OLEH:
NIM. P27820820013
1. Definisi Lansia
Seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas dapat dikatakan
sebagai lansia. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan suatu
proses yang berangsur-angsur yang mengakibatkan perubahan kumulatif,
merupakan proses menurunya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam dan luar tubuh (UU No 13 tahun 1997, dalam
Kholifah, 2016).
Menua merupakan proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994 dalam Aspiani,2014).
2. Batasan Lansia
Batasan-batasan lansia menurut WHO 2008 meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), antara 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 samapi 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Menurut Siti Maryam (2009) dalam Ratnawati (2017), batasan- batasan lansia
di kategorikan sebagai berikut:
a) Pralansia (Prasenilis) : seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b) Lansia : seseorang yang berusia diatas 60 tahun.
c) Lansia resiko tinggi : seseorang yang berusia 70 tahun ke atas atau usia 60
tahun ke atas dengan masalah kesehatan.
d) Lansia potensial : lansia yang masih mampu untuk melakukan pekerjaan
atau kegiatan yang dapat menghasilkan uang.
e) Lansia tidak potensial : lansia yang sudah tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.
3. Tipe-tipe Lanjut Usia
e. Jung Teory
Didalam teori ini dijelaskan bahwa terdapat lingkungan hidup
yang mempunyai tugas dalam perkembangan kehidupan.
f. Course of Human Life Theory
Teori ini menjelaskan seseorang dalam berhubungan dengan
lingkungan ada tingkat maksimumnya.
g. Devlopment Task Theory
Setiap tingkat kehidupan memiliki tugas perkembangan sesuai
dengan usianya.
2. Teori Lingkungan
Aspiani (2014) menyimpulkan penuaan menurut teori
lingkungan diantaranya:
a. Teori Radiasi
Setiap hari manusia terpapar oleh radiasi, baik dari sinar
ultraviolet ataupun dalam bentuk gelombang mikro yang telah
menumpuk didalam tubuh tanpa terasa dapat mengakibatkan
perubahan struktur DNA dalam sel hidup maupun sel rusak dan
mati.
b. Teori Stres
Stres fisik maupun psikologis dapat menyebabkan pengeluaran
neurotransmiter tertentu yang bias mengakibatkan perfusi jaringan
menurun sehingga jaringan mengalami kekurangan oksigen dan
mengalami gangguan metabolisme sel sehingga dapat terjadi
penurunan jumlah cairan dalam sel dan penurunan eksisitas
membran sel.
c. Teori Polusi
Lingkungan yang tercemar dapat mengakibatkan tubuh
mengalami gangguan sistem psikoneuroimunologi yang dapat
mempercepat terjadinya proses penuaan.
d. Teori Pemaparan
Terpaparnya sinar matahari sama dengan terpaparnya sinar
ultraviolet yang dapat mempengaruhi susunan DNA sehingga
proses penuaan atau kematian sel bisa terjadi.
5. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Kemampuan mulai berkurang saat orang bertambah tua. Aspiani (2014)
menyimpulkan perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai
berikut:
1. Perubahan Fisik
a. Sel
Jumlah sel sedikit, ukurannya menjadi lebih besar, berkurangnya
cairan intra seluler, porposi protein di otak, ginjal, dan hati menurun,
jumlah sel otak menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu
b. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan menurunnya hubungan antar
persyarafan, berat otak menurun, syaraf panca indra mengecil
sehingga menyebabkan berkurangnya penglihatan dan pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, sensitif terhadap suhu,
ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif terhadap
sentuhan.
c. Sistem Penglihatan
Menurunnya lapang pandang dan daya akomodasi mata, kekeruhan
pada mata sehingga menjadi katarak, pupil muncul sclerosis, daya
membedakan warna menurun.
c. Sistem Pendengaran
Menurunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau
nada yang tinggi, suara menjadi tidak jelas, sulit memahami kata-
kata, membrane timpani menjadi atrofi menyebabkan atosklerosis.
