologists, 2013.

Arizona, K. 2016. Makalah Trauma Servikal. (Online),


(https://id.scribd.com/document/320011648/Makalah-Fraktur-Cervical)
diakses pada 26 Agustus 2019

Latief SA, Suryadi. KA, Dachlan MR.2009. Petunjuk Petunjuk Praktis


Anestesiologi 2nd ed. Jakarta : FKUI.

Prasenohadi.2010. Manajemen Jalan Napas; Pulmunologi Intervensi dan Gawat


Darurat Napas. Jakarta : FK UI

Yekti, M. 2018. Prosedur Pemasangan Neck Collar.(Online),


(https://id.scribd.com/doc/252436284/Prosedur-Pemasangan-Neck-
Collar ) diakses pada 26 Agustus 2019

37

Anda mungkin juga menyukai