Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK

DENGAN HIPERTENSI

OLEH:
NI MADE SINTYA INDRIANTARI
2114901101

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK
DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIPERTENSI

I. TINJAUAN TEORI
A. KONSEP LANJUT USIA
1. Pengertian Lansia

Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur hidup


manusia. Menurut UU No. 13 Tahun 1988 tentang Kesejahteraan Lansia
disebutkan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun
(Artinawati, 2014).

Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di
mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Umur yang dijadikan
patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-65
tahun. Adapun menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) mencatat ada 4
tahapan mengenai batasan umur yaitu, usia pertengahan (middle age) usia antara
45-59 tahun, lanjut usia (elderly) usia antara 60-74 tahun, lanjut usia tua (old)
usia antara 75-90 tahun, sedangkan usia sangat tua (very old) usia diatas 90
tahun. Sehingga dapat di simpulkan bahwa di sebut lanjut usia adalah seseorang
yang telah berumur 65 tahun keatas (Mubarak, 2006). Batasan umur lanjut usia
di Indonesia adalah 60 tahun keatas, hal ini di pertegas dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahterahan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1
Ayat 2 (Nugroho, 2008).

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan


lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan
proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan
umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).

2. Klasifikasi Lanjut Usia


Usia yang dijadikan patokan untuk lansia berbeda-beda, umumnya berkisaran
atara usia 60-65 tahun. Menurut World Healt Organization (WHO) dalam
Artinawati (2014), batasan usia ada empat tahapan yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (ederly) usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
3. Proses Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini
berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti
mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit
yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang
jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figure tubuh yang
tidak proporsional. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses
yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan suatu
proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Artinawati, 2014).
4. Teori Konsep Menua
Beberapa teori proses penuaan menurut Potter (2008) dalam Artinawati (2014)
yaitu:
1. Teori biologis yang terdiri dari:
1) Teori radikal bebas
a) Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang merupakan
bagian molekul yang sangat reaktif. Molekul ini memiliki muatan
ekstraseluler kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein,
mengubah bentuk dan sifatnya, molekul ini juga dapat bereaksi
dalam lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi
permeabilitasnya atau dapat diberikan dengan organ sel
(Christiansen dan Grzybowski, 2003).
b) Proses metabolisme oksigen diperkirakan menjadi sumber radikal
bebas terbesar (Hayflick, 1987). Secara spesifik oksidasi lemak,
protein dan karbohidrat dalam tubuh yang menyebabkan formasi
radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksterna
radikal bebas (Ebersole dan Hess, 1994). Teori ini menyatakan
bahwa penuaan disebabkan karena terjadinya akumulasi kerusakan
irreversible akibat senyawa pengoksidasi ini.
2) Teori cross link
Teori crosslink atau jaringan ikat menyatakan bahwa molekul kolagen
dan elastis, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang lama
meningkatkan rigiditas sel, cross link diperkiraka akibat reaksi kimia
yang menimbulkan senyawa antara molekul-molekul yang normalnya
terpisah (Ebersole dan Hess, 1994). Saat serat kolagen yang awalnya di
deposit dalam jaringan otot polos, molekul ini menjadi renggang
berikatan dan jaringan menjadi fleksibel. Seiring berjalannya waktu,
bagaimanapun sisi aktif pada molekul kolagen yang berdekatan
mengakibatkan molekul lebih berikatan erat, sehingga jaringan menjadi
lebih kaku. Kulit yang menua merupakan contoh cross link jaringan
ikat terkait usia meliputi penurunan kekuatan daya rentang dinding
arteri, tanggalnya gigi, tendon kulit kering dan berserat.
3) Teori imunologis
Beberapa teori menyatakan bahwa penurunan atau perubahan dalam
keefektifan sistem imun yang berperan dalam penuaan. Mekanisme
seluler tidak teratur diperkirakan menyebabkan serangan pada jaringan
tubuh melalui autoagresi atau imunodefisiensi (penurunan imun)
(Ebersole dan Hess, 1994). Tubuh kehilangan kemampuan untuk
membedakan proteinnya sendiri dengan protein asing, sistem imun
menyerang dan menghancurkan jaringannya sendiri pada kecepatan
yang meningkat secara bertahap. Dengan bertambahnya usia,
kemampuan sistem imun untuk menghancurkan bakteri, virus, dan
jamur melemah. Bahkan pada sistem ini mungkin tidak memulai
serangannya sehingga sel mutase terbentuk beberapa kali. Semakin
bertambahnya usia, fungsi sistem imun kehilangan keefektifan,
imunodefisiensi berhubungan dengan penurunan fungsi.
2. Teori psikososial yang terdiri dari:
1) Teori disengagement
Teori ini menyatakan bahwa orang yang menua menarik diri dari peran
yang biasanya dan terikat pada aktivitas yang lebih introspektif dan
berfokus pada diri sendiri. Teori ini meliputi empat konsep dasar
(Maddox, 1974 dalam Artinawati, 2014):
a) Individu yang menua dan masyarakat secara umum bersama menarik
diri
b) Disengagement adalah instrinsik dan tidak dapat dielakkan baik
secara biologis dan psikologis
c) Disengagement dianggap perlu untuk keberhasilan penuaan
d) Disengagement bermanfaat baik bagi lansia dan masyarakat
2) Teori aktivitas
Teori aktivitas tidak menyetujui teori disengagement dan menegaskan
bahwa kelanjutan aktivitas dewasa tengah penting untuk keberhasilan
penuaan. Kerja klasik oleh Lemon et.al. (1974) mengusulkan bahwa
orang tua yang secara aktif secara social lebih cenderung menyesuaikan
diri terhadap penuaan yang baik. Penelitian setelah itu menunjukan
bahwa lansia dengan keterlibatan social yang lebih besar memiliki
semangat dan kepuasan hidup yang tinggi, penyesuaian serta kesehatan
mental yang positif daripada lansia yang kurang terlibat secara sosial.
Akan tetapi beberapa pendapat mengemukakan bahwa penuaan terlalu
kompleks untuk dikateristikan dalam cara sederhana tersebut. Mereka
beralasan bahwa teori ini mengasumsikan lansia memiliki kebutuhan
yang sama seperti dewasa tengah, selain itu teori ini tidak menunjukan
dampak perubahan biopsikososial atau adanya kehilangan kemampuan
yang multiple pada lansia untuk melanjutakn aktivitas
3) Teori kontinuitas
Neugarten (1964) menyatakan bahwa kepribadian tetap sama dan
perilaku menjadi lebih mudah diprediksi seiring penuaan. Kepribadian
dan pola perilaku yang berkembang sepanjang kehidupan menentukan
derajat keterikatan dan aktivitas pada masa lansia. Berdasarkan teori,
kepribadian merupakan faktor kritis dalam menentukan hubungan
antara aktivitas dan peran sebagai teori yang menjajikan karena teori ini
menunjukan kompleksitas proses penuaandan kemampuan adaptif
seseorang. Beberapa pendapat bahwa teori ini terlalu sederhana dan
tidak mempertimbangkan berbagai berbagai faktor yang mempengaruhi
respon seseorang terhadap proses penuaan. Teori ini juga menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang dimiliki.
5. Masalah Kesehatan Yang Dialami Lansia.
Penyakit-penyakit yang dapat dialami oleh seorang lansia cukup kompleks
seiring dengan perubahan-perubahan yang dialami secara biologi maupun
psikososial. Menurut Amalia Senja (2019), berikut ini adalah masalah kesehatan
yang dialami oleh lansia:
1) Hipertensi
Pada masalah kesehatan ini biasanya tekanan darah akan naik. Hal ini ada
bersifat normal dan ada yang bersifat patologis (penyakit). Penyebab naiknya
tekanan darah pada usia diatas lima puluh tahun bermacam-macam, baik
karena faktor eksternal (lingkungan luar) ataupun karena faktor internal (diri
sendiri). Penyebab yang paling sering adalah karena penyakit (misalnya
gangguan ginjal) dan pola makan yang kurang baik (banyak mengkonsumsi
makanan yang mengandung garma dan pengawet).
2) Kolesterol
Kolesterol sering meninggi karena pola makan yang kurang baik.
Keparahannya ditambah lagi dengan kurangnya aktivitas olahraga dan pola
hidup sehat. Akibatnya kolesterol yang ada dalam tubuh sulit untuk
dikeluarkan. Terkadang pola makan yang buruk saat muda baru dirasakan
ketika umur sudah di atas 50 tahun.
3) Jantung
Senada dengan tekanan darah tinggi dan kolesterol. Penyakit jantung
terjadinya karena buruknya gaya hidup. Gaya hidup yang buruk membuat
organ vital ini bekerja lebih keras untuk mengonpensasi kondisi tubuh.
Seseorang dengan usia diatas lima puluh tahun biasanya akan merasakan
adanya masalah dalam jantungnya ketika mereka tidak membiasakan diri
dengan gaya hidup sehat di awal masa mudanya
4) Stoke
Penyakit yang beresiko melumpuhkan ini biasanya menyerang mereka yang
sudah berumur. Meskipun sekarang kita jumpai beberapa orang terserang
stroke diuasi muda. Hal ini tidak lain karena pola makan dan pola hidup yang
kurang baik. Stroke merupakan bentuk serangan penyakit yang perlahan
namun pasti. Jadi, bagi sesorang berusia diatas 50 tahun sebaiknya berhati-
hati dengan serangan stroke.
5) Prostat
Biasanya masalah prostat sering terjadi di saat usia sudah senja. Masalah
prostat sangat beragam. Salah satu diantaranya adalah kanker prostat.
6) Artritis
Artritis atau radang sendi adalah penyakit yang menyerang persendian.
Gangguan berupa peradangan pada bagian sendi. Peradangan yang bisa
terjadi karena banyak faktor. Salah satu faktornya karena makanan yang
dikonsumsi. Oleh karena itu, usahakan untuk pola hidup sehat di masa tua
adalah kewajiban kita juga jika ingin hidup sehat dan kuat.
7) Diabetes
Diabetes atau kadar gula darah yang tinggi karena gangguan insulin adalah
penyakit tidak menular yang sering menimpa seseorang berusia diatas 50
tahun. Diabetes disebabkan oleh bebrapa faktor. Ada yang karena genetik
atau keturunan, ada pula yang disebabkan oleh gen hidup yang kurang baik.
Berhati-hati dari ancaman penyakit ini sangat diperlukan.
6. Masalah Keperawatan Terkait Penuaan
Berbagai masalah perawatan yang muncul dalam perawatan lansia. Masalah-
masalah keperawatan yang ada pada NANDA dalam Amalia Senja (2019).
Berikut beberapa masalah tersebut diantaranya sebagai berikut.
1) Resiko jatuh
