Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

DENGAN HIPERTENSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gerontik
Dosen: Heri Triwibowo, S.Kep.Ns.,M.Kes

DI SUSUN OLEH :

Muhammad Abdul Rochman


(202003085)

PRODI PROFESI NERS


STIKES BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO
TAHUN AJARAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan Ini Diajukan Oleh :


Nama : Muhammad Abdul Rochman
NIM : 202003085
Program Studi : Profesi Ners
Judul Asuhan Keperawatan :
“Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Hipertensi ”.
Telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas dalam praktik klinik keperawatan dasar.

Mojokerto, Februari 2021

Pembimbing Akademik Mahasiswa

(Heri Triwibowo, S.Kep.Ns., M.Kes) (Muhammad Abdul Rochman)


LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI PADA LANSIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya tekanan

darah arteri lebih dari normal. Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan Diastolik ≥85

mmHg merupakan batas normal tekanan darah (Junaidi, 2010). Hipertensi atau tekanan

darah tinggi sering disebut-sebut sebagai sillent killer karena sesorang yang mengidap

hipertensi yang bahkan sudah bertahun-tahun seringkali tidak menyadarinya sampai terjadi

komplikasi seperti kerusakan organ vital yang cukup berat yang bisa mengakibatkan

kematian. Sebanyak 70 % penderita hipertensi tidak menyadari bahwa dirinya mengidap

hipertensi hingga ia memeriksakan tekanan darahnya ke pelayanan kesehatan. Sebagian

lagi mengalami tanda dan gejala seperti pusing, kencang di tengkuk, dan sering berdebar-

debar (Adib, 2009).

Berdasarkan prevalensi hipertensi lansia di Indonesia sebesar 45,9% untuk umur 55-

64 tahun, 57,6% umur 65-74 tahun dan 63,8% umur >75 tahun. Prevalensi hipertensi di

Indonesia berdasarkan pengukuran tekanan darah pada umur ≥18 tahun adalah sebesar

25,8%. Prevalensi tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan

(30,8%), Kalimantan Timur (29,6%). (Balitbang Kemenkes RI, 2013).

B. Tujuan

1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian lansia dan tipe-tipe lansia

2. Agar mahasiswa mengetahui masalah-masalah kesehatan lansia

C. Manfaat

Mahasiswa diharapkan mampu mengaplikasikan dan menerapkan ilmu yang

diperoleh untuk kalangan masyarakat terutama lansia

BAB II
KONSEP TEORI

Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep teori yang memuat: Konsep Lansia,

Konsep dan Asuhan Keperawatan Klien Dengan Hipertensi.

A. Konsep Teori Lansia

1. Pengertian Lanjut Usia


Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa dan
tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran
fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi
mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk,
gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).
Undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia pada Bab 1 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa usia 60 tahun adalah
usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan
proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif,
merupakan proses menurunya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam dan luar tubuh.
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses
menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah
dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup
(Nugroho Wahyudi, 2000).

