Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

GERONTIK DENGAN REUMATOID ATRITIS

OLEH :
Komang Mia Meliani, S.Kep

NIM C2223105

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

GERONTIK DENGAN REUMATOID ATRITIS

TANGGAL

Diajukan Oleh :

Komang Mia Meliani, S.Kep


NIM. C2223105

Telah Disahkan Sebagai Laporan Praktik


Stase Keperawatan Gerontik

Mengetahui, Preseptor Akademik

STIKES Bina Usada Bali


Profesi Ners
Ketua

( Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep.,M.Kep ) ( Ns.)

NIK. 11.01.004 NIK.


LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK

DENGAN REUMATHOID ARTHRITIS

A. KONSEP DASAR LANSIA

1. Pengertian Lansia

Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65-

75 tahun (Potter, 2005). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,

tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan

kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang

telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho,

2008).

Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari,

berjalan secara terus-manerus, dan berkesinambungan (Depkes RI, 2001).

Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut dikatakan sebagai

tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia sedangkan menurut

pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan

bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60

tahun (Maryam, 2008). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan

tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat

mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley,

2006).

2. Karakteristik Lansia

Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki

karakteristik sebagai berikut:


1) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13

tentang kesehatan).

2) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,

dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif

hingga kondisi maladaptif

3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008).

3. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.

1) Pralansia (prasenilis), Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2) Lansia, Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3) Lansia Resiko Tinggi, Seseorang yang berusia 70 tahun atau

lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan (Depkes RI, 2003)

4) Lansia Potensial, Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan

dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,

2003).

5) Lansia Tidak Potensial, Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,

sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

4. Tipe Lansia

Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-

macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:

1) Tipe arif bijaksana, Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman,

menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan


perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,

sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

2) Tipe mandiri, Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang

dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman

pergaulan, serta memenuhi undangan.

3) Tipe tidak puas, Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin,

menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan,

kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang

disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit

dilayani dan pengkritik.

4) Tipe pasrah, Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,

mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti

kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.

5) Tipe bingung, Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian,

mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh

(Nugroho, 2008).

5. Tugas Perkembangan Lansia

Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan

diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh

kembang pada tahap sebelumnya. Adapun tugas perkembangan lansia adalah

sebagai berikut :

1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.

2) Mempersiapkan diri untuk pensiun.

3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.


4) Mempersiapkan kehidupan baru.

5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara

santai.

6) Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Maryam,

2008).

B. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang

berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis

berarti radang sendi. Sedangkan Reumatoid arthritis adalah suatu penyakit

autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami

peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya

menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002). Engram

(1998) mengatakan bahwa, Reumatoid arthritis adalah penyakit jaringan

penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari

membran sinovial dari sendi diartroidial.

Reumatoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik

kronik yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan

tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh (Hidayat, 2006).

Reumatik adalah gangguan berupa kekakuan, pembengkakan, nyeri

dan kemerahan pada daerah persendian dan jaringan sekitarnya (Adellia,

2011).
2. Klasifikasi

Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:

a. Reumatoid arthritis klasik, pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda

dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit

dalam waktu 6 minggu.

b. Reumatoid arthritis defisit, pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda

dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit

dalam waktu 6 minggu.

c. Probable Reumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria

tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling

sedikit dalam waktu 6 minggu.

d. Possible Reumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria

tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling

sedikit dalam waktu 3 bulan.

Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :

a. Stadium sinovitis, pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan

sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat

bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.

b. Stadium destruksi, pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada

jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai

adanya kontraksi tendon.

c. Stadium deformitas, pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif

dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.


3. Epideimologi

Rheumatoid arthritis mempengaruhi sekitar 0,5 sampai 1% dari

populasi di seluruh dunia, dengan wanita 2 sampai 3 kali lebih berisiko.