d. Sistem Kardivaskuler
Terjadinya penurunan elastisitas oarta, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun,
kurangnya elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer dalam memenuhi oksigenasi, perubahan
pada posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa
mengakibatkan tekanan darah menurun, dan tekanan darah
meninggi akibat dari meningkatnya resistensi dari pembuluh darah
perifer.
e. Sistem Pengaturan Temperatur TubPada pengaturan suhu hipotalamus
dianggap memiliki suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi karena
beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain: temperatur tubuh
menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi
panas yang banyak sehingga menyebabkan rendahnya aktivitas otot.
f. Sistem Respirasi
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas,
menarik napas menjadi lebih berat, menurunya kapasitas
pernafasan maksimum, dan menurunnya kedalaman dalam
bernafas, serta kemampuan kekuatan otot pernafasan menurun.
g. Sistem Gastrointestinal
Gigi yang tanggal menjadi banyak, menurunnya sensifitas indra
pengecap, pelebaran esophagus, tidak memiliki rasa lapar, asam
lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik usus
menurun, dan sering timbul konstipasi, dan fungsi absorpsi
menurun.
h. Sistem Genitourinaria
Otot vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun,
frekuensi buang air kecil meningkat, pada wanita sering terjadi
atrofi vulva, selaput lendir mengering, menurunnya elastisitas
jaringan dan disertai penurunan frekuensi seksual.
i. Sistem Endokrin
Hampir semua produksi hormon menurun (ACTH, TSH, FSH,
LH) penurunan sekresi hormon kelamin misalnya : estrogen,
progesteron, dan testeron.
j. Kulit atau Integumen
Kulit keriput karena kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit
kasar, dan bersisik akibat kehilangan proses keratinisasi, serta
perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis, rambut menipis,
berkurangnya elastisitas akibat menurunya cairan dam
vaskularisasi, perubahan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi
keras dan rapuh, serta kelenjar keringan menjadi berkurang.
k. Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, terjadi penipisan dan
pemendekan tulang, persendian menjadi besar dan kaku, tendon
mengerut, dan mengalami sclerosis, atrofi serabut otot sehingga
gerakan menjadi lambat, terjadi kram otot, dan tremor.
d. Perubahan Kondisi Mental
e. Infection (infeksi)
Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan kematian
no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi akibat beberapa hal
antara lain: adanya penyakit komorbid kronik yang cukup banyak, menurunnya daya
tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya daya komunikasi usia sehingga
sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama pada
semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan meningkatnya temperatur badan,
dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut, 30-65% usia lanjut yang terinfeksi
sering tidak disertai peningkatan suhu badan, malah suhu badan dibawah 36 0C lebih
sering dijumpai. Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain berupa
konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-tiba, badan
menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering terjadi pada pasien usia
lanjut (Kane et al., 2008).
f. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman)
Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri. Prevalensi
gangguan pendengaran sedang atau berat meningkat dari 21% pada kelompok usia 70
tahun sampai 39% pada kelompok usia 85 tahun. Pada dasarnya, etiologi gangguan
pendengaran sama untuk semua umur, kecuali ditambah presbikusis untuk kelompok
geriatri. Otosklerosis biasanya ditemui pada usia dewasa muda, ditandai dengan
terjadinya remodeling tulang di kapsul otik menyebabkan gangguan pendengaran
konduktif, dan jika penyakit menyebar ke telinga bagian dalam, juga dapat
menimbulkan gangguan sensorineural. Penyakit Ménière adalah penyakit telinga
bagian dalam yang menyebabkan gangguan pendengaran berfluktuasi, tinnitus dan
pusing. Gangguan pendengaran karena bising yang disebabkan oleh energi akustik
yang berlebihan yang menyebabkan trauma permanen pada sel-sel rambut.
Presbikusis sensorik yang sering sekali ditemukan pada geriatri disebabkan oleh
degenerasi dari organ korti, dan ditandai gangguan pendengaran dengan frekuensi
tinggi. Pada pasien juga ditemui adanya gangguan pendengaran sehingga sulit untuk
diajak berkomunikasi. Penatalaksanaan untuk gangguan pendengaran pada geriatric
adalah dengan cara memasangkan alat bantu dengar atau dengan tindakan bedah
berupa implantasi koklea (Salonen, 2013).
Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari
pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang disebabkan
oleh usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang digunakan
sebelumnya. Masalah polifarmasi pada pasien geriatri sulit dihindari dikarenakan
oleh berbagai hal yaitu penyakit yang diderita banyak dan biasanya kronis, obat
diresepkan oleh beberapa dokter, kurang koordinasi dalam pengelolaan, gejala yang
dirasakan pasien tidak jelas, pasien meminta resep, dan untuk menghilangkan efek
samping obat justru ditambah obat baru. Karena itu diusulkan prinsip pemberian obat
yang benar pada pasien geriatri dengan cara mengetahui riwayat pengobatan lengkap,
jangan memberikan obat sebelum waktunya, jangan menggunakan obat terlalu lama,
kenali obat yang digunakan, mulai dengan dosis rendah, naikkan perlahan-lahan,
obati sesuai patokan, beri dorongan supaya patuh berobat dan hatihati mengguakan
obat baru (Setiati dkk.,2006).
g. Isolation (depresi)
Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia lanjut
adalah kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak, bahkan binatang
peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan,
menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga yang mulai
mengacuhkan karena merasa direpotkan menyebabkan pasien akan merasa hidup
sendiri dan menjadi depresi. Beberapa orang dapat melakukan usaha bunuh diri
akibat depresi yang berkepanjangan.
h. Inanition (malnutrisi)
Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada usia lanjut karena
kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak disengaja. Anoreksia pada
usia lanjut merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan asupan makan yang
menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan (Kane et al., 2008). Pada
pasien, kekurangan nutrisi disebabkan oleh keadaan pasien dengan gangguan
menelan, sehingga menurunkan nafsu makan pasien.
i. Impecunity (kemiskinan)
Impecunity (kemiskinan), usia lansia dimana seseorang menjadi kurang
produktif (bukan tidak produktif) akibat penurunan kemampuan fisik untuk
beraktivitas. Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya mengandalkan hidup
dari tunjangan hari tuanya. Pada dasarnya seorang lansia masih dapat bekerja, hanya
saja intensitas dan beban kerjanya yang harus dikurangi sesuai dengan
kemampuannya, terbukti bahwa seseorang yang tetap menggunakan otaknya hingga
usia lanjut dengan bekerja, membaca, dsb., tidak mudah menjadi “pikun” . Selain
masalah finansial, pensiun juga berarti kehilangan teman sejawat, berarti interaksi
sosial pun berkurang memudahakan seorang lansia mengalami depresi.
j. Iatrogenic disorder (gangguan iatrogenic)
Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien geriatric yaitu
multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu mengkonsumsi obat
yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan
efek dari interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat
pada lansia haruslah sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme di
hati sedangkan pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga terkadang
terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain penurunan faal hati juga terjadi penurunan
faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana sebagaian besar obat dikeluarkan
melalui ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan
dengan baik dan dapat berefek toksik.
k. Insomnia (gangguan tidur)
Pada lansia dapat disebabkan oleh faktor yang terdiri dari nyeri kronis, sesak
napas pada penyakit paru obstruktif kronis, gangguan psikiatrik (gangguan cemas
dan depresi), penyakit neurologi (parkinson’s disease, alzheimer disease) dan obat-
obatan kortikosteroid dan diuretik) (Dini, A.A., 2013).
l. Immunodeficiency (penurunan imunitas)
Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh) banyak hal yang
mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut seperti atrofi
thymus (kelenjar yang memproduksi sel-sel limfosit T) meskipun tidak begitu
bermakna (tampak bermakna pada limfosit T CD8) karena limfosit T tetap terbentuk di
jaringan limfoid lainnya. Begitu juga dengan barrier infeksi pertama pada tubuh seperti
kulit dan mukosa yang menipis, refleks batuk dan bersin yang berfungsi
mengeluarkan zat asing yang masuk ke saluran nafas- yang melemah. Hal yang sama
terjadi pada respon imun terhadap antigen, penurunan jumlah antibodi. Segala
mekanisme tersebut berakibat terhadap rentannya seseorang terhadap agen-agen
penyebab infeksi, sehingga penyakit infeksi menempati porsi besar pada pasien lansia.
