DENGAN HIPERTENSI
OLEH:
NI MADE SINTYA INDRIANTARI
2114901101
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK
DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIPERTENSI
I. TINJAUAN TEORI
A. KONSEP LANJUT USIA
1. Pengertian Lansia
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di
mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Umur yang dijadikan
patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-65
tahun. Adapun menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) mencatat ada 4
tahapan mengenai batasan umur yaitu, usia pertengahan (middle age) usia antara
45-59 tahun, lanjut usia (elderly) usia antara 60-74 tahun, lanjut usia tua (old)
usia antara 75-90 tahun, sedangkan usia sangat tua (very old) usia diatas 90
tahun. Sehingga dapat di simpulkan bahwa di sebut lanjut usia adalah seseorang
yang telah berumur 65 tahun keatas (Mubarak, 2006). Batasan umur lanjut usia
di Indonesia adalah 60 tahun keatas, hal ini di pertegas dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahterahan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1
Ayat 2 (Nugroho, 2008).
Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi lanjut usia
untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit kekurangan gizi,
yang seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan tujuan agar tercapai
kondisi kesehatan yang prima dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi
seimbang adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan
zat pengatur.
1. Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok seperti beras,
jagung, ubi dan lainya yang mengandung karbohidrat.
2) Upaya Preventif
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit dan
komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa deteksi dini dan
pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di kelompok lanjut usia
(posyandu lansia) atau Puskesmas dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat
(KMS) lanjut usia.
3) Upaya Kuratif
Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinan dapat
di lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia. Pengobatan lebih lanjut
ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di fasilitas
pelayanan seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan
Desa. Apabila sakit yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan
fasilitas lebih lengkap, maka dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.
4) Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif maupun
upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan kemampuan
fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.
9. Pengertian Keperawatan Gerontik
Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan dengan
penyakit pada proses menua (KOZIER, 1987). Menurut Lueckerotte (2000)
keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada
lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional,
perencanaan, implementasi serta evaluasi.
10. Fungsi Perawat Gerontik
Menurut Eliopoulous (2005), fungsi perawat gerontologi adalah:
1. Guide Persons of all ages toward a healthy aging process (Membimbing
orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat).
2. Eliminate ageism (Menghilangkan perasaan takut tua).
3. Respect the tight of older adults and ensure other do the same
(Menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang lain
melakukan hal yang sama).
4. Overse and promote the quality of service delivery (Memantau dan
mendorong kualitas pelayanan).
5. Notice and reduce risks to health and well being (Memerhatikan serta
mengurangi risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
6. Teach and support caregives (Mendidik dan mendorong pemberi pelayanan
kesehatan).
7. Open channels for continued growth (Membuka kesempatan untuk
pertumbuhan selanjutnya).
8. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).
9. Offer optimism, encourgement and hope (Memberikan semangat, dukungan
dan harapan).
10. Generate, support, use and participate in research (Menghasilkan,
mendukung, menggunakan, dan berpatisipasi dalam penelitian).
11. Implement restorative and rehabilititative measures (Melakukan perawatan
restoratif dan rehabilitatif).
12. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan mengatur perawatan).
13. Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized, holistic
maner (Mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
perawatan individu dan perawatan secara menyeluruh).
14. Link services with needs (Memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan).
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality
(Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli
dibidangnya).
16. Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of each
other (Saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial dan
spritual).
17. Recognize and encourge the appropriate management of ethical concern
(Mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya
bekerja).
18. Support and comfort through the dying process (Memberikan dukungan dan
kenyamanan dalam menghapi proses kematian).
19. Educate to promote self care and optimal independence (Mengajarkan untuk
meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).
11. Lingkup Keperawatan Gerontik
Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan ketidakmampuan
sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk pemenuhan kebutuhan lansia
dan pemulihan untuk mengatas keterbatasan lansia. Sifatnya adalah independen
(mandiri), interdependen (kolaborasi), humanistik dan holistik.