2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia
kronologis / biologis menjadi 4 kelompok yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
tahun
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 sampai 70 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
b. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia
dikelompokkan menjadi :
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 29-25 tahun
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturnitas, usia 25-
60 tahun atau 65 tahun
3) Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahunn atau 70
tahun yang dibagi dengan :
a) 70-75 tahun (young old)
b) 75-80 tahun (old)
c) Lebih dari 80 (very old)
c. Penggolongan lansia menurut Depkes RI dikutip dari Azis (1994)
menjadi tiga kelompok yakni :
1) Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok
yang baru memasuki lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun keatas).
3) Kelompok lansia berisiko tinggi, yaitu lansia yang berusia
lebih dari 70 tahun.
3. Teori Proses Menua
Proses menua bersifat individual :
a. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda.
b. Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda.
c. Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses
menua.
1) Teori biologis
a. Teori Genetik
Teori genetik clock, teori ini merupakan teori
intrinsik yang menjelaskan bahwa didalam
tubuhterdapat jam biologis yang mengatur gen dan
menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan
bahwa menua itu telah terprogram secara genetik
untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti
selnya memiliki suatu jam genetik / jam biologis
sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang
berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi
tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar, dia
akan mati. Manusia mempunyai umur harapan hidup
nomor dua terpanjang setelah bulus. Secara teoritis,
memperpanjang umur mungkin terjadi, meskipun
hanya beberapa waktu dengan pengaruh dari luar,
misalnya peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit dengan pemberian obat-obatan atau
tindakan tertentu.
b. Teori mutasi somatic
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya
mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan yang
buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi
DNA atau RNA dan dalam proses translasi RN
protein / enzim. Kesalahan ini terjadi terus menerus
sehingga akhirnya akan terjadi penuruna fungsi
organ atau penurunan sel menjadi kanker atau
sel ,emjadi penyakit, setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah
mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan
kemampuan fungsional sel (Suhana, 2000).
c. Teori nongenetik
 Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-
immune theory), mutasi yang berulang dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan
system imun tubuh mengenali dirinya sendiri
(self recognition). Mutasi yang merusak
membran sel, akan menyebabkan sistem imun
tidak mengenalinya sehingga merusaknya.
Hal inilah yang mendasari peningkatan
penyakit auto-imun pada lanjut usia
(Goldestein, 1989). Proses metabolisme
tubuh, memproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan
terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh
menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh,
tambahan kelenjar timus yang pada usia
dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi
kelainan autoimun.
 Teori kerusakan akibat radikal bebas (free
radical theory), teori radikal bebas dapat
terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh,
karena adanya proses metabolisme atau
proses pernapasan di dalam mitokondria.
Radikal bebas merupakan suatu atom atau
molekul yang tidak stabil karena mempunyai
elektron yang tidak berpasangan sehingga
sangat reaktif mengikat atom atau molekul
lain yang menimbulkan berbagai kerusakan
atau perubahan dalam tubuh. Tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom)
mengakibatkan oksidasi oksigen bahan
organik, misalnya karbohidrat dan protein.
Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak
dapat bergenerasi (Halliwel, 1994). Radikal
bebas dianggap sebagai penyebab penting
terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal
bebas yang terdapat dilingkungan seperti :
a) Asap kendaraan bermotor
b) Asap rokok
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi
e) Sinar ultaviolet yang mengakibatkan
terjadinya perubahan pigmen dan
kolagen pada proses menua.
 Teori menua akibat metabolism, telah
dibuktikan dalam berbagai percobaan hewan,
bahwa pengurungan asupan kalori ternyata
bisa menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur, sedangkan perubahan
asupan kalori yang menyebabkan kegemukan
dapat memperpendek umur (Darmojo, 2000).
 Teori rantai silang (cross link theory), teori
ini menjelaskan bahwa menua disebabkan
oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam
nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan
zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi
jaringan yang menyebabkan perubahan pada
membran plasma, yang mengakibatkan
terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis,
dan hilangnya fungsi pada proses menua.
 Teori fisiologis, teori ini merupakan teori
intrinsik dan ekstrinsik, terdiri atas teori
oksidasi stres menyebabkan sel tubuh lelah
terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan
internal).
2) Teori sosiologis
Teori sosiologis tentang proses menua yang dianut selama
ini antara lain :
a. Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia
bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar
hal-hal yang dihargai masyarakat. Kemanapun lanjut
usia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan
kunci mempertahankan status sosial berdasarkakn
kemampuan bersosialisasi. Pokok-pokok sosial
exchange theory antara lain :
 Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang
berupaya mencapai tujuanya masing-masing.
 Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial
yang memerlukan biaya dan waktu.
 Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai,
seorang actor mengeluarkan biaya.
b. Teori aktivitas atau kegiatan
 Ketentuan tentang semakin menurunya
jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini
menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses
adalah mereka yang aktif dan banyak ikut
serta dalam kegiatan sosial.
 Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila
dapat melakukan aktivitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut delama
mungkin.
 Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan
pada cara hidup lanjut usia.
 Mempertahankan hubungan antara sistem
sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengana sampai lanjut usia.
c. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tungkah laku tidak berubah
pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan teori
yang disebutkan sebelumnya. Teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut
usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang
dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia.
Pengalaman hidup seseorang suatu saat merupakan
gambaranyya kelak pada saat dia menjadi lanjut usia.
Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku dan
harapan seseorang ternyata tidak berubah, walaupun
ia telah lanjut usia.
d. Teori pembebasan atau penarikan diri
(disangagement theory). Teori inimembahas
putusnya pergaulan atau hubungan dengan
masyarakat dan kemunduran individu dengan
individu lainnya. Pokok-pokok disangagemnt
theory :
 Pada pria, kehilangan peran hidup utama
terjadi masa pensiun. Pada wanita, terjadi
pada masa peran dalam keluarga berkurang,
misalnya saay anal menginjak dewasa dan
meninggalkan rumah untuk belajar dan
menikah.
 Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat
dari hal ini karena lanjut usia dapat
merasakan tekanan sosial berkurang,
sedangkan kaum muda memperoleh
kesempatan kerja yang lebih baik.
 Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang
perlu diperhatikan:
o Proses menarik diri terjadi sepanjang
hidup
o Proses tersebut tidak dapat dihindari
o Hal ini diterima lanjut usia dan
masyarakat
Teori yang pertama diajukan oleh Cumming
dan Henry (1961) teori ini menyatakan bahwa
dengan bertambah lanjutnya usia, apalagi
ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut
usia secara berangsur-angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya
atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial
lanjut usia menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia
mengalami kehilangan ganda (triple loss):
o Kehilangan peran (loss of role)
o Hambatan kontak sosial (restriction of
contact and relationship)
o Berkurangnya komitmen (reduced
commitment to social mores and
values)
Menurut teori ini seorang lanjut usia
dinyatakan mengalami prose menua yang
berhasil apabila ia menarik diri dari
kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan
diri pada persoalan pribadi dan
mempersiapkan diri menghadapi
kematiannya. Dari penyebab terjadinya
proses menua tersebut, ada beberapa
peluang yang memungkinkan dapat di
intervensi agar proses menua dapat
diperlambat. Kemungkinan yang tervesar
adalah mencegah :
o Meningkatnya radikal bebas
o Memanipulasi sistem imun tubuh
o Melalui metabolisme / makan,
memang berbagai misteri
kehidupan masih banyak yang
belum bisa terungkap, proses
menua merupakan salah satu
misteri yang paling sulit
dipecahkan.
Selain itu, peranan faktor resiko yang datang
dari luar (eksogen) tidak boleh dilupakan,
yaitu faktor lingkungan dan budaya gaya
hidup yang salah. Banyak faktor yang
mempengaruhi proses menua (menjadi tua),
antara lain herediter / genetik, nutrisi /
makanan, status kesehatan, pengalaman
hidup, lingkungan dan stres. Proses menua /
menjadi lanjut usia bukanlah suatu penyakit,
karena orang meninggal bukan karena tua,
orang muda pun bisa meninggal dan bayi pun
bisa meninggal. Banyak mitos mengenai
lanjut usia yang sering merugikan atau
bernada negatif, tetapi sangat berbeda dengan
kenyataan yang dialaminya (Nugroho, 2000).
4. Masalah Psikologik Pada Lansia
Masalah psikologik yang dialami oleh lansia ini pertama kali
mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi,
antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingunggan untuk
memikirkanya. Dalam hal ini dikenal apa yang disebut disengagement
theory, yaitu berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya
satu sama lain. Dulu hal ini diduga dapat mensukseskan proses menua.
Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat sekarang, yang
justru menganjurkan masih tetap adasocial involvement (keterlibatan
sosial) yang dianggap lebih penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri
menyambut hal ini secara positif. Contoh yang dapat dikemukanan umpama
dalam bidang pendidikan, yang masih tetap ditingkatkan pada usia lanjut
ini untuk menaikkan intelegensi dan memperluas wawasanyya (Broklehurst
dan allen, 1988). Di negara-negara industri maju bahkan didirikan apa yang
disebut university of the third age. Pemisahan diri (disengagement) baru
dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir kehidupan lansia saja. Para
lansia yang realistis dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang
baru.
Daya ingat (memori) mereka memang banyak yang menurun dari
lupa sampai pikun dan dimensia. Biasanya mereka masih ingat betul
peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenai hal-hal
yang baru terjadi. Pada lansia yang masih produktif justru banyak yang
menggunakan waktu menulis buku ilmiah, maupun memorinya sendiri.
Biasanya sifat-sifat streotype para lansia ini sesuai dengan pembawaanya
pada waktu muda. Beberapa tipe yang dikenal adalah sebagai berikut :
1) Tipe konstruktif : orang ini integritas baik, dapat menikmati
hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristis, fleksibel
(luwes) dan tahu diri. Biasanya sifat-sifat ini dibawanya
sejak muda. Mereka dapat menerima fakta-fakta proses
menua, mengalami pensiun dengan tenag, juga dalam
menghadapi masa akhir.
2) Tipe ketergantungan (dependent): orang lansia ini masih
dapat di terima ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tak
berambisi masih tahu diri, tak mempunyai inisiatif dan
bertindak praktis. Biasanya orang ini dikuasi istrinya. Ia
senang mengalami pensiun, malahan biasanya banyak
makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang untuk
berlibur.
3) Tipe defensif : orang ini biasanya dulunya mempunyai
pekerjaan/jabatan tak stabil, bersifat selalu menolak bantuan,
sering kali emosinya tak dapat dikontrol, memegang teguh
pada kebiasaanya, bersifat konflusif aktif. Anehnya mereka
takut menghadapi menjadi tua dan tak menyenagi masa
pensiun.
4) Tope bermusuhan (hostility): mereka mengganp orang lain
yang menyebabkan kegagalanya, selalu mengeluh, bersifat
agresif, curiga. Biasanya pekerjaan waktu dulunya tidak
stabil. Menjadi tua dianggapnya tidak ada hal-hal yang baik,
takut mati, iri hati pada orang yang muda, senag mengadu
untung pada pekerjaan-pekerjaan aktif untuk menghindari
masa yang sulit / buruk.
5) Tipe membenci / menyalahkan diri sendiri (selfhaters) :
orang ini bersifat kritis terhadap dan menyalahkan diri
sendiri, tak mempunyai ambisi, mengalami penurunan
kondisi sosio-ekonomi. Biasanya mempunyai perkawinan
yang tidak bahagia, mempunyai sedikit hobby merasa
menjadi korban dari keadaan, namun mereka menerima
fakta pada proses menua, tidak iri hati pada yang berusia
muda, merasa sudah cukup mempunyai apa yang ada.
Mereka menganggap kematian sebagai suatu kejadian yang
membebaskannya dari penderitaan. Statistik kasus bunuh
diri menunjukkan angka yang lebih tinggi presentasenya
pada golongan lansia, apalagi pada mereka hidup sendirian
(Darmojo, 2009).
5. Upaya Kesehatan Bagi Lanjut Usia
a) Upaya promotif
Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun
masyarakat disekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang
perilaku hidup sehat, gizi untuk lanjut usia, proses degeneratif
seperti katarak, presbikusis dan lain-lain. Upaya peningkatan
kebugaran jasmani, pemeliharaan kemandirian serta produtivitas
