Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA TAHAP

PERKEMBANGAN LANSIA DENGAN MASALAH NYERI SENDI DI


MEDAN HELVETHIA TAHUN 2021

DISUSUN 
OLEH :
SHIENTHIA RISKA ANANDA
NPM : 200202100

PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami
proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa hidup manusia yang
terakhir, dimana pada masa ini sescorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial
sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi (Kholifah,
2016).
Salah satu hasil pembangunan kesehatan di indonesia adalah meningkatnya usia harapan
hidup. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyehabkan
jumlah penduduk lansia terus meningkat dari tahun,ke tahun. Menurut UU No. 13 Tahun
1998 lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas (Departemen
Kesehatan RI, 2012).
Berdasarkan data dari WHO pada tahun 2015, populasi lansia di dunia antara tahun
2015-2050 diperkirakan meningkat dua kali lipat dari 12% menjadi 22% atau sekitar 900
juta menjadi 2 milyar pada usia diatas tahun. Proporsi lansia didunia diperkirakan
mencapai 22% dari penduduk dunia atau mencapai 2 milyar pada tahun 2020, sekitar 80%
lansia hidup dinegara berkembang. Di Indonesia diperkirakan pada tahun 2020 jumlah
penduduk lansia sekitar 12% dan tahun 2050 sekitar 28% (Kemenkes, 2014). Populasi
lansia di Jawa Timur tahun 2013 mencapai 16,90%, pada tahun 2015 lansia mencapai
17,68% sedangkan pada tahun 2018 jumlah lansia mencapai 19,17% dan pada 2020
diperkirakan mencapai 13,48%. Prevalensi lansia di Kabupaten Magetan tahun 2018
mencapai 19,17% akan bertambah menjadi 20,13% ditahun 2020 (Badan Pusat Statistik,
2016).
Lansia menderita sedikitnya satu penyakit akut/kronis, namun banyak di antaranya yang
menderita lebih dari satu diantaranya adalah memiliki ketidakmampuan fisik, seperti
depresi, ansietas, alkoholisme, dan bunuh diri yang terjadi bersamaan, namun belum di
dokumentasikan secara pasti. Berduka, nyeri, dan kontrol kehilangan kendali
mempengaruhi integritas pribadi lansia (Stanley & Beare, 2012).
Sebagai seorang perawat bertugas memberikan edukasi kepada lansia dan melibatkan
peran keluarga sebagai orang terdekat, diharapkan keluarga mampu untuk mencurahkan
segala perhatiannya bagi kesejahteraan lansia.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan dengan masalah kesehatan pada perkembangan keluarga


dengan tahap lansia ?
1.3 Tujuan
 Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan keluarga pada tahap perkembangan keluarga
dengan lansia.
 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi data : keluarga dan individu dalam keluarga pada tahap
pengkajian.
2) Menentukan diagnosa keperawatan sesuai data pada pengkajian.
3) Menyusun rencana keperawatan.

1.4 Manfaat
Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan pada perkembangan
keluarga dengan tahap lansia

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP LANSIA
1.1 Pengertian Lansia

Lansia adalah seseorang yang karena usianya menga la mi perubahan biologis, fisik,
kejiwaan dan sosial, perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek
kehidupan, termasuk kesehatanya, oleh karena itu kesehatan lansia perlu mendapat perhatian
khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara
produktif sesuai dengan kemampuanya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam
pembangunan (Mubarak, 2006).
Aging process atau proses menua merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan (graduil) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap injuri termasuk
adanya infeksi (Paris Contantinides, 1994).
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya
dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan jaringan lain sehingga
tubuh “mati” sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa
penampilan seorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat
berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun aat menurunya. Namun umumnya fungsi
fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun. Setelah mencapai puncak,
fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun
sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur.

1.2 Batasan-batasan lansia

Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagiai berikut:


1). Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibriilitas
2). Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium
3). Kelompok usia lanjut (65 th >) sebagai senium

Menurut organisasi kesehatan Dunia lanjut usia dikelompokkan menjadi :


1). Usia pertengahan (middleage), ialah kelompok usia 45-59 tahun
2). Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 74 tahun.
3). Lanjut usia tua (old) : antara 75 dan 90 tahun.
4). Usia sangat tua (veryold):diatas 90 tahun.

1.3 Teori Menua

Menurut Wahyudi (2008), Teori proses menua dibagi menjadi dua, yaitu teori biologis
dan teori sosiologis. Adapun teori biologis diantaranya sebagai berikut :
Teori biologis

1) Teori biologis
Teori geneti c cl ock mer upaka n teo r i int r ins ik ya ng menjelaskan bahwa
didalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses
penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik
untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya memiliki suatu jam genetik
atau jam biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda
yang telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenius ini berhenti
berputar, maka ia akan mati.
Teori mutasi somatik. Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi
somatic akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses
transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein atau enzim.
Kesalahan ini terjadi terus-menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi
organ atau perubahan sel menjadi kanker atau penyakit. Setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin sehingga
terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.

2) Teori nongenetik
Teori penurunan sistem imun tubuh merupakan mutasi yang berulang dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri
(self recognition). Jika mutasi yang merusak membrane sel, akan menyebabkan sistem
imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Dalam proses metabolisme tubuh,
diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh, tambahan
kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan
autoimun.
Teori kerusakan akibat radikal bebas, teori radikal bebas dapat terbentuk di alam
bebas dan didalam tubuh karena adanya proses metabolisme atau proses pernapasan
didalam mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak
stabil karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif
mengikat atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau
perubahan dalam tubuh.
Radikal bebas yang terdapat dilingkungan seperti :
a) Asap kendaraan bermotor
b) Asap rokok
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi
e) Sinar ultra violet yang mengakibatka n terjadinya perubahan pigmen dan
kolagen pada proses menua.

Teori sosiologis

1. Teori interaksi sosial


Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu situasi
tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Kemampuan lanjut usia
untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan status
sosialnya berdasarkan kemampuannya bersosialisasi.

2. Teori aktivitas atau kegiatan


a) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif
dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial.
b) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
c) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lanjut usia.
d) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil
dari usia pertengahan sampai lanjut usia.

3. Teori kepribadian berlanjut


Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan teori yang disebutkan sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seorang usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tipe perso na
litas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lanjut usia.

4. Teori pembebasan atau penarikan diri


Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan
kemunduran individu dengan individu lainnya. Menurut teori ini seorang lanjut usia
dinyatakan mengalami proses menua yang berhasil apabila ia menarik diri dari
kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi dan
mempersiapkan diri menghadapi kematiannya.

