Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ANSIETAS

DI DESA GAYAMAN
Dosen pembimbing : Dr. Faisal Ibnu S.Kep.Ns., M.Kes

DISUSUN OLEH:
CINIKA ARIANTA SARI
2020030086

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep lansia

1.1.1 Pengertian lansia


Lansia adalah seseorang yang kareana usianya mengalami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial, perubahn ini akan
memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk
kesehatnya. Oleh karena itu kesehatan lansia perlu mendapat
perhatian khusu dengan tetap dipelihara dan ditingkatakan agar
selama mungkin bisa hidup secar produktif sesuai dengan
kemampuanya sehingga ikut serta berperan aktif dalam
pembangunan (Mubarak, 2009)

1.1.2 Batasan Umur Lanjut Usia


Menurut pendapat beberapa ahli dalam (Efendi F. , 2009)
batasan-batasan umur yang mencakup batasan umuur lansia sebagai
berikut :
1) Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1
ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.
2) Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi
menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah
45-59 tahun, lanjut usia (elderly) antara 60-74 tahun, lanjut usia tua
(old) antara 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
3) Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase, yaitu :
pertama (fase infestus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah
40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase
senium) ialah 65 hingga tutup usia.
4) Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia
(geriatric age) : >65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric
age) itu sendiri dibagi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75
tahun), old (75-80 tahun), dan very old (>80 tahun). Usia lanjut
dikatan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangakan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) no 13 tahun
1998 tentang kesehatan diaktakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Efendi, 2009).