masyarakat lanjut usia.
1) Perilaku hidup sehat
Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga
dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan
berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya.
Menurut Dachroni tahun 1998, PHBS erat kaitannya dengan
pemberdayaan masyarakat karena bidang garapnya adalah
membantu masyarakat yangbseterusnya bermuara pada
pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku positif
dalam bidang kesehatan. Perilaku hidup bersih dan sehat ini
sesuai dengan visi promosi kesehatan dan dapat di
praktekkan pada masing-masing tatanan. Gaya hidup sehat
untuk lansia yang terpenting seperti tidak merokok,
melakukan aktivitas 30 menit sehati, personal hygiene,
mengatur kesehatan lingkungan seperti rumah sehat dan
membuang kotoran pada tempatnya.
2) Gizi untuk lanjut usia
Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat
bagi lanjut usia untuk mencegah atau mengurangi
kemungkinan penyakit kekurangan gizi, yang seyogyanya
telah dilakukan sejak muda dengan tujuan agar tercapai
kondisi kesehatan yang prima dan tetap produktif dihari tua.
Hidangan gizi seimbang adalah makanan yang mengandung
zat tenaga, zat pembangunan dan zat pengatur.
a) Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan
pokok seperti beras, jagung, ubi dan lainnya yang
mengandung karbohidrat.
b) Sumber zat pembangun atau protein penting untuk
pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang rusak, pada
hewani seperti telur, ikan dan susu.
c) Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan,
tempe, tahu.
d) Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai
vitamin dan mineral yang berperan untuk
melancarkan bekerjanya fungsi organ tubuh
contohnya sayuran dan buah.
b) Upaya preventif
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin
terjadinya penyakit dan komplikasinya akibat proses
degeneratif. Kegiatan berupa deteksi dini dan pemantauan
kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di kelompok
lanjut usia (posyandu lansia) atau puskesmas dengan
menggunakan kartu menuju sehat(KMS) lanjut usia.
c) Upaya kuratif
Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila
dimungkinkan dapat dilakukan di kelompok lanjut usia atau
posyandu lansia. Pengobatan lebih lanjut ataupun perawatan
bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di fasilitas
pelayanan seperti puskesmas pembantu, puskesmas
ataupundi pos kesehatan desa. Apabila sakit yang diderita
lanjut usia membutuhkan penanganan dengan fasilitas lebih
lengkap, maka dilakukan rujukan ke rumah sakit setempat.
d) Upaya rehabilitatif
Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis,
psikososial, edukatif maupun upaya-upaya lain yang dapat
semaksimal mungkin mengembalikan kemampuan
fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.
6. Pengertian Keperawatan Gerontik
Keperawatan gerontik adalah praktek keperawtan yang berkaitan dengan
penyakit pada proses menua (Kozier, 1987). Menurut Lueckerotte (2000)
keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan
pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional,
perencanaan, implementasi sera evaluasi.
7. Fungsi Perawat Gerontik
Menurut Eliopoulous(2005), fungsi perawat gerontologi adalah:
a) Guide persons of all ages toward to healthy aging process
(membimbing orang pada segala usia untuk mencapai
masa tua yang sehat).
b) Eliminate ageism (menghilangkan perasaan takut tua).
c) Respect the tight of older adults and ensure other do the
same (menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan
memastikan yang lain melakukan hal yang sama).
d) Overse and promote the quality of service delivery
(memantau dan mendorong kualitas pelayanan).
e) Notice and reduce risks to health and weel being
(memerhatikan serta mengurangi resiko terhadap
kesehatan dan kesejahteraan).
f) Teach and support caregives (mendidik dan mendorong
pemberi pelayanan kesehatan).
g) Open channels for continued growth (membuka
kesempatan untuk pertumbuhan selanjutnya).
h) Listern and support (mendengarkan dan memberi
dukungan).
i) Ofter optimism, encourgement and hope (memberikan
semangat, dukungan dan harapan).
j) Generate, support, use and participate in research
(menghasilkan, mendukung, menggunakan, dan
berpartisipasi dalam penelitian).
k) Implement restorative and rehabilitative measures
(melakukan perawatan restoratif dan rehabilitatif).
l) Coordinate and managed care (mengordinasi dan
mengatur perawatan).
m) Asses, plan, implement and evaluate care in an
individualized, holistic maner (mengkaji, merencanakan,
mmelaksanakan dan mengevaluasi perawatan individu
dan perawatan secara menyeluruh).
n) Link services with needs (memberikan pelayanan sesuai
dengan kebutuhan).
o) Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of
the speciality (membangun masa depan perawat gerontik
untuk menjadi ahli dibidangnya).
p) Understand the uniqe physical, emotical, social, spiritual
aspect of each other (saling memahami keunikan pada
aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual).
q) Recognize and encorge the appropriate management of
ethical concem (mengenal dan mendukung manajemen
etika yang sesuai dengan tempatnya bekerja).
r) Support and comfort through the dying process
(memberikan dukungan dan kenyamanan dalam
menghadapi proses kematian).
s) Educate to promote self care and optimal independence
(mengajarkan untuk meningkatkan perawatan mandiri dan
kebebasan yang optimal).
8. Lingkup Keperawatan Gerontik
Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan ketidakmampuan
sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk pemenuhan kebutuhan
lansia dan pemulihan untuk mengatasi keterbatasan lansia, sifatnya adalah
independent (mandiri), interdependen (kolaborasi), humanistik dan holistik.
D. Konsep Teori hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Ilmu pengobatan mendefinisikan hipertensi sebagi suatu
peningkatan kronis (yaitu meningkat secara perlahan-lahan, bersifat
menetap) dalam tekanan darah arteri sistolik yang bisa disebabkan oleh
berbagai faktor, tetapi tidak peduli apa penyebabnya, mengikuti suatu pola
yang khas (Wolff, 2006).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90 mmHg.
Istilah tradisonal tentang hipertensi “ringa” dan “sedang” gagal
menjelaskan pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit
kardiovaskuler (Price, 2006).
2. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala hipertensi pada lansia secara umum adalah :
 Sakit kepala
 Perdarahan hidung
 Vertigo
 Mual muntah
 Perubahan penglihatan
 Kesemutan pada kaki dan tangan
 Sesak nafas
 Kejang atau koma
 Nyeri dada
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
 Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
 Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataan ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.
Menurut rokhaeni (2001). Manifestasi klinis beberapa pasien
yang menderita hipertensi yaitu : mengeluh sakit kepala, pusing,
lenmas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual muntah, epistaksis,
kesadaran menurun.

