Anda di halaman 1dari 34

Tugas Keperawatan Gawat Darurat

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


DENGAN DIAGNOSA MEDIS TRAUMA
MUSKULOSKELETAL

Dosen Pengampu: Niken Setyaningrum S. Kep., Ns., M. kep

Disusun Oleh :

KELOMPOK I

B/KP/VI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2019
ANGGOTA KELOMPOK

NAMA NIM
Anita Yustika 04.16.4343
Afifah Izzati 04.16.4342
Ayu Larasati 04.16.4345
Lisa Oktaviani 04.15.4140
Maria Giovani Sa Longa 04.15.4141
Neti Sundari 04.15.4145
Sriwanti Fitriani S 04.15.4162

KATA PENGANTAR

2
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya, dan inayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang TRAUMA MUSKULOSKELETAL. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal
dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyempaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritikan dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca maupun penulis.

Yogyakarta, 28 April 2019

Penulis

BAB I

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami


cedera pada tulang, sendi dan otot karena salah satu sebab. Kecelakaan lalu lintas,
olahraga dan kecelakaan industri merupakan penyebab utama dari trauma
muskuloskeletal. Seorang perawat dituntut untuk mengetahui bagaimana perawatan
klien dengan trauma muskuluskoletal yang mungkin dijumpai di jalanan maupun
selama melakukan asuhan keperawatan di rumah sakit. Penanganan untuk klien
dengan trauma muskuloskeletal memerlukan peralatan serta keterampilan khusus yang
tidak semuanya dapat dilakukan oleh perawat. Trauma muskuloskeletal biasanya
menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi
atau disanggahnya. Sistem muskuloskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari
tulang, otot, kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian (Depkes,
1995:3).

Trauma yang tidak diperkirakan, atau bunuh diri maupun akibat pembunuhan
merupakan penyebab kematian yang terbanyak antara umur 1 sampai 44 tahun dan
merupakan urutan ketiga dari angka kematian di Amerika bahkan urutan nomor satu di
Asia. Menurut penelitian pada tahun 1995 diperkirakan 150.000 kematian sebagai
akibat dari trauma dengan 2,6 juta penderita harus dirawat di rumah sakit dari 37 juta
orang yang datang berobat ke Bagian Gawat Darurat akibat trauma dan didominasi
oleh kecelakaan naik sepeda motor sebagai penyebab kematian serta merupakan
urutan kedua kecelakaan nonfatal.

Faktor utama adalah kecepatan kendaraan, pengendara peminum alkohol atau


karena intoksikasi obat. Kecelakaan jatuh dari ketinggian akibat memperbaiki atap
rumah merupakan faktor utama kecelakaan nonfatal yang memerlukan perawatan di
Rumah Sakit di Amerika, tapi di Asia merupakan penyebab kematian pada trauma
karena jatuh dari pohon. Pada umur kurang dari 5 tahun yang datang ke bagian gawat
darurat akibat kecelakaan jatuh dari ketinggian; 95% tidak memerlukan perawatan di
rumah sakit, lain halnya pada anak diatas 5 tahun umumnya akibat kecelakaan
bermain, umur dewasa akibat jatuh dari pekerjaan, tapi umur tua ( di atas 65 tahun )
kecelakaan jatuh merupakan penyebab utama kematian.

4
Kecelakan nonfatal pada orang ini umumya terjadi fraktur pada sendi panggul
dan radius distal. Fraktur sendi panggul akan menurunkan kualitas hidup penderita
tersebut. Anda harus memikirkan faktor penderita seperti kelemahan otot, penglihatan
kabur ( gangguan visus ), status mental dan lingkungan seperti penerangan kurang,
lantai yang licin akan meningkatkan angka kejadian fraktur tersebut.

Perlu Anda diketahui bahwa trauma pada sistem muskuloskeletal dapat terjadi
pada tulang seperti fraktur, pada sendi sehingga menimbulkan subluksasidislokasi,
fraktur-dislokasi, fraktur intra-artikular dan instabilitas sendi, pada jaringan lunak otot,
tendo, ligamen, meniskus dan pada neuro-vaskular.

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh, kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
(Reeves, Charlene, 2001: 248).

Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang
kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum menbentuk
kepala sendi yang disebut kaput femoris (Syaifudin, 1992: 32).

Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalulintas. Kecelakaan


lalulintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan
kematian ±1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah
remaja atau dewasa muda. Adapun tanda dan gejala fraktur adalah Deformitas
( perubahan struktur atau bentuk), Bengkak atau penumpukan cairan/darah karena
kerusakan pembuluh darah,Ekimosis ( perdarahan subkutan), Spasme otot karena
kontraksi involunter disekitar fraktur, Nyeri, karena kerusakan jaringan dan perubahan
struktur yang meningkat karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian
fraktur, Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan syaraf, dimana
syaraf ini terjepit atau terputus oleh fragmen tulang, Hilangnya atau berkurangnya
fungsi normal karena ketidakstabilan tulang, nyeri atau spasme otot, Pergerakan
abnormal, Krepzitasi, yang dapat dirasakan atau didengar bila fraktur digerakan.

Dari jenis-jenis fraktur yang sering terjadi adalah fraktur femur, fraktur femur
mempunyai insiden yang cukup tinggi diantara jenis-jenis patah tulang. Umumnya
fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur femur lebih sering terjadi

5
pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan (Masjoer, A, 2000).

B. Tujuan

 Untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang trauma


musculoskeletal

 Untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang asuhan


keperawatan trauma musculoskeletal

 Sebagai bahan referensi bagi mahasiwa

BAB II

6
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot dan tendon. Secara


fisiologis, sistem muskuloskeletal memungkinkan perubahan pada pergerakan dan
posisi. Otot terbagi atas tiga bagian yaitu ; otot rangka, otot jantung dan otot polos.
(Joyce M Black, 2014). Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan ketika
seseorang mengalami cedera pada tulang, sendi dan otot karena salah satu sebab.
Kecelakaan lalu lintas, olahraga dan kecelakaan industri merupakan penyebab utama
dari trauma muskuloskeletal. Sedangkan tulang dapat diklasifikasikan berdasarkan
bentuknya, yaitu :

1. Tulang panjang

Merupakan tulang yang lebih panjang dari lebarnya dan ditemukan di


ekstermitas atas dan bawah. Seperti humerus, radius, ulna, femur, tibia,
fibula, metatarsal, metakarpal dan falangs merupakan tulang panjang.

2. Tulang pendek

Misalnya karpal dan tarsal yang tidak memiliki axis yang panjang serta
berbentuk kubus.

3. Tulang pipih

Misalnya rusuk, kranium, skapula dan beberapa bagian dari pelvis girdle
dimana tulang ini melindungi bagian tubuh yang lunak dan memberikan
permukaan yang luas untuk melekatnya otot.

4. Tulang irregular

Memiliki berbagai macam bentuk, seperti tulang belakang, osikel telinga,


tulang wajah dan pelvis. Tulang ireguler mirip dengan tulang lain dalam
struktur dan komposisi. (Joyce M Black, 2014)

7
Ada beberapa jenis dari trauma muskuloskeletal dimana tergantung letak dari trauma.
Trauma muskuloskeletal yang umum terjadi yaitu fraktur, strain, sprain, dislokasi dan
amputasi.

1. Fraktur

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut serta keadaan tulang dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap. Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu
tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak disekitarnya juga akan terganggu.
(Joyce M Black, 2014)

 Fraktur terbuka

Fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Fraktur
terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar
melalui luka pada kulit dan jaringan lunak sehingga terjadi kontaminasi
bakteri

 Fraktur tertutup

Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen
tulang. Jadi pada fraktur tertutup kulit masih utuh diatas lokasi cedera.
(Brunner, 2001)

2. Strain

Strain merupakan suatu puntiran atau tarikan, robekan otot dan tendon. Strain
adalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan, peregangan berlebihan atau stres
yang berlebihan. (Brunner, 2001)

3. Sprain

Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan mengepit
atau memutar. Fungsi ligamen adalah menjaga stabilitas namun masih
menmungkinkan mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan
stabilitasnya. Sprain merupakan peregangan atau robekan ligamen, fibrosa dari

8
jaringan ikat yang menggabungkan ujung satu tulang dengan tulang lainnya.
(Joyce M Black, 2014)

B. Etiologi

Penyebab umum dari truma muskuloskeletal adalah kecelekaan lalu lintas,


olahraga, jatuh dan kecelakaan industri.

1. Fraktur

Etiologi atau penyebab dari fraktur adalah kelebihan beban mekanis pada suatu tulang,
saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu
ditanggunya. (Joyce M Black, 2014)

 Trauma langsung

Tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan
misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang
radius dan ulna.

 Trauma tidak langsung

Trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur dimana
pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Misalnya, jatuh
bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius
distal patah.

