Oleh
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………… 37
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sebanyak 85% pasien yang didapatkan dari studi kasus, mengalami
kematian dan kerusakan otak. Sebanyak 300 pasien (dari 15411
pasien diatas),mengalami masalah sehubungan dengan tatalaksana
jalan napas yang minimal. Menurut Cheney et al menyatakan
beberapa hal yang menjadi komplikasi dari tatalaksana jalan
napas yang salah yaitu : trauma jalan napas,
pneumothoraks, obstruksi jalan napas, aspirasi dan spasme
bronkus. Berdasarkan data- data tersebut, telah jelas bahwa
tatalaksana jalan napas yang baik sangat penting bagi keberhasilan
proses operasi dan beberapalangkahberikut adalah penting agar
hasil akhir menjadi baik, yaitu : (1) anamnesa dan pemeriksaanfisik,
terutama yang berhubungan dengan penyulit dalam sistem
pernapasan, (2) penggunaanventilasi supraglotik ( seperti face
mask, Laryngeal Mask Airway/LMA), (3) tehnik intubasi dan
ekstubasi yang benar, (4) rencana alternatif bila keadaan gawat
daruratterjadi.Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita
gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien dan
penatalaksanaan jalan nafas (airway management ) perlu dilakukan
1.3. Tujuan
Untuk Mengetahui Cara Pembebasan Jalan Nafas Dengan
KontrolServikal.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. Anatomi JalanNafas
3
mencegahterjadinya aspirasi dengan menutup glotis- gerbang
laring- pada saat menelan. Laring adalah suatu rangka kartilago
yang diikat oleh ligamen dan otot. Laring disusun oleh 9 kartilago
3. Pengertian Airway Management
Airway management ialah memastikan jalan napas terbuka.
Tindakan paling penting untuk keberhasilan resusitasi adalah segera
melapangkan saluran pernapasan dengan tujuan untuk menjamin
jalan masuknya udara ke paru secara normalsehinggA menjamin
kecukupan oksigenasi jaringan ( American Society of
Anesthesiologists,2013). Menurut Bingham (2008), airway
management adalah prosedur medis yang dilakukan untuk
mencegah obstruksi jalan napas untuk memastikan jalur nafas
terbuka antara paru-paru pasien dan udara luar. Hal ini dilakukan
dengan membuka jalan nafas atau mencegah obstruksi jalan napas
yang disebabkan oleh lidah, saluran udara itu sendiri, benda asing,
atau bahan dari tubuh sendiri, seperti darah dan cairan lambung
yang teraspirasi.
4
4. Macam-Macam Gangguan Jalan Nafas
5
1.) Traumamaksilofasial
Trauma pada wajah membutuhkan mekanisme pengelolaan
airway yangagresif. Contoh mekanisme penyebab cedera ini
adalah penumpang/pngemudi kendaraan yang tidak
menggunakan sabuk pengaman dan kemudian terlempar
mengenai kaca depan dan dashboard. Trauma pada daerah
tengah wajah dapat menyebabkan fraktur-dislokasi dengan
gangguan pada nasofaringdanorofaring.
2.) Traumaleher
Cederatumpulatautajampadaleherdapatmenyebabkankerusak
anpadalaring atau trakhea yang kemudian
meyebabkan sumbatan airway atauperdarahan hebat pada
sistem trakheobronkial sehingga sebegra memerlukan
airway definitif. Cedera leher dapat menyebabkan sumbatan
airway parsial karena kerusakan laring dan trakea atau
penekanan pada airway akibatperdarahan ke dalam jaringan
lunak di leher.