3. Klasifikasi Hipertensi
Menurut NANDA NIC-NOC klasifikasi dari hipertensi yaitu
Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih
Kategori Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal <130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) >180 >110
Tingkat 4 (sangat berat) >210 >120

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu :


a. Hipertensi primer (esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak
diketahui penyebabnya. Faktor yang
mempengaruhinya, yaitu: genetik, lingkungan,
hiperaktivitas saraf simpatis sistem renin,
angiotensin, dan peningkatan Na + Ca intraseluler.
Faktor-faktor yang meningktkanresiko adalah
obesitas, merokok, alkohol, dan polistemia.
b. Hipertensi sekunder
Penyebab, yaitu: penggunaan estrogen, penyakit
ginjal, sindrom cushing, dan hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih
besar dari 140 mmHg dan/ atau tekanan diastolik
sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik
lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik
lebih rendah dari 90 mmHg.
4. Etiologi Hipertensi
Hipertensi pada lansia dapat disebabkan oleh interaksi bermacam-
macam faktor, antara lain:
 Kelelahan
 Proses penuaan
 Keturunan
 Diet yang tidak seimbang
 Stress
 Sosial budaya
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada :
 Elastis dinding aorta menurun
 Katub jantung menebal dan menjadi kaku
 Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun. Kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunyya
kontraksi dan volumenya.
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi.
 Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang
sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai
berikut :
 Faktor keturunan
Menurut data dari statistik terbukti bahwa seseorang akan
memiliki kdmungkinan lebih besar untuk mendapatkan
hipertensi jika orangntuanya adalah penderita hipertensi
 Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi
adalah :
Umur (jika umur meningkat TD meningkat)
Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)
Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)
 Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya
hipertensi adalah :
Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
Kegemukan atau makan berlebihan
Stress
Merokok
Minum alcohol
Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
 Glomerulonefritis
 Pielonefritis
 Nikrosis tubular akut
 Tumor
 Vascular
 Aterosklerosis
 Hiperplasia
 Trombosis
 Aneurisma
 Emboli kolestrol
 Vaskulitis
 Kelainan endokrin
 DM
 Hipertiroidisme
 Saraf
 Stroke
 Ensepalitis
 SGB
 Obat-obatan
 Kontrasepsi oral
 Kortikosteroid

5. Patofisiologi Hipertensi
Umur Jenis kelamin Gaya hidup Obesitas

Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Pembuluh darah Kurangnya informasi