Resiko jatuh pada lansia menjadi masalah yang serius dalam keperawatan.
Resiko jatuh ini bisa disebabkan oleh gangguan keseimbangan, kemampuan
mobilitas yang berubah, adanya riwayat jaruh sebelumnya, depresi, gangguan
kemampuan berpikir, gangguan penglihatan, pusing atau vertigo, tekanan
darah rendah dan penggunaan obat penenang (Hitcho, dkk. 2004).
2) Gangguan pola tidur
Pola tidur dari usia muda menjadi lansia mengalami perubahan. Kebutuhan
tidur juga akan berkurang dengan semakin bertambahnya usia. Pada usia
muda, kebutuhan tidur bisa mencapai 8-9 jam. Namun, pada usia 40-an,
kebutuhan tidur menjadi sekitar 7 jam, dan 6 jam pada usia diatas 80 tahun.
Pada umumnya, lansia mengalami insomnia yang dikarenakan depresi atau
stress, dan bisa juga dikarenakan keluhan pada penyakit-penyakit lain yang
diderita oleh lansia tersebut.
3) Ansietas/Kecemasan
Kecemasan merupakan salah satu masalah psikososial yang sering dialami
lansia. Penurunan kemampuan fisik pada lansia inilah yang seringkali
menimbulkan kecemasan dan depresi.
7. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Persepsi kesehatan dapat menentukan kualitas hidup. Pemahaman persepsi
lansia tentang status kesehatan esensial untuk pengkajian yang akurat dan untuk
pengembangan intervensi yang relevan secara klinis. Konsep lansia tentang
kesehatan umumnya bergantung pada persepsi pribadi terhadap kemampuan
fungsional. Karena itu, lansia yang terlibat dalam aktifitas kehidupan sehari-hari
biasanya menganggap dirinya sehat, sedangkan mereka yang aktifitasnya
terbatas karena kerusakan fisik, emosional atau sosial mungkin merasa dirinya
sakit (Potter, 2005).
Perubahan fisiologis bervariasi pada setiap lansia, perubahan fisiologis umum
yang diantisipasi pada lansia. Perubahan fisiologis ini bukan proses patologi.
Perubahan ini terjadi pada semua orang tetapi pada kecepatan yang berbeda dan
bergantung keadaan dalam kehidupan. Terjadinya perubahan normal pada fisik
lansia yang dipengaruhi oleh faktor kejiwaan sosial, ekonomi dan medik.
Perubahan tersebut akan terlihat dalam jaringan dan organ tubuh seperti kulit
menjadi kering dan keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun
sebagian atau menyeluruh, pendengaran berkurang, indra perasa menurun, daya
penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena proses osteoporosis yang
berakibat pada perubahan badan menjadi bungkuk, tulang menjadi keropos, masa
dan kekuatannya berkurang dan mudah patah, elastisitas paru berkurang, nafas
menjadi pendek, terjadi pengurangan fungsi organ didalam perut, dinding
pembuluh darah menebal dan menjadi tekanan darah tinggi otot jantung bekerja
tidak efisien, adanya penurunan organ reproduksi, terutama pada wanita, otak
menyusut dan reaksi menjadi lambat terutama pada pria, serta seksualitas tidak
terlalu menurun.
Menurut Maryam (2008), perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia
adalah:
1) Perubahan fisik
a) Sel
Perubahan sel pada lanjut usia meliputi:
Terjadinya penurunan jumlah sel, terjadi perubahan ukuran sel,
berkurangnya jumlah cairan dalam tubuh dan berkurangnya cairan
intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah,
dan hati, penurunan jumlah sel pada otak, terganggunya mekanisme
perbaikan sel, serta otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.
b) Sistem Persyarafan
Perubahan persyarafan meliputi:
Berat otak yang menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel syaraf
otaknya dalam setiap harinya), cepat menurunnya hubungan
persyarapan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi
khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf panca indra,
berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya
syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang sensitive terhadap
sentuan.
c) Sistem Pendengaran
Perubahan pada sistem pendengaran meliputi:
Terjadinya presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) yaitu
gangguan dalam pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap
bunyi suara, nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata-kta, 50% terjadi pada umur diatas 65 tahun. Terjadinya
otosklerosis akibat atropi membran timpani. Terjadinya pengumpulan
serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratinin. Terjadinya
perubahan penurunan pendengaran pada lansia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.
d) Sistem Penglihatan
Perubahan pada sistem penglihatan meliputi:
Timbulnya sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar,
kornea lebih berbentuk sferis (bola), terjadi kekeruhan pada lensa
yang menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan
sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah
melihat pada cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya
lapang pandang, serta menurunnya daya untuk membedakan warna
biru atau hijau. Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi
adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang
dan juga terhadap akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur
menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi
kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang
warna gelap seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama.
Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan
berkurang (sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia
pada risiko cedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat
menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan
objek-objek dengan jelas, semua hal itu dapat mempengaruhi
kemampuan fungsional para lansia sehingga dapat menyebabkan
lansia terjatuh.
e) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler meliputi:
Terjadinya penurunan elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal
dan menjadi kaku, menurunnya kemampuan jantung untuk memompa
darah yang menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya,
kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang dapat
mengakibatkan tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk dan dari
duduk ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi pembuluh darah
perifer.
f) Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Perubahan pada sistem pengaturan tempertur tubuh meliputi:
Pada pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai
thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang sering
ditemui antara lain temperature suhu tubuh menurun (hipotermia)
secara fisiologik kurang lebih 35oC, ini akan mengakibatkan
metabolisme yang menurun. Keterbatasan refleks mengigil dan tidak
dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya
aktivitas otot.
g) Sistem Respirasi
Perubahan sistem respirasi meliputi:
Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atropi, aktivitas silia
menurun, paru kehilangan elastisitas, berkurangnya elastisitas
bronkus, oksigen pada arteri menurun, karbon dioksida pada arteri
tidak berganti, reflek dan kemampuan batuk berkurang, sensitivitas
terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema
senilis, kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan
menurun seiring pertambahan usia.
h) Sistem Pencernaan
Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi:
Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang bisa terjadi
setelah umur 30 tahun, indra pengecap menurun, hilangnya
sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit,
esophagus melebar, rasa lapar nenurun, asam lambung menurun,
motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik lemah
dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati
semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah
berkurang.
i) Sistem Perkemihan
Perubahan pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang merupakan
alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urine, darah
masuk keginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang
disebut nefron (tempatnya di glomerulus), kemudian mengecil dan
nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%
sehingga fungsi tubulus berkurang, akibatnya, kemampuan
mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun. Otot-otot
vesika urinaria menjadi lemah, sehingga kapasitasnya menurun
sampai 200 ml atau menyebabkan buang air seni meningkat. Vesika
urinaria sulit dikosongkan sehingga terkadang menyebabkan retensi
urine pada pria.
j) Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin meliputi:
Produksi semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic
rate), dan daya pertukaran zat menurun, Produksi aldosteron
menurun, Sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen,
dan testoteron menurun.
k) Sistem Integumen
Perubahan pada sistem integumen, meliputi:
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisi, Timbul bercak
pigmentasi, Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu,
Berkurangnya elestisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi,
Kuku jari menjadi keras dan rapuh, Jumlah dan fungsi kelenjar
keringat berkurang.
l) Sistem musculoskeletal
Perubahan pada sistem musculoskeletal meliputi:
Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan
stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan,
tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut
otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan
manjadi tremor, aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses
menua.
2) Perubahan mental
Faktor–faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu
perubahan fisik khususnya organ perasa kesehatan umum, tingkat
pendidikan, keturunan (hereditas), dan lingkungan. Kenangan (memory)
terdiri dari kenangan jangka panjang (berjam–jam sampai berhari–hari
yang lalu mencakup beberapa perubahan), dan kenangan jangka pendek
atau seketika (0-10 menit, kenangan buruk). I.Q. (Intellegentian
Quantion) tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan
verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor
(terjadinya perubahan pada daya membayangkan karena tekanan–teanan
dari faktor waktu).
Semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan struktural
dan fisiologis, begitu juga otak. Perubahan ini disebabkan karena fungsi
neuron di otak secara progresif. Kehilangan fungsi ini akibat
menurunnya aliran darah ke otak, lapisan otak terlihat berkabut dan
metabolisme di otak lambat. Selanjutnya sangat sedikit yang di ketahui
tentang pengaruhnya terhadap perubahan fungsi kognitif pada lanjut usia.
Perubahan kognitif yang di alami lanjut usia adalah demensia, dan
delirium
8. Upaya Kesehatan bagi Lanjut Usia
1) Upaya Promotif

Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun masyarakat di


sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang perilaku hidup sehat, gizi
untuk lanjut usia, proses degeneratif seperti katarak, presbikusis dan lain-lain.
Upaya peningkatan kebugaran jasmani, pemeliharaan kemandirian serta
produktivitas masyarakat lanjut usia.

a) Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas


dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau
keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun
1998, PHBS erat kaitanya dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang
garapanya adalah membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada
pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku positif dalam bidang
kesehatan. Perilaku hidup bersih dan sehat ini sesuai dengan visipromosi
kesehatan dan dapat di praktekan pada masing-masing tatanan. Gaya hidup
sehat untuk lansia yang terpenting seperti tidak merokok, melakukan
aktivitas 30 menit sehari, personal higiene, mengatur kesehatan lingkungan
seperti rumah sehat dan membuang kotoran pada tempatnya.

b) Gizi untuk Lanjut Usia

Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi lanjut usia
untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit kekurangan gizi,
yang seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan tujuan agar tercapai
kondisi kesehatan yang prima dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi
seimbang adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan
zat pengatur.

1. Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok seperti beras,
jagung, ubi dan lainya yang mengandung karbohidrat.

2. Sumber zat pembangun atau protein penting untuk pertumbuhan dan


mengganti sel-sel yang rusak, pada hewani seperti telur, ikan dan susu.

3. Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan, tempe, tahu.

4. Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan mineral


yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ tubuh
contohnya sayuran dan buah.

2) Upaya Preventif

Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit dan
komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa deteksi dini dan
pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di kelompok lanjut usia
(posyandu lansia) atau Puskesmas dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat
(KMS) lanjut usia.

3) Upaya Kuratif

Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinan dapat
di lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia. Pengobatan lebih lanjut
ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di fasilitas
pelayanan seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan
Desa. Apabila sakit yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan
fasilitas lebih lengkap, maka dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.