3.) Traumalaringeal
Laring
Trakea
6
tersangkut didalam rima glotis dan akhirnya tersangkut
dilaring dan menimbulkan gejala obstruksi laring
Bronkus
7
jalan napas setinggi larings (Stridor inspirasi) atau setinggi
trakea (stridorekspirasi)
Hoarseness, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi
faring
Afoni,padapasiensadarmerupakanpetandaburuk,pasienyan
gmembutuhkan
napaspendekuntukbicaramenandakantelahterjadigagalnapa
s
3. FEEL:
8
sihdapatbernafas
sertadapatbatuk,mintalahpasien/korbanbatuksekeras
mungkinagar benda asing dapat keluar dari jalan
napas
Bila jalan napas pasien/korban tersumbat, dia
tidakdapat berbicara, bernapas, maupun batuk dan
wajah pasien/korban kebiruan (sumbatan total Cara
Pembebasan Jalan Nafas Dengan Kontrol Servikal l).
Penolong harus segera melakukan langkah berikutnya.
2.) Langkah 2
Bilapasien/korbanberdiripenolongberdiridibelakang
pasien/korban,bila pasien/korban duduk penolong
berlutut dan beradadi belakang
pasien/korban.
Letakkansatukakidiantarakeduatungkaipasien/korba
n
3.) Langkah 3
Lingkarkanlenganandapadaperutpasien/korbandanca
ripusar
9
Letakkan 2 jari di ataspusar
Kepalkan tangan yanglain
Tempatkansisiibujarikepalantanganpadadindingabdo
mendiatasdua jari tadi
Mintapasien/korbanmembungkukdangenggamkepal
antangananda dengan tangan yanglain
Lakukanhentakankearahdalamdanatas(sebanyak5kal
i)
Periksa bilamana benda asing keluar setiap 5
kalihentakan
Ulangiabdominalthrustsampaibendaasingkeluaratau
pasien/korban tidaksadar.
b. Chest Thrust (HentakkaDada)
Langkahnya sama dengan Manuver Heimlich bedanya pada
peletakan sisiibu jari kepalan tangan pada pertengahan tulang
dada pasien/korban dan hentakandilakukan hanya ke arah
dalam serta posisi kepala pasien/korban menyandardibahu
penolong.
Teknik Pertolongan Sumbatan Benda Asing Pada Pasien
Dewasa Tidak Sadar
1. Langkah 1
Posisikan pasien/korban terlentang di alas yang datar dan
keras.
2. Langkah 2
Buka jalan napas pasien/korban dengan head tilt-
chinlift
Periksamulutpasien/korbanuntukmelihatbilamanata
mpakbendaasing.
Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah
mulut, dapatdilakukan teknik Cross Finger yaitu
dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk
yangdisilangkan dan menekan gigi atas dan bawah.
10
Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu
dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas
di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)
3. Langkah 3
Evaluasipernapasanpasien/korbandenganmelihat,me
ndengardanmerasakan
Bila tidak ada napas, lakukanventilasi
Bilajalannapastersumbat,reposisikepaladanlakukanv
11
entilasiulang
4. Langkah 4
Bila jalan napas tetap tersumbat, lakukan 30 kompresi
dada (posisi tangan untuk kompresi dada sama dengan
RJP dewasa)
5. Langkah 5
Ulangi langkah 2-4 sampai ventilasi berhasil (ventilasi
berhasil bilaterjadi pengembangan dinding dada)
6. Langkah 6
12
2. Lakukan manuver hentakkan (chest thrust ) pada dada
sebanyak lima kali dengan menggunakanjari tengah
dan telunjuk tangan sejajar denganputting susu bayi.
13
4. Kemudian, dari posisi menelungkup, telapak
tangan penolong yang bebas menopang bagian
belakang kepala bayi sehingga bayi berada di
antara kedua tangan kita (tangan satu menopang
bagian belakang kepala bayi, dan satunya
menopang mulut dan wajahbayi).
Perasat ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu
tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala
tengadah, tangan lain mendorong dagu dengan hati-hati
tengadah, sehingga hidung menghadap keatas dan
14
epiglotisterbuka, sniffing position, posisihitup.
