Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN


DIABETES MELITUS DI UPT PTSW KHUSNUL KHOTIMAH

PRAKTIK KLINIK
SEMESTER V T.A 2021/ 2022

Di susun oleh:

SRI WAHYU NSUNG GUSTI


P031914401076

PRESEPTOR AKADEMIK
PRESEPTOR KLINIK

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RIAU


PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
TINGKAT III B
2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidyah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan di Upt Pelayanan sosialisasi ini
Tepat pada waktunya.
Penyusunan laporan ini banyak mendapat bantuan, arahan dan bimbingan dari
berbagai pihak yang bersifat dukungan moril maupun materiil.Oleh karena itu dalam
kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Husnan S.Kp,MKM selaku direktur Poltekkes Kemenkes Riau.
2. Ibu Hj.Rusherina S.Pd,S.Kep,M.Kes selaku ketua jurusan keperawatan Poltekkes Kemenkes
Riau.
3. Ibu Idayanti S.Pd,M.Kes selaku ketua program studi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Riau dan koordinator mata kuliah gerontik poltekkes kemenkes riau
4. Ibu Hj.Masnun SST,S.Kep,M.Biomed
5. selaku clinical instructure ruang (Anggrek)
6. Seluruh kakak-kakak Upt Pelayanann Sosialisasi
Saya menyadari dalam penyususnan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan ,untuk itu
saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan
berikutnya.Semoga lapoaran ini dapat bermanfaat bagi saya,khususnya pembaca dan
umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

PekanBaru,14 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah(hiperglikemia) akibat kerusakan
pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smelzel dan Bare,2015).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan
metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya ( ADA,2017) .
Data World Health Organization (2015) telah mencatat Indonesia dengan
populasi 230 juta jiwa, menduduki kedudukan keempat di dunia dalam hal
jumlah penderita diabetes terbesar setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Bahkan Kementerian Kesehatan menyebut prevalensi diabetes mencapai
14,7% di perkotaan dan 7,2 % di pedesaan. Dengan asumsi penduduk
berumur di atas 20 tahun pada 2010 mencapai 148 juta jiwa, diperkirakan
ada 21,8 juta warga kota dan 10,7 juta warga desa menderita diabetes.
Menurut American Diabetes Asociation (ADA,2015), DM dapat di
klasifikasikan menjadi beberapa tipe yakni, DM tipe 1, DM tipe 2,Dm
gestasional.Dimana faktor pencetus dari DM tipe 2 yakni berupa obesitas,
mengosumsi makanan instan,terlalu banyak makan karbohidrat, merokok dan stres,
kerusakan pada sel prankreas dan kelainan hormonal.
Peran perawat terhadap penyakit Diabetes Melitus adalah memberikan
asuhan keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya kuratif
yaitu memberikan pengobatan kepada pasien berdasarkan pementauan
diatas,penulis tertarik membahas Asuhan Keperarawatan.
1.2. Tujuan
 Tujuan Umum
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan penulis dapat
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menerapkan
asuhan keperawatan yang bermutu pada pasien diabetes melitus.
1.3. Rumusan Masalah
 Bagi penulis
Bagi penulis sendiri dapat memberikan pengetahuan, pengalaman
dan mengembangkan kemampuan peneliti dalam menyusun
Karya Tulis Ilmiah.
 Pelayanan lansia
Sebagai masukan bagi petugas kesehatan khususnya dalam
mengambil keputusan dibidang pelayanan kesehatan khususnya
promosi kesehatan mengenai Diabetes melitus.
 Institusi Pendidikan
Hasil Karya Tulis Ilmiah ini dapat dipergunakan sebagai bahan
reverensi bagi penulisan selanjutnya.
 Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian dapat menjadi referensi dan rujukan dalam
pembuatan ataupun pengaplikasian asuhan keperawatan keluarga dengan
pasien diabetes melitus
A. Konsep Lansia
1. Definisi Lanjut Usia
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah memasuki tahapan akhir dari
fase kehidupan. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan
mengalami suatu proses yang disebut Aging Process atau proses
penuaaan.(Wahyudi, 2008). Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang
berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa
dan tua (Nugroho, 2006 dalam Kholifah, 2016).
Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Proses menjadi
tua akan dialami oleh setiap orang. Masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang akan mengalami
kemunduran fisik, mental dan social secara bertahap sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari (tahap penurunan). Penuaan merupakan
perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan
sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia,
penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang,
jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya.
Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan
terkena berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan
orang dewasa lain (Kholifah, 2016).
Pada lansia akan mengalami proses hilangnya kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri secara perlahan sehingga tidak dapat
mempertahankan tubuh dari infeksi dan tidak mampu memperbaiki
jaringan yang rusak ( Constantinides, 1994 dalam Sunaryo, et.al, 2106)
Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Aziz (1994) (dalam
Linda, 2011) menjadi tiga kelompok yakni:
a. Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok baru memasuki
lansia.
b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas)
c. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
2. Batasan Lanjut Usia
Beberapa pendapat ahli dalam Efendi (2009) (dalam Sunaryo, et.al,
2016) tentang batasan-batasan umur pada lansia sebagai berikut:
a. Undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1 ayat 2 yang
berbunyi “ lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”.
b. World Health Organization (WHO), lansia dibagi menjadi 4
kriteria yaitu usia pertengahan (middle ege) dari umur 45-59
tahun, lanjut usia (elderly) dari umur 60-74 tahun, lanjut usia (old)
dari umur 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) ialah umur
diatas 90 tahun.
c. Dra. Jos Mas (Psikologi UI) terdapat empat fase, yaitu : fase
invenstus dari umur 25-40 tahun, fase virilities dari umur 40-55
tahun, fase prasenium dari umur 55-65 tahun dan fase senium dari
65 tahun sampai kematian.
d. Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric
age) dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu young old dari umur 75-75
tahun, old dari umur 75-80 tahun dan very old 80 tahun keatas
3. Teori Menua
Menurut Maryam, dkk. (2008) (dalam Sunaryo, et.al, 2016) terdapat beberapa
teori penuaan (aging process) yaitu:
a. Teori Biologis
Teori biologis berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan
seseorang dari lahir sampai meninggal dunia, perubahan yang
terjadi pada tubuh dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang bersifat
patologi. Proses menua merupakan terjadinya perubahan struktur
dan fungsi tubuh selama fase kehidupan. Teori biologis lebih
menekan pada perubahan struktural sel atau organ tubuh termasuk
pengaruh agen patologis
b. Teori Psikologi (Psycologic Theories Aging)
Teori psikologi menjelaskan bagaimana seorang merespon
perkembangannya. Perkembangan seseorang akan terus berjalan
walaupun seseorang tersebut telah menua. Teori psikologi terdiri
dari teori hierarki kebutuhan manusia maslow (maslow’s
hierarchy of human needs), yaitu tentang kebutuhan dasar
manusia dari tingkat yang paling rendah (kebutuhan
biologis/fisiologis/sex, rasa aman, kasih saying dan harga diri)
sampai tingkat paling tinggi (aktualisasi diri). Teori
individualisme jung (jung’s theory of individualisme), yaitu sifat
manusia terbagi menjadi dua, yaitu ekstrover dan introver. Pada
lansia akan cenderung introver, lebih suka menyendiri. Teori
delapan tingkat perkembangan erikson (erikson’s eight stages of
life), yaitu tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai
seseorang adalah ego integrity vs disappear. Apabila seseorang
mampu mencapai tugas ini maka dia akan berkembang menjadi
orang yang bijaksana (menerima dirinya apa adanya, merasa hidup
penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung jawab dan
kehidupannya berhasil).
c. Teori Kultural
Teori kultural dikemukakan oleh Blakemore dan Boneham
(1992) yang menjelaskan bahwa tempat kelahiran seseorang
berpengaruh pada budaya yang dianutnya. Budaya merupakan
sikap, perasaan, nilai dan kepercayaan yang terdapat pada suatu
daerah dan dianut oleh kaum orang tua. Budaya yang dimiliki
sejak ia lahir akan selalu dipertahankan sampai tua.
d. Teori Sosial
Teori social dikemukakan oleh Lemon (1972) yang meliputi
teori aktivitas (lansia yang aktif dan memiliki banyak kegiatan
sosial), teori pembebasan (perubahan usia seseorang
mengakibatkan seseorang menarik diri dari kehidupan sosialnya)
dan teori kesinambungan (adanya kesinambungan pada siklus
kehidupan lansia, lansia tidak diperbolehkan meninggalkan peran dalam
proses penuaan).
e. Teori Genetika
Teori genetika dikemukakan oleh Hayflick (1965) bahwa
proses penuaan memiliki komponen genetilk. Dilihat dari
pengamatan bahwa anggota keluarga yang cenderung hidup pada
umur yang sama dan mereka mempunyai umur yang rata-rata
sama, tanpa mengikutsertakan meninggal akibat kecelakaan atau
penyakit.
f. Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh
Mutasi yang berulang-ulang mengakibatkan sistem imun
untuk mengenali dirinya berkurang sehinggal terjadinya kelainan
pada sel, perubahan ini disebut peristiwa autoimun (Hayflick,
1965).
g. Teori Menua Akibat Metabolisme
Pada zaman dahulu disebut lansia adalah seseorang yang
botak, kebingungan, pendengaran yang menurun atau disebut
dengan “budeg” bungkuk, dan beser atau inkontinensia urin
(Martono, 2006).
h. Teori Kejiwaan Sosial
Teori kejiwaan sosial meliputi activity theory yang
menyatakan bahwa lansia adalah orang yang aktif dan memiliki
banyak kegitan social. Continuity theory adalah perubahan yang
terjadi pada lansia dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimilikinya, dan disengagement theory adalah akibat
bertambahnya usia seseorang mereka mulai menarik diri dari
pergaulan.

