Anda di halaman 1dari 18

KONSEP LANJUT USIA

Pengertian Lanjut Usia

Seseorang dikatakan lansia apabila usainya 65 tahun ke atas (Setianto,


2004). Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu
proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stres lingkungan (Pudjiastuti, 2003). Lansia adalah keadaan
ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan
terhadap kondisi stres fisiologi. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Hawari,
2001).

Menurut WHO usia lanjut dibagi menjadi 4 kriteria sebagai berikut


(Mubarak, Chayatin, dan Santoso, 2012):

a. Usia pertengahan (45-59 tahun)


b. Usia lanjut (60-74 tahun)
c. Usia tua (75-90 tahun)
d. Usia sangat tua (>90 tahun)

Pengertian Proses Penuaan

Proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat


dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti serta mempertahankan struktur dan fungsi secara normal,
ketahanan terhadap cedera, termasuk adanya infeksi. Pertambahan usia akan
menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologis dari berbagai
sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia. Proses ini
menjadikan kemunduran fisik maupun psikis (Mubarak, Chayatin, dan Santoso,
2012).

Ada dua proses penuaan, yaitu penuaan secara primer dan penuaan
secara sekunder. Penuaan primer akan terjadi bila terdapat perubahan pada
tingkat sel, sedangkan penuaan sekunder merupakan proses penuaan akibat
faktor lingkungan fisik dan sosial, stres fisik/psikis, serta gaya hidup dan diet
dapat mempercepat proses menjadi tua (Mubarak, Chayatin, dan Santoso,
2012).
Penyakit Pada Lansia

Karakteristik penyakit yang dijumpai pada lansia menurut Mubarak,


Chayatin, dan Santoso (2012) antara lain:

a. Penyakit yang sering multipel, saling berhubungan satu sama lain


b. Penyakit bersifat degeneratif, sering menimbulkan kecacatan
c. Gejala sering tidak jelas, berkembang secara perlahan
d. Masalah psikologis dan sosial sering terjadi bersamaan
e. Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut
f. Sering terjadi penyakit yang bersifat iatrogenik
g. Hasil penelitian profil penyakit lansia di 4 kota (Padang, Bandung,
Denpasar, dan Makasar) adalah sebagai berikut:
Fungsi tubuh yang dirasakan menurun: pengelihatan (76,24%),
daya ingat (63,39%), seksual (58,04%), kelenturan (53,23%), gigi
dan mulut (51,12%)
Masalah kesehatan yang sering muncul: sakit tulang atau sendi
(63,39%), sakit kepala (51,15%), daya ingat menurun (38,51%),
selera makan menurun (30,08%), mual atau perut perih (26,66%),
sulit tidur (24,88), dan sesak napas (21,28%)
Penyakit kronis: reumatik (33,14%), hipertensi (20,66%), gastritis
(11,34%), dan penyakit jantung (6,45%)

KONSEP SINDROM GERIATRI

Definisi Sindrom Geriatri

Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua yang
dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan dikaitkan dengan kecacatan.
Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang memiliki karakteristik khusus yang
membedakannya dari pasien usia lanjut pada umumnya. Tampilan klinis yang
tidak sering membuat sindrom geriatri tidak terdiagnosis (Setiati, 2013). Sindrom
geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinensia, ketergantungan
fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat menyebabkan angka morbiditas yang
signifikan dan keadaan yang buruk pada usia tua yang lemah. Sindrom ini
biasanya melibatkan beberapa sistem organ. Sindrom geriatrik mungkin memiliki
kesamaan patofisiologi meskipun presentasi yang berbeda, dan memerlukan
intervensi dan strategi yang fokus terhadap faktor etiologi (Panita et al., 2011).

Karakteristik pasien geriatri antara lain:


a. Multipatologi, yaitu adanya lebih dari satu penyakit kronis degenerative.
b. Daya cadang faali menurun karena menurunnya fungsi organ akibat
proses menua.
c. Gejala dan tanda penyakit yang tidak khas. Tampilan gejala yang tidak
khas seringkali mengaburkan penyakit yang diderita pasien.
d. Penurunan status fungsional yang merupakan kemampuan seseorang
untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Penurunan status fungsional
menyebabkan pasien geriatri berada pada kondisi imobilisasi yang
berakibat ketergantungan pada orang lain (Setiati, 2013).