1.1.3 Teori Proses Menua


Ada beberapa teori tentang penuaan, sebagaimana
dikemukakan oleh (Maryam, 2008) yaitu teori biologis, teori
psikologi, teori kultural, teori sosial, teori genetika, teori rusaknya
sitem imun tubuh, teori menua akibat sitem metabolisme, dan teori
kejiwaan sosial. Berdasarkan pengetahuan yang berkembang dalam
pembahasan tentang teori proses menjadi tua (menua) yang hingga
saat ini dianut oleh gorontologis maka dalam tinkatan kompetensinya,
perawat perlu mengembangkan konsep dan teori keperawatan
sekaligus teori keperawatan sekaligus praktik keperawatan yang
didasarkan atas teori proses menjadi tau (menua) tersebut. Postulat
yang selama ini diyakini oleh para ilmuan perlu di implikasikan dalam
tataran nyata praktik keperawatan, sehingga praktik keperawatan
benar-benar mampu memberi manfaat abgi kehidupan masyarakat.
Perkembangan ilmu keperawatan perlu diikuti dengan
perkembangan praktik keperawatan, yang pada akhirnya mampu
memberikan konstribusi terhadap masalah-masalah kesehatan yang
dihadapi oleh masyarakat. Secara umum implikasi/ praktik
keperawatan yang dapat dikembangkan oleh proses menua dapat
didasarkan pada teori menua menurut/ secara bilogis, psikologis, dan
sosilal. Berikut adalah bentuk-bentuk implikasi asuhan keperawatan
yang diberikan pada individu yang mengalami proses penuaan,
dengan didasarkan teori proses menua itu sendiri.
1) Teori Biologis
Teori ini berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan
seseorang dari lahir sampai meninggal. Perubahan pada tubuh dapat
secara independen atau dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang
bersifat patologis. Teori biologis dalam proses menua mengacu pada
asumsi bahwa proses menua merupakan perubahan yang terjadi dalam
struktur dan fungsi tubuh selama masa hidup. Teori ini lebih
menekankan pada perubahan pada kondisi tingkat struktural sel/ organ
tubuh, termasuk didalamnya adalah agen patogis.
2) Teori Psikologis (phychologic Theories Aging)
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang merespons
pada tugas perkembanganya. Pada dasarnya perkembangan seseorang
akan terus berjalan meskipun orang tersebut telah menua.
3) Teori Kultural
Menjelaskan bahawa tempat kelahiran seseorang berpengaruh
pada budaya yang dianut oleh seseorang. Dipercayai bahwa kaum tua
tidak dapat mengabaikan sosial budaya mereka. Jika hal ini benar
maka status tua dalam perbedaan sosial dapat dibedakan oleh sejarah
kepercayaan dan tradisi. Budaya adalah sikap, perasaan, nilai, dan
kepercayaaa yang terdapat pada suatu daerah atau yang dianut
sekelompok kaum tua, yang merupakan kelompok minoritas yang
memiliki kekuatan atau pengaruh pada nilai budaya.dengan demikian
dapat diambil bahwa budaya yang dimiliki seseorang sejak lahir akan
tetap dipertahankan sampai tua. Bahkan memengaruhi oarang-orang
disekitarnya untuk mengikuti budaya tersebut sehingga tercipta
kelestarian budaya.
4) Teori Sosial
Teori sosial meliputi teori aktifitas, teori pembebasan, teori
kesinambungan. Teori aktifitas menyatakan lanjut usia yang sukses
adalah mereka yang aktif dan mengikuti banyak kegiatan sosial.
Sedangkan teori pembebasan (Disengogement Teori) menerangkan
bahwa berubahnya usia seseorang, secara berangsur-angsur orang
tersebut mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadan ini
mengakibatkan interaksi sosial lansia menurun, baik secara kualitatif
maupun kuantitasnya sehingga sering terjadi kehilangan ganda, yaitu
kehilangan peran, hambatan kontrol sosial, dan berkurangnya
komitmen.
5) Teori Genetika
Dalam teori ini, proses penuaan kelihatanya mempunyai
komponen genetik. Hal ini dapat dilihat dari pengamatan bahwa
anggota keluarga yang cenderung hidup pada umur yang sama dan
mereka mempunyai umur yang rata-rata sama, tanpa
mengikutsertakan meninggal akibat kecelakaan dan penyakit.
Mekanisme penuaan yang jelas secara genetik berjumlah jelas, tetapi
hal penting yang harus menjadi catatan bahwa lamanya hidup
kelihatanya diturunkan melalui garis wanita dan seluruh mitokondria
mamalia berasal dari teur dan tidak ada satupun dipindahkan memalui
spermatozoa. Pengalaman kultur sel sugestif bahwa beberapa gen
yang mempengaruhi penuaan terdapat pada kroosom 1, tetapi
bagaimna cara mereka mempengaruhi penuaan masih belum jelas.
6) Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh
Bahwa mutasi yang secara berulang mengakibatkan
kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya berkurang (self
recognition) menurun mengakibatkan kelainan pada sel asing
sehingga dihancurkan. Perubahn inilah yang terjadi peristiwa
autoimun.
7) Teori Menua Akibat Metabolisme
Teori ini dikemukakan oleh (Martono, 2006) pada zaman dulu
pendapat tentang lanjut usia adalah botak, mudah bingung,
pendengaran sangat menurun atau disebut “budeg”, menjadi bungkuk
dan sering dijumpai kesulitan dalam menahan buang air kecil (beser
atau inkontinensia urin)
8) Teori Kejiwaan Sosial
Teori ini dikembangkan oleh (Boedhi, 2011) meliputi Activity
Theory. Continuity Theory, Dan Disengagement Theory. Activity
Theory menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka
yang aktif dan mengikuti banyak kegiatan sosial. Ukuran optimum
(pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lansia dan mempertahankan
hubungan antarsistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke lansia.
Continuiti Theory menyatakan bahwa perubahan yang terjadi
pada lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya.
Sedangkan Disengagement Theory menyatakan bahwa dengan
bertambahnya usia seseorang secara berangsur-angsur mulai
melepaskan diri dari pergaulan sosialnya atau menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial
lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga
sering terjadi kehilangan ganda (triple loss), yaitu kehilangan peran
(loss of role), hambatan kontak sosial (restraction of contacts and
relationships), dn berkurangnya komitmen (recude commitment of
social mores and values).