Rheumatoid arthritis paling umum ditemukan di Eropa Utara dan

Amerika Utara. Studi di negara-negara industri menunjukkan kisaran

insidensi tahunan 5 hingga 50 per 100.000 orang. Data di Finlandia

memperkirakan insiden tahunan rheumatoid arthritis sebesar 58,6 per

100.000 orang pada wanita dan 29,5 per 100.000 orang pada pria. Usia

saat onset biasanya antara 30 dan 70 tahun, tetapi rheumatoid arthritis

telah dilaporkan pada semua kelompok usia. Angka kejadian rheumatoid

arthritis lebih tinggi pada usia yang lebih tua. Prevalensi rheumatoid

arthritis di Indonesia adalah kurang dari 0,4%. Rasio kejadian pada wanita

dan pria adalah 2,5: 1,4

4. Etiologi

Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui,

tetapi beberapa hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-

faktor :

a. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGc

dan faktor Reumatoid

b. Gangguan Metabolisme

c. Genetik
d. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial)

Penyebab penyakit Reumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,

namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-

antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung

& Raenah, 2008).

Adapun Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya

artritis reumatoid adalah;

a. Jenis Kelamin.

Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki.

Perbandingannya adalah 2-3:1.

b. Umur.

Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun.

Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak

(artritis reumatoid juvenil)

c. Riwayat Keluarga.

Jika terdapat anggota keluarga yang terkena RA, maka resiko

terjadinya penyakit ini lebih tinggi.

d. Merokok.

Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.

5. Patofisiologi

Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan

sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis

menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan


memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial

dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang

rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya

permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut

terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif

dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot

(Smeltzer & Bare, 2002).

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema,

kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang

berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular

kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus,

atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub

chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan

gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.

Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan

sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara

permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).

Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi

lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.

Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.

Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai

dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada

orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang

lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat
ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis

yang difus (Long, 1996).


6. Pathway

Reaksi faktor R dg antibody, faktor metabolic, infeksi dengan kecenderungan


virus

Nyeri Reaksi peradangan

Kurang informasi tentang penyakit sinovial menebal

Kurang pengetahuan pannus nodul deformitas sendi

Infiltrasi ke dlm os. Suncondri Gangguan body image

Kerusakan kartilago tulang Hambatan nutrisi pada kartilago artikularis

Tendon & ligament melemah kartilago nekrosis

Hilangnya kekuatan otot Erosi kartilago

Risiko cedera Adhesi pada permukaan sendi

Ankilosis fibrosa

Kekuatan sendi

Gangguan mobilitas fisik Terbatasnya gerakan sendi

Defisit perawatan diri


7. Gejala Klinis

Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :

a. Nyeri persendian

b. Bengkak (Reumatoid nodule)

c. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari

d. Terbatasnya pergerakan

e. Sendi-sendi terasa panas

f. Demam (pireksia)

g. Anemia

h. Berat badan menurun

i. Kekuatan berkurang

j. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi

k. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal

l. Pasien tampak anemik

Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti :

a. Gerakan menjadi terbatas

b. Adanya nyeri tekan

c. Deformitas bertambah pembengkakan

d. Kelemahan

e. Depresi

Gejala umum Reumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung

pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang,

penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak

aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan pengobatan dan
pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi, gejala

penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika

penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali (Reeves, Roux &

Lockhart, 2001).

Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan,

kehilangan energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri

otot dan sendi dan kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya paling

sering di pagi hari. Disamping itu juga manifestasi klinis Reumatoid

arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta

beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan

gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk

Reumatoid arthritis (Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari

Reumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu, takikardi, berat

badan menurun, anemia (Long, 1996).

Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada

persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif

mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang

belakang serviks, dan temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral

dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi

hari berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas tangan dan kaki

adalah hal yang umum


8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi

anemia dan leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90%

penderita

b. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada

jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang

berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista

tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan

osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.

c. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium

d. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan

irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi

e. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang

lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna

kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan

degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan

komplemen ( C3 dan C4 ).

f. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan

perkembangan panas.

g. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle

Aspiration) atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena

mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan

sendi yang normal.


Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli-

arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari

tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau

lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-

artikuler pada foto rontgen

Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi

pada penegakan diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul

Reumatoid, inflamasi sendi yang ditemukan pada saat palpasi dan

hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaaan laboratorium

menunjukkan peninggian laju endap darah dan factor Reumatoid yang

positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel

darah merah dan komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C-

reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat

menunjukan hasil yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan

cairan sinovial yang keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap dan

mengandung banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan komplemen

(Smeltzer & Bare, 2002). Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk

membantu penegakan diagnosis dan memantau perjalanan

penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi tulang yang

khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan

penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).