1.4 Perubahan sistem muskuloskeletal

Perubahan pada lansia Menurut Wahyudi (2008), Perubahan Fisik meliputi :


1) Sistem persarafan
a. Menurun hubungan persarafan
b. Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap
harinya)
c. Respons dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap stress
d. Saraf panca-indra mengecil
e. Penglihatan berkurang, pendengaran menhilang, saraf penciuman dan perasa
mengecil, lebih sensitif terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan
terhadap dingin
f. Kurang sensitif terhadap sentuhan
g. Defisit memori

2) Sistem muskoloskeletal
Sistem muskuloskeletal bekerja membuat gerakan dan tindakan yang harmoni
sehingga manusia menjadi seorang yang bebas dan mandiri. Sistem muskuloskeletal
terdiri dari kerangka, se nd i, o tot, liga me nt um da n b ursa. K era ngk a membentuk
dan menopang tubuh, melindungi organ penting dan berperan sebagai penyimpanan
mineral tertentu seperti kalsium, magnesium, dan fosfat. Rongga medula tulang
adalah tempat utama yang memproduksi sel darah. Otot memberikan kekuatan untuk
menggerakkan tubuh, menutup lobang luar dari sistem gastrointestinal dan saluran
kencing serta meningkatkan produksi panas untuk menjaga kontrol temperatur.
Perubahan pada sistem muskuloskeletal (Surini, 2003).
a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang,
artilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan cross
linking yang tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur dan penurunan
hubungan tarikan linier pada jaringan kolagen merupakan salah satu alasan
penurunan mobilitas pada jaringan kolagen merupakan salah satu alasan
penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Setelah kolagen mencapai puncak
fungsi atau daya mekaniknya karena penuaan, tensile strength dan kekakuan
dari kolagen mulai menurun. Kolasen dan elastin yang merupakan jaringan
ikat pada jaringan penghubung mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif
sesuai penuaan. Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunya
fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri,
penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekakuan otot, kesulitan bergerak
dari duduk keberdiri, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari- hari.
b) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata. Selanjutnya,
kemampuan kartilago untuk generasi berkurang dan degenerasi yang terjadi
cenderung ke arah progresif. Proteoglikan yang merupakan komponen dasar
matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap. Setelah matriks
mengalami deteriorasi, jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatanya,
dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami
klasifikasi di beberapa tempat, seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi
kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi juga
sebagai permukaan sendi berpelumas. Konsekuensinya, kartilago pada
persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi
pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mud a h
me nga la mi peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan
terganggunya aktivitas sehari- hari.
c) Tulang
Berkurangnya kepadatan tulang, setelah diobservasi adalah bagian dari
penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula
transversal terabsorbsi kembali. Sebagai akibat dari perubahan itu, jumlah
tulang spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjadi tipis. Perubahan lain
yang terjadi adalah penurunan estrogen sehingga produksi osteoklas tidak
terkendali, penurunan penyerapan kalsium di usus, peningkatan kanal Haversi
sehingga tulang keropos. Berkurangnya jaringan dan ukuran tulang secara
keseluruhan menyebabkan kekuatan dan kekakuan tulang menurun. Dapak
kekurangan kepadatan akan mengakibatkan osteoporosis. Osteoporosis lanjut
akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
d) Otot
Perubahan otot pada penuaan sangat bervariasi. Penurunan jumlah dan
ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung, dan jaringan lemak
pada otot mengakibatkan efek negatif.
e) Sendi
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen dan fasia
mengalami penurunan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi, dan klasifikasi
pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehingan fleksibilitasnya sehingga
terjadi penurunan luas gerak sendi. Beberapa kelainan akibat perubahan pada
lansia antara lain osteoartritis, artritis reumatoid, gout, dan pseudogout.
Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri,
kekakuan sendi, keterbatasan luas gerak sendi, gangguan jalan dan aktivitas
keseharian lainnya.
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah,
limfe, atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa
oleh cairan sendi yang membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan
kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau ketika
usia bertambah. Beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk
kolagen tipe satu yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian
kemampuan hidrofiliknya. Perubahan-perubahan ini berati tulang rawan akan
kehilangan kemampuanya untuk menahan kerusakan bila diberibebanberat.
Sendi dilumasi oleh cairan sinovial dan oleh perubahan- perubahan
hidrostatik yang terjadi pada cairan interstisial tulang rawan. Tekanan yang
terjadi pada tulang rawan akan mengakibatkan pergeseran cairan kebagian
yang kurang mendapat tekanan. Sejalan dengan pergeseran sendi kedepan,
cairan yang bergerak ini juga bergeser kedepan mendahului beban. Cairan
kemudian akan bergerak ke belakang kembali kebagian tulang rawan ketika
tekanan berkurang.
Tulang rawan sendi dan tulang-tulang yang membentuk sendi biasanya
terpisah selama gerakan selaput cairan ini. Selama terdapat cukup selaput atau
cairan, tulang rawan tidak dapat aus meskipun dipakai terlalu banyak. Kapsul
sendi terdiri atas suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang
terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium.
Sinovium membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi dan
membungkus tendon-tendon ya ng me lint as i se nd i. S ino vium t idak me
luar me la lui permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga memungkinkan
gerakan sendi secara penuh.
Lapisan-lapisan bursa diseluruh persendian membentuk sinovium.
Periosteum tidak melewati kapsul sendi. Cairan sinovial normalnya bening,
tidak membeku, dan tidak berwarna. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap
sendi relative kecil (1-3 ml). hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya
kurang dari 200 sel/ml dan sebagian besar merupakan sel mononuclear. Asam
hialuronidase adalah senya wa ya ng bert a nggung jawab a tas visko s itas ca
ir a n sinovial dan disintesis oleh sel-sel pembungkus sinovial.
Penurunan progresif pada massa tulang total terjadi sesuai proses
penuaan. Beberapa kemungkinan penyebab dari penurunan ini meliputi
ketidak aktifan fisik, perubahan hormonal dan reasorbsi tulang aktual. Efek
penurunan tulang adalah makin lemahnya tulang vertebra lebih lunak dan
dapat tertekan, dan tulang berbatang panjang kurang tahanan terhadap
penekukan dan menjadi lebih cenderung fraktur. Menyertai penurunan tulang
ini dari permukaan dalam endosteum adalah penambahan tulang aktual pada
permukaan luar periosteum.
Akibatnya, bentuk taji dan tepi, membuat beberapa tonjolan tulang lebih
menonjol. Klasifikasi kartilago artikular, disertai dengan penyimpangan
noninflamasi dari sendi penyokong berat badan, dapat terjadi. Cairan sinovial
mengental dan kartilago hialin berdegenerasi. Perubahan- perubahan ini dapat
mempengaruhi rentang gerak, gerakan mudah keseluruhan, dan cara berjalan.
Ankilosis dari ligamen dan sendi menambah gambaran feksi umum.