1.1.4 Perubahan Sistem Tubuh Lansia


Menurut (Nugroho, 2008) perubahan-perubahan yang terjadi
pada lansia diantaranya adalah :
1) Perubahan Fisik
a) Sel
Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukuranya akan
lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang,
proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati juga ikut
berkurang. Jumlah sel otak akan menurun, mekanisme perbaikan sel
akan terganggu, dan otak menjadi atrofi.
b) Sistem persarafan
Rata-rata berkurangnya saraf neocortikal sebesar 1 perdetik,
hubungan persyarafan cepat menurun, lambat dan merespons baik
dari gerakan maupun jarak waktu. Khususnya dengan stress,
mengecilnya syaraf panca indra, serta menjadi kurang sensitif
kedapa sentuhan.
c) Sistem pendengaran
Gangguan pada pendengaran (presbiakusis), membran timpani
mengalami atrofi, terjadi penggumpalan dan pengerasan serumen
karena peningkatan keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia
yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.
d) Sistem penglihatan
Timbul skerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon
terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa
lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak, meningkatnya
ambang pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan
menjadi lebih lambat dan suit untuk melihatdalam keadaan gelap,
hilangnya daya akomodasi, menurunya lapang pandang, dan
menurunya daya untuk membedakan antara warna biru dengan hijau
pada skala pemeriksaan.
e) Sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jamtung menebal dan
menjadi kaku, kemampuan jantung memompa menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan penurunan
kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah,
kurangnya elastisitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,
sering terjadi postural hipertensi, tekanan darah meningkat di
akibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.
f) Sistem pengaturan suhu tubuh
Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis kurang lebih
35 C hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun,
keterbatasan reflek menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
g) Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunya aktifitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas
sehingga kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun. Ukuran alveoli melebar
dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada paru menurun
menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan
menurunya kekuatan otot pernafasan.
h) Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengepacan mengalami penurunan,
esofagus melebar, sensitivitaslapae menurun, produksi asam
lambung dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik
lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati
(liver) semakin mengecil dan menurunya tempat penyimpanan, serta
berkurangnya suplai aliran darah.
i) Sistem genitourinaria
Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada
penurunan kemampuan ginjal untuk mengontrasikan urine, berat
jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1), blood urea nitrogen
(BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap
glukosa meningkat. Otot-otot kandung kemih (vesica urinaria)
melemah, kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan
frekuensi buang air kecil meningkat, kandung kemih sulit di
kosongkan sehingga peningkatan retensi urine. Pria dengan usia 65
tahun ke atas sebagian besar megalami pembesaran prostat hingga
kurang lebih 75% dari besar normalnya.
j) Sistem endokrin
Menurunya produksi ACTH, TSH, FSH, DAN LH, aktifitas
tiroid, basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi
aldosteron, serta sekresi hormon kelamin seperti progesteron,
esterogen dan testosteron.
k) Sitem integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunya respon terhadap
trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut
menipis serta berwarna kelabu, rambut dan hidung dan telingga
menebal, berkurangnya elastisitas akibat meurunya cairan dan
vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi
keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti
tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya. Kuku
menjadi pudar dan kurang bercahaya.
l) Sistem muskuloskeletal
Tulang kehilangan kepadatanya (density) dan semakin rapuh,
kifosis dan persendian membesar dan menjadi kaku, tendon
mengerut dan mengalami sklerosis, artofi serabut otot sehingga
gerak menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor.

2) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah
perubahan fisik, kesehatn umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), lingkungan tingkat kecerdasan (intellegence quotient-
IQ), dan kenangan (memory), kenangan dibagi menjadi dua, yairtu
kenangan jangka panjang (berjam-jam sampai berhari-hari yang
lalu) mencakup beberapa perubahan dan kenangan jangka pendek
atau sekitar (0-10 menit) biasanya dapat berupa kenangan buruk.
3) Perubahan psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat
meninggal terutama jikalansia mengalami penurunan kesehatan,
seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama pendengaran.
b. Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan
hewan kesayangandapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah
rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan
fisik dan kesehatan.
c. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan
kosong, lalu diikuti dengankeinginan untuk menangis yang berlanjut
menjadi suatu episode depresi. Depresijuga dapat disebabkan karena
stres lingkungan dan menurunnya kemampuanadaptasi.
d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan
cemas umum,gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif
kompulsif, gangguangangguantersebut merupakan kelanjutan dari
dewasa muda dan berhubungandengan sekunder akibat penyakit
medis, depresi, efek samping obat, atau gejalapenghentian mendadak
dari suatu obat.
e. Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan
waham (curiga), lansiasering merasa tetangganya mencuri barang-
barangnya atau berniatmembunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia
yang terisolasi/diisolasi ataumenarik diri dari kegiatan sosial.
f. Sindroma diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan
perilaku sangatmengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau
karena lansia bermain-maindengan feses dan urin nya, sering
menumpuk barang dengan tidak teratur.Walaupun telah dibersihkan,
keadaan tersebut dapat terulang kembali.