m. Impotence (impotensi)
Impotency (Impotensi), ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada
usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan hormon,
syaraf, dan pembuluh darah. Disfungsi ereksi psikogenik merupakan penyebab utama
pada gangguan organik,walaupun faktor psikogenik ikut memegang peranan.
Disfungsi ereksi jenis ini yang berpotensi reversible potensial biasanya yang
disebabkan oleh kecemasan,depresi, rasa bersalah, masalah perkawinan atau juga
akibat dari rasa takutakan gagal dalam hubungan seksual.
n. Irritable bowel
Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-) sehingga
menyebabkan diare atau konstipasi/ impaksi (sembelit). Penyebabnya tidak jelas,
tetapi pada beberapa kasus ditemukan gangguan pada otot polos usus besar, penyeab
lain yang mungkin adalah gangguan syaraf sensorik usus, gangguan sistem syaraf
pusat, gangguan psikologis, stres, fermentasi gas yang dapat merangsang syaraf, kolitis
3. Etiologi dan Faktor Resiko
a. Imobilisasi
Berbagai faktor baik fisik, psikologis, dan lingkungan dapat
menyebabkan imobilisasi pada pasien usia lanjut. Beberapa penyebab utama
imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan,
dan masalah psikologis. Penyakit Parkinson, artritis reumatoid, gout, dan obat‐
obatan antipsikotik seperti haloperidol juga dapat menyebabkan kekakuan. Rasa
nyeri, baik dari tulang (osteoporosis, osteomalasia, Paget’s disease, metastase
kanker tulang, trauma), sendi (osteoartritis, artritis reumatoid, gout), otot
(polimalgia, pseudoclaudication) atau masalah pada kaki dapat menyebabkan
imobilisasi. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan
fungsi mental seperti pada depresi tentu sangat sering menyebabkan terjadinya
imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan atau kemalasan petugas
kesehatan dapat pula menyebabkan orang usia lanjut terus menerus berbaring di
tempat tidur baik di rumah maupun di rumah sakit. Efek samping beberapa obat
misalnya obat hipnotik dan sedatif dapat pula menyebabkan gangguan
mobilisasi.
b. Instability (Instabilitas Dan Jatuh)
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor,
antara lain:
1) Kecelakaan (merupakan penyebab utama)
- Murni kecelakaan, misalnya terpleset, tersandung.
- Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-
kelainan akibat proses menua, misalnya karena mata kurang
jelas, benda-benda yang ada di rumah tertabrak, lalu jatuh
2) Nyeri kepala dan/atau vertigo
3) Hipotensiorthostatic:
- Hipovolemia / curah jantung rendah
- Disfungsi otonom terlalu lama berbaring
- Pengaruh obat-obat hipotensi
4) Obat-obatan
- Diuretik / antihipertensi
- Antidepresan trisiklik
- Sedativa
- Antipsikotik
- Obat-obat hipoglikemik
- Alkohol
5) Proses penyakit
- Aritmia
- Stenosis
- Stroke
- Parkinson
- Spondilosis
- Serangan kejang
6) Idiopatik
7) Sinkope
- Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
- Terbakar matahari
c. Incontinence (Inkontinensia Urin Dan Alvi)
Pada lansia biasanya terjadi penurunan kemampuan berkemih. Pada
lansi terjadi proses enua yang berdampak pada perubahan hampir
seluruh organ tubuh termasuk organ berkemih yang menyebabkan
lansia mengalami inkontinensia urin. Perubahan ini diantaranya
adalah melemahnya otot dasar panggul yang menjaga kandung
kemih dan pintu saluran kemih, timbulnya kontraksi abnormal pada
kandung kemih yang menimbulkan rangsangan berkeih sebelum
waktunya dan meninggalkan sisa. Pengosongan kandung kemih yang
tidak sempurna menyebabkan urine di dalam kanddung kemih yang
cukup banyak sehingga dengan pengisian sedikit saja sudah
merangsang untuk berkeih. Hipertrofi prostat juga dapat
mengakibatkan banyaknya sisa air kemih di kandung keih sebagai
akibat pengosongan yang tidak sempurna (Setiati,2000).
d. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman)
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat
dari proses degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai
hubungan dengan faktor faktor herediter, pola makanan,
metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau
bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran secara
berangsur merupakan efek kumulatif dari pengaruh faktor-faktor
tersebut diatas. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
Progesifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis
kelamin, pada laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan perempuan.
Kornea, lensa iris, aquous humormvitorous humor akan
mengalami perubahan seiring bertambahnya usia, karena bagian
utama yang mengalami perubahan/penurunan sensifitas yang
menyebabkan lensa pada mata, produksi aquosus humor juga
mengalami penurunan tetapi tidak terlalu terpengaruh terhadap
keseimbangan dan tekanan intra okuler lensa umum. Bertambahnya
usia akan mempengarui fungsi organ pada mata seseorang yang ber
usia 60 tahun, fungsi kerja pupil akan mengalami penurunan 2/3 dari
pupil orang dewasa atau muda, penurunan tersebut meliputi ukuran –
ukuranpupil dan kemampuan melihat dari jarak jauh. Proses
akomodasi merupakan kemampuan untukmelihat benda – benda dari
jarak dekat maupun jauh
4. Manifestasi Klinis
Semakin bertambah usia seseorang semakin banyak terjadi
perubahan pada berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi
cenderung mengarah pada penurunan berbagai fungsi tersebut. Pada
sistem saraf pusat terjadi pengurangan massa otak, aliran darah otak,
densitas koneksi dendritik, reseptor glukokortikoid hipokampal, dan
terganggunya autoregulasi perfusi. Timbul proliferasi astrosit dan
berubahnya neurotransmiter, termasuk dopamin dan serotonin. Terjadi
peningkatan aktivitas monoamin oksidase dan melambatnya proses
sentral dan waktu reaksi.
Pada fungsi kognitif terjadi penurunan kemampuan
meningkatkan fungsi intelektual; berkurangnya efisiensi transmisi saraf
di otak yang menyebabkan proses informasi melambat dan banyak
informasi hilang selama transmisi; berkurangnya kemampuan
mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori.
Kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan
kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi. ingat kejadian
yang baru saja terjadi. Pada fungsi penglihatan terjadi gangguan
adaptasi gelap; pengeruhan pada lensa: ketidakmampuan untuk fokus
pada benda-benda jarak dekat (presbiopia);berkurangnya sensitivitas
terhadap kontras dan lakrimasi. Hilangnya nada berfrekuensi tinggi
secara bilateral timbul pada funsgsi pendengaran. Di samping itu pada
usia lanjut terjadi kesulitan untuk membedakan sumber bunyi dan
terganggunya kemampuan membedakan target dari noise.
Pada sistem kardiovaskuler, pengisian ventrikel kiri dan sel
pacu jantung (pacemaker) di nodus SA berkurang; terjadi hipertrofi
atrium kiri; kontraksi dan relaksasi ventrikel kiri bertambah lama;
respons inotropik, kronotropik, terhadap stimulasi beta-adrenergik
berkurang; menurunnya curah jantung maksimal; peningkatan atrial
natriuretic peptide (ANP) serum dan resistensi vaskular perifer. (Pada
fungsi paru-paru terjadi penurunan forced expiration volume 1 second
(FEVI) dan forced volume capacity (FVC); berkurangnya efektivitas
batuk dan fungsi silia dan meningkatnya volume residual. Adanya
‘ventilation-perfusion mismatching’ yang menyebabkan PaO2 menurun
seiring bertambahnya usia : 100 – (0,32 x umur).