B. KONSEP NYERI SENDI


1. Pengertian
Sendi adalah suatu ruangan, tempat satu atau dua tulang berada saling berdekatan.
Sendi adalah pertemuan antara dua tulang atau lebih, sendi memberikan adannya segmentasi
pada rangka manusia dan memberikan kemungkinan variasi pergerakan di antara segmen-
segmen serta kemungkinan variasi pertumbuhan (Chairudin Rasjad, 2007).

Rasa nyeri pada sendi atau arthralgia, diketahui dapat menyerang satu atau beberapa
sendi sekaligus. Nyeri sendi adalah keluhan yang sangat umum, namun sebenarnya dapat
merupakan gejala dari sebuah kondisi tertentu, dan sangat mengganggu karena mengekang
gerak kita.

2. Etiologi

Penyebab utama penyakit nyeri sendi masih belum diketahui secara pasti. Biasanya
merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem
reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikroplasma dan virus. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab nyeri sendi,
yaitu :

a. Mekanisme imunitas
Penderita nyeri sendi mempunyai auto anti body di dalam serumnya yang di kenal
sebagai faktor rhematoid antibody nya adalah suatu faktor antigama globulin(IgM)
yang bereaksi terhadap perubahan IgG titer yang lebih besar 1:100, Biasanaya di
kaitkan dengan Vaskulitis dan prognosis yang buruk.
b. Faktor metabolik
Faktor metabolik dalam tubuh erat hubungannya dengan proses auto imun.
c. Faktor genetik serta faktor pemicu lingkungan
Penyakit nyeri sendi terdapat kaitannya dengan pertanda genetik. Juga dengan
masalah lingkungan, Persoalan perumahan dan penataan yang buruk dan lembab juga
memicu pennyebab nyeri sendi.
d. Faktor usia
Degenerasi dari organ tubuh menyebabkan usia lanjut rentan terhadap penyakit baik
yang bersifat akut maupun kronik.
3. Patofisiologi
Pemahaman mengenai anatomi normal dan fisiologis persendian diartrodial atau
sinovial merupakan kunci untuk memahami patofisiologi penyakit nyeri sendi. Fungsi
persendian sinovial adalah gerakan. Setiap sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu
kendati masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi
yang dapat digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal. Kartilago artikuler membungkus ujung tulang pada
sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan. Membran sinovial
melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan kedalam ruang antara-
tulang. Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber) dan pelumas
yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat. Sendi
merupakan bagian tubuh yang sering terkena inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada
penyakit nyeri sendi.
Meskipun memiliki keanekaragaman mulai dari kelainan yang terbatas pada satu sendi
hingga kelainan multi sistem yang sistemik, semua penyakit rhematoid meliputi inflamasi dan
degenerasi dalam derajat tertentu yang biasa terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada
persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit rhematoid inflamatori, inflamasi merupakan
proses primer dan degenerasi yang merupakan proses sekunder yang timbul akibat
pembentukan panus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon
imun (Smeltzer, 2002).

4. Penatalaksanaan

Sendi yang meradang di istirahatkan selama eksaserbasi, periode- periode istirahat


setiap hari, kompres panas dan dingin bergantian, aspirin, obat anti-inflamasi nonsteroid
lainnya, atau steroid sistemik, pembedahan untuk mengeluarkan membran sinovium (Corwin,
2001).
Dalam anamnesis nyeri, aktifitas rutin sehari-hari serta derajat nyeri dari waktu ke
waktu serta hubunganya dengan aktifitas akan bisa membantu menentukan rejimen dosis bagi
penderita tersebut yang disesuaikan kegiatan sehari-hari dan tingkat rasa nyerinya. Seorang
penderita yang mengeluhkan rasa nyeri arthritis terutama pada saat aktivitas/kerja dapat
diberikan degan analgesik (dosis besar) pada jam 07.00, dosis kecil pada jam 12.00 dan jam
17.00. rejimen tersebut akan mengatasi nyeri pada saat bangun pagi, mandi, makan pagi dan
kerja ringan diwaktu pagi, serta waktu kerja agak berat di siang hari. Saat sore dan malam
hari dimana aktivitas tak begitu banyak, penderita mungkin tidak merasakan nyeri yang
sangat, sehingga analgesik dosis kecil sudah mencukupi. M

C. PROSES KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN NYERI SENDI


a. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan nyeri sendi
antara lain :
1. Identitas Umum

a. Jenis kelamin
Nyeri sendi adalah peradangan yang sistematis, progresif dan lebih banyak terjadi
pada wanita dengan perbandingan 3:1 dengan kasus pada pria.
b. Pekerjaan
Pekerjaan yang berat/ kerja yang yang produktif bertahun-tahun pada seorang
setengah baya (kuli panggul,tukang becak,dll) juga mendukung terjadinya penyakit
nyeri sendi.
c. Status sosial ekonomi keluarga
Penghasilan yang rendah dan sulit memungkinkan adannya konflik dalam keluarga
termasuk kebutuhan akan biaya perawatan dan pengobatan anggota keluarga yang
sakit nyeri sendi.
d. Aktifitas rekreasi dan waktu luang
Mengidentifikasi aktifitas-aktifitas dan waktu senggang keluarga, Penggunaan waktu
senggang yang ada menggali perasaan dari anggota keluarga tentang aktifitas rekreasi.
e. Kebiasaan aktifitas
Mengangkat benda-benda berat menimbulkan stres pada sendi, kerja tanpa waktu
istirahat yang cukup dan seimbang mempunyai efek yang signifikan pada nyeri sendi.