15
Gambar 9: Teknik Jaw Thrust
Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas pada pasien yang
tidak sadar atau dianestesi menyebabkan lidah dan epiglotis
jatuh kebelakang kearah dinding posterior faring. Mengubah
posisi kepala atau jaw thrust merupakan teknik yang disukai
untuk membebaskan jalan nafas. Untuk mempertahankan jalan
nafas bebas, jalan nafas buatan (artificial airway) dapat
dimasukkan melalui mulut atau hidung untuk
menimbulkanadanya aliran udara antara lidah dengan dinding
faring bagian posterior (Gambar 11).
Pasienyangsadarataudalamanestesiringandapatterjadibatukatausp
16
asmelaringpadasaat memasang jalan nafas artifisial bila refleks
laring masih intact.
17
Gambar 12. Pemasangan OPA
18
lidah.
b. Nasopharyngeal Airway(NPA)
Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak antara
lubang hidung kelubang telinga dan kira-kira 2-4cm lebih
panjang dari oral airway. Disebabkan adanya resiko
epistaksis, nasal airway tidak boleh digunakan pada pasien
yang diberi antikoagulan atau anak dengan adenoid. Juga,
nasal airway jangan digunakanpadapasien dengan fraktur
basis cranii. Setiap pipa yang dimasukkan melalui hidung
(nasal airway, pipa nasogastrik, pipa nasotrakheal) harus
dilubrikasi. Nasal airway lebih ditoleransi daripada oral
airway pada pasien dengan anestesiringan
19
yang bebas dan face mask yang rapat/tidak bocor. Teknik
pemasangan face mask yang tidak tepat dapat menyebabkan
reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup, hal ini
menunjukkan adanya kebocoran sekeliling face mask.
Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi dengan
pergerakan dada dan suara pernafasan yang minimal
menunjukkan adanya obstruksi jalannafas.
20
Gambar 16. Difficult airway dapat diatasi dengan teknik memegang
dengan dua tangan. Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk
mendapatkan jaw thrust yang adekuat dan face mask yang rapat. Karena
itu diperlukan seorang asisten untuk memompa bag (gambar 16).
21
99%)
Gambar 17. Pemasangan LMA
d. Combitube
Pipa kombinasi esophagus – tracheal (ETC) terbuat dari
gabungan 2 pipa, masing- masing dengan konektor 15
mm pada ujung proksimalnya. Meskipun pipa
kombinasimasih rerdaftar sebagai pilihan untuk
penanganan jalan nafas yang sulit dalam algoritma
Advanced Cardiac Life Support, biasanya jarang
digunakan oleh dokter anestesi yang lebih suka memakai
22
LMA atau alat lain untuk penanganan pasien dengan
jalan nafas yangsulit
23
komplikasi yang lebih sedikit. Tracheostomy adalah pembukaan
operasi dibuat dari kulit leher ke trakea. Sebuah tracheostomy di
mana seseorang akan perlu berada di ventilator mekanik untuk
jangka waktu lama. Keuntungan dari tracheostomy termasuk
risiko kurang dari infeksi dan kerusakan trakea seperti
trakeastenosis.
24
Airway harus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar.Jaw
thrust atau chin lift dapat dipakai pada beberapa kasus, pada
penderita yang masih sadar dapat dipakai nasofaringeal airway. Bila
penderita tidak sadar dan tidak ada reflex bertahan (gag refleks)
dapat dipakai oro-pharyngeal airway(guedel).
Control jalan nafas pada penderita yang airway terganggu karena
factor mekanik, atau ada gangguan ventilasi akibat gangguan
kesadaran, dicapai dengan intubasi endo-tracheal, baik oral maupun
nasal. Prosedur ini harus dilakukan dengan control terhadap
servikal.