4. Proses Menua
Proses penuaan adalah proses dimana umur seseorang bertambah dan
mengalami perubahan. Semakin bertambahnya umur maka fungsi organ juga
mengalami penurunan. Banyak factor yang dapat mempengaruhi terjadinya penuaan
yang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor genetik yang melibatkan perbaikan
DNA, respon terhadap stres dan pertahanan terhadap antioksidan. Selanjutnya faktor
lingkungan meliputi pemasukan kalori, berbagai macam penyakit dan stres dari luar,
misalnya radiasi atau bahan-bahan kimiawi. Kedua faktor tersebut akan
mempengaruhi aktivitas metabolism sel yang menyebabkan stres oksidasi sehingga
terjadinya kerusakan sel dan terjadinya proses penuaan
(Sunaryo, et.al, 2016).
5. Tipe –tipe Lansia
Menurut Nugroho (2000) tipe lansia tergantung dari karakter, ekonomi,kondisi
fisik, mental, pengalaman hidup, sosial dan lingkungannya.tipe-tipe lansia bisa
dijabarkan seperti berikut:
1) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati,sederhana,dermawan,memenuhiundangan,danmenjadipanutan.
2) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencaripekerjaan,bergauldenganteman,danmemenuhiundangan.
3) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan
banyak menuntut.
4) Tipepasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agaman, dan
melakukan pekerjaan apasaja.
5) Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal,
pasif,dan acuh tak acuh.
Selain itu tipe lansia yaitu tipe konstruktif, tipe optimis, tipe dependen
(ketergantungan), tipe militan dan serius, tipe devensif (bertahan), tipe putus asa
(benci terhadap dirinya) serta tipe pemarah/frustasi (kekecewaan karena gagal dalam
melakukan sesuatu).
6. Perubahan yang terjadi pada lanjut usia
Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan
terjadinya banyak perubahan pada lansia yang meliputi :
1) Perubahan Fisiologis
Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung
pada persepsi pribadi atas kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia
yang memiliki kegiatan harian atau rutin biasanya menganggap
dirinya sehat, sedangkan lansia yang memiliki gangguan fisik,
emosi, atau sosial yang menghambat kegiatan akan
menganggap dirinya sakit.
Perubahan fisiologis pada lansia bebrapa diantaranya, kulit
kering, penipisan rambut, penurunan pendengaran, penurunan
refleks batuk, pengeluaran lender, penurunan curah jantung dan
sebagainya. Perubahan tersebut tidak bersifat patologis, tetapi
dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit.
Perubahan tubuh terus menerus terjadi seiring bertambahnya
usia dan dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor,
dan lingkungan
2) Perubahan Fungsional
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial,
kognitif, dan sosial. Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia
biasanya berhubungan dengan penyakit dan tingkat
keparahannya yang akan memengaruhi kemampuan fungsional
dan kesejahteraan seorang lansia.
Status fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan
perilaku aman dalam aktivitas harian (ADL). ADL sangat
penting untuk menentukan kemandirian lansia. Perubahan yang
mendadak dalam ADL merupakan tanda penyakit akut atau
perburukan masalah kesehatan.
3) Perubahan Kognitif
Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan

dengan gangguan kognitif (penurunan jumlah sel dan


perubahan kadar neurotransmiter) terjadi pada lansia yang
mengalami gangguan kognitif maupun tidak mengalami
gangguan kognitif. Gejala gangguan kognitif seperti
disorientasi, kehilangan keterampilan berbahasa dan berhitung,
serta penilaian yang buruk bukan merupakan proses penuaan
yang normal.

4) Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan
melibatkan proses transisi kehidupan dan kehilangan. Semakin
panjang usia seseorang, maka akan semakin banyak pula
transisi dan kehilangan yang harus dihadapi. Transisi hidup,
yang mayoritas disusun oleh pengalaman kehilangan, meliputi
masa pensiun dan perubahan keadaan finansial, perubahan
peran dan hubungan, perubahan kesehatan, kemampuan
fungsional dan perubahan jaringan sosial.
Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat
kaitannya dengan keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh
karena itu, lansia yang memasuki masa-masa pensiun akan
mengalami kehilangan-kehilangan sebagai berikut:
a) Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).
b) Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).
c) Kehilangan teman/kenalan atau relasi
d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat kaitannya dengan
beberapa hal sebagai berikut:
e) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan
bahan cara hidup (memasuki rumah perawatan,
pergerakan lebih sempit). Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian
dari
jabatan. Biaya hidup meningkat padahal penghasilan
yang sulit, biaya pengobatan bertambah.
Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.
Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan
sosial.
Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan
dan kesulitan.
Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan
dengan teman dan keluarga.
Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan
terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri)
B. Konsep Medik

1. Definisi DM

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya


hiperglikemia yang dikarenakan organ pankreas tidak mampu memproduksi insulin
atau kurangnya sensitivitas insulin pada sel target tersebut. Abnormalitas yang di
temukan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ada pada penderita
penyakit diabetes melitus dikarenakan aktivitas insulin pada target sel kurang (Kerner
and Bruckel, 2014).
Diabetes melitus merupakan kelainan yang terjadi karena meningkatnya kadar
gula darah atau hiperglikemia. Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang
terjadi karena peningkatan kadar gula dalam darah yang terjadi karena adanya
kelainan sekresi insulin sehingga memperlambat kerja insulin (Hasdinah dan
Suprapto, 2014).
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas
tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan
insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah.
Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari
diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa
sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner),
mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2011)
1. Anatomi Fisiologi DM
Anatomi fisiologi pada pasien dengan post debridement ulkus dm antara lain dari
anatomi fisiologi pankreas dan kulit.
a. Anatomi Fisiologi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90
gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.Pankreas
merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang
dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini Dari segi perkembangan embriologis,
kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu Asini sekresi getah pencernaan
ke dalam duodenum, pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya
keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau
Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh
pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas.Pulau langerhans
berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans
yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang
besarnya 100-225 m
b. Anatomi Fisiologi Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu
15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. paling tebal
(6mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan yang paling tipis
1. Etiologi DM
Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat heterogen, akan tetapi
dominan genetik atau keturunan biasanya menjanai peran utama dalam mayoritas Diabetes
Melitus (Riyadi, 2011). Adapun faktor – factor lain sebagai kemungkinan etiologi penyakit
Diabetus Melitus antara lain :
a. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai dengan terjadinya
kegagalan pada sel Bmelepas insulin.
b. Factor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel b, antara lain agen yang
mampu menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat serta gula yang
diproses secara berlebih, obesitas dan kehamilan.
c. Adanya gangguan system imunitas pada penderita / gangguan system imunologi.
d. Adanya kelainan insulin
e. Pola hidup yang tidak sehat
2. Patofisiologi DM
Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin
itu sendiri, antara lain: resisten insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
terikat pada reseptor khususdi permukaan sel. Akibat dari terikatny ainsulin tersebut maka,
akan terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa dalam sel tersebut. Resisstensi
glukosa pada diabetes mellitus tipe II ini dapat disertai adanya penurunan reaksi intra sel atau
dalam sel. Dengan hal – hal tersebut insulin menjadi tidak efektif untuk pengambilan glukosa
oleh jaringan tersebut.
Dalam mengatasai resistensi insulin atau untuk pencegahan terbentuknya glukosa
dalam darah, maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin dalam sel untuk disekresikan .
Pada pasien atau penderita yang toleransi glukosa yang terganggu, keadaan ini diakibatkan
karena sekresi insulin yang berlebihan tersebut, serta kadar glukosa dalam darah akan
dipertahankan dalam angka normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi hal-hal berikut jika
sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap insulin maka, kadar
glukosa dalam darah akan otomatis meningkat dan terjadilah Diabetes Melitus Tipe II ini.
Walaupun sudah terjadi adanya gangguan sekresi insulin yang merupakan cirri khas
dari diabetes mellitus tipe II ini, namun masih terdapat insulin dalam sel yang adekuat untuk
mencegah terjadinya pemecahan lemak dan produksi pada badan keton yang menyertainya.
Dan kejadian tersebut disebut ketoadosis diabetikum, akan tetapi hal initidak terjadi pada
penderita diabetes melitus tipe II.
3. Patoflowdiagram DM