2. Riwayat dan Tahap perkembangan keluarga Riwayat keluarga inti :

a. Keluhan yang biasa di rasakan oleh penderita nyeri sendi yaitu nyeri pada jari-jari
tangan, nyeri pada lutut dan nyeri pada punggung. Nyeri dirasakan jika melakukan
aktivitas dan berkurang jika klien beristirahat.
b. Keluarga ini berada pada tahap perkembangan dengan usia lanjut. Keluarga yang
rentan mengalami penyakit nyeri sendi adalah usia lanjut dimana terjadi
degenerasi dari organ tubuh khususnya pada sistem muskuluskeletal

3. Data Lingkungan

a. Kondisi Rumah
Faktor lingkungan rumah yang kurang aman dan membahayakan juga memperbesar
peningkatan resiko untuk jatuh pada penderita penyakit nyeri sendi, Misalnya
penggunaan keset yang licin, lantai yang licin, Pencahayaan yang kurang memadahi,
Tangga rumah yang terlalu curam, Tidak menggunakan alas kaki, Tempat tidur yang
terlalu tinggi, Tidak menggunakan alat bantu mobilitas yang tepat, Tidak ada
pengaman atau pegangan dari lokasi- lokasi yang tepat, seperti kamar mandi.
b. Fasilitas dan pelayanan kesehatan : Tingkat ekonomi yang rendah dapat
mengakibatkan sulitnya pengobatan nyeri sendi. Ketidak efektifannya dan keluarga
dalam mengunjungi pelayanan kesehatan yang ada.
c. Fasilitas transportasi : Transportasi merupakan sarana yang penting dan sangat
diperlukan agar penderita mendapatkan pelayanan kesehatan dengan segera.
Ketiadaan sarana transportasi menjadikan masyarakat enggan berkunjung ke
pelayanan kesehatan sehingga kondisi akan semakin memburuk.

4. Struktur Keluarga

a. Struktur komunikasi : Berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga


merupakan tugas keluarga, dan dapat menurunkan beban masalah (Efendi, 1998).
b. Struktur kekuasaan : Kekuasaan dalam keluarga dipegang oleh pemegang keputusan
yang mempunyai hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan dalam mengatasi
masalah kesehatan nyeri sendi dalam keluarga (Efendi, 1998).
c. Struktur peran : Peran antar kelurga menggambarkan perilaku interpersonal yang
berhubungan dengan masalah kesehatan dalam posisi dan situasi tertentu (Efendi,
1998).
d. Nilai kepercayaan : Beban kasus keluarga sangat bergantung pada nilai kekuasaan dan
kebutuhan akan asuhan keperawatan keluarga (Efendi, 1998).
5. Fungsi Keluarga

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan yang disebabkan oleh


kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit nyeri sendi, anggapan bahwa
penyakit nyeri sendi adalah biasa yang bisa sembuh dengan sendirinya. Ketidak
mampuan keluarga dalam mengambil keputusan serta dalam mengambil tindakan
yang tepat tentang nyeri sendi atau tidak memahami mengenai sifat berat dan
meluasnya masalah nyeri sendi.
b. Ketidakmampuan keluarga dalam memecahkan masalah karena kurangnya
pengetahuan dan sumber daya keluarga seperti : latar belakang pendidikan dan
keuangan keluarga.
c. Ketidakmampuan keluarga memilih tindakan diantara beberapa alternative perawatan
dan pengobatan terhadap nyeri sendi.
d. Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota kelurga yang sakit berhubungan
dengan tidak mengetahui keadaan nyeri sendi misal : sifat artritis, penyebab nyeri
sendi, dan tanda gejala yang menyertai nyeri sendi (Nasrul effendi, 1998).
Koping keluarga : koping keluarga dipengaruhi oleh situasi emosional keluarga,
sikap dan pandangan hidup, hubungan kerja sama antara anggota keluarga serta
adanya support system dalam keluarga (Efenndy, 1998).

b. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan dibedakan menjadi tiga diagnosis keperwatan aktual, risiko


atau risiko tinggi, dan potensial atau wellness.
1). Diagnosis aktual, menunjukan keadaan yang nyata dan sudah terjadi pada saat pengkajian
di keluarga : Hambatan mobilitas fisik berhungan dengan ketidak mampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang menderita nyeri sendi.
2). Resiko tinggi, merupakan masalah yang belum terjadi pada pengkajian. Namun dapat
menjadi masalah aktual bila tidak dilakukan pence gahan dengan cepat : Resiko injuri
berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah nyeri sendi dan
memodifikasi lingkungan.

Skala untuk menentukan prioritas Asuhan Keperawatan Keluarga (Bailon Dan


Malagya, 1979)
Friedman, 1998:64 menjelaskan perencanaan perawatan meliputi seleksi bersama yang
dirancang untuk mencapai tujuan. Faktor penetapan prioritas perasaan peka terhadap klien
dan efek terpeutik terhadap tindakan dimasa mendatang. Cara membuat skor penentuan
prioritas masalah keerawatan keluarga adalah sebagai berikut :

No Kriteria Skor Bobot


.
1. Sifat Masalah
• Aktual (tidak/kurang sehat) 3
• Ancaman ksehatan 2 1
• Keadaan sejahtera 1
2. Kemungkinan masalah dapat diubah
• Mudah 2
• Sebagian 1 2
• Tidak dapat 0
3. Potensi masalah untuk dicegah
• Tinggi 3
• Sedang 2 1
• Rendah 1
4. Menonjolnya masalah
• Masalah berat, harus segera 2
ditangani
• Ada masalah, tetapi tidak segera 1 1
ditangani
• Masalah tidak dirasakan 0

c. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keerawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan yang mencakup


tujuan umum dan tujuan khusus serta dilengkapi dengan kriteria dan standar. Kriteria dan
standar merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang diharapkan dari setiap tindakan
keperawatan berdasarkan tujuan khusus yang ditetapkan.

d. Implementasi Keperawatan
Tindakan yang dilakukan oleh perawat kepada keluarga berdasarkan perencanaan
mengenai diagnosa yang telah dibuat sebelumnya. Tindakan kepererawatan terhadap
keluarga mencakup hal-hal dibawah ini :
a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan
kesehatan dengan cara :
• Memberikan informasi
• Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan
• Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah
b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat dengan cara :
• Mengidentifikasi konsekwensi tidak melakukan tindakan
• Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga.
• Mendiskusikan tentang konsekwensi tiap tindakan.
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit dengan
cara :
• Mendemonstrasikan cara perawatan
• Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah
• Mengawasi keluarga melakukan perawatan
d. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi
sehat dengan cara :
• Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga
• Melakukan perubahan lingkungan dengan seoptimal mungkin.
e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dengan cara:
• Memperkenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga.
• Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

e. Evaluasi

Sesuai rencana tindakan yang telah diberikan dilakukan penilaian untuk menilai
keberhasilannya. Bila tidak / belum berhasil perlu disusun rencana baru yang sesuai. Semua
tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan ke keluarga
Unyuk itu dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional.
S : Hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif setelah dilakukan intervensi
keperawatan. Misal : keluarga mengatakan nyerinya berkurang.

O : Hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan intervensi
keperawatan. Misal : BB naik 1 kg dalam 1 bulan.

A : Analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu kepada tujuan terkait dengan
diagnosa keperawatan.

P : Perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga pada tahap evaluasi.
Tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan
selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan Keluarga


1. Identitas Umum
1. Nama : Tn. F
2. Umur : 87 Tahun
3. Alamat : Desa Sisobambowo
4. Pekerjaan : Tidak ada
5. Pendidikan : SD
6. Suku : Nias
7. Agama : Kristen Protestan
8. Komposisi Keluarga

No Nama Umur Sex Pendidikan Pekerjaan Keterangan


.
2. An.S 65 Tahun L D3 Pensiunan Anak
3. An.S 63 Tahun P SD - Anak
4. An.B 61 Tahun L D3 Pensiunan Anak

9. Genogram :

Tn.F X X Ny.FX X

X X X X M X X X X X

10. Ecomap
Tn.F
1. Tn.F Memiliki hubungan kuat serta adanya hubungan timbal balik dengan
keluarga besar (alm) Ny.F dan keluarga besar Tn.F sendiri
2. Tn.F memilki hubungan kuat pada kegiatan gereja/ibadah
3. Tn.F juga memiliki hubungan kuat dan adanya hubungan timbal balik pada
kader kesehatan
An.S
1. An.S Memiliki hubungan kuat serta adanya hubungan timbal balik dengan
keluarga besar
2. An.S memiliki Hubungan Kuat pada sekitar lingkungan/ Tetangga
3. An.S memiliki hubungan kuat di kegiatan gereja/ibadah
4. An.S juga memiliki hubungan kuat dan adanya hubungan timbal balik pada
kader kesehatan

11. Tipe Keluarga : “Single Parent”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu
orang tua (ayah) dengan anak (kandung). Yang disebabkan oleh kematian.
12. Status sosial ekonomi keluarga : Biaya kehidupan sehari-hari dikirim oleh anak-
anaknya secara bergantian antara 500.000-1000000/bulan.
13. Aktifitas rekreasi keluarga : Keluarga Tn. F Tidak memiliki jadwal khusus untuk
rekreasi hanya ketika anak-anaknya mempunyai waktu luang bersama maka
mereka berpergian makan diluar bersama atau tempat-tempat rekreasi lainnya.

2. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga

1. Tahapan perkembangan keluarga saat ini : Mempertahankan ikatan keluarga antar


generasi.
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi : —
3. Riwayat keluarga inti : Tn.F mengatakan bahwa ia bangga dan sangat menyangi
anak-anaknya semua.
4. Riwayat keluarga sebelumnya : baik dari pihak keluarga Tn.F maupun keluarga
alm istrinya saat ini hubungannya baik, saudara dan anak-anaknya yang tinggal
berjauhan dengan keluarga juga baik tidak ada konflik dalam berhubungan.
3. Struktur Lingkungan

1. Karakteristik rumah
Rumah yang ditempati merupakan rumah milik sendiri, 2 kamar tidur, 1 ruang
tamu,, 1 ruang dapur dan tempat makan, 1 kamar mandi. Rumah tampak bersih
dan tidak kotor. Kondisi air jernih dan tidak berbau, tidak berwarna dan tidak
berasa. Kebiasaan keluarga dalam merawat rumah setiap hari yaitu : menyapu dan
mengepel 1 kali seminggu, membersihkan bak mandi 1x seminggu yang
dilakukan oleh anak perempuannya yang belum menikah dan tinggal bersama.
Cahaya masuk kedalam rumah terdapat beberapa jendela diruang tamu dan di
masing-masing kamar. Keluarga mengenal masalah yang ditimbulkan dari
lingkungan yaitu jika lingkungannya kotor maka akan mudah terserang penyakit.
Misalnya jika bak mandi jarang dikuras maka menjadi sarang nyamuk akibatnya
dapat terserang demam berdarah, malaria atau penyaki-penyakit lainnya.

2. Keadaan di luar rumah


Rumah memiliki pekarangan yang cukup luas. Kebersihan pekarangan secara
umum baik. Keluarga memanfaatkan air sumur bor untuk sumber air bersih dan
air minum. Keluarga memiliki kamar mandi dengan saluran pembuangan
kesaluran pembuangan air di sebelah rumahnya dan dialirkan dengan pipa saluran.
Keluarga juga memiliki jamban jenis jamban duduk yang dipergunakan setiap
hari dengan septic tank di belakang rumah. Kebersihan kamar mandi dan jamban
cukup. Dalam pengelolaan sampah rumah tangga anak Tn.S memiliki tempat
sampah yang berada di belakang rumah dan dilakukan pembakaran jika
sampahnya sudah kering. Secara umum kebersihan rumah cukup.

3. Sarana komunikasi dan transportasi


Sarana komunikasi keluarga dengan menggunakan handphone dan
transportasi yang biasanya digunakan keluarga tidak ada.

4. Fasilitas hiburan ( TV, Radio, Dll )


Fasilitas yang dimiliki keluarga adalah televisi.

5. Fasilitas layanan kesehatan


Fasilitas kesehatan yang terdekat dengan rumah keluarga adalah puskesmas.

4. Struktur Keluarga

1. Pola komunikasi Keluarga


Pola komunikasi yang digunakan adalah pola komunikasi terbuka. keluarga
bebas menyampaikan keluhan ataupun anggapan, hal ini dapat terlihat dari
pembicaraan anggota keluarga saat perawat berkunjung.
2. Struktur Kekuatan Keluarga
Dalam keluarga keputusan ada ditangan Tn.S dan terkadang ditangan anak-
anaknya. Tn.F yang dibicarakan secara bersama-sama. Dalam menyelesaikan
masalah atau memutuskan sesuatu harus berdasarkan hasil keputusan bersama.
3. Stuktur Peran
Tn.F sebagai kepala keluarga dan An.S sebagai anak yang mengerjakan dan
mengatur semua pekerjaan rumah seperti: memasak, mengurus anak, menyapu,
memanajemen keuangan dan semua pekerjaan rumah.
4. Nilai dan norma budaya
Menurut Tn.F, semua anggota keluarganya berusaha menyesuaikan dengan
lingkungan sekitarnya, nilai yang ada dikeluarga merupakan gambaran nilai dari
agama yang dianut.