Resistensi pembuluh darah otak Vasokontriksi Tidak tahu

Afterload
Nyeri akut Defisiensi
(kepala) pengetahuanan

Penurunan
Deprivasi curah jantung
tidur

Intoleransi
aktifitas

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb / Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor
resiko seperti hipokoagulabilitas dan anemia.
2) BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi atau
fungsi ginjal.
3) Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Uranalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi
ginjal dan ada DM.
5) CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
6) EKG : Dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas,
meninggikan gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi.
7) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu
ginjal, perbaikan ginjal
8) Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area
katub, pembesaran jantung
7. Komplikasi Hipertensi
Akibat atau komplikasi dari penyakit hipertensi yang dapat terjadi pada
lansia adalah :
 Gagal jantung
 Gagal ginjal
 Stroke (kerusakan otak)
 Kelumpuhan
8. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan penanganan : mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas
penyerta dengan mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan
tembakau, latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib
yang harus dilakukan.
2) Perubahan cara hidup
3) Mengurangi intake garam dan lemak
4) Mengurangi intake alkohol
5) Mengurangi BB untuk yang obesitas
6) Latihan atau peningkatan aktivitas fisik
7) Olahraga teratur
8) Menghindari ketegangan
9) Istirahat cukup
b. Penatalaksanaan farmakologii
Digunakan untuk penderita hipertensi ringan dengan berada dalam
resiko tinggi dan apabila tekanan darah diastoliknya menetap diatas
85/95 mmHg dan sistoliknya diatas 130-139 mmHg.
Golongan atau jenis obat anti hipertensinya yaitu :
1) Golongan diuretic
 Diuretik thiazid misalnya : klortaridon,
hydroklorotiazid.
 Diuretik loop, misalnya furosemid.
2) Golongan penghambat simpatis
Penghambatan aktivitas simpatis dapat terjadi pada pusat
vaso-motor otak seperti metildopa dan klonidin atau pada
akhir sarap perifer, seperti golongan reserpin dan goanetidin.
3) Golongan betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui
penurunan curah jantung dan efek penekanan sekresi renin.
Misalnya, pindo-lol, propanolol, timolol.
4) Golongan vasodilator
Yang termasuk obat ini yaitu, prasonin, hidralasin,
minoksidil, diazoksid dan sodium nitrofusid.
5) Penghambat enzim konversi angiotensin
Misalnya : captropil.
6) Antagonis kalsium
Golongan ini menurunkan curah jantung dengan cara
menghambat kontraktilitas
Misalnya : nifedifin, diltiasem atau verama-miu.
9. Discharge Planning
a. Berhenti merokok
b. Pertahankan gaya hidup sehat
c. Belajar untuk rilexs dan mengendalikan stres
d. Batasi konsumsi alkohol
e. Penjelasan mengenai hipertensi
f. Jika sudah menggunakan obat hipertensiteruskan penggunaanya
secara rutin
g. Batasan diet dan pengendalian berat badan
h. Diet garam
i. Periksa tekanan darah secara teratur
E. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Hipertensi
1. Pengkajian Keperawatan
Data Subyektif
a. Identitas pasien
Hal-hal yang perlu dikaji bagian ini antara lain : nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, keluarga/orang
terdekat, alamat, nomor registrasi.
b. Riwayat atau adanya faktor risiko
Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
Penggunaan obat yang memicu hipertensi
c. Aktivitas/istirahat
Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Frekuensi jantung meningkat
Perubahan irama jantung
Takipnea
d. Integritas ego
Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria
atau marah kronik
Faktor-faktor stres multiple (hubungan keuangan yang
berkaitan dengan pekerjaan)
e. Makanan dan cairan
Makanan yang disukai dapat mencakup makanan tinggi
garam, tinggi lemak, tinggi kolestrol (seperti makanan yang
digoreng, keju, telur) gula-gula yang berwarna hitam,
kandungan tinggi kalori
Mual,muntah
Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau
menurun)
f. Nyeri atau ketidaknyamanan
Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung)
Nyeri hilang timbul pada tungkai
Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi
sebelumnya
Nyeri abdomen
Data Obyektif
a. Pemeriksaan fisik
1) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner
atau katup dan penyakit cerebro vaskuler
2) Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau
obstruksi
3) Neurosensori
Keluhan pusing
Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat
bangun dan menghilang secara spontan setelah
beberapa jam)
4) Pernapasan
Dispnea yang berkaitandengan aktivitas/kerja
Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal
Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum
Riwayat merokok
b. Pemeriksaan diagnostik
1) Hemoglobil/hematokrit : bukan diagnostik tetapi mengkaji
hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas)
dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti
hiperkoagulabitas, anemia.
2) BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi atau
fungsi jaringan.
3) Glukosa : hiperglikemia (diabetes militus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar
katekolamin (me-ningkatkan hipertensi)
4) Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping
terapi diuretic.
5) Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat
meningkatkan hipertensi.
6) Kolestrol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler).
7) Pemeriksaan tiroid : hipotiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi.
8) Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji
aldosteroinisme primer (penyebab)
9) Urinalisasi : darah, protein, glukosa mengisyaratkan
disfungsi ginjal ndan atau adanya diabetes
10) VMA urin (metabolit ketokolamin) : kenaikan dapat
mengindikasikan adanya feokromositoma penyebabnya
yaitu VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk pengkajian
feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
11) Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagi
resiko terjadinya hipertensi.
12) Streroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan
hiperadrenalisme, feokromositoma (penyebab) : VNA urin
24 jam dapat dilakukan untuk pengkajian feokromositoma
bila hipertensi hilang timbul.
13) IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
14) Foto dada : dapat mengidentifikasi obstruksi klasifikasi pada
area katub : deposit pada dan atau takik aorta perbesaran
jantung.
15) CT Scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensefelopati dan
feokromositoma.
16) EKG : Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola
regangan gangguan konduksi. Catatan : luas, peningian
gelombang P adalah salah satu tanda diri penyakit jantung
hipertensi (Doenges, 2000).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia
miokard.
b. Intoleransi aktivitasi berhubungan dengan kelemahan,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan denga peningkatan cairan
intra vaskuler, edema.
e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
suplai o2 ke otak menurun.
3. Rencana keperawatan
1 Penurunan NOC : NIC :
curah jantung o Cardiac pump Cardiac Care
b/d effectiveness o Evaluasi
peningkatan o Circulation status adanya nyeri
afterload, o Vital sign status dada
vasokontriksi, Kriteria hasil : (insentitas,
hipertrofi/rigidi o Tanda vital dalam rentan lokasi, durasi)
tas ventrikuler, normal (tekanan darah, o Catat adanya
iskemia nadi, resipirasi) ditrimia
miokard. o Dapat mentoleransi jantung