Etiologi Sindrom Geriatri

Aging merupakan proses alamiah yang terjadi terus menerus dan dimulai

sejak manusia dilahirkan. Terdapat banyak definisi proses menua, namun teori yang

paling banyak dianut saat ini adalah teori radikal bebas dan teori telomer.

1. Teori radikal bebas menyatakan proses menua terjadi akibat akumulasi

radikal bebas yang merusak DNA, protein, lipid, glikasi non-enzimatik, dan

turn over protein. Kerusakan di tingkat selular akhirnya menurunkan fungsi

jaringan dan organ.


2. Teori telomer menyatakan hilangnya telomer secara progresif menyebabkan

proses menua. Telomer merupakan sekuens DNA yang terletak di ujung

kromosom yang berfungsi mencegah pemendekan kromosom selama

replikasi DNA. Telomer akan memendek setiap kali sel membelah. Bila

telomer terlalu pendek maka sel berhenti membelah dan menyebabkan

replicative senescence.

Teori Proses Menua

Beberapa teori yang berkenaan dengan proses penuaan menurut Dewi (2014)
yaitu, teori biologi, teori psikologis, teori sosial dan teori spiritual.

1. Teori biologi
a. Teori genetik
Teori genetik ini menyebutkan bahwa manusia dan hewan terlahir
dengan program genetik yang mengatur proses menua selama rentang
hidupnya. Setiap spesies di dalam inti selnya memiliki suatu jam genetik/
jam biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang
berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila
jam ini berhenti berputar maka ia akan mati (Dewi, 2014).
b. Wear and tear theory
Menurut teori pemakaian dan perusakan (wear and tear theory)
disebutkan bahwa proses menua terjadi akibat kelebihan usaha dan
stress yang menyebabkan sel tubuh menjadi lelah dan tidak mampu
meremajakan fungsinya. Proses menua merupakan suatu proses
fisiologis (Dewi, 2014).
c. Teori nutrisi
Teori nutrisi menyatakan bahwa proses menua dan kualitas proses
menua dipengaruhi intake nutrisi seseorang sepanjang hidupnya. Intake
nutrisi yang baik pada setiap tahap perkembangan akan membantu
meningkatkan kualitas kesehatan seseorang. Semakin lama seseorang
mengkonsumsi makanan bergizi dalam rentang hidupnya, maka ia akan
hidup lebih lama dengan sehat (Dewi, 2014).
d. Teori mutasi somatik
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat
pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses
transkripsi DNA dan RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim.
Kesalahan ini terjadi terus-menerus sehingga akhirnya akan terjadi
penurunan fungsi organ atau perubahan sel normal menjadi sel kanker
atau penyakit (Dewi, 2014).
e. Teori stres
Teori stress mengungkapkan bahwa proses menua terjadi akibat
hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak
dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha,
dan sel yang menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (Dewi, 2014).
f. Slow immunology theory
Menurut teori ini, sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia
dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan
kerusakan organ tubuh (Dewi, 2014).
g. Teori radikal bebas
Radikal bebas terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat
melakukan regenerasi (Dewi, 2014).
h. Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua
dan usang menyebabkan ikatan yang kuat khususnya jaringan kolagen.
Ikatan ini menyebabkan penurunan elastisitas, kekacauan, dan
hilangnya fungsi sel (Dewi, 2014).
2. Teori psikologis
a. Teori kebutuhan dasar manusia
Menurut hierarki Maslow tentang kebutuhan dasar manusia, setiap
manusia memiliki kebutuhan dan berusaha untuk memenuhi
kebutuhannya itu. Dalam pemenuhan kebutuhannya, setiap individu
memiliki prioritas. Seorang individu akan berusaha memenuhi
kebutuhan di piramida lebih atas ketika kebutuhan di tingkat piramida
dibawahnya telah terpenuhi. Kebutuhan pada piramida tertinggi
adalah aktualisasi diri. Ketika individu mengalami proses menua, ia
akan berusaha memenuhi kebutuhan di piramida tertinggi yaitu
aktualisasi diri (Dewi, 2014).
b. Teori individualisme jung
Menurut teori ini, kepribadian seseorang tidak hanya berorientasi
pada dunia luar namun juga pengalaman pribadi. Keseimbangan
merupakan faktor yang sangat penting untuk menjaga kesehatan
mental. Menurut teori ini proses menua dikatakan berhasil apabila
seorang individu melihat ke dalam dan nilai dirinya lebih dari sekedar