4) Upaya Rehabilitatif

Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif maupun
upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan kemampuan
fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.
9. Pengertian Keperawatan Gerontik
Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan dengan
penyakit pada proses menua (KOZIER, 1987). Menurut Lueckerotte (2000)
keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada
lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional,
perencanaan, implementasi serta evaluasi.
10. Fungsi Perawat Gerontik
Menurut Eliopoulous (2005), fungsi perawat gerontologi adalah:
1. Guide Persons of all ages toward a healthy aging process (Membimbing
orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat).
2. Eliminate ageism (Menghilangkan perasaan takut tua).
3. Respect the tight of older adults and ensure other do the same
(Menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang lain
melakukan hal yang sama).
4. Overse and promote the quality of service delivery (Memantau dan
mendorong kualitas pelayanan).
5. Notice and reduce risks to health and well being (Memerhatikan serta
mengurangi risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
6. Teach and support caregives (Mendidik dan mendorong pemberi pelayanan
kesehatan).
7. Open channels for continued growth (Membuka kesempatan untuk
pertumbuhan selanjutnya).
8. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).
9. Offer optimism, encourgement and hope (Memberikan semangat, dukungan
dan harapan).
10. Generate, support, use and participate in research (Menghasilkan,
mendukung, menggunakan, dan berpatisipasi dalam penelitian).
11. Implement restorative and rehabilititative measures (Melakukan perawatan
restoratif dan rehabilitatif).
12. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan mengatur perawatan).
13. Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized, holistic
maner (Mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
perawatan individu dan perawatan secara menyeluruh).
14. Link services with needs (Memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan).
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality
(Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli
dibidangnya).
16. Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of each
other (Saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial dan
spritual).
17. Recognize and encourge the appropriate management of ethical concern
(Mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya
bekerja).
18. Support and comfort through the dying process (Memberikan dukungan dan
kenyamanan dalam menghapi proses kematian).
19. Educate to promote self care and optimal independence (Mengajarkan untuk
meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).
11. Lingkup Keperawatan Gerontik
Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan ketidakmampuan
sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk pemenuhan kebutuhan lansia
dan pemulihan untuk mengatas keterbatasan lansia. Sifatnya adalah independen
(mandiri), interdependen (kolaborasi), humanistik dan holistik.
B. TINJAUAN TEORI HIPERTENSI
1. Pengertian
Hipertensi secara umum dapat didefinisikan sebagai tekanan darah > 140/90
mmHg (WHO, 2018). Tekanan darah manusia secara alami berfluktuasi
sepanjang hari. Tekanan darah tinggi menjadi masalah hanya bila tekanan darah
tersebut persisten. Tekanan darah tersebut membuat sistem sirkulasi dan organ
yang mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak) menjadi tegang
(Palmer, 2005 dalam Manuntung, 2018). Sedangkan menurut Smeltzer (2001)
dalam Manuntung (2018) tekanan darah pada orang dewasa dengan usia di atas
18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan darah
diantara 140/90-159/99 mmHg. Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II
apabila tekanan darah > 160/100 mmHg. Dan diklasifikasikan menderita
hipertensi stadium III apabila tekanan darah > 180/116 mmHg. Tekanan darah
lansia penderita hipertensi yaitu lebih dari 160/90 mmHg.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau
morbiditas dan angka kematian atau mortalitas. Hipertensi merupakan keadaan
ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal atau
kronis dalam waktu yang lama (Saraswati,2009). Hipertensi atau darah tinggi
adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan
batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg. Batasan ini tidak
membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007).
2. Klasifikasi
a. Klasifikasi hipertensi menurut Palmer (2005) dalam Manuntung (2018),
terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Hipertensi esensial (primer)
Tipe ini terjadi pada sebagian bsar kasus hipertensi, sekitar 95 %.
Penyebab tidak diketahui dengan jelas, walaupun dikaitkan dengan
kombinasi faktor pola hidup seperti kurang bergerak dan pola makan
2) Hipertensi sekunder
Tipe lebih ini jarang terjadi hanya sekitar 5 % dari seluruh kasus
hipertensi. Hipertensi tipe ini disebabkan oleh kondisi medis lain
(misalnya penyakit ginjal) atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu
(misalnya pil KB)
b. Klasifikasi hipertensi menurut Brasher (2008) dalam Manuntung (2018),
yaitu sebagai berikut.

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Pre Hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Tahap 1 140-159 90-99

Hipertensi Tahap 2 >160 >100

3. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan hipertensi menurut Manuntung (2018)
yaitu:
a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
1) Umur
Orang yang berumur 40 tahun keatas biasanya rentan terhadap
meningkatnya tekanan darah yang dikemudian hari dapat menjadi
hipertensi seiiring dengan bertambahnya umur mereka. Ini sering
disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi
jantung, pembuluh darah dan hormone. Hipertensi pada yang berusia
kurang dari 35 tahun akan menaikan insiden penyakit arteri coroner dan
kematian premature (Julianti, 2005).
2) Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria
lebih banyak menderita hipertensi di bandingkan dengan perempuan,
dengan rasio sekitar 2,29 %. Pria diduga memiliki gaya hidup yang
cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan
perempuan. Namun setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi
pada perempuan meningkat. Bahkan setelah usia ditas 65 tahun,
terjadinya hipertensi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki
(Depkes, 2010).
3) Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan)
yang mempertinggi resiko esensial. Tentunya faktor genetik ini juga
dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lainnya yang kemudian
menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Menurut Davidson, bila
kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45 % akan turun
ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita
hipertensi maka sekitar 30 % akan turun ke anaknya (Astawan, 2002).
b. Faktor resiko yang dapat dirubah
1) Obesitas
Obesitas bukanlah faktor penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi
hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Resiko relative untuk menderita
hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
orang yang badannya normal, sedangkan pada pasien hipertensi
ditemukan 20-33% memiliki berat badan lebih.
2) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor resiko yang kuat untuk terjadinya
kematian akibat kardiovaskuler, dan penelitian telah menunjukan bahwa
penghentian merokok dapat mencegah terjadinya penyakit kardiovaskuler
seperti stroke dan infark miokard. Telah dibuktikan bahwa dengan
mengkonsumsi satu batang rokok dapat terjadinya peningkatan denyut
jantung dan tekanan darah selama 15 menit. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan kadar katekolamin dalam plasma, yang kemudian
menstimulasi sistem saraf simpatik (Sani, 2008).
3) Stress
Stress dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormone
adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,
sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama,
tubuh akan berusaha lama, tubuh akan berusaha mengadakan
penyesuaian sehingga timbul perubahan patologis. Gejala yang muncul
dapat berupa hipertensi autupun penyakit maag.
4) Komsumsi alkohol berlebihan
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.
Peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan darah. Beberapa
studi menunjukan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan
alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standart setiap harinya.
5) Konsumsi garam berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik
cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan
volume dan tekanan darah. Sekitar 60 % kasus hipertensi primer
(esensial) terjadi respon penurunan tekanan darah dengan mengurangi
asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau
kurang, ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada
masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram, tekanan darah rata-rata lebih
tinggi (Depkse, 2008).
4. Patofisiologi
Hipertensi esensial melibatkan interaksi yang sangat rumit antara faktor
genetik dan lingkungan yang dihubungkan oleh pejamu mediator
neurohormonal. Secara umum hipertensi disebabkan oleh peningkatan tahanan
perifer dan atau peningkatan volume darah. Gen yang berpengaruh pada
hipertensi primer (faktor herediter diperkirakan meliputi 30% sampai 40%
hipertensi primer) meliputi reseptor angiotensin II, gen angiotensin dan renin,
gen sintetase oksida nitrat endothelial, gen protein reseptor kinase G, gen
reseptor adregenergic, gen kalsium, transport dan natrium hydrogen antiporter
(mempengaruhi sentivitas garam), dan gen yang berhubungan dengan resitensi
insulin, obesitas, hyperlipidemia, dan hipertensi sebagai kelompok bawaan.
Teori terkini mengenai hipertensi primer meliputi peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatis (SNS) yaitu terjadi respon maladaptif terhadap stimulasi
saraf simpatis dan perubahan gen pada reseptor ditambah kadar angiotensin-
aldosteron (RAA), secara langsung menyebabkan vasokontriksi, tetapi juga
meningkatkan aktivitas SNS dan menurunkan kadar prostaglandin vasodilator
dan oksida nitrat, memediasi remodeling arteri (perubahan structural pada
dinding pembuluh darah), memediasi kerusakan organ akhir pada jantung
(hipertrofi), pembuluh darah, dan ginjal. Efek pada transport garam dan air
menyebabkan gangguan aktivitas peptide natriuterik otak (brain natriuretic
peptide, BNF), peptide natriuretik atrial (atrial natriutretic peptide, ANF),
adrenomedulin, urodilatin dan endotelin dan berhubungan dengan asupan diet
kalsium, magnesium, dan kalium yang rendah. Interaksi kompleks yang
melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotel, hipertensi sering terjadi pada
penderita diabetes, dan resistensi insulin ditemukan pada banyak pasien
hipertensi yang tidak memiliki diabetes klinis. Resistensi insulin berhubungan
dengan penurunan pelepasan endothelial oksida nitrat dan vasodilator lain serta
mempengaruhi fungsi ginjal. Resistensi insulin dan kadar insulin yang tinggi
meningkatkan aktivitas SNS dan RAA.
Beberapa teori tersebut dapat menerangkan mengenai peningkatan tahanan
perifer akibat peningkatan vasokonstriktor (SNS, RAA) atau pengurangan
vasodilator (ANF, adrenomedulin, urodilatin, oksida nitrat) dan kemungkinan
memediasi perubahan dalam apa yang disebut hubungan tekanan natriuresis yang
menyatakan bahwa individu penderita hipertensi mengalami ekskresi natrium
ginjal yang lebih rendah apabila ada peningkatan tekanan darah (Manuntung,
2018).
5. Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, pendarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan, yang bisa saja terjadi pada penderita hipertensi
maupun pada seseorang dengan tekanan darah normal. Jika hipertesinya berat
atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala yaitu sakit kepala, kelelahan,
mual, muntah, sesak nafas dan gelisah. Terkadang penderita hipertensi berat
mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadinya
pembebngkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, sehingga
memerlukan penanganan segera (Manuntung, 2018).
Menurut Rokhaeni (2001) dalam Manuntung (2018), manifestasi klinis
hipertensi secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b) Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.
Manifestasi klinis hipertensi pada lansia secara umum adalah sakit kepala,
pendarahan hidung, vertigo, mual muntah, perubahan penglihatan, kesemutan
pada kaki dan tangan, sesak nafas, kejang atau koma, dan nyeri dada (Smeltzer,
2001 dalam Manuntung, 2018).
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Urinalisis untuk darah dan protein, elektrolit dan kreatinin darah Dapat
menunjukkan penyakit ginjal baik sebagai penyebab atau disebabkan oleh
hipertensi.
2) Glukosa darah
Untuk menyingkirkan diabetes atau intoleransi glukosa.
3) Kolesterol, HDL dan kolesterol total serum
Membantu memperkirakan risiko kardiovaskuler di masa depan.
4) EKG
Untuk menetapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
5) Hemoglobin/Hematokrit
Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (Viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
6) BUN/kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
7) Glukosa Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi)
Dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan
hipertensi).
8) Kalium serum
Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab)
atau menjadi efek samping terapi diuretic.
9) Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
10) Kolesterol dan trigliserida serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya
pembentukan plak atero matosa (efek kardiovaskuler).
11) Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
12) Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
13) Urinalisa
Darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau adanya
diabetes.
14) Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya
hipertensi.
15) Foto dada
Dapat menunjukkan abstraksi kalsifikasi pada area katup, deposit pada dan
atau takik aorta, pembesaran jantung.
16) CT Scan
Mengkaji tumor serebral, ensefalopati, atau feokromositama (Doenges,
2000; John, 2003; Sodoyo, 2006).
7. Penatalaksanaan
1) Terapi tanpa obat
a) Mengendalikan berat badan
Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan
untuk menurunkan berat badannya sampai batas normal.
b) Pembatasan asupan garam (sodium/Na)
mengurangi pamakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau
6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,
magnesium, dan kalium yang cukup).
c) Berhenti merokok
Penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap
rokok diketahui menurunkan aliran darah keberbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung.
d) Mengurangi atau berhenti minum minuman beralkohol.
e) Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi.
f) Olahraga aerobic yang tidak terlalu berat.
Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama
tekanan darahnya terkendali.
g) Teknik-teknik mengurangi stress
Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara
menghambat respon stress saraf simpatis.
h) Manfaatkan pikiran
Kita memiliki kemampuan mengontrol tubuh, jauh lebih besar dari yang
kita duga. dengan berlatih organ-organ tubuh yang selama ini bekerja
secara otomatis seperti; suhu badan, detak jantung, dan tekanan darah,
dapat kita atur gerakannya.
2) Terapi dengan obat
a) Penghambat saraf simpatis
Golongan ini bekerja dengan menghambat akivitas saraf simpatis
sehingga mencegah naiknya tekanan darah, contohnya: Metildopa 250
mg (medopa, dopamet), klonidin 0,075 & 0,15 mg (catapres) dan
reserprin 0,1 &0,25 mg (serpasil, Resapin).
b) Beta Bloker
Bekerja dengan menurunkan daya pompa jantung sehingga pada
gilirannya menurunkan tekanan darah. Contoh: propanolol 10 mg
(inderal, farmadral), atenolol 50, 100 mg (tenormin, farnormin), atau
bisoprolol 2,5 & 5 mg (concor).
c) Vasodilator
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi otot
pembuluh darah.
d) Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor
Bekerja dengan menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh: Captopril 12,5,
25, 50 mg (capoten, captensin, tensikap), enalapril 5 &10 mg (tenase).
e) Calsium Antagonis
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Contohnya: nifedipin 5 &
10 mg (adalat, codalat, farmalat, nifedin), diltiazem 30,60,90 mg
(herbesser, farmabes).
f) Antagonis Reseptor Angiotensin II
Cara kerjanya dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung.
Contoh: valsartan (diovan).
g) Diuretic
Obat ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat urin)
sehingga volume cairan tubuh berkurang, sehingga mengakibatkan daya
pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh: Hidroklorotiazid (HCT)
(Corwin, 2001; Adib, 2009; Muttaqin, 2009).
8. Komplikasi
Menurut Manuntung (2018), berikut ini adalah beberapa komplikasi yang terjadi
pada penderita hipertensi, yaitu sebagai berikut.
1) Stroke
Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2000).
2) Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
thrombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.
Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikal, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadinya iskemia
jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat
menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko
pembentukan bekuan (Corwin, 2000).
3) Gagal ginjal
Gagal ginjal dapata terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Rusaknya glomerulus,
mengakibatkan darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron
akan terganggu dan dapat berlanjutnya menjadi hipoksia dan kematian.
Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui urin
sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang, menyebabkan edema
yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000)
4) Gagal jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang
kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di
paru, kaki dan jaringan lain yang sering disebut edema. Ciran di dalam paru-
paru menyebabkan sesak nafas, timbunan cairan di tungkai kaki
menyebabkan kaki bengkak atau sering disebutkan edema (Amir, 2002).
5) Ensefalopati
Ensefalopati dapat terjadi terutama ada hipertensi maligna (hipertensi yang
cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di seluruh
susuna saraf pusat. Neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma serta
kematian (Corwin, 2000).
I.
II. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian Keperawatan
Data Subyektif
a. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini antara lain : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, agama, suku, keluarga/orang terdekat, alamat, nomor
registrasi.
b. Riwayat atau Adanya Faktor Risiko
1) Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
2) Penggunaan obat yang memicu hipertensi
c. Aktivitas/Istirahat
1) Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
2) Frekuensi jantung meningkat
3) Perubahan irama jantung
4) Takipnea
d. Integritas ego
1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah
kronik.
2) Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan dengan
pekerjaan).
e. Makanan dan cairan
1) Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak,
tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur) gula-gula yang
berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
2) Mual, muntah.
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
f. Nyeri atau ketidaknyamanan
1) Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai.
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
4) Nyeri abdomen.
Data Obyektif
a. Pemeriksaan Fisik
a. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau katup dan
penyakit cerebro vaskuler.
b. Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obs-truksi.
c. Neurosensori
i. Keluhan pusing.
ii. Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang
secara spontan setelah beberapa jam).
d. Pernapasan
a) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja.
b) Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d) Riwayat merokok.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin/hematokrit : Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubu-ngan dari
sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan
faktor-faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2) BUN/kreatinin : Memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi jaringan.
3) Glukosa : Hiperglikemia (diabetes militus adalah pencetus hiper-tensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (me-ningkatkan hipertensi).
4) Kalium serum : Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldo-steron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic.
5) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat mening-katkan
hipertensi.
6) Kolesterol dan trigeliserida serum : Peningkatan kadar dapat meng-
indikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek
kardiovaskuler).
7) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokon-striksi dan
hipertensi.
8) Kadar aldosteron urin/serum : Untuk mengkaji aldosteronisme pri-mer
(penyebab).
9) Urinalisasi : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi gin-jal
dan/atau adanya diabetes.
10) VMA urin (metabolit katekolamin) : Kenaikan dapat mengindi-kasikan
adanya feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan
untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
11) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai risiko terjadinya
hipertensi.
12) Streroid urin : Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk
pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
13) IVP : Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyebab parenkim
ginjal, batu ginjal dan ureter.
14) Foto dada : Dapat mengidentifikasi obstruksi klasifikasi pada area katup ;
deposit pada dan atau takik aorta perbesaran jantung.
15) CT-Scan : Mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, dan feokromisitoma.
16) EKG : Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan : Luas, peningggian gelombang P ada-lah salah satu tanda
dini penyakit jantung hipertensi (Doenges, 2000).
AKTIVITITAS KLIEN
A. KUESIONER KUALITAS TIDUR (PSQI)
1. Jam berapa biasanya anda mulai tidur malam?
2. Berapa lama anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam?
3. Jam berapa anda biasanya bangun pagi?
4. a. Berapa lama anda tidur dimalam hari?
b. Berapa lama di tempat tidur ?
5 Seberapa sering masalah-masalah Tidak 1x 2x ≥3x
dibawah ini mengganggu tidur anda? pernah seminggu seminggu seminggu
a) Tidak mampu tertidur selama 30 menit
sejak berbaring
b) Terbangun ditengah malam atau terlalu
dini
c) Terbangun untuk ke kamar mandi

d) Tidak mampu bernafas dengan leluasa


e) Batuk atau mengorok
f) Kedinginan dimalam hari
g) Kepanasan dimalam hari
h) Mimpi buruk
i) Terasa nyeri
j) Alasan lain ………
6 Seberapa sering anda menggunakan obat
tidur
7 Seberapa sering anda mengantuk ketika
melakukan aktifitas disiang hari
Tidak Kecil Sedang Besar
antusias
8 Seberapa besar antusias anda ingin
menyelesaikan masalah yang anda
hadapi
Sangat Baik kurang Sangat
baik kurang
9 Pertanyaan preintervensi : Bagaimana
kualitas tidur anda selama sebulan yang
lalu
Keterangan Cara Skoring

Komponen :

1. Kualitas tidur subyektif à Dilihat dari pertanyaan nomer 9

0 = sangat baik

1 = baik

2 = kurang

3 = sangat kurang

2. Latensi tidur (kesulitan memulai tidur) à total skor dari pertanyaan


nomer 2 dan 5a

Pertanyaan nomer 2:

≤ 15 menit = 0
16-30 menit = 1

31-60 menit = 2

> 60 menit = 3

Pertanyaan nomer 5a:

Tidak pernah = 0

Sekali seminggu= 1

2 kali seminggu = 2

>3 kali seminggu= 3

Jumlahkan skor pertanyaan nomer 2 dan 5a, dengan skor dibawah ini:

Skor 0 = 0

Skor 1-2 = 1

Skor 3-4 = 2

Skor 5-6 = 3

3. Lama tidur malam à Dilihat dari pertanyaan nomer 4

> 7 jam = 0

6-7 jam = 1

5-6 jam = 2

< 5 jam = 3

4. Efisiensi tidur à Pertanyaan nomer 1,3,4

Efisiensi tidur= (# lama tidur/ # lama di tempat tidur) x 100%

# lama tidur – pertanyaan nomer 4

# lama di tempat tidur – kalkulasi respon dari pertanyaan nomer 1 dan 3

Jika di dapat hasil berikut, maka skornya:


> 85 % = 0

75-84 % = 1

65-74 % = 2

< 65 % = 3

5. Gangguan ketika tidur malam à Pertanyaan nomer 5b sampai 5j

Nomer 5b sampai 5j dinilai dengan skor dibawah ini:

Tidak pernah = 0

Sekali seminggu= 1

2 kali seminggu = 2

>3 kali seminggu= 3

Jumlahkan skor pertanyaan nomer 5b sampai 5j, dengan skor dibawah ini:

Skor 0 = 0

Skor 1-9 = 1

Skor 10-18 = 2

Skor 19-27 = 3

6. Menggunakan obat-obat tidur à Pertanyaan nomer 6

Tidak pernah = 0

Sekali seminggu= 1

2 kali seminggu = 2

>3 kali seminggu= 3

7. Terganggunya aktifitas disiang hari à Pertanyaan nomer 7 dan 8

Pertanyaan nomer 7:

Tidak pernah = 0

Sekali seminggu= 1
2 kali seminggu = 2

>3 kali seminggu= 3

Pertanyaan nomer 8:

Tidak antusias = 0

Kecil = 1

Sedang = 2

Besar = 3

Jumlahkan skor pertanyaan nomer 7 dan 8, dengan skor di bawah ini:

Skor 0 = 0

Skor 1-2 = 1

Skor 3-4 = 2

Skor 5-6 = 3

Skor akhir: Jumlahkan semua skor mulai dari komponen 1 sampai 7

B. Aktivitas sehari – hari


Aktivitas (ADL) 0 1 2 3 4

Makan

Mandi

Toileting

Berpakaian

Mobilisasi ditempat tidur

Mobilisasi berpindah

Berias

ROM

Keterangan:
0 : Mandiri
1 : Membutuhkan alat bantu
2 : Membutuhkan pengawasan orang
3 : membutuhkan bantuan orang lain
4 : Ketergantungan total
C. Indeks KATZ
Indek Keterangan
A Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan mandi.
B Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
C Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
D Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain.
E Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu
F Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu
fungsi yang lain.
G Ketergantungan untuk enam fungsi tersebut
Lain - Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
lain diklasifikasi sebagai C, D, E, F dan G

D. Depresi (Beek/ Yesavage)

Penilaian dengan menggunakan skala Depresi Beck

No Uraian Depresi Beck Skore

A. Kesedihan

3 Saya sangat sedih atau tidak bahagia dimana saya tak dapat
menghadapinya

2 Saya galau atau sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat
keluar darinya

1 Saya merasa sedih atau galau

0 Saya tidak merasa sedih


B. Pesimisme

3 Saya merasa bahwa masa depan saya adalah sia-sia dan


sesuatu tidak dapat membaik

2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang


kedepan

1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan

0 Saya tidak begitu pasimis atau kecil hati tentang masa depan

C.Rasa kegagalan

3 Saya merasa saya benar-benar gagal sebagi seseorang (orang


tua, suami, Istri)

2 Seperti melihat ke belakang hidup saya, semua yang dapat


saya lihat hanya kegagalan

1 Saya merasa saya telah gagal melebihi orang pada umumnya

0 Saya tidak merasa gagal

D. Ketidakpuasan

3 Saya tidak puas dengan segalanya

2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun

1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan

0 Saya tidak merasa tidak puas

E. Rasa Bersalah

3 Saya merasa seolah-olah saya sangat buruk atau tak berharga

2 Saya merasa sangat bersalah

1 Saya merasa buruk atau tak berharga sebagai bagian dari


waktu yang baik

0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah


F. Tidak Menyukai Diri Sendiri

3 Saya benci diri saya sendiri

2 Saya muak dengan diri saya sendiri

1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri

0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai


membahayakan diri sendiri

G. Membahayakan Diri Sendiri

3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai


kesempatan

2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri

1 Saya merasa lebih baik mati

0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai


membahayakan diri sendiri

H. Menarik Diri dari Sosial

3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
tidak perduli pada mereka semua

2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
tidak sedikit perasaan pada mereka

1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya

0 Saya tidak kehilangan minta pada orang lain

I. Keragu-raguan

3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali

2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan

1 Saya berusaha mengambil keputusan

0 Saya membuat keputusan yang baik


J. Perubahan Gambaran Diri

3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan

2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang permanet


dalam penampilan saya dan ini membuat saya tidak menarik

1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik

0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk daripada


sebelumnya

K. Kesulitan Kerja

3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali

2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk


melakukan sesuatu

1 Ini memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan


sesuatu

0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya

L. Keletihan

3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu

2 Saya lelah untuk melakukan sesuatu

1 Saya lelah lebih dari yang biasanya

0 Saya tidak lebih lelah dari biasanya

M. Anoreksia

3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali

2 Nafsu makan saya sangat buruk sekarang

1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya

0 Nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya


Penilaian:

0-4 = Derpresi tidak ada atau minimal


5-7= Depresi ringan
8-15= Depresi sedang
>15 =depresi berat
D. APGAR Gerontik
APGAR Gerontik

No Fungsi Uraian Skore

1 Saya puas bahwa dapat kembali pada Gerontik


Adaptasi saya untuk membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya

2 Saya puas dengan cara Gerontik saya


Hubungan membicarakan sesuatu dengan saya dan
mengungkapkan masalah dengan saya

3 Saya puas bahwa Gerontik saya menerima dan


Pertumbuhan mendukung keinginan saya untuk melakukan
aktivitas atau arah baru.

4 Saya puas dengan cara Gerontik saya


mengespresikan afek dan berespon terhadap
Afeksi
emosi-emosi saya, seperti marah, sedih atau
mencintai.

5 Saya puas dengan cara teman-teman saya dan


Pemecahan
saya menyediakan waktu bersama-sama

Keterangan :

Skor 2 jika selalu

Skor 1 jika kadang-kadang


Skor 0 jika hampir tidak pernah

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
b. Intoleransi aktivitasi berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan cairan intra-vaskuler,
edema.
e. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan suplai O2 ke
otak menurun.

f. Gangguan Pola tidur berhubungan dengan perjalanan penyakit


3. Rencana Keperawatan

1 Penurunan NOC: NIC :


Curah Jantung - Cardiac Pump Cardiac Care
b/d effectiveness - Evaluasi adanya nyeri dada
peningkatan - Circulation status (intensitas, lokasi, durasi)
afterload, - Vital sign status - Catat adanya distrimia jantung
vasokontriksi, Kriteria hasil : - Catat adanya tanda dan gejala
hipertrofi/rigidi - Tanda vital dalam penurunan cardiac output
tas ventrikuler, rentan normal - Monitor status kardiovaskuler
iskemia (tekanan darah, nadi, - Monitor status pernafasan
miokard. respirasi) yang menandakan gagal
- Dapat mentoleransi jantung
aktivitas, tidak ada - Monitor abdomen sebagai
kelelahan indikator penurunan fungsi
- Tidak ada edema - Monitor balance cairan
paru, perifer, dan - Monitor adanya perubahan
tidak ada ascites tekanan darah
- Tidak ada penurunan - Monitor respon pasien
kesadaran terhadap efek pengobatan anti
aritmia
- Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
- Monitor toleransi aktivitas
pasien
- Monitor adanya dypsneu,
fatigue, takipneu, dan
ortopneu
- Anjurkan untuk menurunkan
stres
Vital Sign Monitoring
- Monitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
- Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, berdiri
- Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, setelah
aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor adanya pulsus
paradoksus
- Monitor adanya pulsus
alterans
- Monitor jumlah dan irama
jantung
- Monitor bunyi jantung
- Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan
abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit
- Monitor syanosis perifer
- Monitor adanya cushyng triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
2 Nyeri Akut NOC : NIC :
b/d a. Pain level a. Lakukan pengkajian nyeri
peningkatan b. Pain control secara komprehensif termasuk
tekanan c. Comfort level lokasi, karakteristik, furasi,
vaskuler frekuensi, kualitas dan faktor
cerebral dan Setelah dilakukan tindakan presipitasi
iskemia keperawatan selama ... x 24 b. Observasi reaksi nonverbal dari
jam. Pasien tidak ketidaknyamanan
mengalami nyeri, dengan : c. Bantu pasien dan keluarga untuk
Kriteria Hasil mencari dan menemukan
a. Mampu mengontrol dukungan
nyeri (tahu penyebab d. Kontrol lingkungan yang dapat
nyer, mampu mempengaruhi nyeri seperti
menggunakan teknik suhu rungan, pencahayaan dan
nonfarmakologi untuk kebisingan
mengurangi nyeri, e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
mencari bantuan) f. Kaji tipe dan sumber nyeri
b. Melaporkan bahwa untuk menentukan intervensi
nyeri berkurang dnegan g. Ajarkan tentang teknik non
menggunakan farmakologi : napas dalam,
manajemen nyeri relaksasi, distraksi, kompres
c. Mampu mengenali nyeri hangat/dingin
(skala, intensitas, h. Berikan informasi tentang nyeri
frekuensi dan tanda seperti penyebab nyeri, berapa
nyeri) lama nyeri akan berkurang dan
d. Menyatakan rasa antisipasi ketidaknyamanan dari
nyaman setelah nyeri prosedur
berkurang i. Monitor vital sign sebelum dan
e. Tanda vital dalam sesudah pemberian analgesic
rentang normal
f. Tidak mengalami
gangguan tidur
3 Kelebihan NOC NIC
volume cairan
1. Electrolit and acid base Fluid Management
b/d
balance
peningkatan a. Timbang popok/pembalut,
2. Fluid balance
cairan intra- jika diperlukan
3. Hydration
vaskuler, edema b. Pertahankan catatan intake
Kriteria Hasil
dan output yang akurat
a. Terbebas dari c. Pasang urine kateter, jika
edema, efusi, diperlukan
anaskara d. Monitor hasil Hb yang sesuai
b. Bunyi nafas bersih, dengan retensi cairan (BUN,
tidak ada Hmt, osmolalitas urine)
dyspneu/ortopneu e. Monitor status hemodinamik
c. Terbebas dari termasuk CVP, MAP, PAP,
distensi vena dan PCWP
jugularis, reflek f. Monitor vital sign
hepatojugular (+) g. Monitor indikasi
d. Memelihara tekanan retensi/kelebihan cairan
vena sentral, tekanan h. Kaji lokasi dan luas edema
kapiler paru, output i. Monitor masukan
jantung dan vital makanan/cairan dan hitung
sign dalam batas intake kalori
normal j. Monitor status nutrisi
e. Terbebas dari k. Kolaborasi pemberian
kelelahan,
kecemasan atau diuretik sesuai instruksi
kebingungan Fluid Monitoring
f. Menjelaskan
a. Tentukan riwayat jumlah dan
indikator kelebihan
tipe intake cairan dan
cairan
eliminasi
b. Tentukan kemungkinan
faktor risiko dari
ketidakseimbangnn cairan
c. Monitor berat badan
d. Monitor serum dan elektrolit
urine
e. Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
f. Monitor adanya distensi
leher, eodem perifer,
penambahan BB
g. Monitor tanda dan gejala dari
odema
4 Intoleransi NOC NIC
aktivitas b/d
a. Energy conservation a. Activity therapy
kelemahan,
b. Activity tolerance b. Kolaborasikan dengan tenaga
ketidakseimban
c. Self care : ADLs rehabilitasi medic dalam
gan suplai dan
merencanakan program therapy
kebutuhan
yang tepat
oksigen Setelah 3x24 jam interaksi
c. Bantu klien untuk
diharapkan:
mengidentifikasi aktivitas yang
Kriteria Hasil mampu dilakukan

a. Berpartisipasi dalam d. Bantu untuk memilih aktivitas

aktvitas fisik tanpa konsisten yang sesuai dengan

disertai peningkatan kemampuan fisik, psikologi, dan

tekanan darah, nadi, social

dan RR e. Bantu untuk mengidentifikas dan


b. Mampu melakukan mendapatkan sumber daya yang
aktivitas seharihar diperlukan untuk aktofitas yang
ADLs secara mandiri diiginkan
c. Anda tanda vital f. Bantu untk mendapatkan alat
normal bantuan aktivitas seperti kursi
d. Energy psikomotor roda dan krek
e. Level kelemahan g. Bantu untuk mengidentifikasi
f. Mampu berpindah: aktifitas yang disukai
dengan atau tanpa h. Bantu klien untuk membuat
bantuan alat jadwal latihan dalam waktu
g. Status kardiopulmonari luang
adekuat i. Bantu klien/keluarag untuk
h. Sirkualasi status baik mengidentifikasi kekurangan
i. Tatus respirasi: dalam beraktifitas
pertukaran gas da j. Sediakan penguatan positif bagi
ventilasi adekuat yang aktif beraktifitas
k. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
l. Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual
5 Risiko NOC : NIC :
ketidakefektifa - Circulation status Peripheral Sensation Management
n perfusi - Tissue perfusion : (Manajemen Sensasi Perifer)
jaringan otak cerebral - Monitor adanya daerah
Kriteria hasil : tertentu yang hanya peka
- Mendemonstrasikan terhadap
status sirkulasi yang panas/dingin/tajam/tumpul
ditandai dengan : - Monitor adanya paretese
 Tekanan sistole - Intruksikan keluarga untuk
diastole dalam mengobservasi jika ada lesi
rentang yang atau laserasi
diharapkan - Gunakan sarung tangan untuk
 Tidak ada proteksi
ortostatik - Batasi gerakan pada kepala,
hipertensi leher, dan punggung
 Tidak ada tanda- - Monitor kemampuan BAB
tanda - Kolaborasi pemberian
peningkatan analgetik
tekanan - Monitor adanya
intracarnial tromboplebitis
(tidak lebih dari - Diskusikan mengenai
15 mmHg) penyebab perubahan sensasi
- Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai
dengan :
 Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi
 Memproses
informasi
 Membuat
keputusan yang
benar
 Menunjukkan
fungsi sensori
motorik kranial
yang utuh :
Tingkat
kesadaran
membaik, tidak
ada gerakan-
gerakan
involunteer.
6 Gangguan pola NOC NIC
tidur Anxiety reduction Sleep Enhancement
berhubngan          Comfort level ˗ Determinasi efek-efek
dengan          Pain level medikasi terhadap pola tidur
perjalanan          Rest : Extent and Pattern ˗ Jelaskan pentingnya tidur
penyakit          Sleep : Extent an Pattern yang adekuat
Kriteria Hasil : ˗ Fasilitas untuk
 Jumlah jam tidur mempertahankan aktivitas
dalam batas normal sebelum tidur (membaca)
6-8 jam/hari ˗ Ciptakan lingkungan yang
 Pola tidur, kualitas nyaman
dalam batas normal ˗ Diskusikan dengan pasien
 Perasaan segar dan keluarga tentang teknik
sesudah tidur atau tidur pasien
istirahat ˗ Instruksikan untuk
 Mampu memonitor tidur pasien
mengidentifikasikan ˗ Monitor waktu makan dan
hal-hal yang minum dengan waktu tidur
meningkatkan tidur
˗ Lakukan massage punggung
˗ Monitor/catat kebutuhan
tidur pasien setiap hari dan
jam
˗ Kalaborasi pemberian oabat
sesuai indikasi

4. Implementasi
Implementasi umum yang biasa dilakukan pada pasien hipertensi :

a. Monitor tanda-tanda vital


b. Monitor adanya perubahan tekanan darah
c. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
d. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
e. Memantau asupan nutrisi
f. Memantau intake dan output cairan
g. Membantu meningkatkan koping
h. Memberikan HE agar menghindari penyebab timbulnya hipertensi.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakan seberapa jauh diagnosis keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan sudah
berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealfaan”
yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan
Nursalam (2008).

Dalam Nursalam (2008) dalam bukunya Proses dan Dokumentasi Keperawatan


Konsep dan Praktik, dinyatakan evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan
perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. Dengan mengukur perkembangan
klien dalam mencapai suatu tujuan, maka  perawat bisa menentukan efektifitas tindakan
keperawatan.

Evaluasi kualitas asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan :

1. Evaluasi proses, fokus pada evaluasi proses adalah aktivitas dari proses keperawatan
dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus segera
dilaksanakan setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk membantu
menilai efektifitas interfrensi tersebut.  
2. Evaluasi hasil, fokus efaluasi hasil adalah prubahan prilaku atau status kesehatan klien
pada akhir asuhan keperawatan, bersifat objektif, feksibel, dan efesiensi
DAFTAR PUSTAKA

De Jong, W. R. Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi.


Jakarta: EGC.

Joanne McCloskey Dochterman, Gloria M. Bulecheck. 2004. Nursing


Intervention Classification. Amerika: United Statis of America.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta:
Media Aesculapius.

Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 3.


Jakarta: EGC

Price A. Sylvia and Wilson M. Lorriane. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta: EGC.

Sue Moorhead, Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson.


2004. Nursing Outcome Classification. Amerika: United States of
America.

T. Heather Herdman. 2012. Diagnosis Keperawatan : definisi dan klasifikasi


2012-2014. Jakarta : EGC.

Undang-Undang  Nomor  13  Tahun  1998  tentang kesejahteraan  lanjut  usia.

Anda mungkin juga menyukai