Surgeal airway (erico-thyroidotomy) dapat dilakukan bila intubasi
endotracheal tidak mungkin karenakontra indikasi atau karena
masalah mekanis. Prioritas intervensi tertinggi dalam primery
survey adalah mempertahankan kepatenan jalan nafas. Dalam
hitungan menit tanpa adekuatnya suplai oksigen dapat
menyebabkan trauma serebral yang akan berkembang menjadi
kematian otak (anoxic brain death). Airway harus bersih dari
berbagai secret atau debris dengan kateter suction atau secara
manual jika diperlukan.spinal servikal harus diproteksi padaklien
trauma dengan kemungkinan trauma spinal secara manual aligment
leher pada posis netral,posisin-line dan menggunakan maneuver jaw
thrust ketika mempertahankan jalan nafas. Secara umum, masker
non-rebreather adalah yangt paling baik untuk klien bernafas
spontan. Ventilasi bag-valve-mask (BMV) dengan alat bantu nafas
yang tepat dan sumber oksigen 100% diindikasikan untuk individu
yang memerlukan bantuan ventilasi selama resusitasi klien dengan
gangguan kesadaran, diindikasikan dengan GCS kurang dari sama
dengan 8, membutuhkan airway definitive seperti endotracheal
tube(ETT)
6.1. Algoritma Airway Management (Ollerton,2007)
25
6.2. Algoritma Difficult Airway
1. Pengertian
Collar neck cervicalcollar atau neck brace adalah alat medis ortopedik (ilmu
bedah tulang) untuk menyangga kepala dan leher pasien. Alat ini digunakan agar
bagian leher dan kepala untuk membatasi gerakannya agar tidak memperburuk
keadaan kesehatan kepala dan leher yang ada. Yang paling sering kita lihat,
bahwa collar neck sering digunakan untuk pasien cedera leher dan kepala. Pada
pasien dengan cedera leher dan kepala ini, ada kemungkinan terjadi fraktur atau
patah tulang belakang bagian leher. Patah tulang leher ini adalah kondisi yang
sangat serius karena dapat mencederai lebih lanjut pada sumsum tulang belakang
(korda spinalis) yang berisi serabut saraf. Serabut saraf tulang leher ini yang
mengatur gerakan anggota badan sampai otot-otot pernapasan. Maka dari itu jika
terjadi cedera saraf, kemungkinannya dapat lumpuh seluruh tangan dan kaki
26
sampai berisiko terjadi kematian. Maka dari itu pasien perlu ditopang lehernya
agar tetap dalam posisi teramannya sampai dapat dikonfirmasi apakah benar ada
patah tulang dengan pemeriksaan sinar-x atau roentgen.
(a) (b)
27
2. Mencegah bertambahnya kerusakan tulang servikal dan corda spinalis
3. Mengurangi rasa nyeri
28
1. Melindungi jalan nafas dengan cara membatasi gerakan fleksi pada pasien-
pasienyang patensi jalan nafasnya dapat terganggu bila posisi rahang dan
lehernya tidakdipertahankan.
2. Mengurangi gerakan tulang servikal, terutama gerakan fleksi, juga gerak
rotasi,lateral, dan ekstensi.
3. Menyangga berat kepala saat pasien dalam posisi duduk dan
membantumempertahankan agar tulang servikal tetap pada satu garis pada
saat pasiendiposisikan berbaring.
4. Pemakaian cervical collar bukan merupakan tindakan imobilisasi kepala
dan leheryang sempurna. Cervical collar dirancang sebagai alat tambahan.
Imobilisasi yang lengkapterjadi bila pasien telah dipasang long spine
board, namun prosedur pemasangan cervicalcollar dilakukan terlebih
dahulu sebelum prosedur imobilisasi lainnya dilakukan.