kehilangan atau pembatasan fisiknya (Dewi, 2014).
c. Teori pusat kehidupan manusia
Teori ini berfokus pada identifikasi dan pencapaian tujuan kehidupan
seseorang menurut lima fase perkembangan, yaitu:
1) Masa anak-anak, belum memiliki tujuan hidup yang realistik
2) Remaja dan dewasa muda, mulai memiliki konsep tujuan hidup
yang spesifik
3) Dewasa tengah, mulai memiliki tujuan hidup yang lebih konkrit dan
berusaha untuk mewujudkannya
4) Usia pertengahan, melihat ke belakang, mengevaluasi tujuan yang
dicapai.
5) Lansia, saatnya berhenti untuk melakukan pencapaian tujuan
hidup (Dewi, 2014).
d. Teori tugas perkembangan
Menurut tugas tahapan perkembangan ego Ericksson, tugas
perkembangan lansia adalah integrity versus despair. Jika lansia
dapat menemukan arti dari hidup yang dijalaninya, maka lansia akan
memiliki integritas ego untuk menyesuaikan dan mengatur proses
menua yang dialaminya. Jika lansia tidak memiliki integritas maka ia
akan marah, depresi dan merasa tidak adekuat, dengan kata lain
mengalami keputusasaan (Dewi, 2014).
3. Teori sosiologi
a. Teori interaksi sosial (social exchange theory)
Menurut teori ini pada lansia terjadi penurunan kekuasaan dan
prestise sehingga interaksi sosial mereka juga berkurang, yang
tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti
perintah (Dewi, 2014).
b. Teori penarikan diri (disengagement theory)
Kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan
mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri
dari pergaulan disekitarnya. Lansia mengalami kehilangan ganda,
yang meliputi:
Kehilangan peran
Hambatan kontak social
Berkurangnya komitmen
Pokok-pokok teori menarik diri adalah:
Pada pria, terjadi kehilangan peran hidup terutama terjadi
pada masa pensiun. Sedangkan pada wanita terjadi pada
masa ketika peran dalam keluarga berkurang, misalnya saat
anak beranjak dewasa serta meninggalkan rumah untuk
belajar dan menikah.
Lansia dan masyarakat mampu mengambil manfaat dari hal
ini, karena lansia dapat merasakan bahwa tekanan sosial
berkurang, sedangkan kaum muda memperoleh kesempatan
kerja yang lebih luas.
Aspek utama dalam teori ini adalah proses menarik diri yang
terjadi sepanjang hidup. Proses ini tidak dapat dihindari serta
harus diterima oleh lansia dan masyarakat (Dewi, 2014).
c. Teori aktivitas (activity theory)
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung pada
bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan
aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting
dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan.
Dari pihak lansia sendiri terdapat anggapan bahwa proses penuaan
merupakan suatu perjuangan untuk tetap muda dan berusaha untuk
mempertahankan perilaku mereka semasa mudanya (Dewi, 2014).
d. Teori berkesinambungan (continuity theory)
Menurut teori ini, setiap orang pasti berubah menjadi tua namun
kepribadian dasar dan pola perilaku individu tidak akan mengalami
perubahan. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat menjadi lansia (Dewi,
2014).
e. Subculture theory
Menurut teori ini lansia dipandang sebagai bagian dari sub kultur.
Secara antropolgis, berarti lansia memiliki norma dan standar budaya
sendiri. Standar dan norma budaya ini meliputi perilaku, keyakinan,
dan harapan yang membedakan lansia dari kelompok lainnya (Dewi,
2014).
4. Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian
hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang
arti kehidupan. James fowler mengungkapkan tujuh tahap perkembangan
kepercayaan (Wong et. Al, 1999 dalam Maryam dkk, 2008). Fowler juga
meyakini bahwa kepercayaan/ demensia spiritual adalah suatu kekuatan
yang member arti bagi kehidupan seseorang. Fowler menggunakan istilah
kepercayaan sebagai suatu bentuk pengetahuan dan cara berhubungan
dengan kehidupan akhir. Menurutnya, kepercayaan adalah suatu
fenomena timbale balik, yaitu suatu hubungan aktif antara sesorang
dengan orang lain dalam menanamkan suatu keyakinan, cinta kasih, dan
harapan. Fowler meyakini bahwa perkembangan kepercayaan antara
otang dan lingkungan terjadi karena adanya kombinasi antara nilai-nilai
dan pengetahuna. Fowler juga berpendapat bahwa perkembangan
spiritual pada lansia berada pada tahap penjelmaan dari prinsip cinta dan
keadilan (Maryam dkk, 2008).