1.2 Konsep ansietas

1.2.1 Pengertian
Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir,atau tidak
nyaman seakan-akan akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai
ancaman Ansietas berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan
penilaian intelektual terhadap ssuatu yang berbahaya, sedangkan
ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat,
2012). Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa
ada objek yang spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan
was-was (khawatir) seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi
dan pada umumnya disertai gejala-gejala otonomik yang berlangsung
beberapa waktu (Stuart dan Laraia,1998) dalam buku
(Pieter,dkk,2011.)
Sedangkan menurut (Riyadi&Purwanto, 2010) Ansietas
adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat
dibenarkan yang sering disertai gejala fisiologis, sedangkan pada
gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan
gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut.
Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan
mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidak
mampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman.
Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak
menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai
perubahan fisiologis dan psikologis (Rochman, 2010).

1.2.2 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam
kehidupan yang yang dapat menimbulkan kecemasan
(Suliswati,2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat
berupa :
a. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya
kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik
krisis perkembangan atau situasional
b. Konflik emosional yang dialami individu dan tidak
terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau
antara keinginan dan kenyataan yang menimbulkan kecemasan
pada individu
c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidak
mampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan
menimbulkan kecemasan
d. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk
mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego
e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena
merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat
mempengaruhi konsep diri individu
f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga
menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon
terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping
individu banyak dipelajari dalam keluarga
g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan
mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap
konflik dan mengatasi kecemasan
h. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah
pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena
benzodizepin dapat menekan neurotransmiter gama amino
butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak
yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
2. Faktor Pricipitasi
Menurut (Eko Prabowo, 2014) stressor presipitasi adalah
ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan tibulnya
kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi
2 yaitu :
a. Ancaman terhadap intregitas fisik.Ketegangan yang
mengancam integritas fisik yang meliputi :
1) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis
sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis
normal (misalnya hamil).
2) Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus
dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan
nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber eksternal dan
internal
1) Sumber internal, kesulitan dalam berhubungan
interpersonal dirumah dan tempat kerja, penyesuaian
terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap
intergritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
2) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai,
perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok,
sosial budaya.
1.2.3 Rentang Respon Kecemasan
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
Keterangan :
1. Antisipasi
Suatu keadaan yang digambarkan lapangan persepsi menyatu
dengan lingkungan
2. Ansietas Ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan peristiwa
kehidupan sehari-hari. Lapang persepsi melebar dan orang akan bersikap
hati-hati dan waspada. Orang yang mengalami ansietas ringan akan
terdorong untuk menghasilkan kreativitas. Respons-respons fisiologis
orang yang mengalami ansietas ringan adalah sesekali mengalami napas
pendek, naiknya tekanan darah dan nadi, muka berkerut, bibir bergetar,
dan mengalami gejala pada lambung. Respons kognitif orang yang
mengalami ansietas ringan adalah lapang persepsi yang melebar, dapat
menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah dan
dapat menjelaskan masalah secara efektif. Adapun respons perilaku dan
emosi dari orang yang mengalami ansietas adalah tidak dapat duduk
tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi.
3. Ansietas Sedang
Pada ansietas sedang tingkat lapang persepsi pada lingkungan
menurun dan memfokuskan diri pada hal-hal penting saat itu juga dan
menyampingkan hal-hal lain. Respons fisiologis dari orang yang
mengalami ansietas sedang adalah sering napas pendek, nadi dan tekanan
darah naik mulut kering, anoreksia, diare, konstipasi dan gelisah. Respon
kognitif orang yang mengalami ansietas sedang adalah lapang persepsi
yang menyempit, rangsangan luar sulit diterima, berfokus pada apa yang
menjadi perhatian. Adapun respons perilaku dan emosi adalah gerakan
yang tersentak-sentak, meremas tangan, sulit tidur, dan perasaan tidak
aman
4. Ansietas Berat
Pada ansietas berat lapang persepsi menjadi sangat sempit,
individu cenderung memikirkan hal-hal kecil dan mengabaikan hal-hal
lain. Individu sulit berpikir realistis dan membutuhkan banyak
pengarahan untuk memusatkan perhatian pada area lain. Respons-respons
fisiologis ansietas berat adalah napas pendek, nadi dan tekanan darah
darah naik, banyak berkeringat, rasa sakit kepala, penglihatan kabur, dan
mengalami ketegangan. Respon kognitif pada orang yang mengalami
ansietas berat adalah lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu
untuk menyelesaikan masalah. Adapun respons perilaku dan emosinya
terlihat dari perasaan tidak aman, verbalisasi yang cepat, dan blocking.
5. Panik
Pada tingkatan panik lapang persepsi seseorang sudah sangat
sempit dan sudah mengalami gangguan sehingga tidak bisa
mengendalikan diri lagi dan sulit melakukan apapun walaupun dia sudah
diberikan pengarahan. Respons-respons fisiologis panik adalah napas
pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi dan koordinasi motorik
yang sangat rendah. Sementara respons-respons kognitif penderita panik
adalah lapang persepsi yang sangat pendek sekali dan tidak mampu
berpikir logis. Adapun respons perilaku dan emosinya terlihat agitasi,
mengamuk dan marah-marah, ketakutan dan berteriak-teriak, blocking,
kehilangan kontrol diri dan memiliki persepsi yang kacau (Herry Zan
Pieter, 2011)