5. Fungsi Keluarga

1. Fungsi Afektif
Menurut Tn.Fdan An. S mereka merupakan keluarga yang mempunyai hubungan
yang baik dan saling menghargai satu dengan yang lainnya.
2. Fungsi Sosialisasi
Hubungan antar keluarga baik, antar keluarga besar mereka pun baik, dengan
orang lain juga baik, terutama tetangga-tetangga terdekat.
3. Fungsi perawatan kesehatan
Jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit dibawa ke puskemas / bidan
setempat.
4. Fungsi reproduksi
Jumlah anak dalam keluarga adalah 3 orang.
5. Fungsi ekonomi
An.S mengatakan kebutuhan sehari-hari keluarga sampai saat ini baik-baik saja
dan cukup

6. Stres dan Koping Keluarga


1. Stresor jangka panjang : —
2. Stresor jangka pendek : Menurut Tn.F permasalah yang sering muncul adalah
kesehatannya yang semakin menurun.
3. Strategi koping yang digunakan : Bila ada masalah keluarga selalu
membicarakan bersama dengan anak-anaknya.

8. Harapan keluarga

Keluarga berharap mendapatkan informasi kesehatan sehingga setiap anggota


keluarga dapat memelihara kesehatannya.

9. Pemeriksaan Fisik

No Pemeriksaan Tn.F An.S


.
1. TTV TTD : 130/80 N : 85x/m R : TTD : 100/80 N : 80x/m R :
20x/m S : 36,7’C. 20x/m S : 36,7’C.
2. Kepala Benjolan (-), Lesi (-), Rambut Benjolan (-), Lesi (-), Rambut
hitam lurus, tidak rontok, Pusing hitam ikal, sedikit rontok,
(-). Pusing (-).
3. Mata Konjutiva tidak anemis, sklera Konjutiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, Penglihatan sedikit tidak ikterik, Penglihatan sedikit
kabur. kabur.
4. Hidung dan Hidung : Polip (-), Sinusitis (-), Hidung : Polip (-), Sinusitis (-),
Mulut Penciuman baik. Mulut : Lidah Penciuman baik. Mulut : Lidah
bersih, nafas tidak berbau, Tidak bersih, nafas tidak berbau, Tidak
ada sariawan. ada sariawan.
5. Telinga Tidak ada benjolan pada telinga, Tidak ada benjolan pada telinga,
fungsi pendengaran sedikit fungsi pendengaran baik.
berkurang.
6. Leher Tidak ada pembesaran kelenjar Tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid tiroid
7. Dada Bentuk dada simetris, kadang Bentuk dada simetris, tidak ada
ada nyeri tekan, bunyi nafas nyeri tekan, bunyi nafas
veskuler. Tidak ada wheezing veskuler. Tidak ada wheezing
dan ronchi, tidak ada suara dan ronchi, tidak ada suara
jantung dan juga tidak ada suara jantung dan juga tidak ada suara
tambahan. tambahan.
8. Abdomen Bentuk abdomen simetris, tidak Bentuk abdomen simetris, tidak
ada acites, bising usus (+), BAB ada acites, bising usus (+), BAB
1x/hari. 1x/ hari.
9. Genetalia - -
10. Ekstermitas ROM klien baik/penuh, tidak ROM klien baik/penuh,
seimbang dalam berjalan seimbang dalam berjalan,
(menggunakan alat bantu kemampuan menggenggam
berjalan/tongkat), kemampuan baik, otot ekstermitas kaki
menggenggam cukup, otot terkadang ada nyeri.
ekstermitas kaki ada nyeri dan
kelihatan sedikit bengkak.
11. Kulit Inspeksi : tekstur kulit lembab, Inspeksi : tekstur kulit lembab,
peningkatan pigmen (-), peningkatan pigmen (-),
dekubitus (-), bekas luka (+), dekubitus (-), bekas luka (+),
Palpasi : turgor kulit normal. Palpasi : turgor kulit normal.

Tipologi Masalah

No Daftar Masalah Kesehatan


.
1. AKTUAL/ANCAMAN :
Kurangnya pengetahuan keluarga dalam memperhatikan masalah kesehatan
2. KURANG/TIDAK SEHAT :
Kurangnya peran anak dalam menjaga kesehatan orang tua
3. DEFISIT :
-

Masalah Yang Muncul

No KRITERIA PENGKAJIAN
.
1. Mengenal masalah Tn.F mengatakan terkadang kepalanya pusing dan saat
berjalan keluar rumah kedua kakinya terasa sakit dan
sulit digerakkan/ditekuk.
2. Mengambil keputusan yang Terkait masalah kesehatan Tn.F mengatakan jika itu
Tepat merupakan hal yang wajar mengingat umurnya yang
semakin tua dan ketika ia mengalami sakit, maka An.S
yang tinggal bersama dengannya menelepon saudaranya
yang lain dan salah satu cucunya yang berprofesi
sebagai dokter di puskesmas biasanya memberikan
resep obat generik yang biasa diminum untuk
mengurangi rasa sakit ya.

3. Merawat anggota keluarga yang Tn.F ketika mengeluhkan sakit dibagian kakinya ia
sakit terkadang mengkonsumsi obat yang dibeli diwarung dan
lebih sering istirahat yang cukup, tidak keluar rumah
beberapa waktu sampai kakinya merasa baikkan untuk
bisa berjalan.
4. Modifikasi lingkungan An.S mengetahui bahwa Tn.F rentang terhadap risiko
jatuh yang kemudian setiap melihat rumah berantakan
selalu membersihkan dan merapikannya untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

5. Memanfaatkan sarana kesehatan Tn.F mengatakan jarang sekali pergi ke puskesmas,


biasanya jika obat yang dikonsumsinya untuk
mengurangi rasa sakit di bagian kakinya sudah habis ia
langsung menyuruh anaknya/menelepon cucunya untuk
membelikan obat di apotik sesuai dengan resep dokter
(resep ditebus ulang).

Analisa Data

No Analisa Data Etiologi Problem


.
1. DS : Nyeri sendi Risiko Injuri
- Tn.F mengatakan lututnya terasa
nyeri dan sakit tetapi tidak terlalu
mempermasalahkannya karena
mengingat umurnya yang sudah
semakin tua.
- An.M mengatakan tidak mengetahui
penyakit kaki yang sering dialami
Tn.F salah satu penyebabnya adalah
faktor kelelahan akibat berjalan
terlalu lama diluar rumah
- Tn.F mengatakan masih kuat untuk
melakukan mobilitas fisik seperti
makan sendiri, mandi sendiri, pakai
baju sendiri tanpa dibantu oleh
anaknya, pergi kegereja sendiri
dengan berjalan kaki menggunakan
tongkat dan melakukan aktifitas
ringan lainnya seperti membersikan
tempat tidurnya sehabis bangun.
DO :
- Tn.F pada saat dilakukan pengkajian
tampak biasa-biasa saja kecuali pada
saat berjalan menggunakan alat
bantu jalan (tongkat) dan sesekali
mengusap bagian kakinya.
- Tn.F tampak menghabiskan waktu
sehari-hari dengan tidur yang lama
dan menonton TV.
- KU : Compos Mentis sedang (TD :
130/80 mmHg, Nadi : 85x/menit, S
: 36,7’C)
P:-
Q : Pegal-pegal, nyeri dan kadang terasa
kaku
R : Kedua Lutut
S:6
T : Ketika berjalan jauh terasa sakit

2. DS : Kelemahan Otot Hambatan Mobilitas


- Tn.F mengatakan kedua lututnya jika Fisik
ditekuk terasa sakit
- Tn.F mengatakan jarang
memeriksakan kesehatannya baik ke
rumah sakit maupun puskesmas
terdekat.
- An.S mengatakan bahwa tekanan
darah TN.F selalu dalam batas
normal.
- An.S mengatakan untuk pantangan
makan sebenarnya ada tetapi tidak
begitu memperhatikannya

DO :
- Tn.F tampak melakukan aktifitasnya
sendiri tanpa dibantu oleh anaknya.
- Tn.F tampak untuk berpindah tempat
menggukan alat bantu berjalan yaitu
tongkat

B. Diagnosa Keperawatan Keluarga dan Skoring

1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot dan ketidakmampuan


keluarga merawat anggota keluarga yang menderita nyeri sendi

No Kriteria Nilai Skor Pembenaran


.
1. Sifat masalah 3/3x1 1 Memerlukan
(Aktual) penanganan untuk
mencegah terjadinya
komplikasi sumber
dan tindakan.
2. Kemungkinan masalah 1/2x2 1 Terjadinya penyakit
dapat diubah
(Sebagian)
3. Potensi masalah untuk 3/3x1 1 Komplikasi dapat di
dicegah cegah bila segera
(Tinggi) ditangani
4. Menonjolnya masalah 1/2x1 1 Bila tidak segera
(Ada masalah tetapi tidak ditangani maka bisa
segera ditangani) mengakibatkan Tn.F
susah untuk berjalan
Total Skor 1+1+1+1 = 4

2. Risiko Injuri berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah nyeri


sendi ditandai dengan lutut terasa kaku dan jika ditekut terasa sakit

No Kriteria Nilai Skor Pembenaran


.
1. Sifat masalah 3/3x1 1 Ketidakmampuan
(Aktual) keluarga mengenal
masalah yang
merupakan ancaman
terjadinya penyakit
2. Kemungkinan masalah 1/2x2 1 Keluarga
dapat diubah mengatakan
(Sebagian) mengetahui bahwa
Tn.F sering
mengalami nyeri
sendi tetapi tidak
begitu
memperhatikannya
karena menurut An.S
itu merupakan hal
yang wajar
mengingat umur
Tn.F yang sudah
semakin tua.
3. Potensi masalah untuk 2/3x1 2/3 Nyeri sendi terjadi
dicegah apabila Tn.F berjalan
(Sedang) jauh/lama dan
melakukan sedikit
aktifitas.
4. Menonjolnya masalah 2/2x1 1 Bila tidak segera
(Ada masalah tetapi tidak ditangani maka bisa
segera ditangani) terjadi nyeri sendi
yang berlanjut
Total Skor 1+1+2/3+1 = 3 2/3

C. Intervensi Keperawatan Keluarga

No Tujuan Intervensi Rasional


.
1. Setelah dilakukan asuhan Tindakan Keperawatan: 1. Mengetahui keadaan
keperawatan nyeri pasien  Observasi TTV dan umum pasien dan
berkurang dengan kriteria tingkat nyeri pasien tindakan selanjutnya
hasil TTV dalam batas  Lakukan ROM 2. ROM dapat
normal, Nyeri berkurang  Ajarkan pasien mengurangi
dari skala dan wajah melakukan teknik kekakuan otot
rileks genggam jari dan teknik 3. Terapi Nafas dalam
relaksasi nafas dalam dapat merilekskan

 Ajarkan pasien pasien dan

melakukan teknik mengalihkan nyeri

kompres bawang merah 4. Terapi kompres

 Edukasi pasien dan bawang merah dapat

keluarga untuk meringankan nyeri

membatasi kegiatan sendi


pasien 5. Mengoptimalkan
pasien untuk
istirahat
2. Setelah dilakukan asuhan Tindakan Keperawatan: 1) Mengetahui keadaan
keperawatan keluarga  Observasi kemampuan umum
diharapkan tidak terjadi pasien dalam beraktifitas 2) Mengkaji
hambatan mobilitas fisik  Edukasi keluarga untuk pengetahuan
mendampingi aktifitas keluarga tentang
pasien risiko injuri
 Mengakaji pengetahuan 3) Mengurangi faktor
pasien dan keluarga risiko
tentang risiko injuri
 Kolaborasi dengan
keluarga

d. Implementasi dan Evaluasi

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi


Kamis / 2 Dx 1 : S:
September 2021 1. Mengukur TTV dan - Tn.F mengatakan nyeri pada
observasi tingkat nyeri lutut terasa pegal-pegal, bisa
2. Mengkaji ROM beraktifitas (jalan) tetapi
3. Mengajarkan pasien terasa sakit dan terkadang
melakukan teknik genggam dibantu oleh keluarga
jari dan nafas dalam O:
4. Mengajarkan pasien - KU : CM, TTV (TD :
melakukan terapi 130/80mmHg, Nadi :
komplementer 88x/menit, RR : 22x/menit,
S : 36,5’C)
- Tn.F sesekali tampak
mengelus kedua lututnya
- Tn.F dan keluarga tampak
kooperatif saat dilakukan
tindakan
- Wajah Tn.F terkadang
tampak menahan nyeri,
dapat menunjukkan lokasi
nyeri dan mengikuti
perintah dengan baik
A : Nyeri Akut Belum Teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