Klasifikasi Sindrom Geriatri

a. Imobility (Imobilisasi)
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3
hari atau lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menghilang akibat
perubahan fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan
lingkunsantgan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut (Setiati,
2013). Faktor resiko immobilitas pada lansia dapat berupa osteortritis,
gangguan penglihatan, fraktur, hipotensi postural, anemia, stroke, nyeri,
demensia, lemah otot, vertigo, keterbatsan ruang lingkup, PPOK, gerak
sendi hipotiroid dan sesak napas (Tamher dan Noorkasiani, 2009).
b. Impaction (Konstipasi)
Konstipasi oleh menurut Holson adalah 2 dari keluhan-keluhan
berikut yang berlangsung dalam 3 bulan, konsistensi fese keras,
mengejan dengan keras saat BAB, rasa tidak tuntas saat BAB meliputi
25% dari keseluruhan BAB. Kurangnya aktivitas fisik, kurang
mengkonsumsi makanan berserat, kurang minum, dan pemberian obat-
obatan tertentu dapat menimbulkan keluhan konstipasi pada lansia (Vina,
2015).
c. Instability (Instabilitas)
Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan pasien
geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang. Berbagai faktor
terjadinya instabilitas dan jatuh pada orang usia lanjut dapat
diklasifikasikan sebagai faktor instrinsik (faktor risiko yang ada pada
pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan)
(Vina, 2015).
Faktor intrinsik antara lain gangguan pengelihatan, gangguan
adaptasi gelap, infeksi telinga, obat golongan aminoglikosida, vertigo,
pengapuran vertebra servikal, gangguan aliran darah dan otak, neuropati
perifer, lemah otot tungkai, hipotensi postural, pneumonia, dan penyakit
sistemik (seperti infeksi, gagal jantung, dehidrasi, diabetes, dan
hipoglikemi). Sedangkan faktro ekstrinsik antara lain turun tangga, benda-
benda yang harus dilangkahi, lantai licin, alas kaki kurang pas,
kain/celana terlalu panjang, tali sepatu, tempat tidur terlalu tinggi/terlalu
rendah, kursi terlalu redah, kursi roda tidak terkunci, penerangan kurang,
wc jauh dari kamar, letak wc terlalu rendah (Tamher dan Noorkasiani,
2009).
d. Iatrogenik disorder (Gangguan iatrogenik)
Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik,
sering kali menyebabkan pasien mengkonsumsi obat yang tidak sedikit
jumlahnya. Pemberian obat pada lansia haruslah sangat hati-hati dan
rasional karena obat akan dimetabolisme di hati, sedangkan pada lansia
terjadi penurunan faal hati dan faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang),
dimana sebagian besar obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada
lansia sisa metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan
dapat berefek toksik (Vina, 2015).
e. Intelectual impairment (Gangguan kognitif)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada
pasien lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah
gangguan fungsi intelektual dan memori yang dapat disebabkan oleh
penyakit otak, yang tidak berhubungan tingkat kesadaran. Demensia tidak
hanya masalah pada memori. Demensia mencakup berkurangnya
kemampuan untuk mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat
pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola sentuh, pasien menjadi
perasa dan terganggunya aktivitas (Vina, 2015).
f. Insomnia (Gangguan tidur)
Merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien
geriatri. Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan
dan sulit mempertahankan kondisi tidur (Setiati, 2013). Sekitar 57% orang
lanjut usia di komunitas mengalami insomnia kronis, 30% pasien usia
lanjut mengeluh tetap terjaga sepanjang malam, 19% mengeluh bangun
