Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GERONTIK
ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA
LANSIA NY. V DI PANTI WERDHA BINA BHAKTI SERPONG
TAHUN 2019

OLEH :

EKO SANTOSO

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN

TANGERANG SELATAN

2019
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA


LANSIA NY. V DI PANTI WERDHA BINA BHAKTI SERPONG
TAHUN 2019

Laporan ini telah disetujui untuk dipertanggungjawabkan dihadapan


penguji/CI lapangan dan penguji akademik
Progam Studi Ners (Profesi) Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten

Tangerang, April 2019

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan/ CI

( ) ( )

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh setiap
orang. Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No 13 tahun 1998
adalah 60 tahun. Proses menua (aging process) merupakan suatu proses biologis
yang tidak dapat dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang. Menurut Paris
Constantinides, 1994 Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan (graduil) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan
mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap injury
(termasuk infeksi) tidak seperti pada saat kelahirannya,
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa,
misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan syaraf dan
jaraingan lain sehingga tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada
batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seseotang mulai menurun. Pada
setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal
pencapaian puncak maupun saat menurunnya. Namun umumnya fungsi fisiologis
tubuh mencapai puncaknya pada umur 20–30 tahun. Setelah mencapai puncak,
fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian
menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah
suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy,
2001). Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan yang terjadi akan
semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering dialami oleh lansia adalah
infeksi saluran kemih

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Laporan makalah ini bertujuan untuk mengetahui penatalaksanaan asuhan


keperawatan pada klien Ny. V dengan ISK yang berada di Panti Werdha Bina
Bhakti Serpong tahun 2019.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui gambaran tentang pengkajian, analisa data, masalah
keperawatan, menetapkan diagnosa keperawatan pada Ny. V dengan ISK
yang berada di Panti Werdha Bina Bhakti Serpong.
2. Mengetahui gambaran rencana tindakan keperawatan pada Ny. V dengan ISK
yang berada di Panti Werdha Bina Bhakti Serpong.
3. Mengetahui gambaran implementasi rencana tindakan keperawatan yang
nyata sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan.
4. Mengetahui gambaran hasil (evaluasi tindakan) keperawatan yang telah
dilakukan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Lanjut Usia


Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia (Maryam, 2008). Menurut UU no. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan
lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Lanjut usia
adalah tahap akhir dari siklus kehidupan yang merupakan tahap perkembangan
normal yang akan dialami oleh setiap individu yang kenyataannya tidak dapat
dihindari (Notoadmojo, 2011).

2.2 Batasaan umur lanjut usia


Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun Depkes, membagi lansia sebagai
berikut :
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 th>) sebagai senium

2.3 Teori tentang Proses menua

2.3.1. Teori Biologik

a. Teori Genetik dan Mutasi

Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh
molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi
b. Pemakaian dan Rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah

c. Autoimun

Pada proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Saat
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan mati.

d. Teori stress

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan. Regenerasi


jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
e. Teori radikal bebas

Tidak stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan bahan


organik seperti karbohidrat dan protein . radikal ini menyebabkan sel-sel tidak
dapat beregenerasi.

2.3.2. Teori Sosial

a. Teori aktifitas

Lanjut usuia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan social

b. Teori Pembebasan

Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur angsur mulai


melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi
sosial lanjut usia menurun, baik secara kwalitas maupun kwantitas. Sehingga
terjadi kehilangan ganda yakni :
1) Kehilangan peran
2) Hambatan kontrol social
3) Berkurangnya komitmen

c. Teori Kesinambungan

Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia.


Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada usatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia. Pokok-pokok dari teori
kesinambungan adalah :
1. Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam proses
penuaan, akan tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa lalu, dipilih
peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan
2. Peran lansia yang hilang tak perlu diganti
3. Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi

2.3.3. Teori Psikologi

a. Teori Kebutuhan manusia mneurut Hirarki Maslow


Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan
yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow 11111954). Kebutuhan ini
memiliki urutan prioritas yang berbeda. Ketika kebutuhan dasar manusia sidah
terpenuhi, mereka berusaha menemukannya pada tingkat selanjutnya sampai
urutan yang paling tinggi dari kebutuhan tersebut tercapai.

b. Teori individual jung

Carl Jung (1960) Menyusun sebuah terori perkembangan kepribadian dari


seluruh fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak , masa muda dan
masa dewasa muda, usia pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri
dari Ego, ketidaksadaran sesorang dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori
ini kepribadian digambarkan terhadap dunia luar atau ke arah subyektif.
Pengalaman-pengalaman dari dalam diri (introvert). Keseimbangan antara
kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu, dan merupakan hal yang paling
penting bagi kesehatan mental.

2.4 Perubahan Perubahan yang Terjadi Pada Lansia

2.4.1 Perubahan fisik

a. Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan
intra dan extra seluler

b. Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam respon


waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra sistem pendengaran,
presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya pengumpulan serum karena
meningkatnya keratin

c. Sistem penglihatan : spnkter pupil timbul sklerosis dan hlangnya respon


terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh, meningkatny
ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang.

d. Sistem Kardivaskuler. : katup jantung menebal dan menjadi kaku , kemampuan


jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun setelah berumur 20 tahun
sehingga menyebabkanmenurunnya kontraksi dan volume, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningg.

e. Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga menyebabkan


menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya sehingga kapasitas
residu meingkat, nafas berat. Kedalaman pernafasan menurun.

f. Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi buruk,


indera pengecap menurun krena adanya iritasi selaput lendir dan atropi indera
pengecap sampai 80 %, kemudian hilangnya sensitifitas saraf pengecap untuk
rasa manis dan asin

g. Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi sehingga


aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR menurun sampai 50 %. Nilai
ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat. Vesika urinaria, otot-
ototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 cc sehingga
vesika urinaria sulit diturunkan pada pria lansia yang akan berakibat retensia
urine. Pembesaran prostat, 75 % doalami oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva
terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput lendir kering, elastisitas jaringan
menurun, sekresi berkurang dan menjadi alkali.

h. Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon


menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, aktifitas
tiroid menurun sehingga menurunkan basal metabolisme rate (BMR). Porduksi
sel kelamin menurun seperti : progesteron, estrogen dan testosteron.

i. Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan


lemak, kulit kepala dan rambut menuipis menjadi kelabu, sedangkan rambut
dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan rapuh.

j. Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh


menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut discusine
vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut erabit otot , sehingga
lansia menjadi lamban bergerak. otot kam dan tremor.

2.4.2 Perubahan Mental

Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan


psikomotor. Perubahan-perubahan mental ini erat sekali kaitannya dengan
perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan serta
situasi lingkungan. Intelegensi diduga secara umum makin mundur terutama faktor
penolakan abstrak mulai lupa terhadap kejadian baru, masih terekam baik kejadian
masa lalu.

Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya


perasaan tidak aman dan cemas, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit
atau takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi. Munculnya perasaan kurang
mampu untuk mandiri serta cenderung bersifat entrovert.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :

1. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa


2. Kesehatan umum
3. Tingkat pendidikan
4. Keturunan
5. Lingkungan

2.4.3 Perubahan Perubahan Psikososial


Masalah-masalah ini serta reaksi individu terhadapnya akan sangat beragam,
tergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan. Pada saat ini orang yang
telah menjalani kehidupan nya dengan bekerja mendadak diharapkan untuk
menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila ia cukup beruntung dan
bijaksana, mempersiapkan diri untuk masa pensiun dengan menciptakan bagi
dirinya sendiri berbagai bidang minat untuk memanfaatkan waktunya, masa
pensiunnya akan memberikan kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Tetapi
bagi banyak pekerja pensiun berarti terputus dari lingkungan dan teman-teman yang
akrab dan disingkirkan untuk duduk-duduk dirumah atau bermain domino di klub
pria lanjut usia.
Perubahan mendadak dalam kehidupan rutin barang tentu membuat mereka
merasa kurang melakukan kegiatan yang berguna.

a. Minat

Pada umumnya diakui bahwa minat seseorang berubah dalam kuantitas maupun
kualitas pada masa lanjut usia. Lazimnya minat dalam aktifitas fisik cendrung
menurun dengan bertambahnya usia. Kendati perubahan minat pada usia lanjut
jelas berhubungan dengan menurunnya kemampuan fisik, tidak dapat diragukan
bahwa hal hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial.

b. Isolasi dan Kesepian

Banyak faktor bergabung sehingga membuat orang lanjut usia terisolasi dari
yang lain. Secara fisik, mereka kurang mampu mengikuti aktivitas yang
melibatkan usaha. Makin menurunnya kualitas organ indera yang
mengakibatkan ketulian, penglihatan yang makin kabur, dan sebagainya.
Selanjutnya membuat orang lanjut usia merasa terputus dari hubungan dengan
orang-orang lain.

Faktor lain yang membuat isolasi makin menjadi lebih parah lagi adalah
perubahan sosial, terutama mengendornya ikatan kekeluargaan. Bila orang usia
lanjut tinggal bersama sanak saudaranya, mereka mungkin bersikap toleran
terhadapnya, tetapi jarang menghormatinya. Lebih sering terjadi orang lanjut
usia menjadi terisolasi dalam arti kata yang sebenarnya, karena ia hidup sendiri.

Dengan makin lanjutnya usia, kemampuan mengendalikan perasaan dengan akal


melemah dan orang cendrung kurang dapat mengekang dari dalam prilakunya.
Frustasi kecil yang pada tahap usia yang lebih muda tidak menimbulkan
masalah, pada tahap ini membangkitkan luapan emosi dan mereka mungkin
bereaksi dengan ledakan amarah atau sangat tersinggung terhadap peristiwa-
peristiwa yang menurut kita tampaknya sepele.

c. Peranan Iman

Menurut proses fisik dan mental pada usia lanjut memungkinkan orang yang
sudah tua tidak begitu membenci dan merasa kuatir dalam memandang akhir
kehidupan dibanding orang yang lebih muda. Namun demikian, hampir tidak
dapat disangkal lagi bahwa iman yang teguh adalah senjata yang paling ampuh
untuk melawan rasa takut terhadap kematian. Usia lanjut memang merupakan
masa dimana kesadaran religius dibangkitkan dan diperkuat. Keyakinan iman
bahwa kematian bukanlah akhir tetapi merupakan permulaan yang baru
memungkinkan individu menyongsong akhir kehidupan dengan tenang dan
tentram.
2.4.4 Perubahan Spritual.

a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan


(Maslow,1970)

b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner,1970).

c. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978),


Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir
dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai keadilan.

2.5 Asuhan keperawatan pada lansia


A. Pengkajian Pada Lansia
1. Identitas klien
2. Status kesehatan saat ini
3. Riwayat kesehatan dahulu
4. Riwayat kesehetan keluarga
5. Pengkajian per system
6. Pengkajian Psikososial
1. Psikososial: Jelaskan kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang,
sikap klien pada orang lain, harapan-harapan klien dalam melakukan
sosialisasi, kepuasan klien dalam sosialisasi, dll.
2. Identifikasi Masalah Emosional:

PERTANYAAN TAHAP 1:
1) Apakah klien mengalami sukar tidur?
2) Apakah klien sering merasa gelisah?
3) Apakah klien sering murung atau menangis sendiri?
4) Apakah klien sering was-was atau kuatir?
Lanjutkan kepertanyaan tahap 2 jika lebih dari atau sama dengan 1
jawaban “ya“
PERTANYAAN TAHAP 2
1) Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam 1 bulan?
2) Ada masalah atau banyak pikiran?
3) Ada gangguan / masalah dengan keluarga lain?
4) Menggunakan obat tidur /penenang atas anjuran dokter?
5) Cenderung mengurung diri?
Bila lebih dari satu atau sama dengan 1 jawaban “ya”: Masalah
emosional positif (+)
3. Pengkajian Spiritual

Kaji agama, kegiatan keagamaan, konsep/keyakinan klien tentang


kematian, harapan–harapan klien, dll.

7. Pengkajian Fungsional klien


a. KATZ Indek :

Termasuk / Kategori manakah klien?


1) Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi
2) Mandiri semuanya kecuali salah satu saja dari fungsi di atas
3) Mandiri kecuali mandi dan satu lagi fungsi yang lain
4) Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi yang lain
5) Mandiri kecuali mandi, berpakaian ke toilet dan satu fungsi yang
lain
6) Mandiri kecuali mandi, berpakaian ke toilet berpindah dan satu
fungsi yang lain
7) Ketergantungan untuk semua fungsi di atas.
Keterangan :
Mandiri berarti : tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan aktip dari
orang lain. Seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi
dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun ia anggap mampu.
b. Barthel Index
No KRITERIA DENGAN BANTUAN MANDIRI

1. Makan 5 10
2. Minum 5 10
3. Berpindah dari kursi roda ke tempat 5-10 15
tidur, sebaliknya
4. Personal toilet (cuci muka, menyisir 5 5
rambut, gosok gigi)
5. Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, 5 10
menyeka tubuh, menyiram)
6. Mandi 5 15
7. Jalan dipermukaan datar 0 15
8. Naik turun tangga 5 10
9. Mengenakan pakaian 5 10
10 Kontrol bowel ( BAB) 5 10
11 Kontrol bladder (BAK) 5 10
12 Olah raga/ latihan 5 10
13 Rekreasi /pemanfaatan waktu luang 5 10
Keterangan :
a. 130 : Mandiri
b. 65-125 : Ketergantungan sebagian
c. 60 : Ketergantungan total

8. Pengkajian Status Mental Gerontik


a. Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)

Instruksi :
1) Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban.
2) Catat jumlah kesalahan total berdasarkan 10 pertanyaan.
BENAR SALAH NO PERTANYAAN
01 Tanggal berapa hari ini
02 Hari apa sekarang ini
03 Apa nama tempat ini
04 Dimana alamat anda
05 Berapa umur anda
06 Kapan anda lahir? (minimal tahun lahir)
07 Siapa presiden Indonesia sekarang ?
08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?
09 Siapa nama ibu anda
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3
dari setiap angka baru, semua secara menurun
= =
Score total =
Interpretasi hasil :
a. Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh
b. Salah 4 – 5 : Kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6 – 8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 7 – 10 : Kerusakan intelektual berat

b. MMSE pengkajian kognitif


No Aspek Nilai Nilai Kriteria
Kognitif Maks Klien
1 Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar
 Tahun
 Musim
 Tanggal
 Hari
 Bulan
Orientasi 5 Dimana kita sekarang berada?
 Negara Indonesia
 Propinsi Jawa Barat
 Kota ...........
 PSTW .........
 Wisma
2 Registrasi 3 Sebutkan nama 3 objek (oleh pemeriksa) 1 detik
untuk mengatakan masing - masing obyek.
Kemudian tanyakan kepada klien ketiga obyek
tadi (untuk disebutkan)
 Obyek ..............
 Obyek ..............
 Obyek .............
3 Perhatian 5 Minta klien untuk memulai dari angka 100
dan kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali/tingkat.
kalkulasi
 93
 86
 79
 72
 65
4 Mengingat 3 Minta klien untuk megulangi ketiga obyek pada
No.2 (registrasi) tadi. Bila benar. 1 point untuk
masing-masing obyek
5 Bahasa 9 Tunjukkan pada klien auatu benda dan tanyakan
namanya pada klien
 (misal jam tangan)
 (misal pensil)
Minta klien untuk mengulangi kata berikut : “tak
ada jika, dan atau, tetapi”. Bila benar, nilai satu
point.
 Pertanyaan benar 2 buah : tak ada, tetapi

Minta klien untuk mengikuti perintah berikut


yang terdiri dari 3 langkah :
“ambil kertas di tangan anda, lipat dua dan taruh
di lantai”
 Ambil kertas di tangan anda
 Lipat dua
 Taruh di lantai
Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila
aktivitas sesuai perintah nilai point 1)
 “Tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk menulis satu
kalimat dan menyalin gambar
 Tulis satu kalimat
 Menyalin gambar
Total

Interpretasi hasil :
> 23 : Aspek kognitif dari fungsi mental baik
18-22 : Kerusakan aspek fungsi mental ringan
<17 : Terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat

9. Pengkajian keseimbangan

Pengkajian keseimbangan dinilai dari dua komponen utama dalam


bergerak, dari kedua komponen tersebut dibagi lagi dalam beberapa gerakan
yang perlu diobservasi oleh perawat. Kedua komponen tersebut adalah:
a. Perubahan posisi atau keseimbangan

Beri nilai 0 jika klien tidak menunjukan komponen dibawah ini, atau beri
nilai 1 jila klien menunjukan salah satu dari kondisi dibawah ini:

1) Bangun dari kursi (dimasukan dalam analisis)*

Tidak bangun dari duduk dengan satu kali gerakan, tetapi mendorong
tubuhnya keatas dengan tangan atau bergerak ke bagian depan kursi
terlebih dahulu ,tidak stabil pada saat pertama kali berdiri.
2) Duduk ke kursi (dimasukan ke dalam analisis)

Menjatuhkan diri ke kursi, tidak duduk di tengah kursi. Keterangan :


(*) Kursi yang keras tanpa lengan

3) Menahan dorongan pada sternum (pemeriksa mendorong sternum


perlahan-lahan sebanyak 3 kali)

Klien menggerakkan kaki, memegang objek untuk dukungan, kaki


tidak menyentuh sisi-sisinya.

4) Mata Tertutup

Lakukan pemeriksaan sama seperti di atas tapi klien disuruh menutup


mata (periksa kepercayaan pasien tentang input penglihatan untuk
keseimbangannya)

5) Perputaran leher

Menggerakkan kaki, menggenggam obyek untuk dukungan, kaki tidak


menyentuh sisi-sinya, kelelahan vertigo, pusing atau keadaan tidak
stabil.

6) Gerakan menggapai sesuatu


Tidak mampu untuk menggapai sesuatu dengan pergelangan tangan
fleksi sepenuhnya sementara berdiri pada ujung-ujung jari kaki, tidak
stabil, memgang sesuatu untuk dukungan
7) Membungkuk

Tidak mampu membungkuk untuk mengambil obyek-obyek kecil


(misal pulpen) dari lantai, memegang obyek untuk bisa berdiri lagi,
memerlukan usaha-usaha multipel untuk bangun

b. Komponen gaya berjalan atau gerakan

Beri nilai 0 jika klien menunjukkan kondisi dibawah ini, atau beri nilai 1
jika klien menunjukkan salah satu dari kondisi dibawah ini:
1) Minta klien untuk berjalan ke tempat yang ditentukan

Ragu-ragu, tersandung, memegang obyek untuk dukungan

2) Ketinggian langkah kaki (mengangkat kaki saat melangkah)

Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten (menggeser atau menyeret
kai), mengangkat kaki terlalu tinggi (> 5 cm)

3) Kontinuitas langkah kaki (lebih baik diobservasi dari samping klien)

Setelah langkah-langkah awal, langkah menjadi tidak konsisten,


memulai mengangkat satu kaki sementara kaki yang lain menyentuh
lantai

4) Kesimetrisan langkah (lebih baik diobservasi dari samping klien)

Tidak berjalan dalam garis lurus,bergelombang dari sisi ke sisi

5) Penyimpangan jalur pada saat berjalan (lebih baik diobservasi dari


belakang klien)

Tidak berjalan dalam garis lurus,bergelombang dari sisi ke sisi

6) Berbalik

Berhenti sebelum mulai berbalik, jalan sempoyongan, bergoyang,


memegang obyek untuk dukungan

Intervensi hasil :

Jumlahkan semua nilai yang diperoleh klien, dan dapat diinterpretasikan sebagai
berikut :

0-5 : Risiko jatuh rendah

6 – 10 : Risiko jatuh sedang

11- 15 : Risko jatuh tinggi

2.6 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Gerontik


1. Masalah Gangguan sistem pendengaran berhubungan dengan gangguan persepsi
sensorik pendengaran, resiko cedera, gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-
hari, gangguan komunikasi, gangguan sosialisasi

Intervensi Keperawatan:
a. Kaji penyebab adanya gangguan pendengaran
b. Bersihkan telinga yang masih baik
c. Berbicara pada telinga yang masih baik
d. Berbicara secara perlahan-lahan, jelas dan tidak terlalu panjang
e. Berikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan
f. Beri sentuhan untuk menarik perhatian
2. Masalah gangguan sistem pengelihatan berhubungan dengan gangguan persepsi
sensorik pengelihatan, resiko cedera jatuh, gangguan mobilitas fisik, gangguan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari

Intervensi Keperawataan :
a. Kaji penyebab
b. Pastikan objek yang dilihat dalam lingkungan lapang pandang klien
c. Bersihkan mata, apabila ada kotoran gunakan kapas basah dan bersih
d. Kolaborasi penggunaan alat bantu pengelihatan
3. Masalah sistem gangguan kardiovaskuler berhubungan dengan penurunan curah
jantung, gangguan rasa nyaman nyeri, kurangnya perawatan diri, gangguan
mobilitas fisik

Intervensi Keperawatan :
a. Kaji penyebab peningkatan tekanan darah
b. Latihan fisik/olahraga
c. Lakukan pemeriksaan tekanan darah
d. Anjurkan untuk makan makanan sayuran dan buah
4. Masalah gangguan sistem perkemihan berhubungan dengan perubahan pola
eliminasi

Intervensi Keperawatan:
a. Kaji tipe inkontinensia pada klien
b. Bantu klien untuk BAK
c. Latih otot dasar panggul dan kandung kemih
d. Batasi cairan terutama mendekati waktu tidur
5. Masalah gangguan sistem muskuloskeletal berhubungan dengan gangguan
aktivitas sehari-hari, kurangnya perawatan diri, imobilisasi, resti cedera jatuh

Intervensi Keperawatan :
a. Anjurkan unuk menggunakan alat bantu
b. Lakukan latihan fisik aktif atau pasif
c. Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot
d. Ganti posisi tiap 2 jam
e. Barikan motivasi
f. Latih untuk pindah dari tempat tidur ke kursi roda

2.6 Infeksi Saluran Kemih

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada
saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998).

2.6.1 Klasifikasi
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1. Kandung kemih (sistitis)
2. uretra (uretritis)
3. prostat (prostatitis)
4. ginjal (pielonefritis)

Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:

1. ISK uncomplicated (simple)

ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik,
anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai
penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung
kemih.

2. ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit
diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam
antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila
terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut:

a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko


uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing
menetap dan prostatitis.
b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
c. Gangguan daya tahan tubuh
d. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp
yang memproduksi urease.

2.6.2 Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara
lain:
a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-
lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat
pengosongan kandung kemih yang kurang efektif
b. Mobilitas menurun
c. Nutrisi yang sering kurang baik
d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
e. Adanya hambatan pada aliran urin
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat

2.6.3 Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik
dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari
tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK,
asending dan hematogen. Secara asending yaitu:
a. Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi
dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki
sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi,
kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan
sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
b. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya
rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa
hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah
penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan
distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.

Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:

- Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan


kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.
- Mobilitas menurun
- Nutrisi yang sering kurang baik
- System imunnitas yng menurun
- Adanya hambatan pada saluran urin
- Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan
distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan
penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media
pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal
sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus
urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain:
adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan
bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses.
Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan
hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.

2.6.4 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):

- Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih


- Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
- Hematuria
- Nyeri punggung dapat terjadi
Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis)

- Demam
- Menggigil
- Nyeri panggul dan pinggang
- Nyeri ketika berkemih
- Malaise
- Pusing
- Mual dan muntah

2.6.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Urinalisis
a. Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar
(LPB) sediment air kemih.
b. Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air
kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa
kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis
b. Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin
tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai
criteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
a. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess
untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami
piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang
mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
b. Tes Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme
menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae,
herpes simplek).
c. Tes- tes tambahan: Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi,
dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi
akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau
abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi
ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.
2.6.6 Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens
antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius
dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina.

Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:

- Terapi antibiotika dosis tunggal


- Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
- Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
- Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan
infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor
kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah
penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin
atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini.
Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi
ketidaknyamanan akibat infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:

- Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan


- Interansi obat
- Efek samping obat
- Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:

1. Efek nefrotosik obat


2. Efek toksisitas obat

Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiasp saat dievalusi keefektifannya
dan hendaknya selalu menjawab pertanyaan sebagai berikut:

- Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar berguna/diperlukan?


- Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau malh
membahnayakan?
- Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan?
- Dapatkah sebagian obat dikuranngi dosisnya atau dihentikan?

2.6.7 Pengkajian
1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe dan system tubuh
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
 Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
 Adakah obstruksi pada saluran kemih?
3. Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial.
 Bagaimana dengan pemasangan kateter foley?
 Imobilisasi dalam waktu yang lama.
 Apakah terjadi inkontinensia urine?
4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
 Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi
terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
 Adakah disuria?
 Adakah urgensi?
 Adakah hesitancy?
 Adakah bau urine yang menyengat?
 Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi
urine?
 Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah
 Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih
bagian atas
 Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
5. Pengkajian psikologi pasien:
 Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang
telah dilakukan? Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap
penyakitnya.

2.6.8 Diagnosa Keperawatan Yang Timbul


1. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi
uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung
kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

2.6.9 Intervensi Keperawatan


1. Dx 1 :
Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra,
kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.

Kriteria evaluasi:

Tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul

Intervensi:

a. Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih,


masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari
hasil yang diharapkan

b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri.


Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri

c. Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan istirahat;


Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.

d. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus


Relaksasi: membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi
otot.

e. Berikan perawatan perineal


Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra

f. Jika dipaang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 nkali per hari.
Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih
dan naik ke saluran perkemihan.
g. Kolaborasi:
 Konsul dokter bila: sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga
gelap, berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sring berkemih
dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah
berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit
Rasional: Temuan- temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan jaringan
lanjut dan perlu pemeriksaan luas

 Berikan analgesic sesuia kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya


Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri

h. Berikan antibiotic. Buat berbagai variasi sediaan minum, termasuk air


segar . Pemberian air sampai 2400 ml/hari
Rasional: akibta dari haluaran urin memudahkan berkemih sering dan
membentu membilas saluran berkemih

2. Dx 2:
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung
kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.

Kriteria Evaluasi:

Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi,


oliguri, disuria)

Intervensi:

a. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristi urin


Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya
komplikasi

b. Tentukan pola berkemih pasien


c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.

d. Kaji keluhan kandung kemih penuh


Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan(kandung
kemih/ginjal)
e. Observasi perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran
Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat
menjadi toksik pada susunan saraf pusat

f. Kecuali dikontraindikasikan: ubah posisi pasien setiap dua jam


Rasional: untuk mencegah statis urin

g. Kolaborasi:
 Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN,
kreatinin
Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal

 Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin:


tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk
meningkatkan aam urin.
Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan
masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran
kemih.

3. Dx 3:
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

Kriteria Evaluasi: menyatakna mengerti tentang kondisi, pemeriksaan


diagnostic, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.

Intervensi:

a. Kaji ulang prose pemyakit dan harapan yang akan datanng


Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pilihan beradasarkan informasi.

b. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah


penyebaran, jelaskna pemberian antibiotic, pemeriksaan diagnostic: tujuan,
gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan,
perawatan sesudah pemeriksaan.
Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
m,embantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
c. Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk
perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk perawatn sesudah pemeriksaan
Rasional: instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan

d. Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum


sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah berri.
Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda
penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari
buah berri membantu mempertahankan keadaan asam urin dan mencegah
pertumbuhan bakteri

e. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan


masalah tentang rencana pengobatan.
Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan
dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik

DAFTAR PUSTAKA

C. Long barbara ( 2006) Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses)


Unit IV, V, VI Alih bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran Bandung, IAPK Bandung

Capernito Lynda juall (2008), Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6 , Alih
Bahasa Yasmin Asih EGC jakarta

Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I
Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.

Donges Marilyn E (2001), Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, Alih bahasa I


Made Kariasa, EGC Jakarta

Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan


Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.

Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta:


FKUI

Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses


penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih
Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner


& Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.

Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi
Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.

Wahyudi Nugroho ( 2012), Keperawatan Gerontik Edisi 2 , EGC Jakarta

Anda mungkin juga menyukai