Glukosa

Hiperglikemia

Poliphagi Penurunan aliran arteri dan/atau vena


(disebabkanmetaboliklemak )

Polidipsi Kurang aktivitas fisik

Poliurea
Proses Terjadinya Perfusi Perifer
Tidak Efektif Pada Diabetes Melitus
ketidakstabilan glukosa darah
4. Manifestasi DM
Manifestasi klinis yang serig dijumpai pada pasien DM menurut Bararah
dan Jauhar (2013) yaitu :
a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin) merupakan gejala yang paling
utama yang dirasakan oleh setiap pasie. Jika konsentrasi glukosa dalam
darah tinggi, ginjal tidak mampu menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan eletrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmosis. Sebagai akibat dari kehilangan cairan dan
elektrolit yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria).
b. Polidipsia merupakan peningkatan rasa haus akibat volume urine besar dan keluarnya
air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dihidrasi
ekstrasel karena air intrasel akan derdisfusi keluar mengikuti penurunan gradient
konsentrasi ke plasma hipertonik. Dihidrasi intrasel merangsang pengeluaran
Antideuretik Hormone (ADH) dan menimbulkan rasa haus.
c. Polifagia (peningkatan rasa lapar) diakibatkan habisnya cadangan gula
didalam tubuh meskipun kadar gula darah tinggi.
d. Peningkatan infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan
antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mucus, gangguan fungsi imun,
dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
e. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan darah pada pasien diabetes
lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel
untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
f. Kelainan kulit, yaitu kelainan kulit gatal-gatal diketiak dan dibawah
payudara, biasanya akibat tumbuh jamur.
g. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati, pada penderita DM
regenerasi sel persyarafan mengalami gangguan akibat kurangnya bahan
dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibat banyak persyarafan
terutama perifer mengalami kerusakan.
h. Luka yang tidak sembuh-sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan
dasar utama dari protein dan unsur makan yang lain. Pada penderita DM bahan
protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan
dipergunakan untuk pergantian jaringan yang rusak mengalami gangguan. Selain itu
luka yang sulit sembuh juga dapat diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme
yang cepat pada penderita DM.
i. Mata kabur yang disebabkan gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh
hiperglikemia. Dapat disebabkan juga kelainan pada korpus itreum.
5. Komplikasi DM
Komplikasi yang berkaitan dengan DM diklasifikasikan sebagai
komplikasi akut dan kronik.Komplikasi akut terjadi apabila kadar glukosa darah
seorang meningkat atau menurun tajam dalam waktu yang singkat (Anonim,
2001). Sedangkan komplikasi kronik terjadi apabila kadar glukosa darah secara
berkeoanjangan tidak terkendali dengan baik sehingga menimbulkan berbagai
komplikasi kronik diabetes melitus (Perkeni, 2011). Beberapa komplikasi akut
dan kronik dari DM adalah :
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar glukosa dalam darah yang abnormal rendah) terjadi
jika glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Penyebab
hipoglikemia dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang
berat. Gejala terdiri atas gejala adrenergik seperti tremor, takikardia, palpitasi, rasa
lapar, dan gejala neuro-glikopenik seperti perasaan ingin pingsan, penurunan daya
ingat, gelisah, kejang, kesadaran menurun sampai koma.Rekomendasi biasanya
berupa pemberian 10 hingga 15 gr gula yang bekerja cepat peroral. Penderita DM tipe
II yang menggunakan obat hipoglikemia oral juga dapat mengalami hipoglikemia
(khususnya pasien yang menggunakan klorpropamid yang merupakan obat
hipoglikemia oral dengan kerja lama) (Brunner & Suddarth, 2013).
b. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosayang
memasuki sel akan berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi
tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan, ginjal akan mensekresikan glukosa
bersama air dan elektrolit. Diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuri akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Terapi ketoasidosis diabetik
diarahkan pada perbaikan utama, yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis
(Brunner & Suddarth, 2013).
c. Komplikasi kronik biasanya terjadi 10-15 tahun setelah awitan DM yang
mencakup :
1) Penyakit makrovaskuler (pembuluh darah besar) : memengaruhi sirkulasi
koroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah otak.
2) Penyakit mikrovaskuler (pembuluh darah kecil) : memengaruhi mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati).
3) Penyakit neuropatik : memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom serta
berperan memunculkan sejumlah masalah, seperti impotensi dan ulkus kaki
diabetik (Brunner & Suddarth, 2013)
6. Pemeriksaan diagnostik DM
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni,2011), menjelaskan bahwa
pemeriksaan penunjang atau diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada gejala khas DM berupa
polyuria (peningkatan pengeluaran urin), polydipsia (peningkatan rasa haus) , polifagia
(peningkatan rasa lapar) dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Jika terdapat gejala khas, maka pemeriksaan dapat dilakukan, yaitu:
a. Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS)≥200mg/dl diagnosis DM sudah dapat
ditegakkan.
b. Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP)≥126mg/dl juga dapat digunakan untuk
pedoman diagnosis DM.
c. Pemeriksaan Hemoglobin A1c (HbA1C) merupakan pemeriksaan tunggal yang
sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada semua
tipe penyandang DM. Pemeriksaan ini bermanfaat bagi pasien yang membutuhkan
kendali glikemik.
Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien DM.
Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap awal penanganan,
pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan terhadap keberhasilan pengendalian.
Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali
saja belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan investigasi lebih
lanjut yaitu:
1. Pemeriksaan GDP≥126mg/dl, GDS≥200mg/dl pada hari yang lain.
2. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200mg/dl.
7. Penatalaksaan medis DM
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Tujuan teraputik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah
normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglekemia dan gangguan
serius pada pola aktivitaspasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM
(Andarmoyo, 2013),
yaitu:
1. Diet
Jumlah sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan zat gizi pada pasien DM adalah :
 Protein American Diabetes Association (ADA), merekomendasikan protein
yang dikonsumsi pasien diabetes mellitus sebesar 10-20%.
 Lemak. Asupan lemak yang dibutuhkan 20-25% tapi jika pasien dengan kadar
trigliserida > 1000 mg/dl dianjurkan untuk diet dyslipidemia tahap II yaitu <
7% energy total dari lemak jenuh, tidak lebih dari lemak total dan kandungan
kolesterol 200 mg/hari.
 Karbohidrat. Rekomendasi jumlah karbohidrat untuk penderita DM adalah 60-
70% kalori.Serat. Serat yang direkomendasikan pada penderita DM adalah
serat larut dengan jumlah yang dikonsumsi sebesar 20-30% dari berbagai
sumber makanan.Natrium. Asupan natrium pada pasien DM sama dengan
yang tidak menderita DM yaitu sebesar tidak lebih dari 300 mg dan pasien
hipertensi ringan sampai sedang dianjurkan 2400 mg natriun perhari.
 Alkohol. Alkohol diminum oleh penderita DM sebaiknya pada saat makan
karena mengakibatkan hipoglikemia. Tapi jika
 penggunaan alkohol dikonsumsi dengan jumlah sedang tidak akan
mempengaruhi kadar gula darah jika gula darah terkontrol.
2. Jadwal Diet Ketat
Pasien DM diperlukan jadwal makan yang teratur, agar terkendali gula
darahnya. Jadwal makan itu yaitu makan pagi, makan siang, makan malam
dan snack antara makan besar. Makan saat lapar porsinya biasanya lebih
besar di bandingkan makan sebelum lapar. Karena itu pasien DM dianjurkan makan
sebelum lapar. Jumlah kalori diet DM sesuai dengan status gizi pasien, berkisar antara
110-2500 kalori.
3. Jenis : boleh dimakan/ tidak
Banyak yang beranggapan bahwa penderita DM harus makan makanan
khusus, anggapan tersebut tidak selalu benar karena tujuan utamanya adalah
menjaga kadar glukosa darah pada batas normal. Untuk itu sangat penting
bagi kita terutama penderita DM untuk mengetahui efek dari makanan pada glukosa
darah. Ada beberapa jenis makanan yang dianjurkan dan jenis makanan yang tidak
dianjurkan atau dibatasi bagi penderita DM yaitu :
 Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, mie, kentang, singkong, ubi
dan sagu.Sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa kulitnya, susu
skim, tempe, tahu dan kacang-kacangan.
 Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah
dicerna. Makanan terutama mudah diolah dengan cara dipanggang, dikukus,
disetup, direbus dan dibakar.
 Jenis bahan makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi untuk penderita DM
adalah :
1) Mengandung banyak gula sederhana, seperti gula pasir, gula jawa,
sirup,
jelly, buah-buahan yang diawetkan, susu kental manis, soft drink, es
krim, kue-kue manis, dodol, cake dan tarcis.
Mengandung banyak lemak seperti cake, makanan siap saji (fast-food),
goreng-gorangan.
2) Mengandung banyak natrium seperti ikan asin, telur asin dan makanan
yang diawetkan (Almatsier, 2006).
4. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
 Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake).
 Mencegah kegemukan.
 Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen.
 Meningkatkan kadar kolesterol High Density Lipoprotein (HDL). Kadar
glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan merangsang
pembentukan glukosa baru.
 Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
5. Penyuluhan
Penyuluhan yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan penyakit,
pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang ditimbulkan dan resikonya,
intervensi obat dan pemantauan glukosa darah, cara mengatasi hipoglikemi, olahraga
yang teratur dan cara menggunakan fasilitas kesehatan. Perencanaan diet yang tepat
yaitu cukup asupan kalori, protein, lemak, mineral dan serat. Ajarkan pasien untuk
dapat mengontrol gula darah untuk mencegah komplikasi dan mampu merawat diri
sendiri (ADA, 2016). Penyuluhan tentang DM dapat menggunakan media leaflet,
poster, TV, video, diskusi kelompok, atau alat peraga lain yang dapat digunakan
media untuk penyuluhan.
6. Obat
Obat untuk penderita DM ada obat hipoglikemi oral dan insulin yang
diberikan sesuai kebutuhan. Obat hipoglikemi oral dapat dibedakan menjadi 3
golongan berdasarkan cara kerjanya yaitu :
1) Pemicu sekresi insulin Sulfonilurea bekerja meningkatkan sekresi
insulin pada otot dan sel beta pankreas, meningkatkan performance dan
jumlah
reseptor insulin pada otot dan sel lemak, meningkatkan efisiensi
sekresi insulin dan potensiasi stimulasi insulin transport karbohidrat ke
sel otot dan jaringan lemak, penurunn produksi glukosa oleh hati,
bekerja melalui alur kalsium sensitive terhadap ATP. Contohnya obat
Khlorpropamid, Glibenklamid, Gliklasid, Glikuidon, Glipsid, Gimepiri
Glinid obat generasi baru tapi cara kerjanya sama dengan Sulfonilurea.
Contoh obatnya Repaglinid dan Nateglinid.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin Biguamid. Cara kerjanya tidak
merangsang sekresi insulin dan menurunkan kadar glukosa darah
sampai normal (euglikemia), dan tidak menyebabkan hipoglikemia.
Contoh obat ini adalah Metformin dan Thiazolindion/ glitazon.
3) Penghambat alfa glukosidase/ Acarbose. Cara kerja obat ini adalah
menghambat enzim alfa glukosidase pada dinding usus halus yang
dapat mengurangi digesti karbohidrat kompleks dan absorbsinya
sehingga mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial. Obat
ini hanya mempengaruhi kadar glukosa pada saat makan dan tidak
mempengaruhi
kadar glukosa darah setelah itu terjadi pemberian obat ini yang tepat
adalah pada saat makan. Pasien DM yang mendapat pengobatan
suntikan insulin multiple
berisiko hipoglikemia, untuk pencegahannya diperlukan pemantauan
gula darah sebanyak empat kali sehari yaitu sebelum sarapan pagi,
sebelum makan siang, sebelum makan malam, dan sebelum tidur.
Pasien yang mendapat suntikan insulin dengan dosis 1 atau 2 kali
perhari, bertujuan mencegah hipoglikemia dan ketosis, pemantauan
kadar gula darah dilakukan lebih jarang yaitu 1 kali sehari sebelum
sarapan pagi atau sebelum makan malam.
7. Cangkok pankreas
Cangkok pankreas merupakan pencegahan tersier yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan kecacatan akibat DM, pada individu yang telah
mengidap DM. pencegahan tersier terdiri dari tiga tahap, yaitu :
1) Mencegah terjadinya komplikasi.
2) Mencegah komplikasi berkembang dan merusak organ atau jaringan.
3) Mencegah terjadinya kecacatan akibat kegagalan organ atau jaringan
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup
saudara kembar identik.
C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Dm
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik,
mental, sosial dan lingkungan menurut Effendy (1995, dalam Dermawan, 2014).
Identitas Klien