terlalu pagi, dan 19% mengalami kesulitan untuk tertidur. Pada usia lanjut
umunya mengalami gangguan tidur seperti: kesulitan untuk tertidur,
kesulitan mempertahankan tidur nyenyak, bangun terlalu pagi (Vina,
2015).
Penyebab dari gangguan tidur pada lansia antara lain nyeri kronis,
sesak napas pada penyakit paru obstruktif kronis, gangguan psikiatrik
(gangguan cemas dan depresi), penyakit neurologi (parkinsons disease,
alzheimer disease) dan obat-obatan kortikosteroid dan diuretik) (Vina,
2015).
g. Incontinence (Inkontinensia urin)
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan
frekuensi dan jumlahnya, sehingga mengakibatkan masalah sosial dan
higienis. Inkontinensia urin seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau
keluarga karena malu atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan dan
mengganggapnya sebagai sesuatu yang wajar pada orang usia lanjut
serta tidak perlu diobati (Setiati, 2013).
Penyebab inkontinensia yang terjadi pada lansia antara lain
kelainan urologi (radang, batu, tumor), kelainan neurologi (stroke, trauma
medula spinalis, demensia), immobilitas, dan faktor lingkungan (Vina,
2015).
h. Isolation (Isolasi)
Banyak gabungan faktor yang menyebabkan lansia terisolasi dari
yang lain. Secara fisik, mereka kurang mampu mengikuti aktivitas yang
melibatkan usaha. Selain itu, makin menurunnya kualitas organ indra juga
menimbulkan lansia merasa terputus hubungan dengan yang lain. Faktor
lain yang membuat isolasi semakin menjadi lebih parah adalah
perubahan sosial, terutama merenggangya ikatan kekeluargaan
(Mubarak, Chayatin, dan Santoso, 2012).
i. Impotence (Impotensi)
50% pria pada umur 65 tahun dan 75 % pria pada usia 80 tahun
mengalami impotensi. 25 % terjadi akibat mengkonsumsi obat-obatan
seperti: anti hipertensi, anti psikosa, anti depressant, litium (mood
stabilizer). Selain karena mengkonsumsi obat-obatan, impotensi dapat
terjadi akibat menurunnya kadar hormon (Vina, 2015).
j. Immunodeficiency (Penurunan imunitas)
Perubahan yang dapat terjadi dari proses menua adalah:
berkurangnya imunitas yang dimediasi oleh sel, rendahnya afinitas
produksi antibodi, meningkatnya auto antibodi, terganggunya fungsi
makrofag, berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat, atrofi timus,
hilangnya hormon timus, berkurangnya produksi sel B oleh sel-sel
sumsum tulang (Vina, 2015).
k. Infection (Infeksi)
Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem
imun pada usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adalah infeksi saluran
kemih, pneumonia, sepsis dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi,
multipatologi, dan faktor lingkungan memudahkan usia lanjut terkena
infeksi (Setiati, 2013).
l. Inanitation (Malnutrisi)
Faktor-faktor yang menyebabkan malnutrisi pada lansia antara
lain penyakit akut dan kronis, keterbatasan sumber penghasilan,
hilangnya fungsi dari gigi, pola makan yang salah, kurangnya energi
dalam mepersiapkan makanan, serta kurangnya pengetahuan tentang
nutrisi yang adekuat (Mubarak, Chayatin, dan Santoso, 2012).
m. Impairment of Vision, Smelling, Hearing (Gangguan pengelihatan,
penciuman, dan pendengaran)
Gangguan penglihatan dan pendengaran juga sering dianggap
sebagai hal yang biasa akibat proses menua. Prevalensi gangguan
penglihatan pada pasien geriatri yang dirawat di Indonesia mencapai
24,8%. Gangguan penglihatan berhubungan dengan penurunan kegiatan
waktu senggang, status fungsional, fungsi sosial dan mobilitas. Gangguan
pengelihatan dan pendengaran berhubungan dengan kualitas hidup,
meningkatkan disabilitas fisik, ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul
dan mortalitas (Setiati, 2013).
n. Impecunity

Manifestasi Sindrom Geriatri

Beberapa manifestasi dari sindrom geriatri menurut Vina (2015) antara lain:

a. Imobility (Imobilisasi)
Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan
Keterbatsan mengerakan sendi
Adanya kerusakan aktivitas
Penurunan ADL dibantu orang lain
Malas untuk bergerak atau latihan mobilitas
b. Impaction (Konstipasi)
Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
Mengejan keras saat BAB
Masa feses yang keras dan sulit keluar
Perasaan tidak tuntas saat BAB
Sakit pada daerah rectum saat BAB
Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
Menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB
c. Intelectual impairment (Gangguan kognitif)
Salah satu gangguan kognitif yang dialami lansia adalah demensia.
Manifestasi demensia antara lain:
Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif
Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek
Gangguan kepribadian dan perilaku
Mudah tersinggung, bermusuhan
Keterbatasan dalam ADL
Kesulitan mengatur dalam penggunaan keuangan
Tak bisa pulang kerumah bila berpergian
Sulit mandi makan, berpakaian dan toilet
d. Insomnia (Gangguan tidur)
Perasaan sulit tidur, bangun terlalu awal
Wajah kelihatan kusam
Mata merah, hingga timbul bayangan gelap di bawah mata
Lemas, mudah cemas
Sulit berkonsentrasi, depresi, gangguan memori dan mudah
tersinggung
e. Incontinence (Inkontinensia urin)
Inkontinensia stress: keluarnya urin selama batuk, mengejan
Inkotinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin
dengan gambaran seringnya terburu-buru berkemih
Enuresis nokturnal: keluarnya urin saat tidur malam hari
f. Isolation (Isolasi)
Salah satu yang menyebabkan lansia sering menyendiri adalah depresi
yang dialaminya, sehingga dapat beresiko lansia mengalami isolasi
sosial. Manifestasi dari depresi:
Ganguan tidur
Keluhan somatik berupa nyeri kepala, pusing, pandangan kabur,
gangguan saluran cerna, ganguan nafsu makan, kontipasi,
perubahan berat badan
Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat, aktivitas
mental meningkat atau menurun, tidak mengacuhkan kejadian di
sekitarnya, fungsi seksual berubah (libido menurun), gejala
biasanya lebih buruk di pagi hari
g. Impotence (Impotensi)
Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu
mempertahankan ereksi secara berulang (paling tidak selama 3
bulan)
Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten
Ereksi hanya sesaat
h. Immunodeficiency (Penurunan imunitas)
Sering terjadi infeksi virus atau jamur dibandingkan bakteri
Diare kronik umum terjadi (sering disebut gastroenteritis)
Infeksi respiratorius dan oral thrushumum terjadi
Terjadi failure to thrive tanpa adanya infeksi
i. Inanitation (Malnutrisi)
Kelelahan dan kekurangan energi
Pusing
Sitem kekebalan tubuh yang rendah (mengakibatkan tubuh
kesulitan melawan infeksi
Kulit kering dan bersisik
Gigi yang membusuk
Gusi bengkak dan berdarah
Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
Badan badan kurang
Pertumbuhan yang lambat
Kelemahan pada otot
Perut kembung
Tulang yang mudah patah
Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

Penatalaksanaan Sindrom Geriatri

Dalam merawat dan penatalaksanaan pasien geriatri tercakup dua


komponen penting yakni pendekatan tim dan P3G yang merupakan bagian
comprehensive geriatric management (CGM). Pendekatan paripurna pasien
geriatri merupakan prosedur pengkajian multidimensi. Diperlukan instrumen
diagnostik yang bersifat multidisiplin untuk mengumpulkan data medik,
psikososial, kemampuan fungsional, dan keterbatasan pasien usia lanjut.
Pendekatan multidimensi berusaha untuk menguraikan berbagai masalah pada
pasien geriatri, mengidentifikasi semua aset pasien, mengidentifikasi jenis
pelayanan yang dibutuhkan, dan mengembangkan rencana asuhan yang
berorientasi pada kepentingan pasien. Pendekatan paripurna pasien geriatri
berbeda dengan pengkajian medik standar dalam tiga hal, yaitu fokus pada
pasien usia lanjut yang memiliki masalah kompleks; mencakup status fungsional
dan kualitas hidup; memerlukan tim yang bersifat interdisiplin (Soedjono, 2007).
Berikut beberapa penatalaksanaan secara umum sindrom geriatrik, diantaranya :

a. Pemberian asupan diet protein, vitamin C,D,E, & mineral yang cukup.
Orang usia lanjut umumnya mengonsumsi protein kurang dari angka
kecukupan gizi (AKG). Penelitian multisenter di 15 propinsi di Indonesia
mendapatkan bahwa 47% usia lanjut mengonsumsi protein kurang dari
80% AKG. Proporsi protein yang adekuat merupakan faktor penting;
bukan dalam jumlah besar pada sekali makan. Hal penting lainnya adalah
kualitas protein yang baik, yaitu protein sebaiknya mengandung asam
amino esensial (Setiati, 2013).

b. Pengaturan olah raga secara teratur.


Perlu pemantauan rutin kemampuan dasar seperti berjalan,
keseimbangan, fungsi kognitif. Aktivitas fisik dapat menghambat
penurunan massa dan fungsi otot dengan memicu peningkatan massa
dan kapasitas metabolik otot sehingga memengaruhi energy expenditure,
metabolise glukosa, dan cadangan protein tubuh. Resistance training
merupakan bentuk latihan yang paling efektif untuk mencegah sarkopenia
dan dapat ditoleransi dengan baik pada orang tua. Program resistance
training dilakukan selama 30 menit setiap sesi, 2 kali seminggu (Waters et
al, 2010). Aktivitas fisik tanpa asupan nutrisi yang adekuat menyebabkan
keseimbangan protein negatif dan menyebabkan degradasi otot (Sullivan
et al, 2009).Kombinasi resistance training dengan intervensi nutrisi
berupa asupan protein yang cukup dengan kandungan leusin, khususnya
HMB yang adekuat, merupakan intervensi terbaik untuk memelihara
kesehatan otot orang usia lanjut (Setiati, 2013)
c. Pencegahan infeksi dengan vaksin
d. Antisipasi kejadian yang dapat menimbulkan stres, misalnya pembedahan
elektif dan reconditioning cepat setelah mengalami stres dengan renutrisi
dan fisioterapi individual (Setiati,Rizka A. S, dan Frailty,2011)
e. Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari
pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang
disebabkan oleh usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-
obatan yang digunakan sebelumnya. Masalah polifarmasi pada pasien
geriatri sulit dihindari dikarenakan oleh berbagai hal yaitu penyakit yang
diderita banyak dan biasanya kronis, obat diresepkan oleh beberapa
dokter, kurang koordinasi dalam pengelolaan, gejala yang dirasakan
pasien tidak jelas, pasien meminta resep, dan untuk menghilangkan efek
samping obat justru ditambah obat baru. Karena itu diusulkan prinsip
pemberian obat yang benar pada pasien geriatri dengan cara mengetahui
riwayat pengobatan lengkap, jangan memberikan obat sebelum
waktunya, jangan menggunakan obat terlalu lama, kenali obat yang
digunakan, mulai dengan dosis rendah, naikkan perlahan-lahan, obati
sesuai patokan, beri dorongan supaya patuh berobat dan hati-hati
mengguakan obat baru (Setiati, Harimurti, dan Roosheroe, 2006).
Penatalaksanaan Resiko Jatuh:
a. Perhatikan penggunaan alat bantu melihat (kacamata) dan alat bantu
dengar (earphone)
b. Evaluasi dan ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
c. Evaluasi kemampuan kognitif
d. Beri lansia alat bantu berjalan seperti hand rails, walkers, dsb
Penatalaksanaan Gangguan Tidur:
a. Tingkatkan aktifitas rutin setiap hari
b. Ciptakan lingkungan yang nyaman
c. Kurangi konsumsi kopi
d. Berikan benzodiazepine seperti Temazepam (7,5-15 mg)
e. Anti depresan seperti Trazadone untuk insomnia kronik

Pencegahan Geriatric Syndrome


Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya kesehatan
yaitu: peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), diagnosis dini dan
pengobatan, pembatasan kecacatan dan pemulihan.
1. Promosi (Promotif)
Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung
untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Upaya
promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan
dukungan klien, tenaga provesional dan masyarakat terhadap praktik
kesehatan yang positif menjadi norma-norma sosial. Upaya promotif di
lakukan untuk membantu organ-organ mengubah gaya hidup mereka dan
bergerak ke arah keadaan kesehatan yang optimal serta mendukung
pemberdayaan seseorang untuk membuat pilihan yang sehat tentang
perilaku hidup mereka.
Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi cedera, di lakukan dengan tujuan mengurangi kejadian jatuh,
mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah, meningkatkan penggunaan
alat pengaman dan mengurangi kejadian keracunan makanan atau zat
kimia.
b. Meningkatkan keamanan di tempat kerja yang bertujuan untuk
mengurangi terpapar dengan bahan-bahan kimia dan meningkatkan
pengunaan sistem keamanan kerja.
c. Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk, bertujuan
untuk mengurangi pengunaan semprotan bahan-bahan kimia,
mengurangi radiasi di rumah, meningkatkan pengolahan rumah tangga
terhadap bahan berbahaya, serta mengurangi kontaminasi makanan dan
obat-obatan.
d. Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mutu yang
bertujuan untuk mengurangi karies gigi serta memelihara kebersihan gigi
dan mulut.
2. Pencegahan (Preventif)
a. Melakukan pencegahan primer, meliputi pencegahan pada lansia sehat,
terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehatan. Jenis
pelayanan pencegahan primer adalah: program imunisasi, konseling,
berhenti merokok dan minum beralkohol, dukungan nutrisi, keamanan di
dalam dan sekitar rumah, manajemen stres, penggunaan medikasi yang
tepat.
b. Melakukan pencegahan sekunder, meliputi pemeriksaan terhadap
penderita tanpa gejala dari awal penyakit hingga terjadi gejala penyakit
belum tampak secara klinis dan mengindap faktor risiko. Jenis pelayan
pencegahan sekunder antara lain adalah sebagai berikut: kontrol
hipertensi, deteksi dan pengobatan kangker, screening: pemeriksaan
rektal, papsmear, gigi mulut dan lain-lain.
c. Melakukan pencegahan tersier, dilakukan sebelum terdapat gejala
penyakit dan cacat, mecegah cacat bertambah dan ketergantungan, serta
perawatan dengan perawatan di rumah sakit, rehabilisasi pasien rawat
jalan dan perawatan jangka panjang.
3. Diagnosis dini dan Pengobatan
a. Diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri atau petugas
profesional dan petugas institusi. Oleh lansia sendiri dengan melakukan
tes dini, skrining kesehatan, memanfaatkan Kartu Menuju Sehat (KMS)
Lansia, memanfaatkan Buku Kesehatan Pribadi (BKP), serta
penandatangan kontrak kesehatan.
b. Pengobatan: Pengobatan terhadap gangguan sistem dan gejala yang
terjadi meliputi sistem muskuloskeletal, kardiovaskular, pernapasan,
pencernaan, urogenital, hormonal, saraf dan integumen.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Sofia Rhosma. 2014. Buku Ajar Keperawatan gerontik Ed.1.Yogyakarta:


Deepublish
Hawari, D. .2001.Manajemen Stres Cemas dan Depresi. In: Efendi, F. (2009).
Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktek Dalam
Keperawatan. Jilid 1. Jakarta: Salemba Medika, p. 243.
Maryam, R. Siti dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika
Mubarak, W.I., Chayatin N., dan Santoso B.A. 2012. Ilmu Keperawatan
Komunitas 2 Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Panita L, Kittisak S, Suvanee S, Wilawan H. 2011. Prevalence and recognition of
geriatri syndromes in an outpatient clinic at a tertiary care hospital of
Thailand. Medicine Department; Medicine Outpatient Department,
Faculty of Medicine, Srinagarind Hospital, Khon Kaen University, Khon
Kaen 40002, Thailand. Asian Biomedicine. 5(4): 493-497.
Pudjiastuti, S.S., .2003. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta: EGC.
Setianto, B. .2004.Pengetahuan Pelayanan Fisik Lanjut Usia. In: Efendi, F.
(2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktek Dalam
Keperawatan. Jilid 1. Jakarta: Salemba Medika, 243.
Setiati S, Harimurti K, Roosheroe AG. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2006; hal. 1339.
Setiati S, Rizka A.S., dan Frailty: sindrom geriatri baru. Dalam: Setiati S,
Dwimartutie N, Harimurti K, Dewiasty E (editor). Chronic degenerative
disease in elderly: update in diagnostic & management. Jakarta;
Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia; 2011:69-75.
Setiati, S. 2013. Geriatric Medicine, Sarkopenia, fraility dan Kualitas Hidup
Pasien Usia Lanjut: Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan
Pelayanan Kedokteran di Indonesia. Jurnal Kedokteran Indonesia, 2013;
(1) 3: 234-242.
Tamher, S., Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Vina. 2015. LP Geriatric Syndrome. http://docslide.us/document/lp-geriatric-
syndrome-vina.html (diakses pada April 2017).

Anda mungkin juga menyukai