1.2.4 Karakteristik kecemasan


Karakterisik kecemasan menurut Azizah et al., (2016), meliputi:
1. Cemas ringan
A. Tingkah laku
- Duduk dengan tenang, posisi relaks
- Isi pembicaraan tepat dan normal
B. Afektif
- Kurang perhatian
- Nyaman dan aman
C. Kognitif
- Mampu berkonsentrasi
D. Fisiologis
- Nafas pendek
- Nadi meningkat
- Gejala ringan pada lambung
2. Cemas sedang
A. Tingkah laku
- Tremor halus pada tangan
- Tidak adapat duduk dengan tenang
- Banyak bicara dengan intonasi cepat
- Tekanan suara meningkat secara intermiten
B. Afektif
- Perhatian terhadap apa yang terjadi
- Khawatir, nervous
C. Kognitif
- Lapangan persepsi menyempit
- Kurang mampu memusatkan perhatian pada factor yang penting
- Kurang sadar pada detail disekitar yang berkaitan
D. Fisiologis
- Nafas pendek
- HR meningkat
- Mulut kering
- Anorexia
- Diare, konstipasi
- Tidak mampu relaks
- Susah tidur
3. Cemas berat
A. Tingkah laku
- Pergerakan menyentak saat gunakan tangan
- Banyak bicara
- Kecepatan bicara meningkat cepat
- Tekanan meningkat, volume suara keras
B. Afektif
- Tidak adekuat, tidak aman
- Merasa tidak berguna
- Takut terhadap apa yang akan terjadi
- Emosi masih dapat terkontrol
C. Kognitif
- Lapangan persepsi sangat menyempit
- Tidak mampu membuat kaitan
- Tidak mampu membuat masalah secara luas
D. Fisiologis
- Nafas pendek
- Gelisah
- Nausea
- Respon terkejut belebihan
- Ekspresi ketakutan
- Badan bergetar
4. Panik
A. Tingkah laku
- Tidak mampu mengendalikan motorik
- Kasar
- Aktifitas yang dilakukan tidak bertujuan
- Pembicaraan sulit dimengerti
- Suara melengking, berteriak
B. Afektif
- Merasa kaget, terjebak, ditakuti, teroro
C. Kognitif
- Persepsi menyempit
- Berpikir tidak teratur
- Sulit membuat keputusan dan penilaian
D. Fisiologis
- Nafas pendek
- Rasa tercekik/tersumbat
- Nyeri dada
- Gerak involunter
- Tubuh bergetar
- Ekspresi wajah mengerikan
1.2.5 Tanda dan Gejala
1. Respon Fisiologis
a. Kardiovaskuler
- Palpitasi
- Jantung berdebar
- Tekanan darah meningkat, nadi meningkat
- Rasa mau pingsan
b. Respirasi
- Nafas cepat
- Pernafasa dangkal
- Rasa tertekan pada dada dan tercekik
- Terengah-engah
c. Neuromuskular
- Penignkatan reflek
- Peningkatan rangsangan kejut
- Mata berkedip-kedip
- Insomnia
- Gelisah
- Wajah tegang
- Kelemahan secara umum
d. Gastrointestinal
- Kehilangan nafsu makan
- Menolak makan
- Rasa tidak nyaman pada abdomen
- Rasa tidak nyaman pada epigastrium
- Mual, diare
e. Saluran Kemih
- Tidak dapat menahan BAK
- Tidak dapat menahan BAB
- Nyeri saat BAK
f. Integumen
- Telapak tangan berkeringat
- Muka pucat
- Perasaan pana dan dingin pada kulit
2. Respon Perilaku
a. Gelisah
b. Ketegangan FisikTremor
c. Gugup
d. Bicara cepat
e. Tidak ada koordinasi
f. Kecenderungan mendapat cidera
g. Menarik diri
h. Menghindar
i. Hiperventilasi
j. Melarikan diri dari masalah
3. Respon Kognitif
a. Perhatian terganggu
b. Konsentrasi hilang
c. Pelupa
d. Salah penilaian
e. Blocking
f. Menurunnya lahan persepsi
g. Kreatifitas menurun
h. Produktifitas menurun
i. Bingung
j. Sangat waspada
k. Hilang objektifitas
l. Takut kecelakaan dan mati
4. Respon Afektif
a. Mudah terganggu
b. Tidak sabar
c. Tegang
d. Takut berlebihan
e. Teror
f. Gugp yang luar biasa
g. Nervous

1.2.6 Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap
pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang
bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau
psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada
uraian berikut :

1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :


a. Makan makan yang bergizi dan
seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk
cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat
memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal
penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system).
Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas
(anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam,
lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai
sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang
bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik
(fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ
tubuh yang bersangkutan.

4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan
individu, antara lain :

a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat


dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa
putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan
koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi
kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif,untuk dimaksudkan memperbaiki
kembali (re- konstruksi) kepribadian yang telah mengalami
goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif
pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional,
konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan
menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat
menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi
stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan
kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor
penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai
faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat
hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam
menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan
stressor psikososial.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ANSIETAS
A. Pengkajian

Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian


terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien.
Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis,social dan spiritual.

Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah :

a. Identitas klien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang :

Nama mahasiswa, nama panggilan, nama klien, nama panggilan klien,


waktu, tempat pertemuan, topic yang akan dibicarakan, tanyakan dan
catat usia klien, dan nomor RM, tanggal pengkajian dan sumber data
yang di dapat.

b. Faktor predisposisi
1) Teori psikoanalisa : ansietas merupakan konflik elemen
kepribadian id dan super ego (dorongan insting dan hati nurani).
Ansietas mengingatkan ego akan adanya bahaya yang perlu di
atasi.
2) Teori interpersonal : ansietas terjadi karena ketakutan penolakan
dalam hubungan interpersonal dihubungan dengan trauma masa
pertumbuhan (kehilangan,perpisahan) yang menyebabkan ketidak
berdayaan.individu mudah mengalami ansietas.
3) Teori perilaku : ansietas timbul sebagai akibat frustasi tang
disebabkan oleh sesuatu yang mengganggu pencapaian tujuan.
Merupakan dorongan yang dipelajari untuk menghindari rasa
sakit/nyeri. Ansietas meningkat jika ada konflik (konflik-ansietas-
helplessness)
4) .Kondisi keluarga : ansietas dapat timbul secara nyata dalam
keluarga.Ada overlaps gangguan ansietas dan depresi
c. Pemeriksaan fisik

Memeriksa tanda-tanda vital,tinggi badan,berat badan,dan


tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien.Memeriksa
apakah ada kekurangan pada kondisi fisiknya. Pada klien ansietas
terjadi peningkatan tekanan darah.

d. Psikososial
1) Genogram (gambaran klien dengan keluarga).
Dilihat dari pola komunikasi dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Gambaran diri
Pada klien ansietas,klien cenderung gelisah, bicara
cepat, tremor, tidak bisa berkonsentrasi, pelupa, bingung.
b) Identitas diri
Klien dengan ansietas klien terlihat bingung dan
berbicara cepat.
c) Fungsi peran
Pada klien ansietas tidak mampu melakukan perannya
secara maksimal hal ini ditandai dengan gelisah yang
berlebihan.
d) Ideal diri
Pada klien ansietas klien cenderung tidak bisa
berkonsentrasi, pelupa.
e) Harga diri
Pada klien ansietas merasa dirinya kurang percaya diri.
3) Hubungan sosial
Orang yang mengalami ansietas cenderung menarik diri
dari lingkungan sekitarnya dank lien merasa malu.