Dx 2 : S:
1. Mengobservasi kemampuan - Keluarga mengatakan
pasien dalam beraktifitas mengetahui tentang nyeri
2. Mengedukasi keluarga sendi yang dialami TN.F
untuk mendampingi tetapi mereka menganggap
aktifitas pasien hal itu wajar karena
3. Mengakaji pengetahuan mengingat umur Tn.F yang
pasien dan keluarga tentang semakin tua
risiko injuri - Keluarga mengatakan jika
melihat rumah berantakan
dengan barang-barang maka
mereka akan merapikannya
O:
- Tn.F dalam berjalan
menggunakan alat bantu
jalan yaitu tongkat
- Lingkungan sekitar rumah
tampak masih berantakan
- Dalam melakukan
aktitasnya Tn.F dibantu oleh
keluarga
- Penerangan dalam rumah
kurang
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Jumat / 3 Dx 1 : S:
September 2021 1. Mengukur TTV dan - Tn.F mengatakan nyeri pada
observasi tingkat nyeri lutut sedikit berkurang jika
2. Mengkaji ROM pasien melakukan teknik terapinya
3. Melakukan kembali teknik - Keluarga mengatakan akan
genggam jari dan tarik nafas mengingatkan Tn.F untuk
dalam melakukan teknik yang
4. Melakukan terapi telah d ajari saat Tn.F
komplementer mengalaminya kembali
O:
- TTV (TD : 120/80mmHg,
Nadi : 80x/menit, RR :
24x/menit, S : 36,0’C)
- Pasien dalam berjalan
menggunakan tongkat
- Wajah pasien tampak
sedikit tersenyum dan dapat
menunjukkan lokasi nyeri
yang dirasakan (tampak
tidak tegang)
- Pasien dalam melakukan
aktifitasnya tampak sesekali
dibantu oleh keluarga
- Tn.F dan keluarga tampak
kooperatif saat dilakukan
tindakan
A : Nyeri berkurang
P : Intervensi dilanjutkan
Dx 2 :
1. Mengobservasi kemampuan S :
pasien dalam beraktifitas
- Keluarga mengatakan
2. Mengakaji pengetahuan
mengerti dengan masalah
pasien dan keluarga tentang
risiko injuri yang akan timbul jika nyeri
sendi yang di alami Tn.F
tidak diperhatikan
- Keluarga mengatakan akan
memelihara kebersihan dan
kerapihan rumah dan
sekitarnya
O:
- Pasien tampak
menggunakan tongkat
berjalan
- Keuarga dapat menyebutkan
hal-hal yang dapat
menyebabkan terjadinya
injuri
- Barang-barang
dilingkungan sekitar tampak
tertata dengan baik
- Penerangan didalam rumah
baik
- ADL sebagian dibantu
A : Masalah sebagian teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

Sabtu / 4 Dx 1 : S:
September 2021 1. Mengukur TTV dan Tn.F mengatakan nyeri pada
observasi tingkat nyeri lutut berkurang
2. Mengkaji ROM pasien O:
3. Melakukan kembali teknik - TTV (TD: 120/90 mmHg,
genggam jari dan tarik nafas Nadi : 90x/menit, RR :
dalam 22x/menit S: 36’C)
4. Melakukan terapi - Pasien dalam berjalan
komplementer kadang tidak memakai
tongkat dan juga tidak
dibantu oleh keluarga
- Pasien tampak melakukan
terapi tanpa dibantu
perawat/keluarga
- Tn.F sesekali tampak
senyum ke arah perawat
A : Nyeri berkurang
P : Intervensi dilanjutkan
Dx 2
1. Mengobservasi kemampuan S :
pasien dalam beraktifitas Pasien dan keluarga
2. Mengakaji pengetahuan mengatakan mengerti akan
pasien dan keluarga tentang pentingnya merapikan
risiko injuri rumah dan memodifikasi
dllingkungan dengan baik
O:
- Tn.F dalam berjalan tidak
menggunakan alat bantu
- Rumah tampak rapi
- ADL sebagian dibantu
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Lansia adalah seseorang yang karena usianya menga la mi perubahan biologis, fisik,

kejiwaan dan sosial, perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek

kehidupan, termasuk kesehatanya, oleh karena itu kesehatan lansia perlu mendapat perhatian

khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara

produktif sesuai dengan kemampuanya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam

pembangunan (Mubarak, 2006).

Setelah melaksanakan Asuhan Keperawatan Keluarga Lansia pada Keluarga Tn.F

dengan masalah Nyeri Sendi di desa Sisobambowo Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias

Barat selama 3 hari dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari :

Pengkajian, diagnosa, perencanaan keperawatan, catatan perkembangan (pelaksanaan dan

evaluasi) dan dokumentasi, maka mahasiswa menarik kesimpulan bahwa kasus nyeri sendi
dalam memberikan asuhan keperawatan perlu adanya intervensi. Adapun diagnosa yang

muncul pada teori adalah hambatan mobilitas fisik dan risiko injuri.

4.2 Saran

1. Perawat

Dalam memberikan asuhan keperawatan, hal pertama yang harus dilakukan adalah

membangun hubungan saling percaya dengan didasarkan sifat empati bukan simpati,

dan mengetahui tugas perkembangan keluarga khususnya keluarga dengan tahap

lansia..

2. Keluarga

Dapat memahami tugas perkembangan khususnya pada keluarga dengan tahap lansia

dan mampu mengaplikasikannya terhadap keluarganya.


DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elizabeth B, 2015. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga

Qodariah, Lilis, 2018. Falkutas Ilmu Kesehatan UMP : Nyeri Sendi Pada Lansia
http://repository.ump.ac.id/8217/3/Lilis%20Qodariah%20BAB%20II.pdf di Akses Pada 30
Agustus 2021
Widayati, Siti Fadlilah, 2018. Efektifitas kompres bawang merah Terhadap Nyeri Sendi
https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK/article/download/867/739 di Akses Pada 1
September 2021

Astarani, Desi Natalia Trijayanti Idris, 2017. Terapi Relaksasi Genggam Jari Terhadap
Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia
https://jurnal.stikesbaptis.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/167/143 diakses pada
Rabu 1 September 2021

Ramadani Indri, Dhara Tri Fadhilla, 2021. Systematic Review : Pengaruh Terapi Relaksasi
Genggam Jari dan Tarik Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia
https://ojs.stikesamanahpadang.ac.id/index.php/JAK/article/view/86 di Akses Pada 1
September 2021

Anda mungkin juga menyukai