Nama : Ny.S
Umur : 64 tahun
Alamat : Jl.Aur kuning RT 1/ RW 03 No 14. Pekanbaru
Pendidikan : SMP
Tanggal Masuk Panti : 08-April-2015
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Minang
Agama : Islam
Status Perkawinan : Janda
Tanggal Pengkajian : Senin, 11 Oktober 2021

Status Kesehatan Saat Ini


Klien mengatakan memiliki penyakit DM .Saat ini Ny. S masih mengkonsumsi obat
gula secara rutin dan insulin
Klien mengatakan kakinya terkadang sering nyeri dan gatal-gatal

Riwayat Kesehatan Sekarang


Klien menderita Dm dengan keluhan yang sering dirasakan yaitu lemas . Saat ini klien
masih mengkonsumsi obat gula
Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit: klien sebelumnya pernah dirawat dirumah sakit
Alergi: klien mengatakan tidak memiliki alergi cuaca, obat, maupun makanan.
Genogram
Keterangan :
Laki-Laki Perempuan meninggal

Perempuan Pasien

Laki-Laki meninggal

Riwayat Kesehatan Keluarga


Klien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarganya yang memiliki penyakit DM
turunan.

Tinjauan Sistem
Keadaan umum : Composmentis (E4V5M6)
TTV : TD 110/90 mmHg
RR 22 x/menit
Suhu 36,3 oC
Nadi 88x/menit
Sistem integumen : Kulit terlihat keriput , warna
kulit sawo matang
Sistem hemopoietik
Kepala : Bentuk bulat, distribusi rambut merata, warna rambut putih
Mata : Simetris, sklera berwarna putih, konjungtiva normal tidak anemis,
Telinga : Simetris, bersih, pendengaran masih baik, tidak
ada benjolan, dan tidak ada cairan serumen yang keluar
Mulut dan tenggorokan : Mulut bersih
Leher : Tidak ada pembesaran tiroid dan vena jugularis
Dada : Dada simetris, tidak ada pembengkakan
Abdomen : Tidak ada hepatomegali, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada asites
Sistem pernapasan : Pernafasan normal, tidak ada masalah
Sistem kardiovaskular : Irama jantung teratur, CRT < 3 detik, TD
110/90 mmHg
Sistem gastrointestinal : Bising usus normal, makan 3 hari sekali, BAB 1 kali sehari
Sistem perkemihan : BAK lancar 6 kali sehari, tidak ada
inkontinensia urin
Sistem genitoreproduksi :-
Sistem Muskuloskeletal :Tonus otot lumayan baik, sudah mulai sering berjalan sedikit
demi sedikit

Kekuatan otot
5 5
5 5
Sistem Saraf Pusat
GCS: 15
NI : Penciuman masih baik, masih dapat membedakan bau
N II : Penglihatan kabur, mata sebelah kana sudah tidak bisa lihat ,mata sebelah
kiri mengunakan lensa
N III, IV, VI : Pupil isokor, relfeks terhadap cahaya baik, pergerakan mata
baik
NV : Dapat membuka mulut, menguyah baik, dan menggigit dengan baik
N VII : Mampu mengerutkan dahi, tersenyum, mengangkat alis, dan
menutup mata dengan baik
N VIII : Masih mampu mendengar bunyi yang pelan, seperti bunyi
detik arloji dan suara bisikan
N IX, X, XII : Mampu menelan dan berbicara dengan baik.
N XI : Pergerakan bahu dan kepala baik

Pengkajian Psikososial dan Spiritual

Psikologis
Klien mampu mengatasi stress yang dialami seperti mengalihkan stress dengan cara
jalan-jalan atau berkumpul dengan teman-temannya. Daya ingat klien masih baik, klien juga
mampu beradaptasi dengan orang-orang baru disekitarnya
Sosial ekonomi
Klien mengisi waktu luangnya dengan menonton TV dan berbincang-bincang dengan
temannya.
Spiritual
Klien beragama islam dan rajin melakukan ibadah sholat lima waktu.

Pengkajian Fungsional Klien (KATZ Indeks)


Skor Kriteria
Kemandirian dalam hal makan, minum, berpindah, ke kamar kecil,
A
berpakaian dan mandi
Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi
B
tersebut
Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu
C
fungsi tambahan
Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
D
berpakaian dan satu fungsi tambahan
Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
E
berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali berpakaian, ke
F
kamar kecil, dan satu fungsi tambahan
Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu
G
fungsi tambahan
Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
Lain-lain
diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F

Klien termasuk dalam kategori A, karena semuanya masih bisa dilakukan


secara mandiri tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan dari orang lain,
diantaranya yaitu: makan, kontinensia (BAK dan BAB), menggunakan pakaian, pergi
ke toilet, berpindah dan mandi, serta pasien tidak menggunakan alat bantu berjalan.
Modifikasi dari Barthel Indeks

