DISUSUN
OLEH :
SHIENTHIA RISKA ANANDA
NPM : 200202100
PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami
proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa hidup manusia yang
terakhir, dimana pada masa ini sescorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial
sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi (Kholifah,
2016).
Salah satu hasil pembangunan kesehatan di indonesia adalah meningkatnya usia harapan
hidup. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyehabkan
jumlah penduduk lansia terus meningkat dari tahun,ke tahun. Menurut UU No. 13 Tahun
1998 lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas (Departemen
Kesehatan RI, 2012).
Berdasarkan data dari WHO pada tahun 2015, populasi lansia di dunia antara tahun
2015-2050 diperkirakan meningkat dua kali lipat dari 12% menjadi 22% atau sekitar 900
juta menjadi 2 milyar pada usia diatas tahun. Proporsi lansia didunia diperkirakan
mencapai 22% dari penduduk dunia atau mencapai 2 milyar pada tahun 2020, sekitar 80%
lansia hidup dinegara berkembang. Di Indonesia diperkirakan pada tahun 2020 jumlah
penduduk lansia sekitar 12% dan tahun 2050 sekitar 28% (Kemenkes, 2014). Populasi
lansia di Jawa Timur tahun 2013 mencapai 16,90%, pada tahun 2015 lansia mencapai
17,68% sedangkan pada tahun 2018 jumlah lansia mencapai 19,17% dan pada 2020
diperkirakan mencapai 13,48%. Prevalensi lansia di Kabupaten Magetan tahun 2018
mencapai 19,17% akan bertambah menjadi 20,13% ditahun 2020 (Badan Pusat Statistik,
2016).
Lansia menderita sedikitnya satu penyakit akut/kronis, namun banyak di antaranya yang
menderita lebih dari satu diantaranya adalah memiliki ketidakmampuan fisik, seperti
depresi, ansietas, alkoholisme, dan bunuh diri yang terjadi bersamaan, namun belum di
dokumentasikan secara pasti. Berduka, nyeri, dan kontrol kehilangan kendali
mempengaruhi integritas pribadi lansia (Stanley & Beare, 2012).
Sebagai seorang perawat bertugas memberikan edukasi kepada lansia dan melibatkan
peran keluarga sebagai orang terdekat, diharapkan keluarga mampu untuk mencurahkan
segala perhatiannya bagi kesejahteraan lansia.
1.4 Manfaat
Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan pada perkembangan
keluarga dengan tahap lansia
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP LANSIA
1.1 Pengertian Lansia
Lansia adalah seseorang yang karena usianya menga la mi perubahan biologis, fisik,
kejiwaan dan sosial, perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek
kehidupan, termasuk kesehatanya, oleh karena itu kesehatan lansia perlu mendapat perhatian
khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara
produktif sesuai dengan kemampuanya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam
pembangunan (Mubarak, 2006).
Aging process atau proses menua merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan (graduil) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap injuri termasuk
adanya infeksi (Paris Contantinides, 1994).
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya
dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan jaringan lain sehingga
tubuh “mati” sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa
penampilan seorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat
berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun aat menurunya. Namun umumnya fungsi
fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun. Setelah mencapai puncak,
fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun
sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur.
Menurut Wahyudi (2008), Teori proses menua dibagi menjadi dua, yaitu teori biologis
dan teori sosiologis. Adapun teori biologis diantaranya sebagai berikut :
Teori biologis
1) Teori biologis
Teori geneti c cl ock mer upaka n teo r i int r ins ik ya ng menjelaskan bahwa
didalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses
penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik
untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya memiliki suatu jam genetik
atau jam biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda
yang telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenius ini berhenti
berputar, maka ia akan mati.
Teori mutasi somatik. Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi
somatic akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses
transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein atau enzim.
Kesalahan ini terjadi terus-menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi
organ atau perubahan sel menjadi kanker atau penyakit. Setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin sehingga
terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.
2) Teori nongenetik
Teori penurunan sistem imun tubuh merupakan mutasi yang berulang dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri
(self recognition). Jika mutasi yang merusak membrane sel, akan menyebabkan sistem
imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Dalam proses metabolisme tubuh,
diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh, tambahan
kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan
autoimun.
Teori kerusakan akibat radikal bebas, teori radikal bebas dapat terbentuk di alam
bebas dan didalam tubuh karena adanya proses metabolisme atau proses pernapasan
didalam mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak
stabil karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif
mengikat atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau
perubahan dalam tubuh.
Radikal bebas yang terdapat dilingkungan seperti :
a) Asap kendaraan bermotor
b) Asap rokok
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi
e) Sinar ultra violet yang mengakibatka n terjadinya perubahan pigmen dan
kolagen pada proses menua.
Teori sosiologis
2) Sistem muskoloskeletal
Sistem muskuloskeletal bekerja membuat gerakan dan tindakan yang harmoni
sehingga manusia menjadi seorang yang bebas dan mandiri. Sistem muskuloskeletal
terdiri dari kerangka, se nd i, o tot, liga me nt um da n b ursa. K era ngk a membentuk
dan menopang tubuh, melindungi organ penting dan berperan sebagai penyimpanan
mineral tertentu seperti kalsium, magnesium, dan fosfat. Rongga medula tulang
adalah tempat utama yang memproduksi sel darah. Otot memberikan kekuatan untuk
menggerakkan tubuh, menutup lobang luar dari sistem gastrointestinal dan saluran
kencing serta meningkatkan produksi panas untuk menjaga kontrol temperatur.
Perubahan pada sistem muskuloskeletal (Surini, 2003).
a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang,
artilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan cross
linking yang tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur dan penurunan
hubungan tarikan linier pada jaringan kolagen merupakan salah satu alasan
penurunan mobilitas pada jaringan kolagen merupakan salah satu alasan
penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Setelah kolagen mencapai puncak
fungsi atau daya mekaniknya karena penuaan, tensile strength dan kekakuan
dari kolagen mulai menurun. Kolasen dan elastin yang merupakan jaringan
ikat pada jaringan penghubung mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif
sesuai penuaan. Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunya
fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri,
penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekakuan otot, kesulitan bergerak
dari duduk keberdiri, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari- hari.
b) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata. Selanjutnya,
kemampuan kartilago untuk generasi berkurang dan degenerasi yang terjadi
cenderung ke arah progresif. Proteoglikan yang merupakan komponen dasar
matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap. Setelah matriks
mengalami deteriorasi, jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatanya,
dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami
klasifikasi di beberapa tempat, seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi
kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi juga
sebagai permukaan sendi berpelumas. Konsekuensinya, kartilago pada
persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi
pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mud a h
me nga la mi peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan
terganggunya aktivitas sehari- hari.
c) Tulang
Berkurangnya kepadatan tulang, setelah diobservasi adalah bagian dari
penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula
transversal terabsorbsi kembali. Sebagai akibat dari perubahan itu, jumlah
tulang spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjadi tipis. Perubahan lain
yang terjadi adalah penurunan estrogen sehingga produksi osteoklas tidak
terkendali, penurunan penyerapan kalsium di usus, peningkatan kanal Haversi
sehingga tulang keropos. Berkurangnya jaringan dan ukuran tulang secara
keseluruhan menyebabkan kekuatan dan kekakuan tulang menurun. Dapak
kekurangan kepadatan akan mengakibatkan osteoporosis. Osteoporosis lanjut
akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
d) Otot
Perubahan otot pada penuaan sangat bervariasi. Penurunan jumlah dan
ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung, dan jaringan lemak
pada otot mengakibatkan efek negatif.
e) Sendi
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen dan fasia
mengalami penurunan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi, dan klasifikasi
pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehingan fleksibilitasnya sehingga
terjadi penurunan luas gerak sendi. Beberapa kelainan akibat perubahan pada
lansia antara lain osteoartritis, artritis reumatoid, gout, dan pseudogout.
Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri,
kekakuan sendi, keterbatasan luas gerak sendi, gangguan jalan dan aktivitas
keseharian lainnya.
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah,
limfe, atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa
oleh cairan sendi yang membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan
kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau ketika
usia bertambah. Beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk
kolagen tipe satu yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian
kemampuan hidrofiliknya. Perubahan-perubahan ini berati tulang rawan akan
kehilangan kemampuanya untuk menahan kerusakan bila diberibebanberat.
Sendi dilumasi oleh cairan sinovial dan oleh perubahan- perubahan
hidrostatik yang terjadi pada cairan interstisial tulang rawan. Tekanan yang
terjadi pada tulang rawan akan mengakibatkan pergeseran cairan kebagian
yang kurang mendapat tekanan. Sejalan dengan pergeseran sendi kedepan,
cairan yang bergerak ini juga bergeser kedepan mendahului beban. Cairan
kemudian akan bergerak ke belakang kembali kebagian tulang rawan ketika
tekanan berkurang.
Tulang rawan sendi dan tulang-tulang yang membentuk sendi biasanya
terpisah selama gerakan selaput cairan ini. Selama terdapat cukup selaput atau
cairan, tulang rawan tidak dapat aus meskipun dipakai terlalu banyak. Kapsul
sendi terdiri atas suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang
terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium.
Sinovium membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi dan
membungkus tendon-tendon ya ng me lint as i se nd i. S ino vium t idak me
luar me la lui permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga memungkinkan
gerakan sendi secara penuh.
Lapisan-lapisan bursa diseluruh persendian membentuk sinovium.
Periosteum tidak melewati kapsul sendi. Cairan sinovial normalnya bening,
tidak membeku, dan tidak berwarna. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap
sendi relative kecil (1-3 ml). hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya
kurang dari 200 sel/ml dan sebagian besar merupakan sel mononuclear. Asam
hialuronidase adalah senya wa ya ng bert a nggung jawab a tas visko s itas ca
ir a n sinovial dan disintesis oleh sel-sel pembungkus sinovial.
Penurunan progresif pada massa tulang total terjadi sesuai proses
penuaan. Beberapa kemungkinan penyebab dari penurunan ini meliputi
ketidak aktifan fisik, perubahan hormonal dan reasorbsi tulang aktual. Efek
penurunan tulang adalah makin lemahnya tulang vertebra lebih lunak dan
dapat tertekan, dan tulang berbatang panjang kurang tahanan terhadap
penekukan dan menjadi lebih cenderung fraktur. Menyertai penurunan tulang
ini dari permukaan dalam endosteum adalah penambahan tulang aktual pada
permukaan luar periosteum.
Akibatnya, bentuk taji dan tepi, membuat beberapa tonjolan tulang lebih
menonjol. Klasifikasi kartilago artikular, disertai dengan penyimpangan
noninflamasi dari sendi penyokong berat badan, dapat terjadi. Cairan sinovial
mengental dan kartilago hialin berdegenerasi. Perubahan- perubahan ini dapat
mempengaruhi rentang gerak, gerakan mudah keseluruhan, dan cara berjalan.
Ankilosis dari ligamen dan sendi menambah gambaran feksi umum.
Rasa nyeri pada sendi atau arthralgia, diketahui dapat menyerang satu atau beberapa
sendi sekaligus. Nyeri sendi adalah keluhan yang sangat umum, namun sebenarnya dapat
merupakan gejala dari sebuah kondisi tertentu, dan sangat mengganggu karena mengekang
gerak kita.
2. Etiologi
Penyebab utama penyakit nyeri sendi masih belum diketahui secara pasti. Biasanya
merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem
reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikroplasma dan virus. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab nyeri sendi,
yaitu :
a. Mekanisme imunitas
Penderita nyeri sendi mempunyai auto anti body di dalam serumnya yang di kenal
sebagai faktor rhematoid antibody nya adalah suatu faktor antigama globulin(IgM)
yang bereaksi terhadap perubahan IgG titer yang lebih besar 1:100, Biasanaya di
kaitkan dengan Vaskulitis dan prognosis yang buruk.
b. Faktor metabolik
Faktor metabolik dalam tubuh erat hubungannya dengan proses auto imun.
c. Faktor genetik serta faktor pemicu lingkungan
Penyakit nyeri sendi terdapat kaitannya dengan pertanda genetik. Juga dengan
masalah lingkungan, Persoalan perumahan dan penataan yang buruk dan lembab juga
memicu pennyebab nyeri sendi.
d. Faktor usia
Degenerasi dari organ tubuh menyebabkan usia lanjut rentan terhadap penyakit baik
yang bersifat akut maupun kronik.
3. Patofisiologi
Pemahaman mengenai anatomi normal dan fisiologis persendian diartrodial atau
sinovial merupakan kunci untuk memahami patofisiologi penyakit nyeri sendi. Fungsi
persendian sinovial adalah gerakan. Setiap sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu
kendati masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi
yang dapat digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal. Kartilago artikuler membungkus ujung tulang pada
sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan. Membran sinovial
melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan kedalam ruang antara-
tulang. Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber) dan pelumas
yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat. Sendi
merupakan bagian tubuh yang sering terkena inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada
penyakit nyeri sendi.
Meskipun memiliki keanekaragaman mulai dari kelainan yang terbatas pada satu sendi
hingga kelainan multi sistem yang sistemik, semua penyakit rhematoid meliputi inflamasi dan
degenerasi dalam derajat tertentu yang biasa terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada
persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit rhematoid inflamatori, inflamasi merupakan
proses primer dan degenerasi yang merupakan proses sekunder yang timbul akibat
pembentukan panus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon
imun (Smeltzer, 2002).
4. Penatalaksanaan
a. Jenis kelamin
Nyeri sendi adalah peradangan yang sistematis, progresif dan lebih banyak terjadi
pada wanita dengan perbandingan 3:1 dengan kasus pada pria.
b. Pekerjaan
Pekerjaan yang berat/ kerja yang yang produktif bertahun-tahun pada seorang
setengah baya (kuli panggul,tukang becak,dll) juga mendukung terjadinya penyakit
nyeri sendi.
c. Status sosial ekonomi keluarga
Penghasilan yang rendah dan sulit memungkinkan adannya konflik dalam keluarga
termasuk kebutuhan akan biaya perawatan dan pengobatan anggota keluarga yang
sakit nyeri sendi.
d. Aktifitas rekreasi dan waktu luang
Mengidentifikasi aktifitas-aktifitas dan waktu senggang keluarga, Penggunaan waktu
senggang yang ada menggali perasaan dari anggota keluarga tentang aktifitas rekreasi.
e. Kebiasaan aktifitas
Mengangkat benda-benda berat menimbulkan stres pada sendi, kerja tanpa waktu
istirahat yang cukup dan seimbang mempunyai efek yang signifikan pada nyeri sendi.
a. Keluhan yang biasa di rasakan oleh penderita nyeri sendi yaitu nyeri pada jari-jari
tangan, nyeri pada lutut dan nyeri pada punggung. Nyeri dirasakan jika melakukan
aktivitas dan berkurang jika klien beristirahat.
b. Keluarga ini berada pada tahap perkembangan dengan usia lanjut. Keluarga yang
rentan mengalami penyakit nyeri sendi adalah usia lanjut dimana terjadi
degenerasi dari organ tubuh khususnya pada sistem muskuluskeletal
3. Data Lingkungan
a. Kondisi Rumah
Faktor lingkungan rumah yang kurang aman dan membahayakan juga memperbesar
peningkatan resiko untuk jatuh pada penderita penyakit nyeri sendi, Misalnya
penggunaan keset yang licin, lantai yang licin, Pencahayaan yang kurang memadahi,
Tangga rumah yang terlalu curam, Tidak menggunakan alas kaki, Tempat tidur yang
terlalu tinggi, Tidak menggunakan alat bantu mobilitas yang tepat, Tidak ada
pengaman atau pegangan dari lokasi- lokasi yang tepat, seperti kamar mandi.
b. Fasilitas dan pelayanan kesehatan : Tingkat ekonomi yang rendah dapat
mengakibatkan sulitnya pengobatan nyeri sendi. Ketidak efektifannya dan keluarga
dalam mengunjungi pelayanan kesehatan yang ada.
c. Fasilitas transportasi : Transportasi merupakan sarana yang penting dan sangat
diperlukan agar penderita mendapatkan pelayanan kesehatan dengan segera.
Ketiadaan sarana transportasi menjadikan masyarakat enggan berkunjung ke
pelayanan kesehatan sehingga kondisi akan semakin memburuk.
4. Struktur Keluarga
b. Diagnosis Keperawatan
c. Perencanaan Keperawatan
d. Implementasi Keperawatan
Tindakan yang dilakukan oleh perawat kepada keluarga berdasarkan perencanaan
mengenai diagnosa yang telah dibuat sebelumnya. Tindakan kepererawatan terhadap
keluarga mencakup hal-hal dibawah ini :
a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan
kesehatan dengan cara :
• Memberikan informasi
• Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan
• Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah
b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat dengan cara :
• Mengidentifikasi konsekwensi tidak melakukan tindakan
• Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga.
• Mendiskusikan tentang konsekwensi tiap tindakan.
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit dengan
cara :
• Mendemonstrasikan cara perawatan
• Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah
• Mengawasi keluarga melakukan perawatan
d. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi
sehat dengan cara :
• Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga
• Melakukan perubahan lingkungan dengan seoptimal mungkin.
e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dengan cara:
• Memperkenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga.
• Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
e. Evaluasi
Sesuai rencana tindakan yang telah diberikan dilakukan penilaian untuk menilai
keberhasilannya. Bila tidak / belum berhasil perlu disusun rencana baru yang sesuai. Semua
tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan ke keluarga
Unyuk itu dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional.
S : Hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif setelah dilakukan intervensi
keperawatan. Misal : keluarga mengatakan nyerinya berkurang.
O : Hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan intervensi
keperawatan. Misal : BB naik 1 kg dalam 1 bulan.
A : Analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu kepada tujuan terkait dengan
diagnosa keperawatan.
P : Perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga pada tahap evaluasi.
Tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilakukan
selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.
BAB III
TINJAUAN KASUS
9. Genogram :
Tn.F X X Ny.FX X
X X X X M X X X X X
10. Ecomap
Tn.F
1. Tn.F Memiliki hubungan kuat serta adanya hubungan timbal balik dengan
keluarga besar (alm) Ny.F dan keluarga besar Tn.F sendiri
2. Tn.F memilki hubungan kuat pada kegiatan gereja/ibadah
3. Tn.F juga memiliki hubungan kuat dan adanya hubungan timbal balik pada
kader kesehatan
An.S
1. An.S Memiliki hubungan kuat serta adanya hubungan timbal balik dengan
keluarga besar
2. An.S memiliki Hubungan Kuat pada sekitar lingkungan/ Tetangga
3. An.S memiliki hubungan kuat di kegiatan gereja/ibadah
4. An.S juga memiliki hubungan kuat dan adanya hubungan timbal balik pada
kader kesehatan
11. Tipe Keluarga : “Single Parent”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu
orang tua (ayah) dengan anak (kandung). Yang disebabkan oleh kematian.
12. Status sosial ekonomi keluarga : Biaya kehidupan sehari-hari dikirim oleh anak-
anaknya secara bergantian antara 500.000-1000000/bulan.
13. Aktifitas rekreasi keluarga : Keluarga Tn. F Tidak memiliki jadwal khusus untuk
rekreasi hanya ketika anak-anaknya mempunyai waktu luang bersama maka
mereka berpergian makan diluar bersama atau tempat-tempat rekreasi lainnya.
1. Karakteristik rumah
Rumah yang ditempati merupakan rumah milik sendiri, 2 kamar tidur, 1 ruang
tamu,, 1 ruang dapur dan tempat makan, 1 kamar mandi. Rumah tampak bersih
dan tidak kotor. Kondisi air jernih dan tidak berbau, tidak berwarna dan tidak
berasa. Kebiasaan keluarga dalam merawat rumah setiap hari yaitu : menyapu dan
mengepel 1 kali seminggu, membersihkan bak mandi 1x seminggu yang
dilakukan oleh anak perempuannya yang belum menikah dan tinggal bersama.
Cahaya masuk kedalam rumah terdapat beberapa jendela diruang tamu dan di
masing-masing kamar. Keluarga mengenal masalah yang ditimbulkan dari
lingkungan yaitu jika lingkungannya kotor maka akan mudah terserang penyakit.
Misalnya jika bak mandi jarang dikuras maka menjadi sarang nyamuk akibatnya
dapat terserang demam berdarah, malaria atau penyaki-penyakit lainnya.
4. Struktur Keluarga
5. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif
Menurut Tn.Fdan An. S mereka merupakan keluarga yang mempunyai hubungan
yang baik dan saling menghargai satu dengan yang lainnya.
2. Fungsi Sosialisasi
Hubungan antar keluarga baik, antar keluarga besar mereka pun baik, dengan
orang lain juga baik, terutama tetangga-tetangga terdekat.
3. Fungsi perawatan kesehatan
Jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit dibawa ke puskemas / bidan
setempat.
4. Fungsi reproduksi
Jumlah anak dalam keluarga adalah 3 orang.
5. Fungsi ekonomi
An.S mengatakan kebutuhan sehari-hari keluarga sampai saat ini baik-baik saja
dan cukup
8. Harapan keluarga
9. Pemeriksaan Fisik
Tipologi Masalah
No KRITERIA PENGKAJIAN
.
1. Mengenal masalah Tn.F mengatakan terkadang kepalanya pusing dan saat
berjalan keluar rumah kedua kakinya terasa sakit dan
sulit digerakkan/ditekuk.
2. Mengambil keputusan yang Terkait masalah kesehatan Tn.F mengatakan jika itu
Tepat merupakan hal yang wajar mengingat umurnya yang
semakin tua dan ketika ia mengalami sakit, maka An.S
yang tinggal bersama dengannya menelepon saudaranya
yang lain dan salah satu cucunya yang berprofesi
sebagai dokter di puskesmas biasanya memberikan
resep obat generik yang biasa diminum untuk
mengurangi rasa sakit ya.
3. Merawat anggota keluarga yang Tn.F ketika mengeluhkan sakit dibagian kakinya ia
sakit terkadang mengkonsumsi obat yang dibeli diwarung dan
lebih sering istirahat yang cukup, tidak keluar rumah
beberapa waktu sampai kakinya merasa baikkan untuk
bisa berjalan.
4. Modifikasi lingkungan An.S mengetahui bahwa Tn.F rentang terhadap risiko
jatuh yang kemudian setiap melihat rumah berantakan
selalu membersihkan dan merapikannya untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Analisa Data
DO :
- Tn.F tampak melakukan aktifitasnya
sendiri tanpa dibantu oleh anaknya.
- Tn.F tampak untuk berpindah tempat
menggukan alat bantu berjalan yaitu
tongkat
Dx 2 : S:
1. Mengobservasi kemampuan - Keluarga mengatakan
pasien dalam beraktifitas mengetahui tentang nyeri
2. Mengedukasi keluarga sendi yang dialami TN.F
untuk mendampingi tetapi mereka menganggap
aktifitas pasien hal itu wajar karena
3. Mengakaji pengetahuan mengingat umur Tn.F yang
pasien dan keluarga tentang semakin tua
risiko injuri - Keluarga mengatakan jika
melihat rumah berantakan
dengan barang-barang maka
mereka akan merapikannya
O:
- Tn.F dalam berjalan
menggunakan alat bantu
jalan yaitu tongkat
- Lingkungan sekitar rumah
tampak masih berantakan
- Dalam melakukan
aktitasnya Tn.F dibantu oleh
keluarga
- Penerangan dalam rumah
kurang
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Jumat / 3 Dx 1 : S:
September 2021 1. Mengukur TTV dan - Tn.F mengatakan nyeri pada
observasi tingkat nyeri lutut sedikit berkurang jika
2. Mengkaji ROM pasien melakukan teknik terapinya
3. Melakukan kembali teknik - Keluarga mengatakan akan
genggam jari dan tarik nafas mengingatkan Tn.F untuk
dalam melakukan teknik yang
4. Melakukan terapi telah d ajari saat Tn.F
komplementer mengalaminya kembali
O:
- TTV (TD : 120/80mmHg,
Nadi : 80x/menit, RR :
24x/menit, S : 36,0’C)
- Pasien dalam berjalan
menggunakan tongkat
- Wajah pasien tampak
sedikit tersenyum dan dapat
menunjukkan lokasi nyeri
yang dirasakan (tampak
tidak tegang)
- Pasien dalam melakukan
aktifitasnya tampak sesekali
dibantu oleh keluarga
- Tn.F dan keluarga tampak
kooperatif saat dilakukan
tindakan
A : Nyeri berkurang
P : Intervensi dilanjutkan
Dx 2 :
1. Mengobservasi kemampuan S :
pasien dalam beraktifitas
- Keluarga mengatakan
2. Mengakaji pengetahuan
mengerti dengan masalah
pasien dan keluarga tentang
risiko injuri yang akan timbul jika nyeri
sendi yang di alami Tn.F
tidak diperhatikan
- Keluarga mengatakan akan
memelihara kebersihan dan
kerapihan rumah dan
sekitarnya
O:
- Pasien tampak
menggunakan tongkat
berjalan
- Keuarga dapat menyebutkan
hal-hal yang dapat
menyebabkan terjadinya
injuri
- Barang-barang
dilingkungan sekitar tampak
tertata dengan baik
- Penerangan didalam rumah
baik
- ADL sebagian dibantu
A : Masalah sebagian teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Sabtu / 4 Dx 1 : S:
September 2021 1. Mengukur TTV dan Tn.F mengatakan nyeri pada
observasi tingkat nyeri lutut berkurang
2. Mengkaji ROM pasien O:
3. Melakukan kembali teknik - TTV (TD: 120/90 mmHg,
genggam jari dan tarik nafas Nadi : 90x/menit, RR :
dalam 22x/menit S: 36’C)
4. Melakukan terapi - Pasien dalam berjalan
komplementer kadang tidak memakai
tongkat dan juga tidak
dibantu oleh keluarga
- Pasien tampak melakukan
terapi tanpa dibantu
perawat/keluarga
- Tn.F sesekali tampak
senyum ke arah perawat
A : Nyeri berkurang
P : Intervensi dilanjutkan
Dx 2
1. Mengobservasi kemampuan S :
pasien dalam beraktifitas Pasien dan keluarga
2. Mengakaji pengetahuan mengatakan mengerti akan
pasien dan keluarga tentang pentingnya merapikan
risiko injuri rumah dan memodifikasi
dllingkungan dengan baik
O:
- Tn.F dalam berjalan tidak
menggunakan alat bantu
- Rumah tampak rapi
- ADL sebagian dibantu
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Lansia adalah seseorang yang karena usianya menga la mi perubahan biologis, fisik,
kejiwaan dan sosial, perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek
kehidupan, termasuk kesehatanya, oleh karena itu kesehatan lansia perlu mendapat perhatian
khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara
produktif sesuai dengan kemampuanya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam
dengan masalah Nyeri Sendi di desa Sisobambowo Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias
Barat selama 3 hari dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari :
evaluasi) dan dokumentasi, maka mahasiswa menarik kesimpulan bahwa kasus nyeri sendi
dalam memberikan asuhan keperawatan perlu adanya intervensi. Adapun diagnosa yang
muncul pada teori adalah hambatan mobilitas fisik dan risiko injuri.
4.2 Saran
1. Perawat
Dalam memberikan asuhan keperawatan, hal pertama yang harus dilakukan adalah
membangun hubungan saling percaya dengan didasarkan sifat empati bukan simpati,
lansia..
2. Keluarga
Dapat memahami tugas perkembangan khususnya pada keluarga dengan tahap lansia
Qodariah, Lilis, 2018. Falkutas Ilmu Kesehatan UMP : Nyeri Sendi Pada Lansia
http://repository.ump.ac.id/8217/3/Lilis%20Qodariah%20BAB%20II.pdf di Akses Pada 30
Agustus 2021
Widayati, Siti Fadlilah, 2018. Efektifitas kompres bawang merah Terhadap Nyeri Sendi
https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK/article/download/867/739 di Akses Pada 1
September 2021
Astarani, Desi Natalia Trijayanti Idris, 2017. Terapi Relaksasi Genggam Jari Terhadap
Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia
https://jurnal.stikesbaptis.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/167/143 diakses pada
Rabu 1 September 2021
Ramadani Indri, Dhara Tri Fadhilla, 2021. Systematic Review : Pengaruh Terapi Relaksasi
Genggam Jari dan Tarik Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia
https://ojs.stikesamanahpadang.ac.id/index.php/JAK/article/view/86 di Akses Pada 1
September 2021