9. Terapi

Tujuan utama terapi adalah:

a. Meringankan rasa nyeri dan peradangan

b. Memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal

penderita.

c. Mencegah atau memperbaiki deformitas

Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang

merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:

a. Istirahat

b. Latihan fisik

c. Panas

d. Pengobatan

1) Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar

salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml

2) Natrium meningkatkan toleransi saluran cerna terhadap

terapikolin dan asetamenofen obat

3) Obat mengatasianti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin)

dosis 200 – 600 mg/hari keluhan sendi, memiliki efek steroid

sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang

diperlukan.

4) Kortikosteroid

e. Nutrisi diet untuk penurunan berat badan yang berlebih


Bila Reumatoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan

sendi, pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan

memperbaiki fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:

a. Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk

mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya

kembali inflamasi.

b. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.

c. Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan

tangan.

d. Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran

pada persendian.

Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya

dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan

baik antara pasien dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan

yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik akan sukar untuk dapat

memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu

yang lama (Mansjoer, dkk. 2001).

Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID dalam dosis

terapeutik. Kalau diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat

ini akan memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik. Namun

pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat menurut resep dokter

agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa dipertahankan sehingga

keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat mencapai tingkat yang

optimal (Smeltzer & Bare, 2002).


10. Komplikasi

a. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya

prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.

b. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.

c. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.

d. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang

disebabkan oleh adanya darah yang membeku.

e. Terjadi splenomegali.

f. Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar

kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah

putih dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-

sel darah akan meningkat.

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis

dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti

inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit

( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor

penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.

Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas ,

sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik.

Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra

servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.


C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral),

amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan

pembengkakan.

b. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi

sinovial

c. Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)

d. Catat bila ada krepitasi

e. Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan

f. Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral

g. Catat bila ada atrofi, tonus yang berkurang

h. Ukur kekuatan otot

i. Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya

j. Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari

Riwayat Psiko Sosial

Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang

cukup tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-

sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya

dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat

melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body

image dan harga diri klien.


Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan

keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru,

ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan

bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya. Pengkajian 11 Pola Gordon

a. Pola Persepsi Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan

1) Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi?

2) Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya?

3) Riwayat keluarga dengan RA

4) Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun

5) Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll

b. Pola Nutrisi Metabolik

1) Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan

yang banyak mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan protein)

2) Riwayat gangguan metabolic

c. Pola Eliminasi

1) Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?

d. Pola Aktivitas dan Latihan

1) Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit

2) Jenis aktivitas yang dilakukan

3) Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas

4) Tidak mampu melakukan aktifitas berat

e. Pola Istirahat dan Tidur

1) Apakah ada gangguan tidur?

2) Kebiasaan tidur sehari


3) Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur

4) Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?

f. Pola Persepsi Kognitif

1) Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?

g. Pola Persepsi dan Konsep Diri

1) Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?

2) Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya?

h. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama

1) Bagaimana hubungan dengan keluarga?

2) Apakah ada perubahan peran pada klien?

i. Pola Reproduksi Seksualitas

1) Adakah gangguan seksualitas?

j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress

2) Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?

k. Pola Sistem Kepercayaan

1) Agama yang dianut?

2) Adakah gangguan beribadah?

3) Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada

Tuhan

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut b/d proses inflamasi dan destruksi sendi


b. Hambatan mobilitas fisik b/d deformitas skeletal

c. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan

dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas

umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan

mobilitas

d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan

musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu

bergerak, depresi

e. Kebutuhan pembelajaran mengenai penyakit, prognosis, dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/

mengingat, kesalahan interpretasi informasi.