No Kriteria Nilai Keterangan


Tidak mampu
Butuh bantuan memotong, mengoles
1 Makan 20
mentega dll.
Mandiri
Tergantung orang lain
2 Mandi 20
Mandiri
Membutuhkan bantuan orang lain
3 Perawatan diri Mandiri dalam perawatan muka, 20
rambut, gigi, dan bercukur
Tergantung orang lain
Sebagian dibantu (misal mengancing
4 Berpakaian 20
baju)
Mandiri
Inkontinensia atau pakai pempres dan
tidak terkontrol
Kadang Inkontinensia (maks, 1x24
5 Buang air kecil 20
jam)
Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7
hari)
Inkontinensia (tidak teratur atau perlu
enema)
6 Buang air besar 20
Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
Kontinensia (teratur)
Tergantung bantuan orang lain
Membutuhkan bantuan, tapi dapat
7 Penggunaan toilet 2
melakukan beberapa hal sendiri
Mandiri
Tidak mampu
Butuh bantuan untuk bisa duduk (2
8 Transfer orang) 19
Bantuan kecil (1 orang)
Mandiri
Immobile (tidak mampu)
Menggunakan kursi roda
9 Mobilitas Berjalan dengan bantuan satu orang 20
Mandiri (meskipun menggunakan alat
bantu seperti, tongkat)
Tidak mampu
10 Naik turun tangga Membutuhkan bantuan (alat bantu) 8
Mandiri
Score Total 20

Interpretasi hasil:
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total,
Klien mendapat skor 20 dengan artian bahwa klien dikategorikan Mandiri
Pengkajian Status Mental Gerontik
Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ)
Benar Salah No Pertanyaan
√ 01 Tanggal berapa hari ini?
√ 02 Hari apa sekarang ini?
√ 03 Apa nama Tempat ini
√ 04 Dimana alamat anada?
√ 05 Berapa umur anda?
√ 06 Kapan anda lahir? (minimal tahun lahir)
√ 07 Siapa presiden Indonesia sekarang?
√ 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
√ 09 Siapa nama ibu anda?
Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
√ 10
setiap angka baru, semua secara menurun
∑= ∑= Kesalahan = 0
10 0

Kesimpulan:
Kesalahan 0-2 : Fungsi intelekrual utuh
Kesalahan 3-4 : Keruskan intelektual ringan
Kesalahan 5-7 : Kerusakan intelektual sedang
Kesalahan 8-10 : Kerusakan intelektual berat
Skor yang didapat dari hasil pengkajian adalah kesalahan = 0, sehingga dapat disimpulkan
bahwa klien memiliki fungsi intelektual yang utuh.

Mini Mental Status Exam (MMSE)


Aspek Nilai Nilai
No Kriteria
Kognitif Maks. Klien
Menyebutkan dengan benar:
Tahun:
Musim:
Orientasi 30 30
Tanggal:
Hari:
Bulan:
1
Dimana kita sekarang berada?
Negara:
Propinsi:
Orientasi 30 30
Kota:
Alamat:
Di:
Sebutkan nama 3 obyek (oleh pemeriksa) 1
detik untuk mengatakan masing-masing
obyek. Kemudian tanyakan kepada klien
2 Registrasi 30 30 ketiga obyek tadi (untuk disebutkan)
Obyek:
Obyek:
Obyek:
3 Perhatian 30 30 Minta klien untuk memulai dari angka 100
dan kalkulasi kemudian dikurangi 8 sampai 5 kali/tingkat
92
84
76
68
60
Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek
4 Mengingat 30 30 pada no.2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1
point untuk masing-masing obyek
Tunjukkan pada klien suatu benda dan
tanyakan namanya pada klien

Minta klien untuk mengulang kata berikut:


”tak ada jika, dan, atau, tetapi”. Bila benar,
nilai 1 point.
Pernyataan benar 2 buah (contoh: tak ada,
tetapi).
Minta klien uuntuk mengikuti perintah
berikut yang terdiri dari 3 langkah:
5 Bahasa 30 30 ”Ambil pena di tangan anda, patahkan, dan
taruh di lantai”
Ambil pena di tangan anda
Patahkan
Taruh di lantai
Perintahkan pada klien untuk hal berikut
(bila aktivitas sesuai perintah nilai 1 point)
”Tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk menulis satu
kalimat atau menyalin gambar
Tulis satu kalimat
Menyalin gambar
Total Nilai 30
Interpretasi:
Nilai 24-30 : Tidak ada kelainan kognitif
Nilai 18-23 : Kelainan kognitif ringan
Nilai 0-17 : Kelainan kognitif berat

Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari


Nutrisi

Klien mengatakan sehari-harinya makan 3 kali sehari, terkadang tidak teratur dengan
lauk pauk seadanya. Klien minum rata-rata 7-8 gelas perhari.
Pola istirahat dan tidur
Klien tidur kurang lebih 4-6 jam perhari, klien merasa terkadangan sulit tidur saat malam hari
dan jarang tidur siang. Biasanya saat waktu luang, klien berjalan di ruangan dan menonton tv
serta berkumpul dengan klien yang lain.

Eliminasi

Klien tidak mengalami gangguan saat BAB dan BAK. Klien BAB 1 kali perhari dengan
konsistensi lembek, BAK 6 kali perhari lancar tanpaada gangguan.
Pola aktivitas
Klien berusaha untuk mandiri agar tidak merepotkan orang lain.
Personal hygiene
Klien mengatakan mandi 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari menggunakan sabun, sikat gigi
setiap kali mandi ditambah malam hari sebelum tidur, dan klien mengganti pakaiannya 2 hari
sekali.