B. TINJAUAN TEORI HIPERTENSI
1. Pengertian
Hipertensi secara umum dapat didefinisikan sebagai tekanan darah > 140/90
mmHg (WHO, 2018). Tekanan darah manusia secara alami berfluktuasi
sepanjang hari. Tekanan darah tinggi menjadi masalah hanya bila tekanan darah
tersebut persisten. Tekanan darah tersebut membuat sistem sirkulasi dan organ
yang mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak) menjadi tegang
(Palmer, 2005 dalam Manuntung, 2018). Sedangkan menurut Smeltzer (2001)
dalam Manuntung (2018) tekanan darah pada orang dewasa dengan usia di atas
18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan darah
diantara 140/90-159/99 mmHg. Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II
apabila tekanan darah > 160/100 mmHg. Dan diklasifikasikan menderita
hipertensi stadium III apabila tekanan darah > 180/116 mmHg. Tekanan darah
lansia penderita hipertensi yaitu lebih dari 160/90 mmHg.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau
morbiditas dan angka kematian atau mortalitas. Hipertensi merupakan keadaan
ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal atau
kronis dalam waktu yang lama (Saraswati,2009). Hipertensi atau darah tinggi
adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan
batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg. Batasan ini tidak
membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007).
2. Klasifikasi
a. Klasifikasi hipertensi menurut Palmer (2005) dalam Manuntung (2018),
terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Hipertensi esensial (primer)
Tipe ini terjadi pada sebagian bsar kasus hipertensi, sekitar 95 %.
Penyebab tidak diketahui dengan jelas, walaupun dikaitkan dengan
kombinasi faktor pola hidup seperti kurang bergerak dan pola makan
2) Hipertensi sekunder
Tipe lebih ini jarang terjadi hanya sekitar 5 % dari seluruh kasus
hipertensi. Hipertensi tipe ini disebabkan oleh kondisi medis lain
(misalnya penyakit ginjal) atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu
(misalnya pil KB)
b. Klasifikasi hipertensi menurut Brasher (2008) dalam Manuntung (2018),
yaitu sebagai berikut.
3. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan hipertensi menurut Manuntung (2018)
yaitu:
a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
1) Umur
Orang yang berumur 40 tahun keatas biasanya rentan terhadap
meningkatnya tekanan darah yang dikemudian hari dapat menjadi
hipertensi seiiring dengan bertambahnya umur mereka. Ini sering
disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi
jantung, pembuluh darah dan hormone. Hipertensi pada yang berusia
kurang dari 35 tahun akan menaikan insiden penyakit arteri coroner dan
kematian premature (Julianti, 2005).
2) Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria
lebih banyak menderita hipertensi di bandingkan dengan perempuan,
dengan rasio sekitar 2,29 %. Pria diduga memiliki gaya hidup yang
cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan
perempuan. Namun setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi
pada perempuan meningkat. Bahkan setelah usia ditas 65 tahun,
terjadinya hipertensi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki
(Depkes, 2010).
3) Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan)
yang mempertinggi resiko esensial. Tentunya faktor genetik ini juga
dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lainnya yang kemudian
menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Menurut Davidson, bila
kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45 % akan turun
ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita
hipertensi maka sekitar 30 % akan turun ke anaknya (Astawan, 2002).
b. Faktor resiko yang dapat dirubah
1) Obesitas
Obesitas bukanlah faktor penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi
hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Resiko relative untuk menderita
hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
orang yang badannya normal, sedangkan pada pasien hipertensi
ditemukan 20-33% memiliki berat badan lebih.
2) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor resiko yang kuat untuk terjadinya
kematian akibat kardiovaskuler, dan penelitian telah menunjukan bahwa
penghentian merokok dapat mencegah terjadinya penyakit kardiovaskuler
seperti stroke dan infark miokard. Telah dibuktikan bahwa dengan
mengkonsumsi satu batang rokok dapat terjadinya peningkatan denyut
jantung dan tekanan darah selama 15 menit. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan kadar katekolamin dalam plasma, yang kemudian
menstimulasi sistem saraf simpatik (Sani, 2008).