3. Rencana Tindakan Keperawatan

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Nyeri akut b/d proses Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor
inflamasi dan keperawatan selama 3x24 jam yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
destruksi sendi diharapkan tidak ada Keluhan 2. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai
nyeri, dengan kriteria : kebutuhan
1. Menunjukkan nyeri hilang/ 3. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat,
terkontrol brace.
2. Terlihat rileks, dapat 4. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur,
tidur/beristirahat dan sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.
berpartisipasi dalam aktivitas 5. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu
sesuai kemampuan. bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres
3. Mengikuti program sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi,
farmakologis yang diresepkan dan sebagainya.
4. Menggabungkan keterampilan 6. Berikan masase yang lembut
relaksasi dan aktivitas hiburan 7. Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi, distraksi, relaksasi progresif)
ke dalam program kontrol 8. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
nyeri. 9. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat)
10. Berikan kompres dingin jika dibutuhkan
Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi
fisik b/d deformitas keperawatan selama 3x24 jam 2. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas
skelet diharapkan mobilitas fisik baik untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari
dengan kriteria : yang tidak terganmggu.
1. Mempertahankan fungsi 3. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan
posisi dengan tidak hadirnya/ isometris jika memungkinkan
pembatasan kontraktur. 4. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/
2. Mempertahankan ataupun bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze
meningkatkan kekuatan dan 5. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace
fungsi dari dan/ atau 6. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.
kompensasi bagian tubuh 7. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan
3. Mendemonstrasikan tehnik/ berjalan
perilaku yang memungkinkan 8. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan
melakukan aktivitas pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda.
9. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.
10. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan.
11. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid).
Gangguan Citra Setelah dilakukan tindakan 1. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan
Tubuh / Perubahan keperawatan selama 3x24 jam masa depan.
Penampilan Peran diharapkan gangguan citra tubuh 2. Diskusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat.
berhubungan dengan berkurang dengan criteria: Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan
perubahan 1. Mengungkapkan peningkatan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual.
kemampuan untuk rasa percaya diri dalam 3. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima
melaksanakan tugas- kemampuan untuk keterbatasan.
tugas umum, menghadapi penyakit, 4. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan.
peningkatan perubahan pada gaya hidup, 5. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu
penggunaan energi, dan kemungkinan memperhatikan perubahan
ketidakseimbangan keterbatasan 6. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
mobilitas. 2. Menyusun rencana realistis perilaku positif yang dapat membantu koping
untuk masa depan. 7. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal
aktivitas
8. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan
9. Berikan bantuan positif bila perlu.
10. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri,
psikolog.
11. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-
obatan peningkat alam perasaan.
Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan 1. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi
diri berhubungan keperawatan selama 3x24 jam penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi.
dengan kerusakan diharapkan klien dapat mengatur 2. Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
musculoskeletal, kegiatan sehari-hari, dengan 3. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana
penurunan kekuatan, criteria hasil: untuk modifikasi lingkungan
daya tahan, nyeri 1. Melaksanakan aktivitas 4. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi.
pada waktu bergerak, perawatan diri pada tingkat 5. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan
depresi. yang konsisten dengan evaluasi setelahnya.
kemampuan individual 6. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan
2. Mendemonstrasikan rumah, ahli nutrisi.
perubahan teknik/ gaya hidup
untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
3. Mengidentifikasi sumber-
sumber pribadi/ komunitas
yang dapat memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah,Lilik Ma’rifatul. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Garaha Ilmu.

Yogyakarta. 2011

Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. BUKU AJAR FISIOLOGI

KEDOKTERAN Edisi 11. Alih bahasa : Irawati, et al. Jakarta : EGC

Harris ED Jr., 1993, Etiology and Pathogenesis of Reumatoid Arthritis. Dalam:

Textbook of Rheumatology.Philadhelpia:Saunders Co

Hirmawan, Sutisna., 1973. PATOLOGI. Jakarta : Bagian Patologi Anatomik

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp : 437, 1

Hollmann DB. Arthritis & musculoskeletal disorders. In: Tierney LM, McPhee,

Papadakis MA (Eds): Current Medical Diagnosis & Treatment, 34 th ed.,

Appleton & Lange, International Edition, Connecticut 2005, 729-32.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah. Jakarta : EGC. 2002.

Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L., 2007. BUKU AJAR PATOLOGI Edisi

7. Jakarta : EGC

Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W., 2000. KAPITA

SELEKTA KEDOKTERAN Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media

Aesculapius

Nasution..1996.Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor) Buku

Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Price, SA. Dan Wilson LM., 1993, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses

Penyakit bag 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai