TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis
1. Lansia (Lanjut Usia)
a. Definisi Lanjut Usia
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Menurut UU No. 13/Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Dewi, 2014).
Lanjut usia (lansia) sebagai tahap akhir siklus kehidupan
merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap
individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang
tidak dapat dihindari (Depkes RI, 1999 dalam Sutikno, 2011).
5
6
d. Tipe Lansia
Menurut Dewi (2014), tipe lansia di bagi menjadi 5 tipe yaitu
tipe arif, tipe mandiri, tidak tidak puas, tipe pasrah dan tipe bingung.
1) Tipe arif bijaksana, yaitu kaya dengan hikmah, pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, dan menjadi panutan
2) Tipe mandiri, yaitu mengganti kegiatan yang hilang dengan yang
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan
memenuhi undangan
3) Tipe tidak puas, yaitu konflik lahir batin menentang proses
penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung,sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut
4) Tipe pasrah, yaitu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja
5) Tipe bingung, yaitu kaget, kehilangan, kepribadian, megasingkan
diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
7
f. Pengertian Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, yang tidak hanya dimulai pada satu waktu tertentu, tetapi sejak
permulaan kehidupan (Maryam, 2008).
Menua merupakan proses yang berangsur–angsur mengakibatkan
perubahan yang kumulatif, merupakan proses penururnan daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang
berakhir dengan kematian (Dewi, 2014).
8
g. Teori Menua
Menurut Dewi (2014) ada beberapa teori yang berkaitan dengan
proses penuaan, yaitu teori biologis, teori psikologis, dan teori
sosiologi.
1) Teori biologi
a) Teori genetik
Teori genetik menyebutkan bahwa penuaan terutama
dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan
pada pembentukan kode genetik. Menurut teori genetika,
penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan
yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau
struktur jaringan. Dengan kata lain, perubahan tentang hidup
dan panjang usia telah ditentukan sebelumnya.
b) Wear and tear theory
Menurut teori “pemakaian dan perusakan” (wear and tear
theory) disebutkan bahwa proses menua terjadi akibat
kelebihan usaha dan stres yang menyebabkan sel tubuh menjadi
lelah dan tidak mampu meremajakan fungsinya. Proses menua
merupakan porses fisiologis.
9
c) Teori nutrisi
Proses menua dan kualitas proses menua dipengaruhi
intake nutrisi seseoarang sepanjang hidupnya. Intake nutrisi
yang baik pada setiap tahap perkembangan akan membantu
meningkatkan kualitas seseorang.
d) Teori mutasi somatik
Penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat
pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam
proses transkripsi DNA dan RNA dan dalam proses translasi
RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus menerus
sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau
perubahan sel normal meliputi sel kanker atau penyakit.
e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel–sel yang biasa
digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha, dan stres yang menyebabkan sel–sel tubuh lelah
terpakai.
f) Slow immunology theory
Menurut teori ini, sistem imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang
dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
g) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak
stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan
oksidasi oksigen bahan–bahan organik seperti karbohidrat dan
protein. Radikal ini menyebabkan sel–sel tidak dapat
melakukan generasi.
10
e) Subculture theory
Menurut teori ini lansia dipandang sebagai bagian dai sub
kultur. Secara antropologis, berarti lansia memiliki norma dan
standar budaya sendiri. Standar dan norma budaya ini meliputi
perilaku, keyakinan, dan harapan yang membedakan lansia dari
kelompok lainnya.
c) Darah
1. Volume darah menurun sejalan penurunan volume cairan
tubuh akibat proses menua
2. Penurunan jumlah sel darah merah, kadar hematokrit dan
kadar hemoglobin
3. Kontraksi jantung melemah, volume darah yang dipompa
menurun, dan cardiac output penurunan sekitar 1% per
tahun dari volume cardiac output orang dewasa normal
sebesar 5 liter
2) Sistem pernafasan
a) Cavum thorak
1. Cavum thorak mejadi kaku seiring dengan proses
kalsifikasi kartilago
2. Vertebrae thorakalis mengalami pemendekan dan
osteoporosis menyebabkan postur bungkuk yang akan
menurunkan ekspansi paru dan membatasi pergerakan
thorak
b) Otot bantu pernafasan
1. Otot abdomen melemah sehingga menurunkan usaha nafas
baik inspirasi maupun ekspirasi
c) Perubahan intrapulmonal
1. Daya recoil paru semakin manurun seiring pertambahan
usia
2. Alveoli melar dan menjadi lebih tipis, dan walaupun
jumlahnya konstan, jumlah alveoli yang berfungsi menurun
secara keseluruhan
3. Peningkatan ketebalan membran alveoli–kapiler,
menurunkan area permukaan fungsional untuk terjadinya
pertukaran gas
14
3) Sistem muskuloskeletas
a) Struktur tulang
1. Penurunan massa tulang menyebabkan tulang menjadi
rapuh dan lemah
2. Columna vertebralis mengalami kompresi sehingga
menyebabkan penuruna tinggi badan
b) Kekuatan otot
1. Regenerasi jaringan otot berjalan lambat dan massa otot
berkurang
2. Otot lengan dan betis mengecil berglambir
3. Seiring dengan inaktivitas otot kehilangan fleksiblitas dan
ketahanannya
c) Sendi
1. Keterbatasan rentang gerak
2. Kartilago menipis sehingga sendi menjadi kaku, nyeri dan
mengalami inflamasi
4) Sistem integumen
a) Kulit
1. Elastisitas kulit menurun, sehingga kulit berkerut dan
kering
2. Kulit menipis sehingga fungsi kulit sebagai pelindung bagi
pembuluh darah yang terletak dibawahnya berkurang
3. Lemak subkutan menipis
4. Penumpukan melanosit, menyebabkan terbentuknya
pigmentasi yang dikenal sebagai “aged spot”
b) Rambut
1. Aktivitas folikel rambut menurun sehingga rambut menipis
2. Penurunan melanin sehingga terjadi perubahan warna
rambut
15
c) Kuku
1. Penurunan aliran darah ke kuku menyebabkan bantalan
kuku menjadi tebal, keras dan rapuh dengan garis
longitudinal
d) Kelenjar keringat
1. Terjadi penurunan ukuran dan jumlah
5) Sistem gastrointestinal
a) Cavum oris
1. Reabsorbsi tulang bagian rahang dapat menyebabkan
tanggalnya gigi sehingga menurunkan kemampuan
mengunyah
2. Lansia yang mengenakan gigi palsu harus mengecek
ketepatan posisinya
b) Esofagus
1. Reflek telan melemah sehingga meningkatkan resiko
aspirasi
2. Melemahnya otot halus sehingga memperlambat waktu
pengosongan
c) Lambung
1. Penurunan sekresi asam lambung menyebabkan gangguan
absorbsi besi, vitamin B12, dan protein
d) Intestinum
1. Peristaltik menurun
2. Melemahnya peristaltik usus menyebabkan inkompetensi
pengosongan bowel
6) Sistem genitourinaria
a) Fungsi ginjal
1. Aliran darah ke ginjal menurun karena penurunan cardiac
output dan laju filtrasi glomerulus menurun
2. Terjadi gangguan dalam kemampuan mengkonsentrasikan
urine
16
b) Kandung kemih
1. Tonus otot menghilang dan terjadi gangguan pengosongan
kandung kemih
2. Penurunan kapasitas kandung kemih
c) Miksi
1. Pada pria, dapat terjadi peningkatan frekuensi miksi akibat
pembesaran prostat
2. Pada wanita, peningkatan frekuensi miksi dapat terjadi
akibat melemahnya otot perineal
d) Reproduksi wanita
1. Terjadi atropi vulva
2. Penurunan jumlah rambu pubis
3. Sekresi vaginal menurun, dinding vagina menjadi tipis dan
kurang elastik
e) Reproduksi pria
1. Ukuran testis mengecil
2. Ukuran prostat membesar
7) Sistem persarafan
a) Neuron
1. Terjadi penurunan jumlah neuron di otak dan batang otak
2. Sintesa dan metabolisme neuron berkurang
3. Massa otak berkurang secara progresif
b) Pergerakan
1. Sensasi kinestetik berkurang
2. Gangguan keseimbangan
3. Penurunan reaction time
c) Tidur
1. Dapat terjadi insomnia dan mudah terbangun di malam hari
2. Tidur dalam (tahap IV) dan tidur REM berkurang
8) Sistem sensori
a) Penglihatan
1. Penurunan kemampuan memfokuskan objek dekat
17
2. Artritis Gout
a. Definisi Artritis Gout
Penyakit artritis gout adalah salah satu penyakit inflamasi sendi
yang paling sering ditemukan, ditandai dengan penumpukan kristal
monosodium urat di dalam ataupun di sekitar persendian. Asam urat
merupakan kristal putih tidak berbau dan tidak berasa lalu mengalami
dekomposisi dengan pemanasan menjadi asam sianida (HCN) sehingga
menghasilkan cairan ekstraseslular yang disebut sodium urat. Jumlah asam
urat dalam darah dipengaruhi oleh intake purin, biosintesis asam urat
dalam tubuh, dan banyaknya ekskresi asam urat (Sholihah, 2014)
tejadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan kelainan
metabolik dalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang
dari ginjal (Aspiani, 2014).
1) Diet tinggi purin dapat memicu terjadinya gout pada orang yang
mempunyai kelainan bawaan daalm metabolisme purin sehingga terjadi
peningkatan produksi asam urat (Aspiani, 2014).
2) Penurunan filtrasi glomerulus merupakan penyebab penurunan ekskresi
asam urat yang paling sering dan mungkin banyak disebabkan oleh
banyak hal (Aspiani, 2014).
3) Pemberian obat diuretik seperti tiazid dan furosemid, salisilat dosis
rendah dan etanol juga merupakan penyebab penurunan ekskresi asam
urat yang sering dijumpai (Aspiani, 2014).
4) Produksi yang berlebihan dapat disebabkan oleh adanya defek primer
pada jalur penghematan purin (mis. Defisiensi hipoxantin fosforibasil
transferase), yang meyebabkan peningkatan pergantian sel (mis.
Sindrom lisis tumor) menyebabkan hiperurisemia sekunder (Aspiani,
2014).
5) Minum alkohol dapat meimbulkan serangan gout karena alkohol
meningkatkan produksi urat. Kadar laktat darah meningkat akibat
produk sampingan dari metabolism normal alkohol. Asam laktat
menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga terjadi
peningkatan kadarnya dalam serum (Aspiani, 2014).
6) Sejumlah obat-obatan dapat menghambat ekskresi asam urat oleh
ginjalsehingga dapat menyebabkan serangan gout. Yang termasuk
diantaranya adalah aspirin dosis rendah (<1-2g/hari), levodopa,
diazoksid, asam nikotinat, asetazolamid, dan etambutol (Aspiani, 2014).
20
a. Gender pria
b. Usia
c. Diet: tinggi konsumsi daging dan makanan laut
d. Asupan alkohol, terutama bir
e. Konsumsi minuman ringan pemanis gula atau fruktosa
f. Obesitas
g. Medikasi: diuretik, aspirin
Dari faktor risiko tersebut, gender pria dan penuaan tidak dapat
dimodifikasi; faktor risiko lainnya dapat dimodifikasi. Konsumsi diet kaya
dalam daging dan makanan laut berkaitan dengan risiko terjadinya gout
lebih tinggi, sedangkan asupan protein total dan konsumsi sayuran kaya
purin tidak menunjukkan kontribusi terhadap perkembangan penyakit.
Ketika konsumsi alkohol telah diketahui meningkatkan risiko
hiperurisemia dan gout, penelitian terbaru menunjukkan bahwa
mengonsumsi minuman ringan yang dimaniskan dengan gula atau fruktosa
(sirup jagung) juga meningkatkan risiko gout pada pria. Obesitas dan
sindrom metabolik (obesitas abdomen, hiperlipidemia, hipertensi, dan
resistensi urin) sangat berkorelasi dengan hiperurisemia dan gout
(LeMone, Burke, & Bauldoff, 2012).
c. Patofisiologi
Gout sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki
bagian tengah. Gout merupakan kelompok keadaan heterogenous yang
berhubungan dengan efek genetik pada metabolism purin (hiperurisemia).
Pada keadaan ini bisa terjadi oversekresi asam urat, atau kombinasi
keduanya (Aspiani, 2014).
Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolism purin akan difiltrasi
secara bebas oleh glomerulus dan direabsorbsi tubulus proksimal ginjal.
Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron
distal dan dikeluarkan melalui urin. Pada penyakit gout, terdapat gangguan
keseimbangan metabolisme (pembentukan dan ekskresi)dan asam urat
tersebut, meliputi :
d. Manifestasi Klinis
Pada keadaan noramal kadar urat serum pada laki- laki mulai
meningkat sudah pubertas. Pada perempuan kadar urat tidak meningkat
setelah menopause karena estrogen meningkatkan eskresi asam urat
melalui ginjal. Setelah monopause, kadar urat serum meningkat seperti
pada pria. Gout jarang ditemukan pada perempuan. Ada prevelasi familial
dalam penyakit yang mengesankan satu dasar genetik dari penyakit ini.
Namun, ada beberapa faktor yang agaknya menimbulkan penyakit ini,
termasuk diet, berat badan dan gaya hidup (Aspiani, 2014).
1) Stadium I
Stadium I adalah hiperusememia asimtomatik . Nilai normal dari asam
urat laki- laki adalah 5,1±1,0 mg/dl, dan pada perempuan adalah 4,0 ±
1,0 mg/dl. Nilai –nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dl pada
seseoarang dengan gout. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukkan
gejala-gejala selain dari peningkatakan asam urat serum. Hanya 20 %
dari pasien hiperuresemia asimtomatik. Yang berlanjut menjadi
serangan gout akut (Aspiani, 2014).
2) Stadium II
Stadium II adalah arthritis gout akut. Pada tahap ini terjadi awitan
mendadak pembengkalan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada
sendi ibu jari dan sendi matetarsofalangeal. Arthitis bersifat
monoartikular dan menunjukkan tanda-tanda peradangan lokal.
Mungkin terdapat demam dan peningkatan jumlah leukosit. Serangan
dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-obatan, alkohol, atau
setres emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien untuk mencari
pengobatan segera. Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi
jari-jari tangan, dan siku-siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa
pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari (Aspiani,
2014).
26
3) Stadium III
Stadium III adalah serangan gout akut (gout interkritis), adalah tahap
interkritis. Tidak terjadi masalah-masalah pada tahap ini, yang dapat
berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang
yang mengalami gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika
tidak diobati (Aspiani, 2014).
4) Stadium IV
Stadium IV adalah gout kronik, dengan timbunan asam urat yang terus
bertambah dalam beberapaa tahun jika pengobatan tidak dimulai.
Peradangan kronik akibatnya kristal-kristal asam urat mengakibatkan
nyeri, sakit dan kaku, juga pembesaran dan penonjolan sendi yang
bengkak. Tofi terbentuk pada masa gout kronik akibat insolubilitas
relatif asam urat. Awitan dan ukuran Tofi secara proporsional
mungkin berkaitan dengan kadar urat serum. Bursa olekranon, tendon
achiles, permukaan ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar, dan
heliks telinga adalah tempat-tempat yang sering dihingapi tofi. Secara
klinis tofi ini mungkin sulit dibedakan dengan nodul reumatik. Pada
masa kini tofi jarang terlihat dan akan menghilang dengan terapi yang
tepat (Aspiani, 2014).
e. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
f. Penatalaksanaan
Diet purin hanya berkontribusi sediikit terhadap kadar asam urat dalam
tubuh, dan tidak ada diet khusus untuk direkomendasikan. Jika diet rendah
purin direkomendasikan, pasien harus diajarkan bahwa makan kaya purin
seperti daging dan makanan laut berkaitan dengan hiperurisemia,
sedangkan sayuran kaya purin, seperti bayam, asparagus, cauliflower dan
jamur biasanya tidak. Pasien yang mengalami obesitas disarankan untuk
menurukan berat badan, tetapi puasa dikontraindikasikan untuk pasien
yang mengalami gout. Asupan alkohol dan makanan khusus yang
cenderung mempresipatasi serangan dihindari (LeMone, Burke, &
Bauldoff, 2012).
Berikut adalah tata laksanana yang dapat diberikan pada gout arthritis
stadium IV (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2012).
Berikut adalah tata laksanana yang dapat diberikan pada gout arthritis
stadium IV (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2012).
1. Pembatasan purin
Apabila telah terjadi pembengkakan sendi maka penderita gangguan
asam urat harus melakukan diet bebas purin. Namun karena hampir
semua bahan makanan sumber protein megandung nukleoprotein maka
hal ini hampir tidak mungkin dilakukan. Maka yang harus dilakukan
adalah membatasi asupan purin menjadi 100-150 mg purin perhari (diet
normal biasanya mengandung 600-1000 mg purin per hari). Makan
makanan yang yang mengandung purin antra lain: jeroan, (jantung, hati,
lidah ginjal, usus), sarden, kerang, ikan herring, kacang-kacangan,
bayam, udang, daun melinjo.
2. Kalori sesuai kebutuhan
Jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan dengan kebutuuhan tubuh
berdasarkan pada tinggi badan dan berat badan. Penderita gangguan
asam urat yang berlebihan berat badan, berat badannya harus
diturunkan dengan tetap memperhatikan jumlah konsumsi kalori.
Asupan kalori yang terlalu sedikit juga bisa meningkatkan kadar asam
urat karena adanya behan keton yang akan mempengaruhi pengeluaran
asam urat melalui urin.
3. Tinggi karbohidrat
Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkaong, roti dan ubi sangat baik
dikonsumsi oleh penderita asam urat karena akan meningkatkan
pengeluaran asam urat melalui urin. Konsumsi karbohidrat kompleks
ini sebaiknya tidak kurang dari 100 gram per hari. Karbohidrat
sederhana jenis fruktosa seperti gula, permen, arum manis, gulali, dan
sirop sebaiknya dihindari karena fruktosa akan meningkatkan kadar
asam urat dalam darah.
4. Rendah protein
Protein terutama yang berasal dari hewan dapat meningkatkan kadar
asam urat dalam daraah. Sumber makanan yang mengandung protein
32
hewani dalam jumlah yang tinggi, misalnya hati, ginjal, otak, paru dan
limpa. Asupan protein yang dianjurkan bagi penerita gangguan asam
urat adalah sebesar 50-70 gram/hari atau 0,8-1 gram/kg beart
badan/hari. Sumber protein yang didasarkan adalaah protein nabati
yang berasal dari susu, keju dan telur.
5. Rendah lemak
Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin. Makanan
yang digoreng, bersantan, serta margarine dan mentega sebaiknya
dihindari. Konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15% dari total kalori.
6. Tinggi cairan
Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu membuang asam urat
melalui urin. Karena itu, anda disarankan untuk menghabiskan minum
minimal sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas sehari. Air minum ini bia
berupa air putih masak, teh, atau kopi. Selain dari minuman, cairan bisa
diperoleh dari buah-buahan segar yang mengandung banyak air. Buah-
buahan yang disarankan adalah semangka, melon, blewah, nanas,
blimbing manis, jambu air. Selain buah-buahan tersebut, buah-buahan
yang lain juga boleh dikonsumsi karena buah-buahan sangat sedikit
mengandung purin. Buah buahan sebaiknya yang di hindari adalah
alpukat dan durian. Karena keduanya memiliki kandungan lemak yang
tinggi.
1. Tanpa alkohol
Berdasarkan penelitian di ketahui bahwa kadar asam urat mereka yang
mengonsumsi alkohol lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak
mcengonsumsi alkohol. Hal ini adalah karena alkohol akan meningkat
asam laktat plasma. Asam laktat ini akan menghambatpengeluaran
asam urat dari tubuh (Aspiani, 2014).
33
g. Komplikasi
Penyakit ginjal dapat terjadi pada pasien gout yang tidak ditangani,
terutama ketika hipertensi juga ada. Kristal urat menumpuk di jaringan
interstitial ginjal. Kristal asam urat juga terbentuk dalam tubula
pengumpul, pelvis ginjal, ureter, membentuk batu. Batu dapat memiliki
ukuran yang beragam dari butiran pasir hingga struktur masif yang
mengisi ruang ginjal. Batu asam urat dapat berpotensi mengobstruksi
aliran urin dan menyebabkan gagal ginjal akut (LeMone, Burke, &
Bauldoff, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Ed. 5, Vol. 4, 2012).
3. Ansietas
a. Definisi Ansietas
Istilah kecemasan dalam Bahasa Inggris yaitu anxiety yang berasal
dari Bahasa Latin angustus yang memiliki arti kaku, dan ango, anci yang
berarti mencekik (Trismiati, dalam Yuke Wahyu Widosari, 2010).
Syamsu Yusuf (2009) mengemukakan anxiety (cemas) merupakan
ketidakberdayaan neurotik, rasa tidak aman, tidak matang, dan
kekurangmampuan dalam menghadapi tuntutan realitas (lingkungan),
kesulitan dan tekanan kehidupan sehari-hari. Sarwono (2012) kecemasan
merupakan takut yang tidak jelas objeknya dan tidak jelas pula alasannya.
Dari berbagai pengertian kecemasana (anxiety) yang telah
dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah kondisi
emosi dengan timbulnya rasa tidak nyaman pada diri seseorang, dan
merupakan pengalaman yang samar-samar disertai dengan perasaan yang
tidak berdaya serta tidak menentu yang disebabkan oleh suatu hal yang
belum jelas.
b. Aspek-aspek Kecemasan
Stuart (2006) mengelompokkan kecemasan (anxiety) dalam respon
perilaku, kognitif, dan afektif, diantaranya.
1) Perilaku, diantaranya:
a) Gelisah
b) Ketegangan fisik
c) Tremor
d) Reaksi terkejut
e) Bicara cepat
f) Kurang koordinasi
g) Cenderung mengalami cedera
h) Menarik diri dari hubungan nterpersonal
i) Inhibisi
j) Melarikan diri dari masalah
k) Menghindar
35
l) Hiperventilasi
m) Sangat waspada.
2) Kognitif, diantaranya:
a) Perhatian terganggu
b) Konsentrasi buruk
c) Pelupa
d) Salah dalam memberikan penilaian
e) Preokupasi
f) Hambatan berpikir
g) Lapang persepsi menurun
h) Kreativitas menurun
i) Produktivitas menurun
j) Bingung
k) Sangat waspada
l) Keasadaran diri,
m) Kehilangan objektivitas
n) Takut kehilangan kendali
o) Takut pada gambaran visual
p) Takut cedera atau kematian
q) Kilas balik
r) Mimpi buruk.
3) Afektif, diantaranya:
a) Mudah terganggu
b) Tidak sabar
c) Gelisah
d) Tegang
e) Gugup
f) Ketakutan
g) Waspada
h) Kengerian
i) Kekhawatiran
j) Kecemasan
36
k) Mati rasa
l) Rasa bersalah
m) Malu.
c. Jenis-jenis kecemasan
Menurut Spilberger dalam Saputra (2012) menjelaskan kecemasan
dalam dua bentuk, yaitu:
1) Trait anxiety yaitu adanya rasa khawatir dan terancam yang
menghinggapi diri seseorang terhadap kondisi yang sebenarnya tidak
berbahaya. Kecemasan ini disebabkan oleh kepribadian individu yang
memang memiliki potensi cemas dibandingkan dengan individu yang
lainnya.
2) State anxiety State anxiety, merupakan kondisi emosional dan keadaan
sementara pada diri individu dengan adanya perasaan tegang dan
khawatir yang dirasakan secara sadar serta bersifat subjektif.
f. Tingkat Kecemasan
Kecemasan (Anxiety) memiliki tingkatan Stuart (2006)
mengemukakan tingkat ansietas, diantaranya.
1) Ansietas ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,
ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan
meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi
belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
2) Ansietas sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang
persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak
perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area
jika diarahkan untuk melakukannya.
3) Ansietas berat
Sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung
berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir
tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk
berfokus pada area lain.
4) Tingkat panik
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang rinci
terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan kendali,
individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian
dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.
40
5) Represi
Represi adalah tekanan untuk melupakan hal-hal, dan keinginan-
keinginan yang tidak disetujui oleh hati nuraninya. Semacam usaha
untuk memelihara diri supaya jangan terasa dorongan-dorongan yang
tidak sesuai dengan hatinya. Proses itu terjadi secara tidak disadari.
Subsitusi
Substitusi adalah cara pembelaan diri yang paling baik diantara cara-cara
yang tidak disadari dalam menghadapi kesukaran. Dalam substitusi orang
melakukan sesuatu, karena tujuan-tujuan yang baik, yang berbeda sama
sekali dari tujuan asli yang mudah dapat diterima, dan berusaha mencapai
sukses dalam hal itu.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Status fungsional
Menggambarkan konsep kualitas hidup lansia akibat diagnosa
medis yang dialami lansia. Pengkajian status fungsional adalah kunci
untuk memahami sejauh mana keluhan somatik pada lansia
berpengaruh pada fungsi rehabilitatif yang akan dijalani lansia. Alat
pengkajian status fungsional meliputi kemampuan melakukan aktivitas
sehari-hari (ADL).
Berikut ini pengkajian pada status fungsional lansia:
Indek barthel
Tabel 2.1 Penilaian Indek barthel
No Jenis aktivitas Nilai Penilaian
Bantuan Mandiri
1 Makan atau minum 5 10
2 Berpindah dari kursi roda ke 5-10 15
tempat tidur atau sebaliknya
3 Kebersihan diri: cuci muka, 0 5
menyisir, dan lain-lain
4 Keluar atau masuk kamar 5 10
mandi
5 Mandi 0 5
6 Berjalan (jalan datar) 10 15
7 Naik turun tangga 5 10
42
b. Pengkajian fisik
Adapun beberapa pemeriksaan fisik yang diantaranya:
1) Fungsi sirkulasi
Pengkajian yang dilakukan pada sistem ini meliputi anamnesa
penyakit, keluhan nyeri dadaatau ketidaknyamanan terutama yang
berhubungan dengan kelelahan dan diagnosa terkini dan pengobatan
yang dilakukan termasuk penggunaan obat bebas dan obat herbal.
Pengkajian fisik yang dilakukan meliputi pengukuran tekanan darah,
auskultasi bunyi jantung dan menghitung nadi. Protokol pengkajian
lain yang juga dilakukan meliputi exercise stress test, pemeriksaan
darah, elektrokadiogram dan pemeriksaan lain seperti pencitraan
jantung dan pembuluh darah.
2) Fungsi respirasi
Pengkajian pada sistem respirasi harus menanyakan riwayat
pengobatan (baik obat yang diresepkan, obat bebas maupun obat
herbal yang dikonsumsi) dan kaji riwayat merokok serta pemajanan
terhadap polutan selama hidup. Pengkajian laian yang dilakukan
meliputi pemeriksaan tanda-tanda kesulitan bernafas,
penurunanenergi untuk melakukan aktifitassehari-hari, batuk yang
sering dan produksi sekret berlebih. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan meliputi observasi postur dan usaha untuk bernafas serta
mengauskultasi suara nafas. Protokol pengkajian lain yang juga
43
Kriteria penilaian:
4 : Melakukan aktifitas dengan lengkap
3 : Sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
2 : Dengan bantuan sedang sampai maksimal
1 : Tidak mampu melakukan aktivitas
Keterangan
42 – 54 : Melakukan aktifitas dengan lengkap
28 – 41 : Sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
14 – 27 : Dengan bantuan sedang sampai maksimal
< 14 : Tidak mampu melakukan aktifitas
b) TUGT (Time Up and Go Test)
Tabel 2.3 Penilaian Koordinasi atau Keseimbangan
berdasarkan TUGT (Time Up and Go Test)
No Prosedur Waktu yang ditempuh
1 Posisi awal pasien duduk bersandar pada
kursi dengan lengan berada pada penyangga
lengan kursi. Pasien mengenakan alas kaki
yang biasa dipakai
2 Pada saat fisioterapis memberi aba-aba
“mulai” pasien berdiri dari kursi, boleh
menggunakan tangan untuk mendorong
berdiri jika pasien menghendaki
3 Pasien terus berjalan sesuai dengan
kemampuannya menempuh jarak 3 meter
menuju ke dinding, kemudian berbalik tanpa
menyentuh dinding dan berjalan kembali
menuju kursi. Sesampainya di depan kursi
pasien berbalik dan duduk kembali bersandar
4 Waktu dihitung sejak aba-aba “mulai” hingga
pasien duduk bersandar kembali (stopwatch
mulai menghitung setelah pemberian aba-aba
mulai dan berhenti menghitung saat subyek
kembali pada posisi awal atau duduk)
Keterangan:
Jika skor < 14 detik = 87% tidak ada resiko tinggi untuk jatuh
Jika skor ≥ 14 detik = 87% resiko tinggi untuk jatuh, harus mendapat
pengawasan yang optimal
46
8) Fungsi sensori
Proses menua menyebabkan perubahan pada proses menua
sehingga mempengaruhi status fungsional lansia. Dari lima indera
yang dimiliki manusia, indera penglihatan dan pendengaran paling
berdampak terhadap fungsi lansia sehari-hari.
9) Fungsi intergumen
Proses menua menyebabkan kulit lansia kehilangan
elastisitas, regenerasi sel melambat, sekresi kelenjar dan suplai darah
berkurang serta perubahan lain seperti penurunan lemak subkutan.
Kondisi ini menyebabkan kulit lansia menjadi lebih rentan terhadap
cedera dan infeksi. Lansia dengan penurunan mobilitas dan lansia
dengan kondisi bedrest berisiko menglamai gangguan integritas
kulit. Banyak lansia yang mengalami kulit ering dan gatal.
c. Pengkajian kognitif
1) Pengkajian status mental
Komponen periksaan status mental yaitu tingkat kesadaran (atensi),
bahasa (kelancaran, komprehensi, repetisi), memori (memori jangka
panjang dan memori jangka pendek), intrepretasi (kesamaan kata,
kemampuan menghitung, kemampuan menulis, kemampuan
konstruksional).
2) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran lansia dikaji dan hasilnya menunjukkan lansia
dalam kondisi cukup sadar untuk dikaji, lakukan pengkajian tentang
atensi. Pengkajian atensi penting untuk dilakukan karena lansia yang
mudah terdistaksi akan menunjukkan hasil pengkajian status mental
yang buruk.
3) Bahasa
Bahasa merupakan komponen penting yang harus dikaji dalam
pengkajian status mental. Pengkajian kemampuan berbahasa
dilakukan dengan mengguanakan tiga pendekatan yaitu pemahaman,
kelancaran dan pengulangan.
47
4) Memori
Memori dibagi menjadi tiga komponen, immediate recall,
dikaji dengan menggunakan repetisi angka. Normalnya, lansia
mengingat 5 hingga 7 angka.
d. Pengkajian psikologis
1) Kualitas hidup
Secara umum kualitas hidup mencakup semua area kehidupan,
komponen lingkungan dan mental, fisik, mental dan sosial.
2) Depresi
Perasaan putus asa yang dialami lansia dapat mengarahkan
lansiapada idebunuh diri. Maka rasa ketidakberdayaan dan
keputusasaan pada kontek klinis harus dikaji
3) Ansietas
Berikut salah satu alat ukur untuk mengkaji status ansietas lansia
menggunakan Hamilton Anxieaty Rating Scale (HARS)
NO Pertanyaan 0 1 2 3 4
1 Perasaan ansietas
a. Cemas
b. Firasat buruk
d. Mudah tersinggung
2 Keterangan
a. Merasa tegang
b. Lesu
d. Mudah terkejut
e. Mudah menangis
f. Gemetar
48
g. gelisah
3 Ketakutan
a. Pada gelap
c. Di tinggal sendiri
f. Pada keramaian
4 Gangguan tidur
a. Sukar masuk tidur
c. Tidak nyenyak
e. Banyak mimpi-mimpi
f. Mimpi buruk
g. Mimpi menakutkan
5. Gangguan kecerdasan
a. Sukar konsentrasi
6 Perasaan depresi
a. Hilangnya minat
b. Berkurangnya kesenangan
pada hobi
c. Sedih
e. Perasaan berubah-ubah
sepanjang hari
b. Kaku
c. Kedutan Otot
d. Gigi Gemerutuk
b. Penglihatan Kabur
d. Merasa Lemah
e. Perasaan ditusuk-Tusuk
9 Gejala Kardiovaskuler
a. Takhikardia
b. Berdebar
c. Nyeri di Dada
e. Perasaan Lesu/Lemas
Seperti Mau Pingsan
f. Detak Jantung
Menghilang (Berhenti
Sekejap)
10 Gejala Respiratori
a. Rasa Tertekan atau Sempit
Di Dada
b. Perasaan Tercekik
d. Napas Pendek/Sesak
11 Gejala Gastrointestinal
50
a. Sulit Menelan
b. Perut Melilit
c. Gangguan Pencernaan
g. Mual
h. Muntah
12 Gejala Urogenital
a. Sering Buang Air Kecil
c. Amenorrhoe
d. Menorrhagia
f. Ejakulasi Praecocks
g. Ereksi Hilang
h. Impotensi
13 Gejala Otonom
a. Mulut Kering
b. Muka Merah
c. Mudah Berkeringat
51
e. Bulu-Bulu Berdiri
14 Tingkah Laku Pada Wawancara
a. Gelisah
b. Tidak Tenang
c. Jari Gemetar
d. Kerut Kening
e. Muka Tegang
h. Muka Merah
SKOR
Skor:
0 : tidak ada
1 : ringan
2 : sedang
3 : berat
4 : berat sekali
Total skor:
3) Perubahan psikososial
4) Kognitif
f. Aktifitas dan istirahat tidur
2. Diagnosa Keperawatan
Ansietas yang berhubungan dengan perubahan besar (misalnya status
ekonomi, lingkungan, status kesehatan, fungsi peran, status peran
a. Definisi:
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons
otonom (sumber sering kali tidak spesifik tau tidak di ketahui oleh
individu, perasaan takut yang di sebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan
untuk bertindak menghadapi ancaman
b. Batasan karakteristik:
1) Perilaku
a) Agitasi
b) Gelisah
c) Gerakan ekstra
d) Insomnia
e) Mengekpresikan kekhawatiran karena perubahan dalam
peristiwa hidup
2) Afektif
a) Berfokus pada diri sendiri
b) Kesedihan yang mendalam
c) Perasaan tidak adekuat
d) Putus asa
3) Fisiologis
a) Gemetar
b) Tremor tangan
c) Wajah tegang
4) Simpatis
a) Peningkatan refleks
53
4) Monitoring
a) Identifikasi tingkat kecemasan
R/ pemantauan perkembangan tingkatan kecemasan pada klien
55
4. Tindakan Keperawatan
Proses implementasi keperawatan harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi, dan kegiatan komunikasi. Kesuksesan pelaksanaan
implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan,
maka perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual),
kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam
melakukan tindakan (Potter & Perry, 2005).
5. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap yang menentukan apakah tujuan pada
intervensi tercapai. Pada tahap evaluasi, perawat harus terus
memperhatikan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
diberikan, tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah
diberikan, dan lakukan pendokumentasian. Penilaian tujuan tidak tercapai,
maka perlu dicari penyebabnya dan perlu disusun rencana baru yang
sesuai (Potter & Perry, 2005).
C. Penelitian Terkait
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pranyata & Yuwanto (2014)
dengan judul pengaruh hidroterapi (Rendam kaki Air Hangat) terhadap
56
D. WOC
WOC LANSIA Dengan ARTHRITIS GOUT
Lansia (usia diatas 60 tahun)
57
ARTHRITIS GOUT
Hiperuricemi
a
Penumpukan di sendi
Pembentukan kristal
(thopi)
Ketidakberdayaan Risiko