Pada fungsi gastrointestinal terjadi penururan ukuran dan
aliran darah ke hati, terganggunya bersihan (clearance) obat oleh hati
sehingga membutuhkan metabolisme fase I yang lebih ekstensif.
Terganggunya respons terhadap cedera pada mukosa lambung,
berkurangnya massa pankreas dan cadangan enzimatik, berkurangnya
kontraksi kolon yang efektif dan absorpsi kalsium. Menurunnya
bersihan kreatinin (creatinin clearance) dan laju filtrasi glomerulus
(GFR) 10ml/dekade terjadi dengan semakin bertambahnya usia
seseorang. Penurunan massa ginjal sebanyak 25%, terutama dari
korteks dengan peningkatan relative perfusi nefron jukstamedular.
Aksentuasi pelepasan anti diuretic hormone (ADH) sebagai respons
terhadap dehidrasi berkurang dan meningkatnya ketergantungan
prostaglandin ginjal untuk mempertahankan perfusi.
Pada saluran kemih dan kelamin timbul perpanjangan waktu
refrakter untuk ereksi pada pria, berkurangnya intensitas orgasme pada
pria maupun wanita, berkurangnya sekresi prostat di urin dan
pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna serta peningkatan
volume residual urin. Toleransi glukosa terganggu (gula darah puasa
meningkat 1 mg/dl/dekade; gula darah postprandial meningkat 10
mg/dl/dekade). Insulin serum meningkat, HbA1C meningkat, IGF-1
berkurang. Penurunan yang bermakna pada dehidroepiandrosteron
(DHEA), hormon T3, testosteron bebas maupun yang bioavailable, dan
produksi vitamin D oleh kulit serta peningkatan hormon paratiroid
(PTH). Ovarian failure disertai menurunnya hormone ovarium.
Pada sistem saraf perifer lanjut usia mengalami hilangnya
neuron motor spinal, berkurangnya sensasi getar, terutama di kaki,
berkurangnya sensitivitas termal (hangatdingin), berkurangnya
amplitudo aksi potensial yang termielinasi dan meningkatnya
heterogenitas selaput akson myelin. Massa otot berkurang secara
bermakna (sarkopenia) karena berkurangnya serat otot. Efek penuaan
paling kecil pada otot diafragma; berkurangnya sintesis rantai berat
miosin, inervasi, meningkatnya jumlah miofibril per unit otot dan
berkurangnya laju basal metabolic (berkurang 4%/dekade setelah usia
50). Pada sistem imun terjadi penurunan imunitas yang dimediasi sel,
rendahnya produksi antibodi, meningkatnya autoantibodi, berkurangnya
hipersensitivitas tipe lambat, berkurangnya produksi sel B oleh sumsum
tulang; dan meningkatnya IL-6 dalam sirkulasi.
Pada umumnya lansia mengalami depresi ditandai oleh mood
depresi menetap yang tidak naik, gangguan nyata fungsi atau aktivitas
seharihari, dan dapat berpikiran atau melakukan percobaan bunuh diri.
Pada lansia gejala depresi lebih banyak terjadi pada orang dengan
penyakit kronik, gangguan kognitif, dan disabilitas. Kesulitan
konsentrasi dan fungsi eksekutif lansia depresi akan membaik setelah
depresi teratasi. Gangguan depresi lansia dapat menyerupai gangguan
kognitif seperti demensia, sehingga dua hal tersebut perlu dibedakan.
Para lansia depresi sering menunjukkan keluhan nyeri fisik tersamar
yang bervariasi, kecemasan, dan perlambatan berpikir. Perubahan pada
lansia depresi dapat dikategorikan menjadi perubahan fisik, perubahan
dalam pemikiran, perubahan dalam perasaan, dan perubahan perilaku.
5. Patofisiologi
Patatofisologi yang terjadi pada setiap orang bisa berbedah, tetapi antara
lain mencangkup (Stanley, Mickey.2006)
a. Penurunan fungsi otonom yang berhubungan dengan usia dan
mungkin disertai hilangnya elastisatas dinding pembuluh darah
b. Gangguan dari aktivitas baro-refleks akibat tirah baring yang terlalu
lama. Keadaan ini sering terdapat pada penderita lansia yang tekanan
darahnya dipertahankan dengan vasokontriksi yang hamper maksimal
(misaknya setelah terkena infark miocard). Tak terdapat lagi cadangan
otot jantung , sehingga pada saat bangun tiudr tekanan tidak bisa
dipertahankan lagi.
c. Hipovalemia dan atau hiponatremia sebagai akibat berbagai keadaan,
antara lain pemberian diuretika
d. Berbagai obat yang bersifat hipotensif, antara lain tiasid dan diuretika,
fenotiasin, antidepresan trisiklik, butirofenon, lefodopa, dan
bromokriptin
e. Akibat berbagai penyakit yang menggangu saraf otonom.
6. Pemeriksaan Penunjang
Geriatri komprehensif mencakup: kesehatan fisik, mental, status
fungsional, kegiatan sosial, dan lingkungan.Tujuan asesmen ialah
mengetahui kesehatan penderita secara holistic supaya dapat
memberdayakan kemandirianpenderita selama mungkin dan mencegah
disabilitas-handicap diwaktu mendatang Asesmen ini bersifat tidak
sekedar multi-disiplin tetapi interdisiplin dengan koordinasi serasi antar
disiplin dan lintas pelayanan kesehatan (Darrmojo, B. 2009).
Anamnesis dilengkapi dengan berbagai gangguan yang terdapat :
menelan, masalah gigi, gigi palsu, gangguan komunikasi/bicara,
nyeri/gerak yang terbatas pada anggota badan dan lain-lain.
f. Penilaian sistem : Penilaian system dilaksanakan secara urut, mulai
dari system syaraf.
g. Pusat, saluran nafas atas dan bawah, kardiovaskular,
gastrointestinal (seperti inkontinensia alvi, konstipasi), urogenital
(seperti inkontinensia urin). Dapat dikatakan bahwa penampilan
penyakit dan keluhan penderita tidaktentu berwujud sebagai
penampilan organ yang terganggu.
h. Anamnesis tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan (merokok,
minum alkohol).
i. Anamnesis Lingkungan perlu meliputi keadaan rumah tempat
tinggal.
j. Review obat-obat yang telah dan sedang digunakan perlu sekali
ditanyakan, bila perlu, penderita atau keluarganya.
k. Ada tidaknya perubahan perilaku.
1. Pengertian
Diabetes Melitus Tipe II adalah gangguan metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa) akibat kurangnya hormon
insulin, menurunnya efek insulin atau keduanya. (kowalak, dkk. 2016 ).
Diabetes melitus merupakan penyebab hiperglikemi. Hiperglikemi
disebabkan oleh berbagai hal, namun hiperglikemi paling sering
disebabkan oleh diabetes melitus. Pada diabetes melitus gula menumpuk
dalam darah sehingga gagal masuk kedalam sel. Kegagalan tersebut
terjadi akibat hormoninsulin jumlahnya kurang atau cacat fungsi.
Hormoninsulin merupakan hormon yang membantu masuknya gula
darah (WHO, 2016).
2. Etiologi
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insuline dan
gangguan sekresi insuline pada diabetis tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik diperkirakan memegang peran dalam proses terjadinya
resistensi insuline. Selain itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu
yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-
faktor ini adalah
1) Obesitas. Obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel target
diseluruh tubuh sehingga insulin yang tersedia menjadi kurang efektif
dalam meningkatkan efek metabolik.
2) Usia.Resistensi unsilen cendrung Cenderung meningkat pada usia atas
65 tahun
3) Gestasional diabetes mellitus dengan kehamilan (diabetes melitus
gaestasional (DMG) adalah kehamilan normal yang di sertai dengan
peningkatan insulin resistensi (ibu hamil gagal mempertahankan
euglycemia). Pada golongan ini, kondisi diabetes di alami sementara
selama masa kehamilan Artinya kondisi diabetes atau intoleransi
glukosa pertama kali di dapat selama kehamilan, biasanya pada
trimester kedua atau ketiga (Brunner & suddarth.2015).
4. Patofisiologi
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada
reseptor khusus dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja
glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan
glukosa. Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbanginya, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadilah DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. karena itu, ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada diabetis tipe II. (Brruner & suddarth, 2015)
5. Manifestasi Klinis
1) Poliuri
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane
dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehinggaserum plasma
meningkat atau hiperosmolariti menyebabkancairan intrasel berdifusi
kedalam sirkulasi atau cairanintravaskuler, aliran darah ke ginjal
meningkat sebagai akibatdari hiperosmolaritas dan akibatnya akan
terjadi diuresis osmotic (poliuria)
2) Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah
dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan
sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin
selalu minum (polidipsia).
3) Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya
kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan
menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang
akan lebih banyak makan (poliphagia).
4) Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel
kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat
dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama
otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.
5) Malaise atau kelemahan
Kesemutan, Lemas dan Mata kabur. (Brunner & Suddart, 2015)
Jenis obat :Kerja cepat (rapid acting) retensi insulin 5-15 menit
puncak efek 1-2 jam, lama kerja 4-6 jam. Contoh obat: insuli
lispro( humalo), insulin aspart, Kerja pendek ( sort acting) awitan 30-
60 menit, puncak efek 2-4 jam, lama kerja 6-8 jam, kerja menengah
(intermediate acting) awitan 1,5-4 jam, puncak efek 4-10 jam, lama
kerja 8-12 jam), awitan 1-3 jam, efek puncak hampir tanpa efek, lama
kerja 11-24 jam. Contoh obat: lantus dan levemir.Hitung dosis insulin
Rumus insulin: insulin harian total = 0,5 unit insulin x BB
pasien ,Insulin prandial total( IPT) = 60% , Sarapan pagi 1/3 dari IPT,
Makan siang 1/3 dari IPT, Makan malam 1/3 dari IPT
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1). Identitas
Identitas merupakan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang: jati diri
seseorang. Identitas klien meliputi 1) Nama; sangat penting untuk
menjalin sebuah hubungan komunikasi yang baik dan mempermudah
dalam hal sapa menyapa. 2) Umur; pentingnya diketahui umur pada
lansia sangat berkaitan erat dengan kemampuan aktivitas fisik seorang
lansia. 3) Jenis kelamin; perlu diketahui untuk bisa membedakan mana
yang perlu ditanyakan mengenai laki-laki dan perempuan. 4) Agama;
sangat diperlukan dalam hal kerohanian misalnya katolik berhubungan
dengan doa rosario dan lain-lain. 5) Suku bangsa; berhubungan denga
adat istiadat dan bahasa yang digunakan setiap hari. 6) Alamat; untuk
mengetahui tempat tinggal sebelum masuk di Panti dan apakah tempat
yang dulu menyenangkan atau tidak. 7) Tanggal masuk Panti; penting
untuk diketahui berapa lama berada di Panti. 8) Tanggal pengkajian;
diketahui untuk dapat menentukan rencana asuhan keperawatan berapa
hari kedepannya, dan kesedian lansia untuk dikaji. 9) Diagnosa medis;
untuk mengetahun penyakit apa yang diderita lansia tersebut.
4 Alamat anda?
Jumlah
Interpretasi Hasil :
16. Evaluasi
2). Evaluasi hasil: Evaluasi ini berfokus pada respons dan fungsi klien.
Respons perilaku lansia merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan
dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil. Cara
membandingkan antara SOAP (Subjektive-Objektive-Assesment-Planning)
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. S (Subjective)
adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari lansia setelah tindakan
diberikan. O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah
tindakan dilakukan. A (Assessment) adalah membandingkan antara
informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil,
kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian,
atau tidak teratasi.P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang
akan dilakukan berdasarkan hasil analisi.
Daftar Pustaka