aktivitas, tidak ada o Catat adanya


kelelahan tanda dan
o Tidak ada edema paru, gejala
perifer dan tidak ada penurunan
ascites cardiac output
o Tidak ada penurunan o Monitor status
kesadaran cardivascular
o Monitor status
pernafasan
yang
menandakan
gagal jantung
o Monitor
abdomen
sebagai
indikator
penurunan
fungsi
o Monitor
balance cairan
o Monitor
adanya
perubahan
tekanan darah
o Monitor respon
pasien terhadap
efek
pengobatan
anti aritmia
o Atur periode
latihan dan
istirahat untuk
menghindari
kelelahan
o Monitor
toleransi
aktifitas pasien
o Monitor
adanya
dyspneu,
fatigue,
takipneu, dan
ortopneu
o Anjurkan
untuk
menurunkan
stress
Vital Sign Monitoring
o Monitor
tekanan darah
atau nadi,
suhu, dan RR
o Catat adanya
fluktuasi
tekanan darah
o Monitor VS
saat pasien
berbaring,
duduk, berdiri
o Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan
o Monitor TD,
nadi, RR,
sebelum,
selama, setelah
aktivitas
o Monitor
kualitas dari
nadi
o Monitor
adanya pulsus
paradoksus
o Monitor
adanya pulsus
alterans
o Monitor
jumlah dan
irama jantung
o Monitor bunyi
jantung
o Monitor
frekuensi dan
irama
pernafasan
o Monitor suara
paru
o Monitor pola
pernafasan
abnormal
o Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit
o Monitor
syanosis
perifer
o Monitor
adanya
cushyng triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
o Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
2 Nyeri akut b/d NOC : NIC :
peningkatan o Pain level o Lakukan
tekanan o Pain control pengkajian
vaskuler o Comfort level nyeri secara
cerebral dan Setelah dilakukan tindakan komprehensif
iskemia keperawatan selama ....x24 jam termasuk

pasien tidak mengalami nyeri, lokasi,

dengan : karakteristik,
Kriteria Hasil furasi,
o Mampu mengontrol nyeri frekuensi,
(tahu penyebab nyeri, kualitas dan
mampu menggunakan faktor
teknik nonfarmakologi presipitasi
untuk mengurangi nyeri, o Observasi
mecari bantuan) reaksi
o Melaporkan bahwa nyeri nonverbal dari
berkurang denggan ketidaknyaman
menggunakan an
manajemen nyeri o Bantu pasien
o Mampu mengenali nyeri dan keluarga
(skala, intensitas, untuk mencari
frekuensi dan tanda dan
nyeri) menemukan
o Menyatakan rasa nyaman dukungan
setelah nyeri berkurang o Kontrol
o Tanda vital dalam lingkungan
rentang normal yang dapat
o Tidak mengalami mempengaruhi
gangguan tidur nyeri seperti
suhu ruangan,
pencahayaan
dan kebisingan
o Kurangi faktor
presipitasi
nyeri
o Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
o Ajarkan
tentang teknik
non
farmakologi :
nafas dalam,
distraksi,
relaksasi,
kompres
hangat/dingin
o Berikan
informasi
tentang nyeri
seperti
penyebab
nyeri, berapa
lama nyeri
akan berkurang
dan antisipasi
ketidaknyaman
an dari
prosedur
o Monitor vital
sign sebelum
dan sesudah
pemberian
analgesik
3 Kelebihan NOC : NIC :
volume cairan o Electrolit and acid base Flud Management
b/d balance o Timbang
peningkatan o Fluid balance popok/pembalu
cairan o Hydration t, jika
intravaskuler,e Kriteria Hasil diperlukan
dema o Terbebas dari edema, o Pertahankan

efusi, anaskara catatan intake


o Bunyi nafas bersih tidak dan output

ada dyspneu/ortopneu yang akurat

o Terbebas dari distensi o Pasang urine

vena jugularis, reflek kateter jika

hepatojugular (+) diperlukan

o Memelihara tekanan o Monitor hasil

vena sentral, tekanan Hb yang sesuai

kapiler paru, output dengan retensi

jantung dan vital sign cairan (BUN,

dalam batas normal Hmt,

o Terbebas dari kelelahan, osmolalitas

kelemahan atau urine)


kebingungan o Monitor status
o Menjelaskan indikator hemodinamik
kelebihan cairan termasuk CVP,
MAP, PAP dan
PCWP
o Monitor vital
sign
o Monitor
indikasi
retensi/kelebih
an cairan
o Kaji lokasi dan
luas edema
o Monitor
masukan/caira
n dan hitung
intake kalori
o Monitor status
nutrisi
o Kolaborasi
pemberian
diuretik sesuai
instruksi
Flud Monitoring
o Tentukan
riwayat jumlah
dan tipe intake
cairan dan
eliminasi
o Tentukan
kemungkinan
faktor risiko
dari
ketidakseimba
ngan cairan
o Monitor berat
badan
o Monitor serum
dan elektrolit
urine
o Monitor
tekanan darah
orthostatik dan
perubahan
irama jantung
o Monitor
adanya distensi
leher, oedem
perifer,
penambahan
BB
o Monitor tanda
dan gejala
odema
4 Intoleransi NOC : NIC :
aktivitas b/d o Energy conservation o Activity
kelemahan, o Actifity tolerance therapy
ketidakseimbang o Self care : ADLs o Kolaborasikan
an suplai dan Setelah 3x24 jam jam interaksi dengan tenaga
kebutuhan diharapkan : rehabilitasi
oksigen Kriteria Hasil medic dalam
o Berpartisipasi dalam merencanakan