2. Strain

Penyebab dari strain bisa dari trauma langsung maupun tidak langsung misalnya (jatuh
dan tumbukan pada badan) yang mendorong sendi keluar dari posisinya kemudian
meregang. (Joyce M Black, 2014)

3. Sprain

Penyebab sprain sama dengan strain yaitu trauma langsung dan trauma tidak langsung.
(Joyce M Black, 2014)

C. Manifestasi klinis

9
1. Fraktur

 Deformitas

Pembengkakkan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada


lokasi fraktur. Deformitas adalah perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi
memendek karena kuatnya tarikan otot-otot ekstermitas. (Joyce M Black,
2014)

 Nyeri

Nyeri biasanya terus menerus menigkat jika fraktur tidak diimobilisasi.


(Brunner, 2001)

 Pembengkakkan atau edema

Edema terjadi akibat akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta
ekstravasasi cairan serosa pada lokasi fraktur ekstravasi darah ke jaringan
sekitar.

 Hematom atau memar

Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.

 Kehilangan fungsi dan kelainan gerak. (Joyce M Black, 2014)

2. Strain

 Nyeri

 Kelemahan otot

 Pada sprain parah, otot atau tendon mengalami ruptur secara parsial atau
komplet bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan pasien akibat hilangya
fungsi otot. (Joyce M Black, 2014)

3. Sprain

 Adanya robekan pada ligament

 Nyeri

10
 Hematoma atau memar. (Joyce M Black, 2014)

D. Patofisiologi

1. Fraktur

Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur, jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya
retak saja dan bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil,
maka tulang dapat pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot yang
melekat pada ujung tulang akan terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan
menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat
menciptakan spasme yang kuat dan bahkan mampu menggeser tulang besar,
seperti femur. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada
tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hemotoma terjadi diantara
fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar
lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang hebat. Akan
terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, esudasi plasma dan
leukosit. (Joyce M Black, 2014)

2. Strain

Kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung maupun trauma tidak
langsung, cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah, kontraksi
otot yang berlebihan, otot yang belum siap terjadi pada bagian groin muscles
(otot pada kunci paha) dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa
menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak.

3. Sprain

Adanya tekanan eksternal yang berlebihan menyebabkan suatu masalah yang


disebut sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami
robek dan kemudian akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut
akan membuat pembuluh darah pecah dan akan menyebabkan hemotama serta
nyeri.

E. Pathway

11
PATHWAY TRAUMA MUSKULOSKELETAL

Sumber : nanda Nic, Noc 2016

Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis

FRAKTUR
Diskontinuitas tulang pergeseran fragmen tulang

Nyeri akut

Perubahan jaringan sekitar spesime. Otot kerusakan fragmen tulang

Perubahan fragmen tulang peningkatan Tek. kapiler tek. summsum tulang lebih tinggi

Deformitas pelepasan histamine reaksi stress kline

Ggn. Fungsi ekstremitas protein plasma hilang melepaskan katelokamin

Gangguan mobilitas
F. Edema metabolism asam lemak
fisik
G.
Penekana pem. Buluh darah bergabung dgn trombosit
Purus vena/arteri Kerusakan
intregritas
perdarahan kulit kulit penurunan perfusi jaringan emboli

kehilangan vol. cairan Menyumbat peredaran darah

H. Resiko syok Ketidak efektifan


I. hipovilemic perfusi jaringan
perifer

F. Pemeriksaan Penunjang

12
1. X-ray menentukan lokasi atau luasnya fraktur

2. Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan


jaringan lunak

3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler pada


perdarahan; penigkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan

4. Kretinin : trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk kliens ginjal

5. Profil koagulas : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi darah
atau cedera. (Amin Huda Nurarif, 2015)

G. Penatalaksanaan

1. Fraktur

a. Imobilisasi

Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan internal


mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan dan gerakan. Perkiraan
waktu untuk imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang
mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan. (Amin Huda Nurarif, 2015).

Alat imobilisasi yang sering digunakan, antara lain :

 Bidai

Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan atau


fiksasi tulang yang patah. Tujuan pemasangan bidai untuk mencegah
pergerakan tulang yang patah. Syarat pemasangan bidai dimana dapat
mempertahankan kedudukan 2 sendi tulang didekat tulang yang patah
dan pemasangan bidai tidak boleh terlalu kencang atau ketat, karena
akan merusak jaringan tubuh. (Yanti Ruly Hutabarat, 2016)

 Gips

13
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan tulang. Gips memiliki
sifat menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan
gips akan menjadi keras.

b. Reduksi

Langkah pertama pada penanganan fraktur yang bergeser adalah reduksi.


Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya
dan rotasi. Reduksi merupakan manipulasi tulang untuk mengembalikan
kelerusan, posisi dan panjang dengan mengembalikan fragmen tulang sedekat
mungkin serta tidak semua fraktur harus direduksi. (Joyce M Black, 2014).
Reduksi terbagi atas dua bagian, yaitu :

 Reduksi tertutup

Pada banyakan kasus fraktur, reduksi tertutup dilakukan dengan


mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi tertutup
harus segera dilakukan setelah cedera untuk menimilkan efek
deformitas dari cedera tersebut. (Brunner, 2001)

 Reduksi terbuka

Reduksi terbuka merupakan prosedur bedah dimana fragmen fraktur


disejajarkan. Reduksi terbuka sering kali dikombinasikan dengan
fiksasi internal untuk fraktur femur dan sendi. Alat fiksasi internal
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang. (Brunner, 2001)

c. Traksi

Traksi adalah pemberian gaya tarik terhadap bagian tubuh yang cedera,
sementara kontratraksi akan menarik ke arah yang berlawanan. Traksi dapat
digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya trasi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. (Brunner, 2001)

2. Strain

14
 Istirahan, kompres dengan air dingin dan elevasi (RICE) untuk 24-48
jam pertama

 Perbaikan bedah mungkin diperlukan jika robekan terjadi pada


hubungan tendon-tulang

 Pemasangan balut tekan

 Selama penyembuhan (4-6 minggu) gerakan dari cedera harus


diminimalkan. (Joyce M Black, 2014)

3. Sprain

 Istirahat akan mencegah cedera tambahan dan mempercepat penyembuhan

 Meniggikan bagian yang sakit akan mengontrol pembengkakkan

 Kompres air dingin, diberikan secara intermiten 20-30 menit selama 24-48
jam pertama setelah cedera. Kompres air dingin menyebabkan
vasokontriksi akan mengurangi perdarahan dan edema (Jangan berlebihan
nanti akan mengakibatkan kerusakan kulit). (Brunner, 2001)

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL DENGAN FRAKTUR

Konsep Keperawatan

A. Pengakjian

1. Anamnesa

 Keluhan nyeri

 Riwayat trauma adequate

 Adanya fungsio laesa atau fungsi jaringan terganggu

2. Pemeriksaan fisik

Insepksi

15
Edema

Hematoma

Deformitas

Palpasi

Nyeri tekan

Krepitasi

B. Diagnosa

1. Nyeri akut

Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan


aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulang.

 Penyebab

Agen pencedera fisik (mis. Amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat


berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

 Gejala dan tanda mayor

Tampak meringis

Bersikap protektif

Gelisah

Frekuensi nadi menigkat. (PPNI, 2016)

2. Gangguan mobilitas fisik

 Definisi

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara
mandiri

16
 Penyebab

Kerusakan integritas struktur tulang

Penurunan kekuatan otot

Gangguan musculoskeletal

Nyeri

 Gejala dan tanda mayor

Subjektif : Mengeluh sulit menggerakan ekstermitas

Objektif : kekakuan otot menurun dan rentang gerak

 Gejala dan tanda minor

Subjektif :

Nyeri saat bergerak

Enggan melakukan pergerakan

Merasa cemas saat bergerak

Objektif :

Sendi kaku

Gerakan tidak terkoordinasi dan gerakan terbatas. (PPNI, 2016)

3. Kerusakan integritas kulit

Definisi : Kerusakan pada epidermis atau dermis

 Batas karakteristik

 Benda asing yang menusuk permukaan kulit

 Kerusakan integritas kulit

Faktor yang berhubungan

Eksternal : faktor mekanik mis. daya gesek, tekanan dan imobilitas fisik

17
Internal : Tekanan pada tulang, gangguan turgor kulit dan fraktur terbuka. (T
Heather Herderman, 2015)

C. Intervensi

1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (mis. Amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

Tujuan : pain level, pain control and comfort level

Kriteria hasil :

 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan


tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri dan mencari bantuan)

 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen


nyeri

 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkuranG

Intervensi

Pain management

 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termaksud lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

 Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri


pasien

 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,


pencahayaan dan kebisingan

 Kurangi faktor presipitasi nyeri

18
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi dan
interpersonal)

 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

 Ajarkan tentang tehnik nonfarmakologi

 Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri

 Evaluasi ketidakefektifan kontrol nyeri

 Tingkatkan istirahat

 Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesik manajemen

 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum


pemberian obat

 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi

 Cek riwayat alergi

 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika


pemberian lebih dari satu

 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal

 Pilih rute secara IV, IM, untuk pengobatan nyeri secara teratur

 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama


kali

 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

 Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala. (Amin Huda Nurarif,


2015)

19
2. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang, penurunan
kekuatan otot, gangguan muskuloskeletal dan nyeri

Tujuan : Joint movement (active), mobility level, self care (Adls)

Kriteria hasil :

 Klien meningkatkan dalam aktivitas fisik

 Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas

 Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan


kemampuan berpindah

 Memperagakan penggunaan alat

Intervensi :

 Monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon pasie
saat latihan

 Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan


kebutuhan

 Bantu pasien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap
cedera

 Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang tehnik ambulasi

 Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

 latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan Adls secara mandiri sesuai


kemampuan

 Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
pasien

 Berikan alat bantu jika klien memerlukan

 Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika


diperlukan. (Amin Huda Nurarif, 2015)

20
3. Kerusakan integritas kulit b.d tekanan pada tulang, gangguan turgor kulit dan
fraktur terbuka

Tujuan : Tissue integrity (skin and mucous), membranes and hemodyalis akses

Kriteria hasil :

 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,


temperatur, hidrasi dan pigmentasi) tidak ada luka atau lesi pada kulit dan
perfusi jaringan baik

 Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah


terjadinya cedera berulang

 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan


perawatan alami

Intervensi :

Pressure management

 Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

 Hindari kerutan pada tempat tidur

 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

 Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali

 Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

 Monitor status nutrisi pasien

 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

Insision site care

 Membersihkan, memantau dan menigkatkan proses penyembuhan pada


kulit luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau strapless

 Monitor proses kesembuhan area insisi

21
 Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi

 Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas steril
dan gunakan preparat antiseptic sesuai program

 Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap
terbuka (tidak dibalut) sesuai program.

22
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

“Ny.S (50 tahun) masuk ke IGD RS Wirosaban  tanggal 28 April 2019


pukul 15.00 WIB dengan keluhan nyeri pada kaki dan terdapat perdarahan pada kaki
bagian kanan bawah , setelah terjadinya kecelakan sepeda motor, GCS (15), TD:
100/80 mmHg, Nadi: 84 x/menit, RR: 20 x/menit, S: 37,5 c.

A. PENGKAJIAN
Identitas Pasien
Nama Pasien      :  Ny S
Umur                  : 50 tahun
Jenis Kelamin     :  Perempuan
Diagnosa medis  :  Fraktur Terbuka
No MR               :  5556213

Riwayat penyakit sekarang


Pengkajian primer :
1. Airway
a. Tidak ada sumbatan jalan nafas
2. Breathing
a. RR 20 x/menit,
b. irama napas teratur
c. ronchi(-)
d. wheezing (-)
3. Circulation
a. Td 100/80 mmHg
b. nadi 84x/menit
c. suhu 37,5 ’C
d. akral dingin
e. mukosa bibir lembab
f. turgor kulit elastic

23
4. Disability
a. GCS 15
b. keadaan umum komposmetis
c. skala nyeri 6
5. Exposure
a. tampak patah terbuka di bagian tungkai bawah
b. luka robek di bagian tungkai bawah ± 2 cm

Pengkajian skunder:
1) Data Subyektif    
a. Riwayat  Penyakit Sekarang
− Keluhan Utama
Nyeri
− Mekanisme Cedera
Klien masuk ke IGD RS Wirosaban  tanggal 3 April 2018 pukul 15.00 wib dengan
keluhan nyeri pada kaki dan terdapat pendarahan pada kaki bagian kanan bawah ,
setelah terjadinya kecelakan sepeda motor.
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
− Riwayat trauma/Injuri
Keluarga klien mengatakan pasien belum pernah mengalami cidera tulang pada kaki.
c. Riwayat penyakit dahulu
− Penyakit yang pernah diderita
Keluarga mengatakan pasien tidak mempunyai riwayat penyakit lain, sepeti hipertensi,
DM.
d. Therapi alternatif lain
Keluarga mengatakan klien belum pernah dirawat sebelumnya
e. Riwayat Psikososial
− Perilaku yang berisiko
Dari keterangan keluaraga  pasien, pasien selalu menggunakan kendaraan bermotor
jika akan beraktifitas dengan jarak tempuh dekat maupun jauh dan klien terkadang
buru-buru tidak menggunakan helm.
− Pekerjaan
Klien mengatakan bekerja sebagai petani di kampungnya

24
− Dukungan
Dari keluarga berharap keaadaan pasien membaik, sembuh dan bisa berkumpul
kembali bersama keluarga.
2) Data Obyektif
a. Pemeriksaan Umum
− Tingkat Kesadaran
Dimana klien dengan keadaan composmetis karena memiliki kesadaran yang
baik dengan GCS (15) E,4:V,5:M,6
− Fungsi motorik
Pasien dapat melakukan gerakan fleksi jika dilakukan respon nyeri
− Membrane mukosa/kulit  (warna, turgor, suhu)
Membran mukosa kering, warna kulit pucat, tugor kulit tidak elastis
− Tanda-tanda vital
Td: 100/70 mmHg
Nadi: 84x/menit
Suhu 37,5 ‘C
RR 20 x/menit
− Bau
Mulut klien bau karena belum dibersihkan

Pemeriksaan Fisik ( head to toe)


a. Kepala dan wajah
− Leher
Tidak ada pembesran jugulairs , tidak ada jejust
b. Dada
Bentuk dada simetris
Terdapat pembesaran jogularis, ada jejas (panjang 3 cm)
RR 20x/menit
c. Abdomen
Inspeksi : bentuk dada, abdomen terlihat simetris
Palpasi : tidak ada trauma abdomen
Auskultasi : bising usus 8 x/menit
Perkusi :   tidak dilakukan
d. Genetalia

25
tidak di periksa
e. Ekstremitas
Ektremitas bawah sebelah kanan  lecet (2cm) dan patah terbuka di tungkai kanan

Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Gambaran complete fracture os tibia & libula dextra 1/3 distal di sertai disposisi
talokrinalist join & fraktur os calcaneus dextra
3) Therapy obat-obatan
a. Terapi cairan
Rl 20 tetes/menit
b. Terapi obat
Schelto 1 amp
Keterolak 1 amp
Lidocain 1 amp
Analisa Data

Pengkajian Masalah keperawatan Tujuan


A : - Tidak ada sumbatan Nyeri akut b.d eflek spaasmeSetelah di lakukan tindakan
jalan nafas otot, gerakan fragmen tulangkeperawatan di harapkan
yang patah masalah dapat teratasi dengan
B : - RR : 20x/mnt criteria hasil:
-   Wheezing(-) 1. kala nyeri berkurang(<6)
-   Nafas teratur 2. klien lebih nyaman & tidak
meringis kesakitan.
C : - N : 84x/mnt
- Mukosa bibir lembab
- Turgor kulit elastis
- sianosis (+)

D: -  GCS 15
- Keadaan umum
composmetis
- skala nyeri 6

26
E : Tampak Patah Terbuka
Di Tungkai Bawah
Dengan Luka Robek ±2
Cm

Intervensi Implementasi Evaluasi


1. Observasi ttv 1. mengobservasi ttv S : klien mengatakan nyeri
2. pasang bidai 2. memasang bidai berkurang pada bagian
3. kolaborasi dengan dokter 3. berkolaborasi dengan dokter tungkai kanan
dalam pemberian dalam pemberian
analgesic sesuai indikasi. analgesic(schelto 10 mg) O:
4. anjurkan klien untuk 4. menganjurkan klien untuk − skala nyeri 4
membatasi aktivitas membatasi aktivitas terutama − terpasang bidai di tungkai
terutama di area yang di area yang nyeri. kanan bawah
nyeri 5. menganjurkan tekhnik − klien merasa lebih nyaman
5. anjurkan tekhnik relaksasi nafas dalam. − hasil ro : fraktur tibia &
relaksasi nafas dalam. 6. berkolaborasi untuk libula 1/3 distal
6. kolaborasi untuk pemeriksaan radiologi
pemeriksaan radiologi. 7. member balut tekan pada areaA : masalah teratasi
7. balut tekan pada area yang robek
yang robek 8. berkolaborasi dengan dokter P: Hentikan intervene
8. kolaborasi dengan dokter untuk konsultasi dengan
untuk konsultasi dengan dokter sp bedah
dokter sp bedah

27
BAB IV
PEMBAHASAN EBN JURNAL INTERVENSI

Problem:
Kelompok sampel terdiri dari 48 pasien yang mengalami patah tulang akibat kecelakaan
lalulintas maupun kecelakaan tertimpa alat berat saat melakuan pekerjaan bangunan.

Intervention:
Penagruh pemberian kunyit dan jahe terhadap tingkat nyeri pada pasien fraktur yang berobat
di dukun kecamatan jeumpa kabupaten bantul bireun. Menjelaskan bahwa jahe merupakan
keluarga zingeberaceae. Jahe yang mengandung zat antioksidan dan antiinflamsi yaitu
gingerol. Suatu Phytochemical yang membntu mengurangi inflamsi. Sejak dahulu jahe telah
digunakan untuk menghilangkan nyeri otot.

Comparison:
Jurnal: Pemberian Campuran Kunyit Dan Jahe Dengan Tingkat Nyeri Pada Psien Fraktur:
dalam penelitian dkk: ada pengaruh pemberian campuran kunyit dan jahe terhadap tingkat
nyeri pada psien fraktur yang berobat di dukun patah kecamatan jeumpa kabupaten bireuen.
Masyarakat alternatif teruama dalam penggunaan campuran kunyit dan jahe sebagai salahsatu
obat anti inflamasi dan analgetik untul mengatasi nyeri, jenis tumbuhan ini juga mudah
didapat di masyarakat.

Jurnal: Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Fraktur di RSUD
UNGARAN: kompres dingin merupakan metode yang menggunakan cairan atau alat yang
dapat menimbulkan sensasi dingin pada bagian tubuh yang memerlukan, (Asmadi,2008, hlm
159) dalam penelitian yang di lakukan oleh Khusniyah dan Elia Purnamasari dkk, ada
efetifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pada psien fraktur di RSUD
Unggaran,

Out Come:
Pemberian campuran kunyit dan jahe terhadap tingkat nyeri pada pasien fraktur yang berobat
di dukun patah Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen. Dianjurkan kepada dukun patah dan
masyarakat luas untuk menggunakan kunyit dan jahe sebagai alternatif pengobatan untuk
menghilangkan nyeri.

28
2. Mengisi tabel dibawah ini :

No. Komponen Aspek Hasil Analisa


1. Dimensi ·
Substantif dan pemberian campuran kunyit dan jahe terhadap tingkat
Teori nyeri pada pasien fraktur yang berobat di dukun patah
Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen. Dianjurkan
kepada dukun patah dan masyarakat luas untuk
menggunakan kunyit dan jahe sebagai alternatif
pengobatan untuk menghilangkan nyeri.
·        
Dianjurkan kepada dukun patah dan masyarakat luas
untuk menggunakan kunyit dan jahe sebagai alternatif
pengobatan untuk menghilangkan nyeri.
Abstrak
Pendahuluan
membentuk tubuh. Suatu fraktur dapat menimbulkan
nyeri yang ekstrim atau ringan pada area yang cedera.
Walaupun obat-obat nonsteroid efektif untuk
menghilangkan nyeri, obat-obat herbal dan suplemen
diet bisa memberikan alternatif pengobatan untuk
menghilangkan nyeri yang lebih aman ·         Coma,
keadaan vegetatif, dan pasien bius memiliki gangguan
kesadaran denga perbedaan klinis utama. Coma dan
keadaan vegetatif terjadi umumnya karena kerusakan
otak, keracunan, endokrin, dan masalah metabolik,
yang tergantung pada tingkat keparahan, sedangkan
pasien bius merupakan kerja sentral obat- batan atau
sedasi.

·        
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh dari campuran kunyit dan jahe terhadap

29
tingkat nyeri sebelum dan sesudah penggunaan kunyit
dan jahe pada pasien fraktur yang berobat pada dukun
patah tulang di Kecamatan Jeumpa Kabupaten
Bireuen.

 
- Suatu fraktur dapat menimbulkan nyeri yang
ekstrim dan lembut pada area yang cedera,
pembengkakan, tonjolan tulang atau darah di
bawah kulit, mati rasa, kesemutan atau
paralisis pada bagian di bawak fraktur
(Chhavi, Sushma, Ravinder, Anju, & Asha,
2011).
- Dalam praktik sehari-hari, untuk pengobatan
pasien dukun patah banyak menggunakan
campuran ramuan herbal yang dioleskan pada 
Kerangka Teori
2. Dimensi Penelitian ini menggunakan desain eksperimental-
Desain semu (quasi-ekspertmental research) dengan
Metodologi rencangan yang digunakan oleh penelitian dalam
penelitian ini adalah one group pretest-posttest desain.
Pengukuran dengan mengunakan alat ukur berupa
kuisioner dan obeservasi
Penelitian
Kelompok sampling 48 orang di ambil secara total
pada pasien yang mengalami kecelakaan lalulintas
dan ada juga pasien akibat tertimpanya barang berat.
Sampel
·         skala nyeri
- Quisioner
Instrumen - Pretest-postest
Penelitian  
Analisis Statik Berdasarkan hasil uji normalitas data, didapatkan

30
hasil p value=0.000<0.05 baik untuk kelompok data
sebelum maupun sesudah pemberian campuran kunyit
dan jahe. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
data berdistribusi tidak normal. Oleh karena itu, maka
selanjutnya, pengaruh pemberian campuran kunyit
dan jahe pada pasien fraktur diuji dengan
menggunakan rumus uji non parametrik Wilcoxon
signed rank test pada derajat kemaknaan 95%. Pada
bagian akhir analisa data, didapatkan nilai Z=-2.694
dan p value= 0.007 <α=0.05. Hasil penelitian ini
terdapat pengaruh pemberian campuran kunyit dan
jahe terhadap tingkat nyeri pada pasien fraktur yang
berobat di dukun patah Kecamatan Jeumpa
Kabupaten Bireuen. Dianjurkan kepada dukun patah
dan masyarakat luas untuk menggunakan kunyit dan
jahe sebagai alternatif pengobatan untuk
menghilangkan nyeri.
Dalam kedua jurnal yang di analisis tentang
menangani nyeri pada pasien denga fraktur efektif
dalam menurunkan nyeri, pada pasien yang
menggunakan kompres dingin dapat di simpulkan
dapat mengurangi nyeri pada pasien fraktur.
Sedangkan mengunakan racikan kunyit dan jahe
terhadap tingkat nyeri pada pasien farktur yang
berobat di dukun patahh tulang kecamatan kabupaten
Bireuen. Dari hasil ini menjelaskan bahwa jahe
Dimensi mengandung zat antioksidan an antiinfalamsi yang
Interpretasi dapat membantu mengurangi inflamasi.
3. Pembahansan  
4. Dimensi Etik Subjek penelitian ·         sebanyak 48 orang di ambil secara total psien
yang mengalami fraktur akibat kecelakaan lalu
maupun akibat kecelakaan akibat tertimpanya barang
berat.

31
Dilema Etik dan
Hukum –
Pelanggaran
Prinsip Etik –
Presentasi dan Kejelasan Informasi  
Penulisan
5. Teknik Penulisan  
·         Nanda Fitria, Kartini Hasballah, Endang
Mutiawato. 2016. Pemeberian Campuran Kunyit dan
Jahe denga Tingkat Nyeri pad Pasien Farktur. Jurnal
Ilmu Keperawatan 4:1 ISSN:2338-6371.
·         Elia Purnamasari, Ismonah, Supriyadi. 2014.
Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Pada Pasien Frektur Di RSUD
Unggaran. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan
DAFTAR (JKK).
6. PUSTAKA    

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ketika terjadi trauma muskuloskeletal harus segera di tangani karena jika tidak
ditangani secara dini maka akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah.
Imobilisasi, reduksi dan traksi untuk fraktur merupakan penatalaksanaan untuk pasien
fraktur. Imobilisasi dini harus dilakukan untuk mencegah deformitas dan sebagai
penyangga tulang yang patah. Ketika dicurigai adanya fraktur cervical, maka pasang
neck collar untuk membatasi gerakkan leher sehingga tidak memperburuk keadaan
leher. Jika fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi bakteri.

B. Saran

32
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.

DAFTAR PUSTAKA

Burner dan Sudarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. Jakarta; EGC

Herdman Heather T dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda Internasional Defining The
Knowledge Of Nursing Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2017. Edisi 10.
Jakarta: EGC

M Black Joyce dan Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medical Bedah Manajemen
Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan. Jakarta; CV Pentasada Media Edukasi

Nuririf Huda Amin dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 2.

Jogjakarta; Medication Jogja

33
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi
Indikatator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan; Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia

Yanti Ruly Hutabarat dan Chandra syah Putra. 2016. Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan.
Bogor; IN MEDIA

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 3. No 2 Desember 2015

Mutaqqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan KeperawatanKlien Gangguan Sistem


Muskulukeletal. Jakarta : EGC

Smeltzer, S.C & Bare, B.G.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Jakarta : EGC

Potter. P.A & Perry. A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan
Praktik Edisi A Volume 2. Jakarta : EGC

Carpenito,L.J. 2006. Buku Diagnosa Keperawatan. Edisi 6. Jakarta : EGC.

34

Anda mungkin juga menyukai