3) Stress
Stress dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormone
adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,
sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama,
tubuh akan berusaha lama, tubuh akan berusaha mengadakan
penyesuaian sehingga timbul perubahan patologis. Gejala yang muncul
dapat berupa hipertensi autupun penyakit maag.
4) Komsumsi alkohol berlebihan
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.
Peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan darah. Beberapa
studi menunjukan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan
alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standart setiap harinya.
5) Konsumsi garam berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik
cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan
volume dan tekanan darah. Sekitar 60 % kasus hipertensi primer
(esensial) terjadi respon penurunan tekanan darah dengan mengurangi
asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau
kurang, ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada
masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram, tekanan darah rata-rata lebih
tinggi (Depkse, 2008).
4. Patofisiologi
Hipertensi esensial melibatkan interaksi yang sangat rumit antara faktor
genetik dan lingkungan yang dihubungkan oleh pejamu mediator
neurohormonal. Secara umum hipertensi disebabkan oleh peningkatan tahanan
perifer dan atau peningkatan volume darah. Gen yang berpengaruh pada
hipertensi primer (faktor herediter diperkirakan meliputi 30% sampai 40%
hipertensi primer) meliputi reseptor angiotensin II, gen angiotensin dan renin,
gen sintetase oksida nitrat endothelial, gen protein reseptor kinase G, gen
reseptor adregenergic, gen kalsium, transport dan natrium hydrogen antiporter
(mempengaruhi sentivitas garam), dan gen yang berhubungan dengan resitensi
insulin, obesitas, hyperlipidemia, dan hipertensi sebagai kelompok bawaan.
Teori terkini mengenai hipertensi primer meliputi peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatis (SNS) yaitu terjadi respon maladaptif terhadap stimulasi
saraf simpatis dan perubahan gen pada reseptor ditambah kadar angiotensin-
aldosteron (RAA), secara langsung menyebabkan vasokontriksi, tetapi juga
meningkatkan aktivitas SNS dan menurunkan kadar prostaglandin vasodilator
dan oksida nitrat, memediasi remodeling arteri (perubahan structural pada
dinding pembuluh darah), memediasi kerusakan organ akhir pada jantung
(hipertrofi), pembuluh darah, dan ginjal. Efek pada transport garam dan air
menyebabkan gangguan aktivitas peptide natriuterik otak (brain natriuretic
peptide, BNF), peptide natriuretik atrial (atrial natriutretic peptide, ANF),
adrenomedulin, urodilatin dan endotelin dan berhubungan dengan asupan diet
kalsium, magnesium, dan kalium yang rendah. Interaksi kompleks yang
melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotel, hipertensi sering terjadi pada
penderita diabetes, dan resistensi insulin ditemukan pada banyak pasien
hipertensi yang tidak memiliki diabetes klinis. Resistensi insulin berhubungan
dengan penurunan pelepasan endothelial oksida nitrat dan vasodilator lain serta
mempengaruhi fungsi ginjal. Resistensi insulin dan kadar insulin yang tinggi
meningkatkan aktivitas SNS dan RAA.
Beberapa teori tersebut dapat menerangkan mengenai peningkatan tahanan
perifer akibat peningkatan vasokonstriktor (SNS, RAA) atau pengurangan
vasodilator (ANF, adrenomedulin, urodilatin, oksida nitrat) dan kemungkinan
memediasi perubahan dalam apa yang disebut hubungan tekanan natriuresis yang
menyatakan bahwa individu penderita hipertensi mengalami ekskresi natrium
ginjal yang lebih rendah apabila ada peningkatan tekanan darah (Manuntung,
2018).
5. Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, pendarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan, yang bisa saja terjadi pada penderita hipertensi
maupun pada seseorang dengan tekanan darah normal. Jika hipertesinya berat
atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala yaitu sakit kepala, kelelahan,
mual, muntah, sesak nafas dan gelisah. Terkadang penderita hipertensi berat
mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadinya
pembebngkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, sehingga
memerlukan penanganan segera (Manuntung, 2018).
Menurut Rokhaeni (2001) dalam Manuntung (2018), manifestasi klinis
hipertensi secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b) Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.
Manifestasi klinis hipertensi pada lansia secara umum adalah sakit kepala,
pendarahan hidung, vertigo, mual muntah, perubahan penglihatan, kesemutan
pada kaki dan tangan, sesak nafas, kejang atau koma, dan nyeri dada (Smeltzer,
2001 dalam Manuntung, 2018).
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Urinalisis untuk darah dan protein, elektrolit dan kreatinin darah Dapat
menunjukkan penyakit ginjal baik sebagai penyebab atau disebabkan oleh
hipertensi.
2) Glukosa darah
Untuk menyingkirkan diabetes atau intoleransi glukosa.
3) Kolesterol, HDL dan kolesterol total serum
Membantu memperkirakan risiko kardiovaskuler di masa depan.
4) EKG
Untuk menetapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
5) Hemoglobin/Hematokrit
Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (Viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
6) BUN/kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
7) Glukosa Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi)
Dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan
hipertensi).
8) Kalium serum
Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab)
atau menjadi efek samping terapi diuretic.
9) Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
10) Kolesterol dan trigliserida serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya
pembentukan plak atero matosa (efek kardiovaskuler).
11) Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
12) Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
13) Urinalisa
Darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau adanya
diabetes.
14) Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya
hipertensi.
15) Foto dada
Dapat menunjukkan abstraksi kalsifikasi pada area katup, deposit pada dan
atau takik aorta, pembesaran jantung.
16) CT Scan
Mengkaji tumor serebral, ensefalopati, atau feokromositama (Doenges,
2000; John, 2003; Sodoyo, 2006).
7. Penatalaksanaan
1) Terapi tanpa obat
a) Mengendalikan berat badan
Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan
untuk menurunkan berat badannya sampai batas normal.
b) Pembatasan asupan garam (sodium/Na)
mengurangi pamakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau
6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,
magnesium, dan kalium yang cukup).
c) Berhenti merokok
Penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap
rokok diketahui menurunkan aliran darah keberbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung.
d) Mengurangi atau berhenti minum minuman beralkohol.
e) Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi.
f) Olahraga aerobic yang tidak terlalu berat.
Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama
tekanan darahnya terkendali.
g) Teknik-teknik mengurangi stress
Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara
menghambat respon stress saraf simpatis.
h) Manfaatkan pikiran
Kita memiliki kemampuan mengontrol tubuh, jauh lebih besar dari yang
kita duga. dengan berlatih organ-organ tubuh yang selama ini bekerja
secara otomatis seperti; suhu badan, detak jantung, dan tekanan darah,
dapat kita atur gerakannya.
2) Terapi dengan obat
a) Penghambat saraf simpatis
Golongan ini bekerja dengan menghambat akivitas saraf simpatis
sehingga mencegah naiknya tekanan darah, contohnya: Metildopa 250
mg (medopa, dopamet), klonidin 0,075 & 0,15 mg (catapres) dan
reserprin 0,1 &0,25 mg (serpasil, Resapin).
b) Beta Bloker
Bekerja dengan menurunkan daya pompa jantung sehingga pada
gilirannya menurunkan tekanan darah. Contoh: propanolol 10 mg
(inderal, farmadral), atenolol 50, 100 mg (tenormin, farnormin), atau
bisoprolol 2,5 & 5 mg (concor).
c) Vasodilator
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi otot
pembuluh darah.
d) Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor
Bekerja dengan menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh: Captopril 12,5,
25, 50 mg (capoten, captensin, tensikap), enalapril 5 &10 mg (tenase).
e) Calsium Antagonis
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Contohnya: nifedipin 5 &
10 mg (adalat, codalat, farmalat, nifedin), diltiazem 30,60,90 mg
(herbesser, farmabes).
f) Antagonis Reseptor Angiotensin II
Cara kerjanya dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung.
Contoh: valsartan (diovan).
g) Diuretic
Obat ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat urin)
sehingga volume cairan tubuh berkurang, sehingga mengakibatkan daya
pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh: Hidroklorotiazid (HCT)
(Corwin, 2001; Adib, 2009; Muttaqin, 2009).
8. Komplikasi
Menurut Manuntung (2018), berikut ini adalah beberapa komplikasi yang terjadi
pada penderita hipertensi, yaitu sebagai berikut.
1) Stroke
Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2000).
2) Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
thrombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.
Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikal, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadinya iskemia
jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat
menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko
pembentukan bekuan (Corwin, 2000).
3) Gagal ginjal
Gagal ginjal dapata terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Rusaknya glomerulus,
mengakibatkan darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron
akan terganggu dan dapat berlanjutnya menjadi hipoksia dan kematian.
Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui urin
sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang, menyebabkan edema
yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000)
4) Gagal jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang
kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di
paru, kaki dan jaringan lain yang sering disebut edema. Ciran di dalam paru-
paru menyebabkan sesak nafas, timbunan cairan di tungkai kaki
menyebabkan kaki bengkak atau sering disebutkan edema (Amir, 2002).
5) Ensefalopati
Ensefalopati dapat terjadi terutama ada hipertensi maligna (hipertensi yang
cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di seluruh
susuna saraf pusat. Neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma serta
kematian (Corwin, 2000).
I.
II. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian Keperawatan
Data Subyektif
a. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini antara lain : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, agama, suku, keluarga/orang terdekat, alamat, nomor
registrasi.
b. Riwayat atau Adanya Faktor Risiko
1) Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
2) Penggunaan obat yang memicu hipertensi
c. Aktivitas/Istirahat
1) Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
2) Frekuensi jantung meningkat
3) Perubahan irama jantung
4) Takipnea
d. Integritas ego
1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah
kronik.
2) Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan dengan
pekerjaan).
e. Makanan dan cairan
1) Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak,
tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur) gula-gula yang
berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
2) Mual, muntah.
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
f. Nyeri atau ketidaknyamanan
1) Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai.
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
4) Nyeri abdomen.
Data Obyektif
a. Pemeriksaan Fisik
a. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau katup dan
penyakit cerebro vaskuler.
b. Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obs-truksi.
c. Neurosensori
i. Keluhan pusing.
ii. Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang
secara spontan setelah beberapa jam).
d. Pernapasan
a) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja.
b) Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d) Riwayat merokok.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin/hematokrit : Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubu-ngan dari
sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan
faktor-faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2) BUN/kreatinin : Memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi jaringan.
3) Glukosa : Hiperglikemia (diabetes militus adalah pencetus hiper-tensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (me-ningkatkan hipertensi).
4) Kalium serum : Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldo-steron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic.
5) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat mening-katkan
hipertensi.
6) Kolesterol dan trigeliserida serum : Peningkatan kadar dapat meng-
indikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek
kardiovaskuler).
7) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokon-striksi dan
hipertensi.
8) Kadar aldosteron urin/serum : Untuk mengkaji aldosteronisme pri-mer
(penyebab).
9) Urinalisasi : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi gin-jal
dan/atau adanya diabetes.
10) VMA urin (metabolit katekolamin) : Kenaikan dapat mengindi-kasikan
adanya feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan
untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
11) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai risiko terjadinya
hipertensi.
12) Streroid urin : Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk
pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
13) IVP : Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyebab parenkim
ginjal, batu ginjal dan ureter.
14) Foto dada : Dapat mengidentifikasi obstruksi klasifikasi pada area katup ;
deposit pada dan atau takik aorta perbesaran jantung.
15) CT-Scan : Mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, dan feokromisitoma.
16) EKG : Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan : Luas, peningggian gelombang P ada-lah salah satu tanda
dini penyakit jantung hipertensi (Doenges, 2000).
AKTIVITITAS KLIEN
A. KUESIONER KUALITAS TIDUR (PSQI)
1. Jam berapa biasanya anda mulai tidur malam?
2. Berapa lama anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam?
3. Jam berapa anda biasanya bangun pagi?
4. a. Berapa lama anda tidur dimalam hari?
b. Berapa lama di tempat tidur ?
5 Seberapa sering masalah-masalah Tidak 1x 2x ≥3x
dibawah ini mengganggu tidur anda? pernah seminggu seminggu seminggu
a) Tidak mampu tertidur selama 30 menit
sejak berbaring
b) Terbangun ditengah malam atau terlalu
dini
c) Terbangun untuk ke kamar mandi
Komponen :
0 = sangat baik
1 = baik
2 = kurang
3 = sangat kurang
Pertanyaan nomer 2:
≤ 15 menit = 0
16-30 menit = 1
31-60 menit = 2
> 60 menit = 3
Tidak pernah = 0
Sekali seminggu= 1
2 kali seminggu = 2
Jumlahkan skor pertanyaan nomer 2 dan 5a, dengan skor dibawah ini:
Skor 0 = 0
Skor 1-2 = 1
Skor 3-4 = 2
Skor 5-6 = 3
> 7 jam = 0
6-7 jam = 1
5-6 jam = 2
< 5 jam = 3
75-84 % = 1
65-74 % = 2
< 65 % = 3
Tidak pernah = 0
Sekali seminggu= 1
2 kali seminggu = 2
Jumlahkan skor pertanyaan nomer 5b sampai 5j, dengan skor dibawah ini:
Skor 0 = 0
Skor 1-9 = 1
Skor 10-18 = 2
Skor 19-27 = 3
Tidak pernah = 0
Sekali seminggu= 1
2 kali seminggu = 2
Pertanyaan nomer 7:
Tidak pernah = 0
Sekali seminggu= 1
2 kali seminggu = 2
Pertanyaan nomer 8:
Tidak antusias = 0
Kecil = 1
Sedang = 2
Besar = 3
Skor 0 = 0
Skor 1-2 = 1
Skor 3-4 = 2
Skor 5-6 = 3
Makan
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilisasi berpindah
Berias
ROM
Keterangan:
0 : Mandiri
1 : Membutuhkan alat bantu
2 : Membutuhkan pengawasan orang
3 : membutuhkan bantuan orang lain
4 : Ketergantungan total
C. Indeks KATZ
Indek Keterangan
A Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan mandi.
B Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
C Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
D Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain.
E Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu
F Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu
fungsi yang lain.
G Ketergantungan untuk enam fungsi tersebut
Lain - Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
lain diklasifikasi sebagai C, D, E, F dan G
A. Kesedihan
3 Saya sangat sedih atau tidak bahagia dimana saya tak dapat
menghadapinya
2 Saya galau atau sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat
keluar darinya
0 Saya tidak begitu pasimis atau kecil hati tentang masa depan
C.Rasa kegagalan
D. Ketidakpuasan
E. Rasa Bersalah
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
tidak perduli pada mereka semua
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
tidak sedikit perasaan pada mereka
I. Keragu-raguan
K. Kesulitan Kerja
L. Keletihan
M. Anoreksia
Keterangan :
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
b. Intoleransi aktivitasi berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan cairan intra-vaskuler,
edema.
e. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan suplai O2 ke
otak menurun.
4. Implementasi
Implementasi umum yang biasa dilakukan pada pasien hipertensi :
5. Evaluasi
1. Evaluasi proses, fokus pada evaluasi proses adalah aktivitas dari proses keperawatan
dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus segera
dilaksanakan setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk membantu
menilai efektifitas interfrensi tersebut.
2. Evaluasi hasil, fokus efaluasi hasil adalah prubahan prilaku atau status kesehatan klien
pada akhir asuhan keperawatan, bersifat objektif, feksibel, dan efesiensi
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta:
Media Aesculapius.