4) Spiritual
Pada klien yang mengalami ansietas cenderung tidak
melaksanakan fungsi spiritualnya.

e. Status mental
1) Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai
ujung kaki apakah ada yang tidak rapih, penggunaan pakaian
tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti biasanya, kemampuan
klien dalam berpakaian, dampak ketidakmampuan
berpenampilan baik/berpakaian terhadap status psikologi klien.
2) Pembicaraan
Klien dengan ansietas cenderung berbicara cepat,
pelupa, gelisah.
3) Aktivitas motorik
Pada klien dengan ansietas cenderung tremor,gugup
4) Tingkat kesadaran
Klien dengan ansietas tingkat kesadarannya
composmentis.
5) Tingkat konsentrasi
Tingkat konsentrasi pada klien ansietas menurun karena
pemikiran dirinya sendiri merasa tidak mampu.
f. Kebutuhan perencanaan pulang
1) Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
2) Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
g. Mekanisme koping

Bagaimana dan jelaskan reaksi klien bila menghadapi suatu


permasalahan, apakah menggunakan cara-cara yang adaptif seperti
bicara dengan orang lain, mampu menyelesaikan masalah, teknik
relaksasi, aktifitas kontruktif, olah raga, dll ataukah menggunakan
cara-cara yang maladaptif seperti reaksi lambat,menghindari.

B. Diagnosa keperawatan
a. Ansietas

C. Rencana Asuhan Keperawatan Klien Dengan Kecemasan

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Definisi ansietas : Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas
keperawatan selama 3x Observasi
Kondisi emosi dan
pertemuan ansietas klien
pengalaman subjektif 1. Identifikasi
berkurang, dengan kriteria
individu terhadap objek kemampuan
hasil :
yang tidak jelas dan spesifik mengambil keputusan
akibat antisipasi bahaya 1. Perilaku gelisah 2. Monitor tanda-tanda
yang memungkinkan menurun ansietas
individu melakukan 2. Perilaku tegang 3. Periksa ferekuensi nadi,
tindakan untuk menghadapi menurun TD dan suhu sebelum
ancaman. 3. Keluhan pusing dan sesudah latihan
menurun Terapeutik
4. Konsentrasi membaik
1. Ciptakan suasana
5. Kontak mata membaik
terapeutik untuk
6. Pola tidur membaik
menumbuhkan
kepercayaan
2. Pahami situasi yang
membuat ansietas
3. Dengarkan dengan
penuh perhatian
4. Berikan indormasi
tertulis tentang
persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
5. Motivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu
kecemasan
Edukasi
1. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan presepsi
2. Informasikan secara
aktual mengenai
diagnosa, pengobatan
dan prognosis
3. Latih teknik relaksasi
4. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan dan
jenis relaksasi yang
tersedia
5. Anjurkan mengambil
posisi yang nyaman
6. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
7. Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih
DAFTAR PUSTAKA

Mubarak. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar dan Teori. Jakarta :

Salemba Medika.

Efendi. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Nugroho, W. (2008). Keperawatan gerontik dan geriatri. Jakarta: EGC.

Arif, A. S. (2009). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Asam Urat

Pada Pekerja Kantor di Desa Karang Turi Kecamatan Bumiayu

Kabupaten Brebes. Jurnal Keperawatan Soedirman. Volume 4. No. 1.

Maryam, R. S. (2008). Mengenal Usia lanjut dan Perawatannya. Jakarta:

Salemba Medika.

Martono, H. (2006). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) : Olah Raga Dan

Kebugaran Pada Lanjut Usia. Jakarta: FKUI.

Boedhi, D. R. (2011). Buku Ajar Geriatic (IlmuKesehatanLanjutUsia) edisike – 4.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Noor Helmi, Z. (2013). Buku Ajar Gangguan Muskuluskeletal. Jakarta: Medika

salemba.

Zairin. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal/Zairin Noor. Jakarta:

Salemba Medika.

Smart, a. (2010). Rematik dan Asam Urat. Yogyakarta: A+Plus Books.

Mumpuni, d. Y. (2016). Cara Jitu Mengatasi Asam Urat. Yogyakarta: Andi

offset.

Anda mungkin juga menyukai