2. Diagnosa Keperawatan DM
 Ketidakstabilan gula darah b.d resistensi insulin
 Perfusi perifer tidak efektif b.d mobilitas fisik

3. Intervensi keperawatan DM
Diagnosa Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hiperglikemia
Ketidakstabilan selama 1x 24 jam maka ketidakstabilan gula Observasi
gula darah b.d darah membaik KH :  Identifikasi
resistensi insulin  Kestabilan kadar glukosa kemungkinan penyebab
darah hiperglikemia
 membaik Status nutrisi  Identifikasi situasi yang
membaik menyebabkan
 Tingkat pengetahuan kebutuhaninsulin
meningkat meningkat
 Monitor kadar glukosa
darah,jika perlu
 Monitor tanda dan
gejala hiperglikemia
 Monitor intake dan
output cairan
 Monitor keton
urin,kadaar anlisa gas
darah ,elektrolit,tekanan
darah ortostatik dan
frekuensi nadi
Terapeutik
 Berikan asupan cairan
oral
 Konsultasi dengan
medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia
tetap ada atau
memburuk fasilitas
ambulasi jika da
hipotensi ortostatik
Edukasi
 Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari
250 mg/dL
 Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
 Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
 Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian
keton urin,jika perlu
 Ajarkan pengelolaan
diabetes
(mis.penggunaan
insulin,obat oral
monitor asupan cairan
penggantian
karbohidrat, dan bantu
profesional kesehatan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
insulin,jika perlu
Perfusi perifer tidak  Memonitor Edukasi Mobilisasi
efektif b.d mobilisasi frekuensi,irama dan
kedalaman napas Observasi
 Memonitor pola napas  Identifikasi
 Memonitor adanya kesiapan dan
sumbatan jalan napas kemmpuan pemberian
 Kolaborasi
 Mengauskultasi bunyi menerima informasi
cairan IV, jika indikasi
 Identifikasi perlu
napas
 dan kontraindikasi
 Kolaborasi pemberian
mobilisasi
 klium,jika
Monitor perlu
kemajuan
pasien/ keluarga
dalam melakukan
mobilisasi

Terapeutik
 Persiapan
materi ,media dan
alat-alat seperti
bantal,gait belt
 Jadwalkan waktu
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan dengan
pasien dan kleuraga
 Berikan kesempatan
pada pasien
/keluarga untuk
bertanya

Edukasi
 Jelaskan
prosedur ,tujuan,ind
ikasi ,kontraindikasi
mobilisasi serta
dampak imobilisasi
 Ajarkan cara
mengidentifikasi
saranan dan
prasarana yang
mendukung untuk
mobilisasi di rumah
 Ajarkan cara
mengidentifikasi
kemmapuan
mobilisasi (seperti
kekuatan otot )
 Demonstrasikan
cara mobilisasi
ditempat tidur
 Demonstrasikan
cara melatih rentang
gerak
 Anjurkan
pasien/keluarga
meredemonstrasikan
mobilisasi miring/
kanan ,kiri /latihan
rentang gerak sesuai
yang
4. Implementasi Keperawatan dan Evalusai Keperawatan

Hari/ DX Implementasi Evaluasi


Tanggal
Kamis  Ketidakstabila Edukasi S: klien mengatakan
14/10/20021 n gula darah sudah mulai sembuh
b.d resistensi  MengAnjurkan O: Dm
insulin A: masalah belum
menghindari teratasi
olahraga saat kadar P: Intervensi dilanjutkan
glukosa darah lebih
dari 250 mg/dL
 MengAnjurkan
monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
 MengAnjurkan
kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
 Meng Ajarkan
indikasi dan
pentingnya
pengujian keton
urin,jika perlu
 MengAjarkan
pengelolaan diabetes
(mis.penggunaan
insulin,obat oral
monitor asupan
cairan penggantian
karbohidrat, dan
bantu profesional
kesehatan
Kamis  Perfusi perifer S:klien mengatakan kadar
14/10/2021 tidak efektif Obserfasi gula darah menurun
b.d mobilitas  MengIdentifikasi O: GD:400 mg/dL
fisik kesiapan dan A:Masalaah belum
kemmpuan teratasi
menerima informasi P:intervensi dilanjutkan
 MengIdentifikasi
indikasi dan
kontraindikasi
mobilisasi
 MeMonitor
kemajuan pasien/
keluarga dalam
melakukan
mobilisasi
kesiapan dan
kemmpuan
menerima informasi
 MengIdentifikasi
indikasi dan
kontraindikasi
mobilisasi
 MeMonitor
kemajuan pasien/
keluarga dalam
melakukan
mobilisasi i
Jum’at Ketidakstabilan gula darah Kolaborasi S: klien mengatakan
15/10/2021 b.d resistensi insulin sudah membaik
 Kolaborasi O: GD:270 mg/dL
pemberian A: masalah hampir
teratasi
insulin,jika perlu P: Intervensi dilanjutkan
 Kolaborasi
pemberian cairan
IV, jika perlu
 Kolaborasi
pemberian
klium,jika perlu
Jum’at Perfusi perifer tidak efektif Edukasi S: klien mengatakan
15/10/2021 b.d mobilitas fisik sembuh
 MengAnjurkan O:GD: 270 mg/dL
menghindari A: masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
olahraga saat kadar
glukosa darah lebih
dari 250 mg/dL
 MengAnjurkan
monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
 MengAnjurkan
kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
 MengAjarkan
indikasi dan
pentingnya
pengujian keton
urin,jika perlu
 Ajarkan pengelolaan
diabetes
(mis.penggunaan
insulin,obat oral
monitor asupan
cairan penggantian
 karbohidrat, dan
bantu profesional
kesehatan
BAB II

PENUTUP

1. Kesimpulan

Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah memasuki tahapan akhir dari
fase kehidupan. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan mengalami suatu proses
yang disebut Aging Process atau proses penuaaan.(Wahyudi, 2008).
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya
hiperglikemia yang dikarenakan organ pankreas tidak mampu memproduksi insulin
atau kurangnya sensitivitas insulin pada sel target tersebut. Abnormalitas yang di
temukan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ada pada penderita
penyakit diabetes melitus dikarenakan aktivitas insulin pada target sel kurang (Kerner
and Bruckel, 2014).
2. Saran
Mahasiswa dan pembaca agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang dan
penulis meminta kritik serta saran yang membangun agar dapat menjadi pelajaran
kedepannya.

Anda mungkin juga menyukai