aktivitas fisik tanpa program

disertai peningkatan therapy yang

tekanan darah, nadi dan tepat

RR o Bantu klien

o Mampu melakukan untuk

aktivitas sehari-hari mengidentifika

ADLs secara mandiri si aktivitas

o Anda tanda vital normal yang mampu

o Energy psikomotor dilakukan


o Bantu untuk
o Level kelemahan
memilih
o Mampu berpindah
aktivitas
dengan atau tanpa
konsisten yang
bantuan alat
sesuai dengan
o Status kardiopulmonari
kemampuan
adekuat
fisik, psikologi
o Sirkulasi status baik dan social
o Tatus respirasi : o Bantu untuk
pertukaran gas dan mengidentifika
ventilasi adekuat si dan
mendapatkan
sumber daya
yang
diperlukan
untuk aktivitas
yang
diinginkan
o Bantu untuk
mendapatkan
alat bantuan
aktivitas
seperti kursi
roda dan krek
o Bantu untuk
mengidentifika
si aktifitas
yang disukai
o Bantu klien
untuk membuat
jadwal latihan
dalam waktu
luang
o Bantu
klien/keluarga
untuk
mengidentifika
si kekurangan
dalam
beraktivitas
o Bantu pasien
untuk
mengembangk
an motivasi
diri dan
penguatan
o Monitor respon
fisik, emosi,
social dan
spiritual
5 Resiko NOC : NIC :
ketidakefektifa o Circulation status Peripheral sensation
n perfusi o Tissue perfusion : management
jaringan otak cerebral (manajemen sensai
Kriteria Hasil : perifer)
o Mendemonstrasikan o Monitor

status sirkulasi yang adanya daerah


ditandai dengan : tertentu yang
a) Tekanan sistole hanya peka
diastole dalam terhadap
rentang yang panas/dingin/ta
diharapkan jam/tumpul
b) Tidak ada o Monitor
ortostatik adanya
hipertensi paretese
c) Tidak ada tanda- o Intruksikan
tanda keluarga untul
peningkatan mengobservasi
tekanan jika ada lesi
intracranial atau laserasi
(tidak lebih dari o Gunakan
15 mmHg) sarung tangan
o Mendemonstrasikan untu proteksi
kemampuan kognitif o Batasi gerakan
yang ditandai dengan : pada kepala,
a) Berkomunikasi leher, dan
dengan jelas dan punggung
sesuai dengan o Monitor
kemampuan kemampuan
b) Menunjukkan BAB
perhatian, o Kolaborasi
konsentrasi dan pemberian
orientasi analgetik
c) Memproses o Monitor
informasi adanya
d) Membuat tromboplebitis
keputusan yang o Diskusikan
benar mengenai
e) Menunjukkan penyebab
fungsi sensori perubahan
motorik kranial sensasi
yang utuh :
tingkat
kesadaran
membaik, tidak
ada gerakan-
gerakan
involunter

4. Implementasi
Implementasi umum yang biasa dilakukan pada pasien hipertensi :
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Monitor adanya perubahan tekanan darah
c. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
d. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
e. Memantau asupan nutrisi
f. Memantau intake dan output cairan
g. Membantu meningkatkan koping
h. Memberikan HE agar menghindari penyebab timbulnya hipertensi
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap ini
kita melakukan penilaian akhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan
dengan kriteria hasil yang sebelumnya telah dibuat.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien yaitu :
a. Tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan vital
sign dalam batas normal
b. Tekanan sistole dan diastole dalam rentang normal
c. Tidak ada ortistatik hipertensi
d. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
e. Mampu mengidentifikasi strategi tentang koping
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2012). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi Jantung


dan Stroke. Yogyakarta: Dianloka.

Adriansyah, M. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Diva


Press.

Anies. (2010). Buku Ajar Kedokteran & Kesehatan Penyakit Degeneratif.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Association, A. H. (2018). Spanish Society of Hypertension position statement on


the 2017 ACC/AHA hypertension guidelines. Hipertension y Riesgo
Vascular, (xx), 1–11. https://doi.org/10.1016/j.hipert.2018.04.001

Aster, K. K. (2009). Basic Pathology. Elsever: Decima Edicion.

Brunner, & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Darmojo, R. (1977). Community Survey of Hypertention in Semarang. Buletin


Penelitian Kesehatan, 5(1 Mar).

Efendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika.

Gardner Samuel, F. (2008). Smart Treatment For Hight Blood Pressure. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Hardwiyanto, & Setiabudhi, T. (2005). Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup


Para Lanjut Usia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hidayat, A. A. A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep


dan Proses Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika.

Indriana, Y. (2012). Gerontologi dan Progeria. Jakarta: Selemba Medika.

Joseph, C. N. (2005). Slow breathing improves arterial baroreflex sensitivity and


decreases blood pressure in essential hypertension. Hypertension, 46(4),
714–718. https://doi.org/10.1161/01.HYP.0000179581.68566.7d

Kasron. (2001). Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Selemba


Medika.
Kozier, B. (2010). Fundamental of Nursing. California: Addist Asley Publishing
Company.
Kushariyadi. (2010). Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta:
Selemba Medika.

Marliani, L., & S, H. T. (2007). 100 Question Answer Hipertensi. Jakarta: PT


Elex Media.

Maryam, R. S. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:


Selemba Medika.

Meredith Wallace. (2007). Essentials Of Gerontological Nursing. New York:


Springer Publishing Company.

Muttaqin, A. (2099). Asuhan Kperawatan Klien dengan gangguan


kardiovaskuler. Jakarta.

Nugroho, H. W. (2000). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC.

Nurhayati, A. (2012). Perbedaan Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah


Pemberian Teknik Relaksasi Imajinasi Terbimbing Pada Pasien Hipertensi
Di Wilayah Puskesmas Krobokan Semarang.

Peldian Olds, P. (2007). Human Development Perkembangan Manusia. Jakarta:


Selemba Humanika.

Potter, & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Prasetyo, S. N. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai