Anda di halaman 1dari 54

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
1. Lansia (Lanjut Usia)
a. Definisi Lanjut Usia
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Menurut UU No. 13/Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Dewi, 2014).
Lanjut usia (lansia) sebagai tahap akhir siklus kehidupan
merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap
individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang
tidak dapat dihindari (Depkes RI, 1999 dalam Sutikno, 2011).

b. Klasifikasi Lanjut Usia


Menurut Depkes RI (2003, dalam Dewi, 2014) lansia
diklasifikasikan dalam kategori sebagai berikut:
1) Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 4–59 tahun.
2) Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan.
4) Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/ ataukegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
5) Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Klasifikasi lansia menurut World Health Organisation (WHO)
dalam Nugroho (2008) ada empat tahap yakni:
1) Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45–59 tahun
2) Usia lanjut (elderly), kelompok usia 60–74 tahun

5
6

3) Lanjut usia tua (old), kelompok usia antara 75–90 tahun


4) Usia sangat tua (very old), kelompok usia diatas 90 tahun

c. Karakteristik Lanjut Usia


Menurut Dewi (2014) lansia memiliki tiga karakteristik sebagai
berikut :
1) Berusia lebih dari 60 tahun.
2) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial hingga spiritual, serta dari
kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.
3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

d. Tipe Lansia
Menurut Dewi (2014), tipe lansia di bagi menjadi 5 tipe yaitu
tipe arif, tipe mandiri, tidak tidak puas, tipe pasrah dan tipe bingung.
1) Tipe arif bijaksana, yaitu kaya dengan hikmah, pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, dan menjadi panutan
2) Tipe mandiri, yaitu mengganti kegiatan yang hilang dengan yang
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan
memenuhi undangan
3) Tipe tidak puas, yaitu konflik lahir batin menentang proses
penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung,sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut
4) Tipe pasrah, yaitu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja
5) Tipe bingung, yaitu kaget, kehilangan, kepribadian, megasingkan
diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
7

e. Tugas Perkembangan Lansia


Menurut Ericksoon dalam Dewi (2014) kesiapan lansia untuk
beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap perkembangan usia lanjut
dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.
Apabila seseoarang dalam tahap tumbuh kembang sebelumnya
melakukan kegiatan sehari–hari dengan teratur dan baik serta membina
hubungan yang serasi dengan orang–orang disekitarnya, maka pada
usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan
pada tahap perkembangan sebelumnya seperti olahraga,
mengembangkan hobi bercocok tanam dan lain-lain.
Adapun tugas perkembangan lansia menurut Dewi (2014)
adalah sebagai berikut :
1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2) Mempersiapkan diri untuk pensiun
3) Membentuk hubungan baik dengan orang yang seusianya
4) Mempersiapkan kehidupan baru
5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial /masyarakat
secara santai
6) Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.

f. Pengertian Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, yang tidak hanya dimulai pada satu waktu tertentu, tetapi sejak
permulaan kehidupan (Maryam, 2008).
Menua merupakan proses yang berangsur–angsur mengakibatkan
perubahan yang kumulatif, merupakan proses penururnan daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang
berakhir dengan kematian (Dewi, 2014).
8

Ada beberapa hal yang dapat digunakan untuk memahami usia


tua,
antara lain (Papalia dkk, 2001 dalam Wijayanti, 2008):
1) Primary aging
Bahwa aging merupakan suatu proses penurunan atau kerusakan
fisik yang terjadi secara bertahap dan bersifat inevitable (tidak
dapat dihindarkan).
2) Secondary Aging
Proses aging merupakan hasil dari penyakit, abuse, dan disuse
pada tubuh yang seringkali lebih dapat dihindari dan dikontrol oleh
individu dibandingkan dengan primary aging, misalnya dengan
pola makan yang baik, menjaga kebugaran fisik dan lain–lain.

g. Teori Menua
Menurut Dewi (2014) ada beberapa teori yang berkaitan dengan
proses penuaan, yaitu teori biologis, teori psikologis, dan teori
sosiologi.
1) Teori biologi
a) Teori genetik
Teori genetik menyebutkan bahwa penuaan terutama
dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan
pada pembentukan kode genetik. Menurut teori genetika,
penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan
yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau
struktur jaringan. Dengan kata lain, perubahan tentang hidup
dan panjang usia telah ditentukan sebelumnya.
b) Wear and tear theory
Menurut teori “pemakaian dan perusakan” (wear and tear
theory) disebutkan bahwa proses menua terjadi akibat
kelebihan usaha dan stres yang menyebabkan sel tubuh menjadi
lelah dan tidak mampu meremajakan fungsinya. Proses menua
merupakan porses fisiologis.
9

c) Teori nutrisi
Proses menua dan kualitas proses menua dipengaruhi
intake nutrisi seseoarang sepanjang hidupnya. Intake nutrisi
yang baik pada setiap tahap perkembangan akan membantu
meningkatkan kualitas seseorang.
d) Teori mutasi somatik
Penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat
pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam
proses transkripsi DNA dan RNA dan dalam proses translasi
RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus menerus
sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau
perubahan sel normal meliputi sel kanker atau penyakit.
e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel–sel yang biasa
digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha, dan stres yang menyebabkan sel–sel tubuh lelah
terpakai.
f) Slow immunology theory
Menurut teori ini, sistem imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang
dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
g) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak
stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan
oksidasi oksigen bahan–bahan organik seperti karbohidrat dan
protein. Radikal ini menyebabkan sel–sel tidak dapat
melakukan generasi.
10

h) Teori rantai silang


Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia
sel–sel yang tua dan usang menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan
penurunan elastisitas, kekacauan, dan hilangnya fungsi sel.
2) Teori psikologis
a) Teori kebutuhan dasar manusia
Menurut hierarki Maslow tentang kebutuhan dasar
manusia, setiap manusia memiliki kebutuhan dan berusaha
untuk memenuhi kebutuhannya itu. Ketika individu mengalami
proses menua, ia akan berusaha memenuhi kebutuhan di
piramida tertinggi menurut hierarki Maslow yaitu aktualisasi
diri.
b) Teori individualisme jung
Menurut teori ini kepribadian seseorang tidak hanya
berorieantasi pada dunia luar namun juga pengalaman pribadi.
Keseimbangan merupakan faktor yang sangat penting untuk
menjaga kesehatan mental. Menurut teori ini proses menua
dikatakan berhasil apabila seorang individu melihat ke dalam
dan nilai dirinya lebih dari sekedar kehilangan atau pembatasan
fisiknya.
c) Teori pusat kehidupan manusia
Teori ini berfokus pada identifikasi dan pencapaian tujuan
kehidupan seseorang menurut lima fase perkembangan, yaitu:
1. Masa anak–anak; belum memiliki tujuan hidup yang
realistik
2. Remaja dan dewasa muda; mulai memiliki konsep tujuan
hidup yang spesifik
3. Dewasa tengah; mulai memiliki tujuan hidup yang lebih
kongkrit dan berusaha untuk mewujudkannya
4. Usia pertengahan; melihat ke belakang, mengevaluasi
tujuan yang telah dicapai
11

5. Lansia; saatnya berhenti untuk melakukan pencapaian


tujuan hidup.
d) Teori tugas perkembangan
Menurut tugas tahapan perkembangan ego Erickson,
tugas perkembangan lansia adalah integrity versus despair. Jika
lansia menemukan arti dari hidup yang dijalaninya, maka lansia
akan memiliki integritas ego untuk menyesuaikan dan
mengatur proses menua yang dialaminya. Jika lansia tidak
memiliki integritas makan ia akan marah, depresi, dan merasa
tidak adekuat dengan kata lain mengalami keputusasaan.
3) Teori sosiologi
a) Teori interaksi sosial
Menurut teori ini, pada lansia terjadi penurunan
kekuasaan dan prestise sehingga interaksi sosial mereka juga
berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan
mereka untuk mengikuti perintah.
b) Teori penarikan diri
Kemisikinan yang diderita lansia dan menurunnya
derajad kesehatan mengakibatkan seorang lansia perlahan–
lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.
c) Teori aktivitas (activity theory)
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses
bergantung pada bagaimana seorang lansia merasakan
kepuasan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan
aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dan
aktivitas yang dilakukan.
d) Teori berkesinambungan (continuity theory)
Menurut teori ini, setiap orang pasti berubah menjadi tua
namun kepribadian dasar dan pola perilaku individu tidak akan
mengalami perubahan. Pengalaman hidup seseorang pada suatu
saat merupakan gambarannya kelas pada saat menjadi lansia.
12

e) Subculture theory
Menurut teori ini lansia dipandang sebagai bagian dai sub
kultur. Secara antropologis, berarti lansia memiliki norma dan
standar budaya sendiri. Standar dan norma budaya ini meliputi
perilaku, keyakinan, dan harapan yang membedakan lansia dari
kelompok lainnya.

h. Perubahan Sistem Organ Tubuh Akibat Menua


Perubahan organ akibat proses menua dijelaskan sesuai sistem
organ tubuh. Kata “fungsi’ mengarah pada kemampuan lansia untuk
melakukan aktivitas sehari–hari. ADL dan aktivitas sehari–hari
independen (IADL) yang berpengaruh terhadap kehidupan individu
lansia. Lansia mengalami perubahan akibat proses menua (Dewi,
2014). Berikut adalah perubahan – perubahan sistem organ tubuh
akibat proses menua:
1) Sistem cardiovaskular
a) Jantung
1. Kekuatan otot jantung menurun
2. Katub jantung mengalami penebalan dan menjadi lebih
kaku
3. Nodus sinotrial yang bertanggung jawab terhadap
kelistrikan jantung menjadi kurang efektif dalam
menjalankan tugasnya dan impuls yang dihasilkan melemah
b) Pembuluh darah
1. Dinding arteri menjadi kurang alestis
2. Dinding kapiler menebal sehingga menyebabkan
melambatnya pertukaran antara nutrisi dan zat sisa
metabolisme antara sel dan darah
3. Dinding pembuluh darah yang semakin kaku akan
meningkatkan tekanan darah sitolik maupun diastolik
13

c) Darah
1. Volume darah menurun sejalan penurunan volume cairan
tubuh akibat proses menua
2. Penurunan jumlah sel darah merah, kadar hematokrit dan
kadar hemoglobin
3. Kontraksi jantung melemah, volume darah yang dipompa
menurun, dan cardiac output penurunan sekitar 1% per
tahun dari volume cardiac output orang dewasa normal
sebesar 5 liter
2) Sistem pernafasan
a) Cavum thorak
1. Cavum thorak mejadi kaku seiring dengan proses
kalsifikasi kartilago
2. Vertebrae thorakalis mengalami pemendekan dan
osteoporosis menyebabkan postur bungkuk yang akan
menurunkan ekspansi paru dan membatasi pergerakan
thorak
b) Otot bantu pernafasan
1. Otot abdomen melemah sehingga menurunkan usaha nafas
baik inspirasi maupun ekspirasi
c) Perubahan intrapulmonal
1. Daya recoil paru semakin manurun seiring pertambahan
usia
2. Alveoli melar dan menjadi lebih tipis, dan walaupun
jumlahnya konstan, jumlah alveoli yang berfungsi menurun
secara keseluruhan
3. Peningkatan ketebalan membran alveoli–kapiler,
menurunkan area permukaan fungsional untuk terjadinya
pertukaran gas
14

3) Sistem muskuloskeletas
a) Struktur tulang
1. Penurunan massa tulang menyebabkan tulang menjadi
rapuh dan lemah
2. Columna vertebralis mengalami kompresi sehingga
menyebabkan penuruna tinggi badan
b) Kekuatan otot
1. Regenerasi jaringan otot berjalan lambat dan massa otot
berkurang
2. Otot lengan dan betis mengecil berglambir
3. Seiring dengan inaktivitas otot kehilangan fleksiblitas dan
ketahanannya
c) Sendi
1. Keterbatasan rentang gerak
2. Kartilago menipis sehingga sendi menjadi kaku, nyeri dan
mengalami inflamasi
4) Sistem integumen
a) Kulit
1. Elastisitas kulit menurun, sehingga kulit berkerut dan
kering
2. Kulit menipis sehingga fungsi kulit sebagai pelindung bagi
pembuluh darah yang terletak dibawahnya berkurang
3. Lemak subkutan menipis
4. Penumpukan melanosit, menyebabkan terbentuknya
pigmentasi yang dikenal sebagai “aged spot”
b) Rambut
1. Aktivitas folikel rambut menurun sehingga rambut menipis
2. Penurunan melanin sehingga terjadi perubahan warna
rambut
15

c) Kuku
1. Penurunan aliran darah ke kuku menyebabkan bantalan
kuku menjadi tebal, keras dan rapuh dengan garis
longitudinal
d) Kelenjar keringat
1. Terjadi penurunan ukuran dan jumlah
5) Sistem gastrointestinal
a) Cavum oris
1. Reabsorbsi tulang bagian rahang dapat menyebabkan
tanggalnya gigi sehingga menurunkan kemampuan
mengunyah
2. Lansia yang mengenakan gigi palsu harus mengecek
ketepatan posisinya
b) Esofagus
1. Reflek telan melemah sehingga meningkatkan resiko
aspirasi
2. Melemahnya otot halus sehingga memperlambat waktu
pengosongan
c) Lambung
1. Penurunan sekresi asam lambung menyebabkan gangguan
absorbsi besi, vitamin B12, dan protein
d) Intestinum
1. Peristaltik menurun
2. Melemahnya peristaltik usus menyebabkan inkompetensi
pengosongan bowel
6) Sistem genitourinaria
a) Fungsi ginjal
1. Aliran darah ke ginjal menurun karena penurunan cardiac
output dan laju filtrasi glomerulus menurun
2. Terjadi gangguan dalam kemampuan mengkonsentrasikan
urine
16

b) Kandung kemih
1. Tonus otot menghilang dan terjadi gangguan pengosongan
kandung kemih
2. Penurunan kapasitas kandung kemih
c) Miksi
1. Pada pria, dapat terjadi peningkatan frekuensi miksi akibat
pembesaran prostat
2. Pada wanita, peningkatan frekuensi miksi dapat terjadi
akibat melemahnya otot perineal
d) Reproduksi wanita
1. Terjadi atropi vulva
2. Penurunan jumlah rambu pubis
3. Sekresi vaginal menurun, dinding vagina menjadi tipis dan
kurang elastik
e) Reproduksi pria
1. Ukuran testis mengecil
2. Ukuran prostat membesar
7) Sistem persarafan
a) Neuron
1. Terjadi penurunan jumlah neuron di otak dan batang otak
2. Sintesa dan metabolisme neuron berkurang
3. Massa otak berkurang secara progresif
b) Pergerakan
1. Sensasi kinestetik berkurang
2. Gangguan keseimbangan
3. Penurunan reaction time
c) Tidur
1. Dapat terjadi insomnia dan mudah terbangun di malam hari
2. Tidur dalam (tahap IV) dan tidur REM berkurang
8) Sistem sensori
a) Penglihatan
1. Penurunan kemampuan memfokuskan objek dekat
17

2. Terjadi peningkatan densitas lensa, dan akumulasi lemak di


sekitar iris, menimbulkan adanya cincin kuning keabu–
abuan
3. Produksi air mata menurun
4. Penurunan ukuran pupil dan sensitivitas pada cahaya
5. Kemampuan melihat di malam hari menurun, iris
kehilangan pigmen sehingga bola mata berwarna biru muda
atau keabu–abuan
b) Pendengaran
1. Penurunan kemampuan untuk mendengarkan suara
berfrekuensi tinggi
2. Serumen mengandung banyak keratin sehingga mengeras
c) Perasa
1. Penurunan kemampuan untuk merasakan rasa pahit, asin
dan asam
d) Peraba
1. Penurunan kemampuan untuk merasakan nyeri ringan dan
perubahan suhu

2. Artritis Gout
a. Definisi Artritis Gout
Penyakit artritis gout adalah salah satu penyakit inflamasi sendi
yang paling sering ditemukan, ditandai dengan penumpukan kristal
monosodium urat di dalam ataupun di sekitar persendian. Asam urat
merupakan kristal putih tidak berbau dan tidak berasa lalu mengalami
dekomposisi dengan pemanasan menjadi asam sianida (HCN) sehingga
menghasilkan cairan ekstraseslular yang disebut sodium urat. Jumlah asam
urat dalam darah dipengaruhi oleh intake purin, biosintesis asam urat
dalam tubuh, dan banyaknya ekskresi asam urat (Sholihah, 2014)

Gout dapat diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder. Gout


primer diakibatkan oleh efek yang diturunkan oleh metabolisme purin,
mengakibatkan ekskresi renal yang meningkat atau menurun. Hal ini
18

termasuk 85% dari keseluruhan kasus, di mana 95% mengenai pria.


Serangan inisial gout terjadi pada decade ketiga atau keempat dalam
kehidupan (Black & Hawks, 2009).

Gout sekunder merupakan kondisi yang didapat yang tejadi


mengikuti kelainan hematopoetik (myeloma multiple, polisitemia vera,
dan leukimia) atau kelainan ginjal. Pada kelainan hematopoetik, pergantian
sel dan produksi asam urat meningkat. Selain itu, gout akan berkembang
dari induksi cepat akibat kemoterapi atau terapi radiasi ketika terjadi
destruksi massif pada sel. Kelainan ginjal yang menurunkan ekskresi asam
urat juga akan berkembang ke arah gaout. Hiperurisemi juga merupakan
hasil penggunaan aspirin, tiazid, dan diuretic merkuri, dan madikasi
antituberkulosis. Intiksitasi alkohol dan kelaparan meningkatkan kadar
urat pad serum dengan menghambat ekskresi renal sebagai hasil asidosis
laktat dan ketosis, secara berurutan. Selain itu konsumsi alkohol akan
meningkatkan produksi urat dengan menstimulasi pemecahan purin.
Penggunaan diuretic yang berkepanjangan dan medikasi lain (levedopa,
asam nikotinat, salisilat dosis rendah) juga mengurani ekskresi asam urat
dan mempresipitasi gout.

Gambar 1 1 Gout pada Kaki


b. Etiologi

Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya


deposit/penimbunan asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering
19

tejadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan kelainan
metabolik dalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang
dari ginjal (Aspiani, 2014).

Faktor pencetus terjadinya endapan kristal urat adalah sebagai


berikut (Aspiani, 2014).

1) Diet tinggi purin dapat memicu terjadinya gout pada orang yang
mempunyai kelainan bawaan daalm metabolisme purin sehingga terjadi
peningkatan produksi asam urat (Aspiani, 2014).
2) Penurunan filtrasi glomerulus merupakan penyebab penurunan ekskresi
asam urat yang paling sering dan mungkin banyak disebabkan oleh
banyak hal (Aspiani, 2014).
3) Pemberian obat diuretik seperti tiazid dan furosemid, salisilat dosis
rendah dan etanol juga merupakan penyebab penurunan ekskresi asam
urat yang sering dijumpai (Aspiani, 2014).
4) Produksi yang berlebihan dapat disebabkan oleh adanya defek primer
pada jalur penghematan purin (mis. Defisiensi hipoxantin fosforibasil
transferase), yang meyebabkan peningkatan pergantian sel (mis.
Sindrom lisis tumor) menyebabkan hiperurisemia sekunder (Aspiani,
2014).
5) Minum alkohol dapat meimbulkan serangan gout karena alkohol
meningkatkan produksi urat. Kadar laktat darah meningkat akibat
produk sampingan dari metabolism normal alkohol. Asam laktat
menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga terjadi
peningkatan kadarnya dalam serum (Aspiani, 2014).
6) Sejumlah obat-obatan dapat menghambat ekskresi asam urat oleh
ginjalsehingga dapat menyebabkan serangan gout. Yang termasuk
diantaranya adalah aspirin dosis rendah (<1-2g/hari), levodopa,
diazoksid, asam nikotinat, asetazolamid, dan etambutol (Aspiani, 2014).
20

Sejumlah faktor risiko untuk gout telah diidentifikasi, yaitu


(LeMone, Burke, & Bauldoff, 2012):

a. Gender pria
b. Usia
c. Diet: tinggi konsumsi daging dan makanan laut
d. Asupan alkohol, terutama bir
e. Konsumsi minuman ringan pemanis gula atau fruktosa
f. Obesitas
g. Medikasi: diuretik, aspirin
Dari faktor risiko tersebut, gender pria dan penuaan tidak dapat
dimodifikasi; faktor risiko lainnya dapat dimodifikasi. Konsumsi diet kaya
dalam daging dan makanan laut berkaitan dengan risiko terjadinya gout
lebih tinggi, sedangkan asupan protein total dan konsumsi sayuran kaya
purin tidak menunjukkan kontribusi terhadap perkembangan penyakit.
Ketika konsumsi alkohol telah diketahui meningkatkan risiko
hiperurisemia dan gout, penelitian terbaru menunjukkan bahwa
mengonsumsi minuman ringan yang dimaniskan dengan gula atau fruktosa
(sirup jagung) juga meningkatkan risiko gout pada pria. Obesitas dan
sindrom metabolik (obesitas abdomen, hiperlipidemia, hipertensi, dan
resistensi urin) sangat berkorelasi dengan hiperurisemia dan gout
(LeMone, Burke, & Bauldoff, 2012).

c. Patofisiologi

Gout terjadi sebagai respons terhadap produksi berlebihan atau


ekskresi asam urat yang kurang, menyebabkan tingginya kadar asam urat
dalam darah (hiperurisemia) dan pada cairan tubuh lainnya, termasuk
cairan sinovial. Gangguan progresif khas ini ditandai dengan pemupukan
urat (endapan yang tidak larut) dalam sendi dan jaringan ikat tubuh. Gout
biasanya memiliki awitan tiba-tiba, biasanya di malam hari, dan sering kali
melibatkan sendi matetarsofalangeal pertama (jari kaki besar). Serangan
akut awal biasanya diikuti oleh periode selama beberapa bulan atau
beberapa tahun tanpa manifestasi. Seiring dengan kemajuan penyakit, urat
21

menumpuk di berbagai jaringan ikat lain. Pemupukan dalam cairan


sinovial menyebabkan inflamasi akut sendi (artritis gout). Seiring dengan
waktu, pemupukan urat dalam jairngan subkutan menyebabkan
pembentukan nodul putih kecil yang disebut tofi. Pemupukan kristal dalam
ginjal dapat membentuk batu ginjal urat dan menyebabkan gagal ginjal
(LeMone, Burke, & Bauldoff, 2012).

Kadar asam urat dalam darah ditentukan oleh keseimbangan antara


produksi (10% pasien) dan ekskresi (90% pasien). Bila keseimbangan ini
terganggu maka dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar asam
urat dalam darah yang disebut hiperurisemia. Gangguan metabolisme yang
mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai
peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl. Secara klinis,
hiperurisemia mempunyai arti penting karena dapat menyebabkan artritis
gout, nefropati, tofi, dan nefrolithiasis. Masalah akan timbul jika terbentuk
kristal-kristal monosodium urat monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan
sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk seperti jarum ini mengakibatkan
reaksi peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan nyeri hebat yang
sering menyertai gout. Jika tidak diobati, endapan kristal akan
menyebabkan kerusakan yang hebat pada sendi dan jaringan lunak
(Sholihah, 2014).

Gout sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki
bagian tengah. Gout merupakan kelompok keadaan heterogenous yang
berhubungan dengan efek genetik pada metabolism purin (hiperurisemia).
Pada keadaan ini bisa terjadi oversekresi asam urat, atau kombinasi
keduanya (Aspiani, 2014).

Asam urat merupakan produk pemecahan metabolisme purin.


Normalnya, keseimbangan terjadiantara produksi dan ekskresi, dengan
sekitar dua pertiga jumlah yang dihasilkan setiap hari dikeluarkan oleh
ginjal dan sisanya dalam feses. Kadar asam urat serum normalnya
dipertahankan antara 3,5 sampai 7,0 mg/dL pada pria dan 2,8 dan 6,8
mg/dL pada wanita. Pada tingkat yang lebih besar dari 7,0 mg/dL, serum
22

tersaturasi dengan urat, bentuk asam urat terionisasi. Saat peningkatan


konsentrasi, plasma menjadi supersaturasi, menciptatakan risiko
pembentukan kristal monosodium urat. Sebagian besar waktu,
hiperurisemia terjadi dari ekskresi asam urat yang kurang oleh ginjal;
produksi berlebihan terjadi pada hiperurisemia pada sekitar 10% individu
(Terkeltaub, 2009 dalam LeMone, Burke, & Bauldoff, 2012). Pada
hiperurisemia, peningkatan kadar urat ada dalam cairan ekstraselular lain,
termasuk cairan sinovial merupakan pelarut yang buruk untuk urat
daripada plasma, meningkatkan risiko untuk pembentukan kristal urat
(Porth & Matfin, 2009 dalam LeMone, Burke, & Bauldoff, 2012). Kristal
monosodium urat dapat terbentuk dalam cairan sinovial atau dalam
membrane sinovial, kartilago, atau jaringan ikat sendi lainnya. Kristal
cenderung terbentuk pada jaringan perifer tubuh, sementara itu suhu yang
lebih rendah mengurangi kelarutan asam urat. Kristal juga terbentuk di
jaringan ikat dan ginjal. Kristal ini menstimulasi dan melanjutkan proses
inflamasi, selama neutrofil berespon dengan ingesti kristal. Neutrofil
melepaskan fagolisosom, menyebabkan kerusakan jaringan, yang
menyebabkan terjadinya inflamasi terus-menerus. Pada akhirnya, proses
inflamasi merusak kartilago sendi dan tulang yang menyertai (Porth &
Matfin, 2009 dalam LeMone, Burke, & Bauldoff, 2012).

Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh


pembentukan berlebihan oleh atau penurunan ekskresi asam urat, ataupun
keduanya. Asam urat adalah produk akhir metaboleisme purin. Secara
normal, metabolisme purin menjadi asam urat dapat diterangkan sebagai
berikut : sintesi purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur
penghematan (salvage pathway) (Aspiani, 2014).

1) Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat


melalui precursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat,
yang diubah melalui serangkaian zat antara menjadi nekleotida purin
(asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan
oleh serangkaian mekanisme yang kompleks, dan terdapat beberapa
23

enzim yang memprcepat reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (PRPP)


sintetase dan amido-fosforibosiltransferase (amido-PRT). Terdapat
suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh nekleotida purin yang
terbetuk, yang fungsinya untuk mencegah pembentukan yang
berlebihan (Aspiani, 2014).
2) Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nekleotida purin melalui
basa purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan.
Jalur ini tidak melalui zat-zat perantara seperti pada jalur de novo.
Basa purin bebas (adenine, guanin, hipoxantin)berkondensasi PRPP
untuk membentuk precursor nukleotida purin dan asam urat. Reaksi
ini dikatalisis oleh dua enzim: hipoxantin guanin
fosforibosiltransfarase (HGPRT) dan adenine
fosforibosiltransferase(APRT) (Aspiani, 2014).

Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolism purin akan difiltrasi
secara bebas oleh glomerulus dan direabsorbsi tubulus proksimal ginjal.
Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron
distal dan dikeluarkan melalui urin. Pada penyakit gout, terdapat gangguan
keseimbangan metabolisme (pembentukan dan ekskresi)dan asam urat
tersebut, meliputi :

1) Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik


2) Penurunan ekskresi asam urat sekunder, misalnya gagal ginjal.
3) Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor
( yang meningkatkan cellular turnver) atau peningkatan sintssis purin
(karena defek enzim-enzim atau mekanisme umpan balik inhibisi yang
berperan ).
4) Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin
5) Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan
kadar asam dalam tubuh. Asam urat ini merupakn suatu zat yang
kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung membentuk kristal.
Penimbunan asam urat paling banyak terdapat sendi di dalam bentuk
24

kristal monosodium urat. Mekanismenya hingga saat ini masih belum


diketahui (Aspiani, 2014).
Adanya kristal monotarium urat ini akan menyebabkan inflamasi
melalui beberapa cara:

1) Kristal bersifat mengaktifan sistem klompenen terutama C3a dan


C5a. Klomponen ini bersifat kemotatik dan akn mekerut neutrofil
ke jari- jaringan ( sendi dan membran sinovium). Fagositosis
terhadap kristal memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan
leukotrien, terutama eukotrien B. Kematian netrofil menyebabkan
keluarnya enxim ilisosom yang destruktif (Aspiani, 2014).
2) Makofrag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat dalam
sendi akan melakukan aktifiras fagositosis. Dan juga
mengeluarkan berbagai mediator ponflmasi seperti IL-1, IL-6, IL-
8 dan TNF. Mediator –mediator ii akan mempperkuat res[on
peradangan, disamping itu mengaktofkan sel sinovium dan sel
tulang rawan untuk menghasilkan protease. Protease ini akan
menyebabkan cedera ringan (Aspiani, 2014).
3) Penimbunan kristal urat dan serangan serangan yang berukang
akan memyebabkan terbentuknya endapan seperti kapur putih
yang disebit tofi/tofus (tophus) di tulang rawan dan kapsul sendi.
Ditemapt tersebut endapan akan memicu reaksi peradanngan
granulomatosa, yang ditandai dengan masa urat amorf (kristal)
dikelilingi oleh mrakofag, limfosit, fibroblas, dan sel raksasa
benda aing.Peradangan kronis yang persisten dapat menyebabkan
fibrosis sinovium ,erusi tulang rawan dan dapat diikuti oleh
fusisendi (anklosis). Tofus dapat terbentuk di tempat lain
( misalnya tendon,bursa, jaringan lunak). Pengendapan kristal
asam urat dalam tubulus ginjal dapan mengakibatkan
penyumbatan da nefropati gout (Aspiani, 2014).
25

d. Manifestasi Klinis

Pada keadaan noramal kadar urat serum pada laki- laki mulai
meningkat sudah pubertas. Pada perempuan kadar urat tidak meningkat
setelah menopause karena estrogen meningkatkan eskresi asam urat
melalui ginjal. Setelah monopause, kadar urat serum meningkat seperti
pada pria. Gout jarang ditemukan pada perempuan. Ada prevelasi familial
dalam penyakit yang mengesankan satu dasar genetik dari penyakit ini.
Namun, ada beberapa faktor yang agaknya menimbulkan penyakit ini,
termasuk diet, berat badan dan gaya hidup (Aspiani, 2014).

Terdapat 4 stadium perjalanan klinis dari penyakit gout yaitu


(Aspiani, 2014):

1) Stadium I
Stadium I adalah hiperusememia asimtomatik . Nilai normal dari asam
urat laki- laki adalah 5,1±1,0 mg/dl, dan pada perempuan adalah 4,0 ±
1,0 mg/dl. Nilai –nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dl pada
seseoarang dengan gout. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukkan
gejala-gejala selain dari peningkatakan asam urat serum. Hanya 20 %
dari pasien hiperuresemia asimtomatik. Yang berlanjut menjadi
serangan gout akut (Aspiani, 2014).
2) Stadium II
Stadium II adalah arthritis gout akut. Pada tahap ini terjadi awitan
mendadak pembengkalan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada
sendi ibu jari dan sendi matetarsofalangeal. Arthitis bersifat
monoartikular dan menunjukkan tanda-tanda peradangan lokal.
Mungkin terdapat demam dan peningkatan jumlah leukosit. Serangan
dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-obatan, alkohol, atau
setres emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien untuk mencari
pengobatan segera. Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi
jari-jari tangan, dan siku-siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa
pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari (Aspiani,
2014).
26

3) Stadium III

Stadium III adalah serangan gout akut (gout interkritis), adalah tahap
interkritis. Tidak terjadi masalah-masalah pada tahap ini, yang dapat
berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang
yang mengalami gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika
tidak diobati (Aspiani, 2014).

4) Stadium IV

Stadium IV adalah gout kronik, dengan timbunan asam urat yang terus
bertambah dalam beberapaa tahun jika pengobatan tidak dimulai.
Peradangan kronik akibatnya kristal-kristal asam urat mengakibatkan
nyeri, sakit dan kaku, juga pembesaran dan penonjolan sendi yang
bengkak. Tofi terbentuk pada masa gout kronik akibat insolubilitas
relatif asam urat. Awitan dan ukuran Tofi secara proporsional
mungkin berkaitan dengan kadar urat serum. Bursa olekranon, tendon
achiles, permukaan ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar, dan
heliks telinga adalah tempat-tempat yang sering dihingapi tofi. Secara
klinis tofi ini mungkin sulit dibedakan dengan nodul reumatik. Pada
masa kini tofi jarang terlihat dan akan menghilang dengan terapi yang
tepat (Aspiani, 2014).

e. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Subkomite The American Rheumatism Association menetapkan


bahwa kriteria diagnostik untuk gout adalah:

1. Adanya kristal urat yang khas dalam cairan sendi.


2. Tofi terbukti mengandung kristal urat berdasarkan pemeriksaan
kimiawi dan mikroskopik dengan sinar terpolarisasi.
3. Diagnosis lain, seperti ditemukan 6 dari beberapa fenomen aklinis,
laboratoris, dan radiologis sebagai tercantum dibawah ini:
a. Lebih dari sekali mengalami serangan arthritis akut.
b. Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari.
27

c. Serangan artrtis monoartikuler.


d. Kemerahan di sekitar sendi yang meradang.
e. Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit atau
membengkak.
f. Serangan unilateral pada sendi tarsal (jari kaki).
g. Serangan unilateral pada sendi MTP 1.
h. Dugaan tophus (deposit besar dan tidak teratur dari natrium urat) di
kartilago artikular (tulang rawan sendi) dan kapsula sendi.
i. Hiperurikemia.
j. Pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja).
Sedangkan menurut Aspiani (2014), pemeriksaan penunjang dari
penyakit gout asrthritis adalah sebagai berikut.
a. Serum asam urat
Umumnya meningkat, diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini
mengindikasikan hiperuricemia,akibat peningkatan produksi asam urat
atau gangguan ekskresi.
b. Leukosit
Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm³
selama serangan akut. Selama periode asimtomatik angka leukosit
masih dalam batas normal yaitu 5000-10.000/mm³
c. Eusinofil Sedimen Rate
Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen rate
mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam
urat di persendihan
d. Urin spesimen 24 jam
Urin di kumpulkan dan di periksa untuk menentukan produksi dan
ekskresi dan asam urat. Jumlah normal seorang mengekresikan 250-
750mg/24jam asam urat dalam urin. Ketika produksi asam urat
meningkat maka level asam urat urin meningkat. Kadar kurang dari
800mg/24jam mengindikasikan gangguan ekskresi pada pasien
dengan peningkatan serum asam urat. Instruksikan pasien untuk
menampung semua urin dengan proses atau tissu tollet selama waktu
28

pengumpulan. Biasanya diet purin normal di rekomendasikan selama


pengumpulan urin meskipun diet bebas purin pada waktu itu
diindikasikan
e. Analisis cairan anspirasi sendi
Analisis cairan anspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut
atau material aspirasi dari sebuah tofi penggunaan jarum kristal urat
yang tajam,memberikan diagnosis definitif gout.
f. Pemeriksaan radiografi
Pada sendi yang terserang , hasil pemeriksaan menunjukkan tidak
terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah penyakit
berkembang progresif maka akan terlihat jelas/area terpukul pada
tulang yang berada dibawa sinavial sendi (Aspiani, 2014).

f. Penatalaksanaan

Tujuan untuk mengakhiri serangan akut secepat mungkin,


mencegah serangan berulang, dan pencegahan komplikasi (Aspiani, 2014).
1. Pada stadium I (hiperrisemia asimtomatik)
a. Biasanya tidak membutuhkan pengobatan
b. Turunkan kadar asam urat dengat obat-obat urikosurik dan
penghambat xanthin oksidase
2. Stadium II (arthritis gout akut)
Serangan akut arthritis gout dapat diobati dengan obat-obatan
antiinflamasi nonsteroid atau kolkisin. Obat-obat ini di berikan dalam
dosis tinggi atau dosis penuh untuk mengurangi peradangan akut
sendi. Kemudian dosis ini di turunkan secara bertahap dalam beberapa
hari.
a. Kolkisin diberikan 1 mg (2 tablet) kemudian 0,5 mg (1 tablet) setiap 2
jam sampai serangan akut menghilang
b. Indometasin 4x50 mg seharian
c. Fenil butason 3x100-200 mg selama serangan,kemudian turunkan
d. Penderita dianjurkan untuk diet purin, hindari alkohol dan obat-obat
yang menghanbat ekskresi asam urat
29

Diet purin hanya berkontribusi sediikit terhadap kadar asam urat dalam
tubuh, dan tidak ada diet khusus untuk direkomendasikan. Jika diet rendah
purin direkomendasikan, pasien harus diajarkan bahwa makan kaya purin
seperti daging dan makanan laut berkaitan dengan hiperurisemia,
sedangkan sayuran kaya purin, seperti bayam, asparagus, cauliflower dan
jamur biasanya tidak. Pasien yang mengalami obesitas disarankan untuk
menurukan berat badan, tetapi puasa dikontraindikasikan untuk pasien
yang mengalami gout. Asupan alkohol dan makanan khusus yang
cenderung mempresipatasi serangan dihindari (LeMone, Burke, &
Bauldoff, 2012).

Berikut adalah tata laksanana yang dapat diberikan pada gout arthritis
stadium IV (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2012).

1) Kaji kemungkinan kontraindikasi terhadap terapi colchicine, antara


lain penyakit GI, ginjal, hati, atau jantung yang serius.
2) Berikan colchicine oral pada saat lambung kosong untuk memfasilitasi
absorbsi.
3) Evaluasi efek samping, antara lain kram abdomen, mual, muntah, dan
diare, serta laporkan secaraa cepat karena efek samping perlu
dihentikan
3. Stadium III (tahap inter kritis)
Pengobatan gout kronik adalah berdasarkan usaha untuk menurunkan
produksi asam urat atau meningkatkan ekskresi asam urat oleh ginjal. Obat
alopurinol menghambat pembentukan asam urat dari (xantin dan
hipoxantin) dengan menghambat enzim xantinoksidase. Obat ini dapat di
berikan dalam dosis yang memudahkan yaitu sekali sehari
a. Hindari faktor pencetus timbulnya serangan seperti banyak makan
lemak,alkohol dan protein,trauma dan infeksi
b. Berikan obat profilaktik (kalkisin 0.5-i mg indometasin tiap hari
4. Stadium IV (gout kronik)
a. Alopurinol menghambat enzim xantin oksidase sehingga mengurangi
pembentukan asam urat
30

b. Obat-obat urikosurik yaitu prebenesid dan sulfinpirazon


c. Tofi yang besar atau tidak hilang dengan pengobatan konservatif perlu
dieksisi
Terapi pencegahan dengan meningkatkan ekskresi asam urat
menggunakan probenezid 0.5 g/hari atau sulfinpyrazone (anturane)
pada pasien yang tidak tahan terhadap benemid dan menurunkan
pembentukan asam urat dengan allopurinol 100 mg 2 kali/hari
(Aspiani, 2014).

Berikut adalah tata laksanana yang dapat diberikan pada gout arthritis
stadium IV (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2012).

1) Monitor masukan dan haluaran serta tingkatkan asupan cairan hingga


sekitas 3 L/hari.
2) Monitor efek yang diinginkan penurunan kadar asam urat serum, dan
untuk efek samping seperti mual, diare, dan ruam.
3) Kaji BUN dan kadar kreatinin sebelum permulaan dan terapi dengan
allopurinol. Laporkan tanda gangguan fungsi ginjal, seperti
peningkatan BUN dan kreatinin , penurunan haluaran urin, dan urine
dilusi atau urin berbsa kedokter.
4) Berikan bersama makan untuk meminimalkan distress lambung.
5) Monitor CBC secara periodic karena terapi allopurinol dapat
menyebabkan depresi sumsum tulang.
6) Pada pasien yang menerima warfarin secara bersamaan, monitor
waktu protrombin dan waspadai bukti perdarahan, karena allopurinol
memperlama waktu paruh warfarin.
7) Monitor pasien yang menerima chlorpropamide, cyclophosphamide,
hydantion, theophyline, vidabrine, atau inhibitor ACE secara
bersamaan untuk meningkatkan efek obat.
8) Hentikan obat dan beri tahu dokter segera jika pasien mengalami
ruam. Ruam dan respons hiperseensitivitas terjadi lebh sering pada
pasien yang meneriam ampicilin, amoxicillin, atau diuretic tiazad
31

Berikut adalah tindakan pencegahan penyakit gout arthritis (Aspiani,


2014).

1. Pembatasan purin
Apabila telah terjadi pembengkakan sendi maka penderita gangguan
asam urat harus melakukan diet bebas purin. Namun karena hampir
semua bahan makanan sumber protein megandung nukleoprotein maka
hal ini hampir tidak mungkin dilakukan. Maka yang harus dilakukan
adalah membatasi asupan purin menjadi 100-150 mg purin perhari (diet
normal biasanya mengandung 600-1000 mg purin per hari). Makan
makanan yang yang mengandung purin antra lain: jeroan, (jantung, hati,
lidah ginjal, usus), sarden, kerang, ikan herring, kacang-kacangan,
bayam, udang, daun melinjo.
2. Kalori sesuai kebutuhan
Jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan dengan kebutuuhan tubuh
berdasarkan pada tinggi badan dan berat badan. Penderita gangguan
asam urat yang berlebihan berat badan, berat badannya harus
diturunkan dengan tetap memperhatikan jumlah konsumsi kalori.
Asupan kalori yang terlalu sedikit juga bisa meningkatkan kadar asam
urat karena adanya behan keton yang akan mempengaruhi pengeluaran
asam urat melalui urin.

3. Tinggi karbohidrat
Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkaong, roti dan ubi sangat baik
dikonsumsi oleh penderita asam urat karena akan meningkatkan
pengeluaran asam urat melalui urin. Konsumsi karbohidrat kompleks
ini sebaiknya tidak kurang dari 100 gram per hari. Karbohidrat
sederhana jenis fruktosa seperti gula, permen, arum manis, gulali, dan
sirop sebaiknya dihindari karena fruktosa akan meningkatkan kadar
asam urat dalam darah.

4. Rendah protein
Protein terutama yang berasal dari hewan dapat meningkatkan kadar
asam urat dalam daraah. Sumber makanan yang mengandung protein
32

hewani dalam jumlah yang tinggi, misalnya hati, ginjal, otak, paru dan
limpa. Asupan protein yang dianjurkan bagi penerita gangguan asam
urat adalah sebesar 50-70 gram/hari atau 0,8-1 gram/kg beart
badan/hari. Sumber protein yang didasarkan adalaah protein nabati
yang berasal dari susu, keju dan telur.

5. Rendah lemak
Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin. Makanan
yang digoreng, bersantan, serta margarine dan mentega sebaiknya
dihindari. Konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15% dari total kalori.

6. Tinggi cairan
Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu membuang asam urat
melalui urin. Karena itu, anda disarankan untuk menghabiskan minum
minimal sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas sehari. Air minum ini bia
berupa air putih masak, teh, atau kopi. Selain dari minuman, cairan bisa
diperoleh dari buah-buahan segar yang mengandung banyak air. Buah-
buahan yang disarankan adalah semangka, melon, blewah, nanas,
blimbing manis, jambu air. Selain buah-buahan tersebut, buah-buahan
yang lain juga boleh dikonsumsi karena buah-buahan sangat sedikit
mengandung purin. Buah buahan sebaiknya yang di hindari adalah
alpukat dan durian. Karena keduanya memiliki kandungan lemak yang
tinggi.

1. Tanpa alkohol
Berdasarkan penelitian di ketahui bahwa kadar asam urat mereka yang
mengonsumsi alkohol lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak
mcengonsumsi alkohol. Hal ini adalah karena alkohol akan meningkat
asam laktat plasma. Asam laktat ini akan menghambatpengeluaran
asam urat dari tubuh (Aspiani, 2014).
33

Berbagai suplemen nutrisi dan herbal dapat digunakan untuk


mencegah gout atau meredakan awitan manifestasi. Hal ini antara lain
(LeMone, Burke, & Bauldoff, 2012):

1) Vitamin E dan selenium dapat mengurangi inflamsi jaringan.


2) Asam amino (alanin, asam aspartat, asam glutamate, dan gelisin)
menigkatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan asam urat.
3) Blue berries bewarna merah kehitaman ( seperti ceri dan
blackberries). Adalah sumber flavonoid yang baik, yang membantu
menurukan kadar asam urat, meredakan inflamasi, dan mencegah
atau memperbaiki kerusakan jaringan ginjal.

g. Komplikasi

Penyakit ginjal dapat terjadi pada pasien gout yang tidak ditangani,
terutama ketika hipertensi juga ada. Kristal urat menumpuk di jaringan
interstitial ginjal. Kristal asam urat juga terbentuk dalam tubula
pengumpul, pelvis ginjal, ureter, membentuk batu. Batu dapat memiliki
ukuran yang beragam dari butiran pasir hingga struktur masif yang
mengisi ruang ginjal. Batu asam urat dapat berpotensi mengobstruksi
aliran urin dan menyebabkan gagal ginjal akut (LeMone, Burke, &
Bauldoff, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Ed. 5, Vol. 4, 2012).

Sedangkan menurut Aspiani (2014), gout artritis juga bisa


menyebabkan komplikasi sebagai berikut.
a. Deformitas pada persendihan yang terserang
b. Urolitiasis akibat deposit kristal urat pada saluran perkemihan
c. Nephrophaty akibat deposit kristal urat dalam interstisial ginjal
d. Hipertensi ringan
e. Proteinuria
f. Hiperlipidemia
34

3. Ansietas
a. Definisi Ansietas
Istilah kecemasan dalam Bahasa Inggris yaitu anxiety yang berasal
dari Bahasa Latin angustus yang memiliki arti kaku, dan ango, anci yang
berarti mencekik (Trismiati, dalam Yuke Wahyu Widosari, 2010).
Syamsu Yusuf (2009) mengemukakan anxiety (cemas) merupakan
ketidakberdayaan neurotik, rasa tidak aman, tidak matang, dan
kekurangmampuan dalam menghadapi tuntutan realitas (lingkungan),
kesulitan dan tekanan kehidupan sehari-hari. Sarwono (2012) kecemasan
merupakan takut yang tidak jelas objeknya dan tidak jelas pula alasannya.
Dari berbagai pengertian kecemasana (anxiety) yang telah
dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah kondisi
emosi dengan timbulnya rasa tidak nyaman pada diri seseorang, dan
merupakan pengalaman yang samar-samar disertai dengan perasaan yang
tidak berdaya serta tidak menentu yang disebabkan oleh suatu hal yang
belum jelas.

b. Aspek-aspek Kecemasan
Stuart (2006) mengelompokkan kecemasan (anxiety) dalam respon
perilaku, kognitif, dan afektif, diantaranya.
1) Perilaku, diantaranya:
a) Gelisah
b) Ketegangan fisik
c) Tremor
d) Reaksi terkejut
e) Bicara cepat
f) Kurang koordinasi
g) Cenderung mengalami cedera
h) Menarik diri dari hubungan nterpersonal
i) Inhibisi
j) Melarikan diri dari masalah
k) Menghindar
35

l) Hiperventilasi
m) Sangat waspada.
2) Kognitif, diantaranya:
a) Perhatian terganggu
b) Konsentrasi buruk
c) Pelupa
d) Salah dalam memberikan penilaian
e) Preokupasi
f) Hambatan berpikir
g) Lapang persepsi menurun
h) Kreativitas menurun
i) Produktivitas menurun
j) Bingung
k) Sangat waspada
l) Keasadaran diri,
m) Kehilangan objektivitas
n) Takut kehilangan kendali
o) Takut pada gambaran visual
p) Takut cedera atau kematian
q) Kilas balik
r) Mimpi buruk.
3) Afektif, diantaranya:
a) Mudah terganggu
b) Tidak sabar
c) Gelisah
d) Tegang
e) Gugup
f) Ketakutan
g) Waspada
h) Kengerian
i) Kekhawatiran
j) Kecemasan
36

k) Mati rasa
l) Rasa bersalah
m) Malu.

Menurut Risnawita (2014) membagi kecemasan menjadi tiga aspek,


yaitu :
1) Aspek fisik, seperti pusing, sakit kepala, tangan mengeluarkan
keringat, menimbulkan rasa mual pada perut, mulut kering, grogi, dan
lain-lain.
2) Aspek emosional, seperti timbulnya rasa panik dan rasa takut.
3) Aspek mental atau kognitif, timbulnya gangguan terhadap perhatian
dan memori, rasa khawatir, ketidakteraturan dalam berpikir, dan
bingung.

c. Jenis-jenis kecemasan
Menurut Spilberger dalam Saputra (2012) menjelaskan kecemasan
dalam dua bentuk, yaitu:
1) Trait anxiety yaitu adanya rasa khawatir dan terancam yang
menghinggapi diri seseorang terhadap kondisi yang sebenarnya tidak
berbahaya. Kecemasan ini disebabkan oleh kepribadian individu yang
memang memiliki potensi cemas dibandingkan dengan individu yang
lainnya.
2) State anxiety State anxiety, merupakan kondisi emosional dan keadaan
sementara pada diri individu dengan adanya perasaan tegang dan
khawatir yang dirasakan secara sadar serta bersifat subjektif.

Sedangkan menurut Freud dalam Feist & Feist (2012) membedakan


kecemasan dalam tiga jenis, yaitu.
1) Kecemasan neurosis
Kecemasan neurosis adalah rasa cemas akibat bahaya yang tidak
diketahui. Perasaan itu berada pada ego, tetapi muncul dari dorongan.
Kecemasan neurosis bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu
37

sendiri, namun ketakutan terhadap hukuman yang mungkin terjadi jika


suatu insting dipuaskan.
2) Kecemasan moral
Kecemasan ini berakar dari konflik antara ego dan superego.
Kecemasan ini dapat muncul karena kegagalan bersikap konsisten
dengan apa yang mereka yakini benar secara moral. Kecemasan moral
merupakan rasa takut terhadap suara hati. Kecemasan moral juga
memiliki dasar dalam realitas, di masa lampau sang pribadi pernah
mendapat hukuman karena melanggar norma moral dan dapat dihukum
kembali.
3) Kecemasan realistik
Kecemasan realistik merupakan perasaan yang tidak menyenangkan
dan tidak spesifik yang mencakup kemungkinan bahaya itu sendiri.
Kecemasan realistik merupakan rasa takut akan adanya bahaya-bahaya
nyata yang berasal dari dunia luar.

d. Ciri-ciri dan Gejala Kecemasan


Menurut Hawari (2006) mengemukakan gejala kecemasan
diantaranya.
1) Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang
2) Memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir)
3) Kurang percaya diri, gugup apabila tampil di muka umum (demam
panggung)
4) Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain
5) Tidak mudah mengalah, suka ngotot
6) Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah
7) Sering mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatik), khawatir
berlebihan terhadap penyakit
8) Mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah yang kecil
(dramatisasi)
9) Dalam mengambil keputusan sering diliputi rasa bimbang dan ragu
10) Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya sering
38

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan


Menurut Davidson dalam Saputra (2012) menjelaskan faktor-faktor
yang menimbulakan kecemasan, seperti pengetahuan yang dimiliki
seseorang mengenai situasi yang sedang dirasakannya, apakah situasi
tersebut mengancam atau tidak memberikan ancaman, serta adanya
pengetahuan mengenai kemampuan diri untuk mengendalikan dirinya
(seperti keadaan emosi serta fokus kepermasalahannya). Menurut Rodman
dalam Risnawita (2014) menyatakan terdapat dua faktor yang dapat
menimbulkan kecemasan, yaitu.
1) Pengalaman negatif pada masa lalu
Sebab utama dari timbulnya rasa cemas kembali pada masa kanak-
kanak, yaitu timbulnya rasa tidak menyenangkan mengenai peristiwa
yang dapat terulang lagi pada masa mendatang, apabila individu
menghadapi situasi yang sama dan juga menimbulkan
ketidaknyamanan, seperti pengalaman pernah
gagal dalam mengikuti tes.
2) Pikiran yang tidak rasional
Pikiran yang tidak rasional terbagi dalam empat bentuk, yaitu.
a) Kegagalan ketastropik, yaitu adanya asumsi dari individu bahwa
sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya. Individu mengalami
kecemasan serta perasaan ketidakmampuan dan ketidaksanggupan
dalam mengatasi permaslaahannya.
b) Kesempurnaan, individu mengharapkan kepada dirinya untuk
berperilaku sempurna dan tidak memiliki cacat. Individu
menjadikan ukuran kesempurnaan sebagai sebuah target dan
sumber yang dapat memberikan inspirasi.
c) Persetujuan
d) Generalisasi yang tidak tepat, yaitu generalisasi yang berlebihan,
ini terjadi pada orang yang memiliki sedikit pengalaman.
39

f. Tingkat Kecemasan
Kecemasan (Anxiety) memiliki tingkatan Stuart (2006)
mengemukakan tingkat ansietas, diantaranya.
1) Ansietas ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,
ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan
meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi
belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
2) Ansietas sedang
Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang
persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak
perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area
jika diarahkan untuk melakukannya.
3) Ansietas berat
Sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung
berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir
tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk
berfokus pada area lain.
4) Tingkat panik
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang rinci
terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan kendali,
individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian
dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.
40

g. Upaya untuk Mengurangi Kecemasan


Cara yang terbaik untuk menghilangkan kecemasan ialah dengan jalan
menghilangkan sebeb-sebabnya. Menurut Zakiah Daradjat (1988: 29)
adapun cara-cara yang dapat dilakukan, antaralain.
1) Pembelaan
Usaha yang dilakukan untuk mencari alasan-alasan yang masuk akal
bagi tindakan yang sesungguhnya tidak masuk akal, dinamakan
pembelaan. Pembelaan ini tidak dimaksudkan agar tindakan yang tidak
masuk akal itu dijadikan masuk akal, akan tetapi membelanya,
sehingga terlihat masuk akal. Pembelaan ini tidak dimaksudkan untuk
membujuk atau membohongi orang lain, akan tetapi membujuk dirinya
sendiri, supaya tindakan yang tidak bisa diterima itu masih tetap dalam
batas-batas yang diingini oleh dirinya.
2) Proyeksi
Proyeksi adalah menimpakan sesuatu yang terasa dalam dirinya
kepada orang lain, terutama tindakan, fikiran atau dorongan-dorongan
yang tidak masuk akal sehingga dapat diterima dan kelihatannya
masuk akal.
3) Identifikasi
Identifikasi adalah kebalikan dari proyeksi, dimana orang turut
merasakan sebagian dari tindakan atau sukses yang dicapai oleh orang
lain. Apabila ia melihat orang berhasil dalam usahanya ia gembira
seolah-olah ia yang sukses dan apabila ia melihat orang kecewa ia juga
ikut merasa sedih.
4) Hilang hubungan (disasosiasi)
Seharusnya perbuatan, fikiran dan perasaan orang berhubungan satu
sama lain. Apabila orang merasa bahwa ada seseorang yang dengan
sengaja menyinggung perasaannya, maka ia akan marah dan
menghadapinya dengan balasan yang sama. Dalam hal ini perasaan,
fikiran dan tindakannya adalah saling berhubungan dengan harmonis.
Akan tetapi keharmonisan mungkin hilang akibat pengalaman
pengalaman pahit yang dilalui waktu kecil.
41

5) Represi
Represi adalah tekanan untuk melupakan hal-hal, dan keinginan-
keinginan yang tidak disetujui oleh hati nuraninya. Semacam usaha
untuk memelihara diri supaya jangan terasa dorongan-dorongan yang
tidak sesuai dengan hatinya. Proses itu terjadi secara tidak disadari.
Subsitusi
Substitusi adalah cara pembelaan diri yang paling baik diantara cara-cara
yang tidak disadari dalam menghadapi kesukaran. Dalam substitusi orang
melakukan sesuatu, karena tujuan-tujuan yang baik, yang berbeda sama
sekali dari tujuan asli yang mudah dapat diterima, dan berusaha mencapai
sukses dalam hal itu.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Status fungsional
Menggambarkan konsep kualitas hidup lansia akibat diagnosa
medis yang dialami lansia. Pengkajian status fungsional adalah kunci
untuk memahami sejauh mana keluhan somatik pada lansia
berpengaruh pada fungsi rehabilitatif yang akan dijalani lansia. Alat
pengkajian status fungsional meliputi kemampuan melakukan aktivitas
sehari-hari (ADL).
Berikut ini pengkajian pada status fungsional lansia:
Indek barthel
Tabel 2.1 Penilaian Indek barthel
No Jenis aktivitas Nilai Penilaian
Bantuan Mandiri
1 Makan atau minum 5 10
2 Berpindah dari kursi roda ke 5-10 15
tempat tidur atau sebaliknya
3 Kebersihan diri: cuci muka, 0 5
menyisir, dan lain-lain
4 Keluar atau masuk kamar 5 10
mandi
5 Mandi 0 5
6 Berjalan (jalan datar) 10 15
7 Naik turun tangga 5 10
42

8 Berpakaian atau bersepatu 5 10


9 Mengontrol defekasi 5 10
10 Mengontrol berkemih 5 10
Jumlah
Keterangan:
0– 20 : Ketergantungan penuh atau total
21 – 61 : Ketergantungan berat
62 – 90 : Ketergantungan moderat
91 – 99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri

b. Pengkajian fisik
Adapun beberapa pemeriksaan fisik yang diantaranya:
1) Fungsi sirkulasi
Pengkajian yang dilakukan pada sistem ini meliputi anamnesa
penyakit, keluhan nyeri dadaatau ketidaknyamanan terutama yang
berhubungan dengan kelelahan dan diagnosa terkini dan pengobatan
yang dilakukan termasuk penggunaan obat bebas dan obat herbal.
Pengkajian fisik yang dilakukan meliputi pengukuran tekanan darah,
auskultasi bunyi jantung dan menghitung nadi. Protokol pengkajian
lain yang juga dilakukan meliputi exercise stress test, pemeriksaan
darah, elektrokadiogram dan pemeriksaan lain seperti pencitraan
jantung dan pembuluh darah.
2) Fungsi respirasi
Pengkajian pada sistem respirasi harus menanyakan riwayat
pengobatan (baik obat yang diresepkan, obat bebas maupun obat
herbal yang dikonsumsi) dan kaji riwayat merokok serta pemajanan
terhadap polutan selama hidup. Pengkajian laian yang dilakukan
meliputi pemeriksaan tanda-tanda kesulitan bernafas,
penurunanenergi untuk melakukan aktifitassehari-hari, batuk yang
sering dan produksi sekret berlebih. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan meliputi observasi postur dan usaha untuk bernafas serta
mengauskultasi suara nafas. Protokol pengkajian lain yang juga
43

dilakukan meliputi pemeriksaan darah dan fungsi paru, pencitraan


paru dan pemeriksaan sputum.
3) Fungsi gastrointestinal
Menganamnesa pola makan lansia, perubahan nafsu makan,
riwayat mual dan muntah, atau nyeri perut. Selain itu kaji juga fungsi
eleminasi bowel. Tanyakan juga riwayat pengobatan yang
dikonsumsi. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan meliputi
pemeriksaan dengan barium enema, rontgen, analisafeses dan
pemeriksaan kolon.
4) Fungsi genitourinaria
Lakukan anamnesa untuk mengkaji riwayat kesulitan dalam
frekuensi miksi baik siang ataupun malam hari. Jika masalah utama
yang muncul adalah inkontinensia maka lanjutkan pengkajian untuk
mengetahui jenis inkontinensia. Lansia dengan inkontinensia akan
membatasi intake cairan, sehinggaperlu melakukan pengkajian untuk
mengetahui kondisi kulit dan gastrointestional. Kaji intake cairan,
terutama minuman alkohol dan kafein dan kaji tanda-tanda dehidrasi.
Kaji riwayat pengobatan yang dikonsumsi. Tes diagnostik yang
diperlukan meliputi pemeriksaan darah, bakteri ataupun pemeriksaan
komponen lain seperti keton.
5) Fungsi seksualitas
Kesehatan dan faktor sosial sangat berpengaruh terhadap
aktivitas seksual lansia. Penyakit kronis seperti osteoarthritis, gout
arthritis dapat menurunkan konsep citra tubuh. Pengkajian harus
berfokus pada konsep fungsi seksual untuk mengetahui adanya
perubahan pola seksualitas. Berikan pertanyaan terbuka untuk
memudahkan pengkajian pada lansia.
6) Fungsi neurologi
Sistem neurologi berpengaruh terhadap semua sistem tubuh.
Pengkajian neurologis pada lansia terdiri dari berbagai komponen.
Perawat harus mengkaji riwayat pengobatan dan diagnosa terkait
fungsi neurologis, seperti riwayat stroke. Perawat harus
44

mengobservasi dan menanyakan adanya gangguan dalam berbicara,


berekspresi, menelan, orientasi, keseimbangan, fungsi sensasi dan
motorik. Selain itu juga adanya gangguan tidur, tremor dan kejang.
7) Fungsi muskuloskeletal
Proses menua menyebabkan penurunan tonus otot, kekuatan
dan ketahanan sistem muskuloskeletal. Penyakit yang umum terjadi
pada ansia adalah arthritis. Perawat harus menanyakan riwayat nyeri
sendi: seperti sendi mana yang sakit, sudah berapa lama nyeri
dirasakan, apakah nyeri mengganggu aktivitas sehari-hari,.
Kaji postur gaya berjalan, cara lansia berjalan dan berpindah,
apakah lansia menggunakan alat bantu, ekspresi wajah dan ekspresi
non verbal lainnya yang mengindikasikan ketidaknyamanan.
Lakukan tes keseimbangan pada lansia untuk mengkaji fungsi
keseluruhan lansia. Berikut ini pengkajian pada
fungsimuskuloskeletal:

a) Berg Balance Scale (BBS)


Tabel 2.2 Penilaian Koordinasi atau Keseimbangan
berdasarkan Berg Balance Scale (BBS)
No Aspek penilaian Keterangan Nilai
1 Berdiri dengan postur normal
2 Berdiri dengan postur normal (dengan mata
tertutup)
3 Berdiri dengan satu kaki Kanan:
Kiri:
4 Berdiri, fleksi trunk, dan berdiri ke posisi
netral
5 Berdiri, lateral dan fleksi trunk
6 Berjalan, tempatkan salah satu tumit di depan
jari kaki yang lain
7 Berjalan sepanjang garis lurus
8 Berjalan mengikuti tanda gambar pada lantai
9 Berjalan mundur
10 Berjalan mengikuti lingkaran
11 Berjalan dengan tumit
12 Berjalan dengan ujung kaki
Jumlah:
45

Kriteria penilaian:
4 : Melakukan aktifitas dengan lengkap
3 : Sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
2 : Dengan bantuan sedang sampai maksimal
1 : Tidak mampu melakukan aktivitas
Keterangan
42 – 54 : Melakukan aktifitas dengan lengkap
28 – 41 : Sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
14 – 27 : Dengan bantuan sedang sampai maksimal
< 14 : Tidak mampu melakukan aktifitas
b) TUGT (Time Up and Go Test)
Tabel 2.3 Penilaian Koordinasi atau Keseimbangan
berdasarkan TUGT (Time Up and Go Test)
No Prosedur Waktu yang ditempuh
1 Posisi awal pasien duduk bersandar pada
kursi dengan lengan berada pada penyangga
lengan kursi. Pasien mengenakan alas kaki
yang biasa dipakai
2 Pada saat fisioterapis memberi aba-aba
“mulai” pasien berdiri dari kursi, boleh
menggunakan tangan untuk mendorong
berdiri jika pasien menghendaki
3 Pasien terus berjalan sesuai dengan
kemampuannya menempuh jarak 3 meter
menuju ke dinding, kemudian berbalik tanpa
menyentuh dinding dan berjalan kembali
menuju kursi. Sesampainya di depan kursi
pasien berbalik dan duduk kembali bersandar
4 Waktu dihitung sejak aba-aba “mulai” hingga
pasien duduk bersandar kembali (stopwatch
mulai menghitung setelah pemberian aba-aba
mulai dan berhenti menghitung saat subyek
kembali pada posisi awal atau duduk)

Keterangan:
Jika skor < 14 detik = 87% tidak ada resiko tinggi untuk jatuh
Jika skor ≥ 14 detik = 87% resiko tinggi untuk jatuh, harus mendapat
pengawasan yang optimal
46

8) Fungsi sensori
Proses menua menyebabkan perubahan pada proses menua
sehingga mempengaruhi status fungsional lansia. Dari lima indera
yang dimiliki manusia, indera penglihatan dan pendengaran paling
berdampak terhadap fungsi lansia sehari-hari.
9) Fungsi intergumen
Proses menua menyebabkan kulit lansia kehilangan
elastisitas, regenerasi sel melambat, sekresi kelenjar dan suplai darah
berkurang serta perubahan lain seperti penurunan lemak subkutan.
Kondisi ini menyebabkan kulit lansia menjadi lebih rentan terhadap
cedera dan infeksi. Lansia dengan penurunan mobilitas dan lansia
dengan kondisi bedrest berisiko menglamai gangguan integritas
kulit. Banyak lansia yang mengalami kulit ering dan gatal.
c. Pengkajian kognitif
1) Pengkajian status mental
Komponen periksaan status mental yaitu tingkat kesadaran (atensi),
bahasa (kelancaran, komprehensi, repetisi), memori (memori jangka
panjang dan memori jangka pendek), intrepretasi (kesamaan kata,
kemampuan menghitung, kemampuan menulis, kemampuan
konstruksional).
2) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran lansia dikaji dan hasilnya menunjukkan lansia
dalam kondisi cukup sadar untuk dikaji, lakukan pengkajian tentang
atensi. Pengkajian atensi penting untuk dilakukan karena lansia yang
mudah terdistaksi akan menunjukkan hasil pengkajian status mental
yang buruk.
3) Bahasa
Bahasa merupakan komponen penting yang harus dikaji dalam
pengkajian status mental. Pengkajian kemampuan berbahasa
dilakukan dengan mengguanakan tiga pendekatan yaitu pemahaman,
kelancaran dan pengulangan.
47

4) Memori
Memori dibagi menjadi tiga komponen, immediate recall,
dikaji dengan menggunakan repetisi angka. Normalnya, lansia
mengingat 5 hingga 7 angka.
d. Pengkajian psikologis
1) Kualitas hidup
Secara umum kualitas hidup mencakup semua area kehidupan,
komponen lingkungan dan mental, fisik, mental dan sosial.
2) Depresi
Perasaan putus asa yang dialami lansia dapat mengarahkan
lansiapada idebunuh diri. Maka rasa ketidakberdayaan dan
keputusasaan pada kontek klinis harus dikaji
3) Ansietas
Berikut salah satu alat ukur untuk mengkaji status ansietas lansia
menggunakan Hamilton Anxieaty Rating Scale (HARS)

Tabel 2.4 Penilaian Hamilton Anxiety Rating Scala (HARS)

NO Pertanyaan 0 1 2 3 4
1 Perasaan ansietas
a. Cemas

b. Firasat buruk

c. Takut akan pikiran sendiri

d. Mudah tersinggung

2 Keterangan
a. Merasa tegang

b. Lesu

c. Tidak bisa istrahat dengan


tenang

d. Mudah terkejut

e. Mudah menangis

f. Gemetar
48

g. gelisah

3 Ketakutan
a. Pada gelap

b. Pada orang asing

c. Di tinggal sendiri

d. Pada binatang besar

e. Pada keramaian lalu lintas

f. Pada keramaian

4 Gangguan tidur
a. Sukar masuk tidur

b. Terbangun malam hari

c. Tidak nyenyak

d. Bangun dengan lesu

e. Banyak mimpi-mimpi

f. Mimpi buruk

g. Mimpi menakutkan

5. Gangguan kecerdasan
a. Sukar konsentrasi

b. Daya ingat buruk

6 Perasaan depresi
a. Hilangnya minat

b. Berkurangnya kesenangan
pada hobi

c. Sedih

d. Bangun dini hari

e. Perasaan berubah-ubah
sepanjang hari

7 Gejala Somatik (Otot)


49

a. Sakit dan Nyeri di Otot-


Otot

b. Kaku

c. Kedutan Otot

d. Gigi Gemerutuk

e. Suara Tidak Stabil


8 Gejala Somatik (Sensorik)
a. Tinitus

b. Penglihatan Kabur

c. Muka Merah atau Pucat

d. Merasa Lemah

e. Perasaan ditusuk-Tusuk

9 Gejala Kardiovaskuler
a. Takhikardia

b. Berdebar

c. Nyeri di Dada

d. Denyut Nadi Mengeras

e. Perasaan Lesu/Lemas
Seperti Mau Pingsan

f. Detak Jantung
Menghilang (Berhenti
Sekejap)

10 Gejala Respiratori
a. Rasa Tertekan atau Sempit
Di Dada

b. Perasaan Tercekik

c. Sering Menarik Napas

d. Napas Pendek/Sesak

11 Gejala Gastrointestinal
50

a. Sulit Menelan

b. Perut Melilit

c. Gangguan Pencernaan

d. Nyeri Sebelum dan


Sesudah Makan

e. Perasaan Terbakar di Perut

f. Rasa Penuh atau Kembung

g. Mual

h. Muntah

i. Buang Air Besar Lembek

j. Kehilangan Berat Badan

k. Sukar Buang Air Besar


(Konstipasi)

12 Gejala Urogenital
a. Sering Buang Air Kecil

b. Tidak Dapat Menahan Air


Seni

c. Amenorrhoe

d. Menorrhagia

e. Menjadi Dingin (Frigid)

f. Ejakulasi Praecocks

g. Ereksi Hilang

h. Impotensi

13 Gejala Otonom
a. Mulut Kering

b. Muka Merah

c. Mudah Berkeringat
51

d. Pusing, Sakit Kepala

e. Bulu-Bulu Berdiri
14 Tingkah Laku Pada Wawancara
a. Gelisah

b. Tidak Tenang

c. Jari Gemetar

d. Kerut Kening

e. Muka Tegang

f. Tonus Otot Meningkat

g. Napas Pendek dan Cepat

h. Muka Merah
SKOR
Skor:

0 : tidak ada
1 : ringan
2 : sedang
3 : berat
4 : berat sekali

Total skor:

Kurang dari 14 : tidak ada kecemasan

14-20 : kecemasan ringan

21-27 : kecemasan sedang

28-41 : kecemasan berat

42-56 : kecemasan berat sekali

e. Nutrisi, perubahan pada lansia yang berhubungan dengan nutrisi


1) Perubahan fisik
2) Perubahanstatus kesehatan
52

3) Perubahan psikososial
4) Kognitif
f. Aktifitas dan istirahat tidur

2. Diagnosa Keperawatan
Ansietas yang berhubungan dengan perubahan besar (misalnya status
ekonomi, lingkungan, status kesehatan, fungsi peran, status peran
a. Definisi:
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons
otonom (sumber sering kali tidak spesifik tau tidak di ketahui oleh
individu, perasaan takut yang di sebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan
untuk bertindak menghadapi ancaman
b. Batasan karakteristik:
1) Perilaku
a) Agitasi
b) Gelisah
c) Gerakan ekstra
d) Insomnia
e) Mengekpresikan kekhawatiran karena perubahan dalam
peristiwa hidup
2) Afektif
a) Berfokus pada diri sendiri
b) Kesedihan yang mendalam
c) Perasaan tidak adekuat
d) Putus asa
3) Fisiologis
a) Gemetar
b) Tremor tangan
c) Wajah tegang
4) Simpatis
a) Peningkatan refleks
53

b) Peningkatan denyut nadi


c) Peningkatan frekuensi pernafasan
5) Parasimpatis
a) Kesemutan pada ektremitas
b) Letih
c) Pusing
d) Sering berkemih
6) Kognitif
a) Cenderung menyalahkan orang lain
b) Gangguan konsentrasi
c) Melamun
d) Penurunan kemampuan memecahkan masalah
e) Penurunan lapang persepsi
3. Rencana Keperawatan
a. NOC:
1) Anxiety self control
2) Anxiety level
b. Kriteria hasil:
1) Mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan
3) Mampu mengungkapkan dan menunjukkan teknik mengontrol
cemas
4) Mampu mendemonstrasikan cara mengurangi kecemasan
c. NIC: Anxiety Reduction
1) Health education
a) Gunakan pendekatan yang menenangkan
R/ klien merasa nyaman dan percaya
b) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur
R/ klien mengerti dan dapat melakukan kegiatan dengan baik
54

c) Ajarkan klien tentang upaya pegurangan tingkat ansietas


menggunakan rendam kaki air hangat untuk memberikan rasa
nyaman pada klien.
R/ memberikan solusi menangani masalah ansietas pada klien
2) Nursing treatment
a) Lakukan modifikasi lingkungan dengan suasana tenang dan
tidak bising dari lingkungan luar
R/ agar klien merasa nyaman
b) Dekatkan kursi di dekat tempat tidur klien
R/ menghindari resiko jatuh pada klien
c) Anjurkan klien merendam kaki pada baskom yang berisi air
hangat (suhu 37 C – 39 C) selama 10-15 menit
R/ karena dengan suhu tersebut merupakan suhu nyaman
dalam tubuh
d) Ajarkan cara merendam kaki pada klien dengan benar dan
pada saat ansietas (kecemasan timbul)
R/ agar klien dapat melakukan kegiatan secara mandiri untuk
kedepannya
3) Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan tim penjaga wisma atau ruangan: untuk
memberikan suasana yang nyaman dan tenang (tidak bising
suara)
R/ memberikan dukungan dari pihak internal dalam proses
terapi
b) Kolaborasi dengan tim sarana dan prasarana UPT: perhatikan
kamar agar selalu bersih dan wangi pada lingkungan klien.
R/ memberikan suasana tenang dan nyaman

4) Monitoring
a) Identifikasi tingkat kecemasan
R/ pemantauan perkembangan tingkatan kecemasan pada klien
55

b) Monitoring ada kondisi lingkungan yang menjadi faktor risiko


R/ pemantauan faktor pencetus pada lingkungan klien
c) Monitoring penerapan cara mengurangi kecemasan
R/ untuk evaluasi penerapan secara mandiri ke depannya

4. Tindakan Keperawatan
Proses implementasi keperawatan harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi, dan kegiatan komunikasi. Kesuksesan pelaksanaan
implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan,
maka perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual),
kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam
melakukan tindakan (Potter & Perry, 2005).
5. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap yang menentukan apakah tujuan pada
intervensi tercapai. Pada tahap evaluasi, perawat harus terus
memperhatikan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
diberikan, tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah
diberikan, dan lakukan pendokumentasian. Penilaian tujuan tidak tercapai,
maka perlu dicari penyebabnya dan perlu disusun rencana baru yang
sesuai (Potter & Perry, 2005).

C. Penelitian Terkait
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pranyata & Yuwanto (2014)
dengan judul pengaruh hidroterapi (Rendam kaki Air Hangat) terhadap
56

penurunan tingkat kecemasan pada lansia di Desa Sumbersari Kecamatan


Maesan Kabupaten Bondowoso menyatakan bahwa berdasarkan uji analisa
Wilcoxon Macth Paired Test didapatkan hasil da pengaruh hidroterapi
(rendam kaki air hangat) terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia.
Hal ini ditunjukkan dengan nilai p = 0,021. P < α yaitu 0,021 < 0,05.
Menurut Stevenson (2007), hidroterapi adalah sebuah teknik yang
menggunakan air sebagai media untuk menghilangkan rasa sakit dan
mengobati penyakit. Hidroterapi memiliki efek relaksasi bagi tubuh, sehingga
mampu merangsang pengeluaran hormon endorphin dalam tubuh dan
menekan hormon adrenalin. Dengan demikian, lansia yang menjalani
treatment ini akan merasa tenang, relaks dan tidak ada beban.
Treatment hidroterapi mampu memberikan efek relaksasi dengan
meningkatkan kenyamanan melalui sensasi hangat pada permukaan telapak
kaki. Konsep ini akan meningkatkan pelepasan hormone endorphin, sehingga
tubuh merasa lebih rileks dan menekan tingkat stress. Oleh karena itu,
hidroterapi (rendam kaki air hangat) mampu memberikan penurunan pada
tingkat kecemasan lansia.

D. WOC
WOC LANSIA Dengan ARTHRITIS GOUT
Lansia (usia diatas 60 tahun)
57

Penurunan (degenerasi) sitem


fisik tubuh

Perubahan pada kartilago

Sendi menjadi Inflamasi

ARTHRITIS GOUT

Hiperuricemi
a
Penumpukan di sendi

Pembentukan kristal
(thopi)

Kaku Inflamasi Nyeri Akut

Ketidakberdayaan Risiko

Kurang pengetahuan tentang


Ansietas
penyakit, takut
58

Anda mungkin juga menyukai