29
Persiapan
1. Alat :
2. Pasien :
˗ Informed Consent
˗ Berikan penjelasan tentang tindakan yang dilakukan
˗ Posisi pasien : terlentang, dengan posisi leher segaris / anatomi
3. Petugas : 2 orang
Pelaksanaan
1) Fase Orientasi:
˗ Mendekatkan alat
˗ BHSP
˗ Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuannya
˗ Menjelaskan prosedur pelaksanaan
˗ Menanyakan kesetujuan / kesiapan klien
˗ Mencuci tangan
2) Fase Kerja:
30
˗ Letakkan bagian neck collar yang bertekuk tepat pada dagu
˗ Rekatkan 2 sisi neck collar satu sama lain
3) Fase Terminasi:
31
Valsalva maneuver digunakan sebagai alat diagnostic untuk
mengevaluasi kondisi jantung dan terkadang dilakukan sebagai treatment
untuk mengkoreksi abnormalitas ritme jantung atau untuk gambaran
1. Permulaan strain(ketegangan)
2. Strain dilanjutkan
3. Penurunan
4. Recovery(perbaikan).
32
Tabel 1. Perubahan Fase dan fisiologi pada Valsalva Maneuver
Fase Respon Tekanan darah Systolik Nadi
I Permulaan strain Meningkat Stabil
II Strain dilanjutkan Menurun Meningkat
III Penurunan Menurun Stabil
IV Recovery Meningkat Meningkat
33
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pengelolaan jalan nafas atau airway management adalah prosedur medis yang
dilakukan untuk mencegah obstruksi jalan napas untuk memastikan jalur nafas
terbuka antara paru-paru pasien dan udara luar. Hal ini dilakukan dengan
membuka jalan nafas atau mencegah obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh
lidah, saluran udara itu sendiri, benda asing, atau bahan dari tubuh sendiri, seperti
darah dan cairan lambung yang teraspirasi. Obstruksi jalan nafas terbagi menjadi
2 yaitu obstruksi total dan parsial. Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas
pada manusia yaitu hidung yang menuju nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang
34
menuju orofaring (pars oralis). Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas
(misalnya kelemahan dari otot genioglosus) pada pasien yang dianestesi
menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior
faring. Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan
refleks jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah.
Untuk menghilangkan sumbatan pada jalan nafas agar jalan nafas dapat
terbuka sehingga udara dapat masuk ke paru-paru dilakukan tatalaksana jalan
nafas yang terdiri dari pengeluaran benda asing/sumbatan dari saluran pernafasan
menggunakan teknik heimlich manuver dan abdominal thrust pada pasien sadar
dan cross finger dan finger sweep pada pasien tidak sadar; pengelolaan jalan nafas
dengan teknik manual yaitu head-tilt chin lift untuk pasien non trauma servikal
dan jaw thrust untuk pasien yang mengalami trauma servikal; pengelolaan jalan
nafas dengan bantuan alat sederhana yaitu Oropharyngeal airway (OPA) dan
Nasopharyngeal Airway; pengelolaan jalan nafas dengan alat lanjutan yaitu bag
valve mask, Laryngeal Mask Airway (LMA), combitube, intubasi dengan ETT.
Lalu jika prosedur invasif tersebut tidak berhasil, maka akan dilakukan tindakan
pembedahan untuk membuka jalan nafas, yaitu dengan krikotiroidektomi dan
trakeostomi. Manajemen jalan napas bedah sering dilakukan sebagai upaya
terakhir dalam kasus di mana Orotracheal dan intubasi nasotrakeal tidak mungkin
atau kontraindikasi
3.2 Saran
Manajemen jalan nafas atau airway management merupakan tatalaksana
pasien yang sangat penting untuk diperhatikan dan dilakukan dengan tepat
sehingga penatalaksanaan pada pasien yang mengalami gangguan pada jalan nafas
dapat teratasi. Diperlukan keterampilan dari pemberi pertolongan dan pemberi
pelayanan primer terutama di ruang gawat darurat dan ruang intensif. Pelatihan
mengenai tatalaksana jalan nafas sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
keterampilan dalam penanganan pasien.
35
DAFTAR PUSTAKA
Angel, R. 2015. Prosedur Pelepasan Helm Dan Peasangan Neck Collar. (Online)
(https://dokumen.tips/documents/prosedur-pelepasan-helm-dan-
peasangan-neck-collar.html)diakses 26 Agustus 2019 American
Society
36
of Anesthesiologists, 2013.
37