Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN

PENDENGARAN

Diajukan untuk memenuhi tugas keperawatan gerontik

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 1

1. Anisa Fitriani
2. Destyana Wahyu Wantari
3. Ibnu Abas
4. Rani Yustina
5. Ria Anicha Syofia
6. Umi Sholihat

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

TAHUN 2020

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia adalah individu yang berusia diatas 60 tahun, pada umumnya
memiiki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis,
sosial dan ekonomi. Sedangka menurut Pudjiastuti (2003) dalam Muhith (2016)
lansia bukan merupakan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu
proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stres lingkungan Menurut BKKBN (Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional) tahun 1995 dalam Muhith (2016)
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia, menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan
tua.Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun secara psikologis.
Memasuki usia tua berarti akan mengalami kemunduran, misalnya kemunduran
fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai
ompong, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, figure tubuh yang
tidak proporsional, dan gangguan pendengaran (Nugroho, 2008).
Gangguan pendengaran pada lanjut usia merupakan keadaan yang menyertai
proses menua dan utama dengan hilangnya pendengaran terhadap nada murni
berfrekuensi tinggi, yang merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan
lanjut usia yang bersifat simetris dengan perjalanan yang progresif lambat
(Nugroho, 2008).
Prevalensi penurunan pendengaran akibat proses penuaan juga meningkat
yaitu sekitar 12 % pada kelompok umur 65-74 tahun, 16 % pada umur 75-84
tahun dan 30 % pada umur lebih dari 85 tahun. Dari data lain menunjukkan
penurunan pendengaran oleh berbagai sebab lebih tinggi lagi yaitu 44 % dan
meningkat menjadi 66 % pada usia 70-79 tahun dan akan menjadi 90 % pada
umur lebih dari 80 tahun (Setiati dan Laksmi, 2015). Penurunan kemampuan
mendengar biasanya dimulai pada usia dewasa tengah,yaitu usia 40 tahun.
Penurunan kemampuan mendengar pada lansia tersebut terjadi sebagai hasil dari
perubahan telinga bagian dalam. Seperti halnya rusaknya cochlea atau reseptor
saraf primer, kesulitan mendengar suara bernada tinggi (presbikusis), dan
timbulnya suara berdengung secara terus menerus (tinnitus). Sistem vestiular
bersama-sama dengan mata dan propioseptor membantu dalam mempertahaan
keseimbanganfisik dan tubuh.Gangguan pada sistem vestibular dapat mengarah
pada pusing dan vertigo yang dapat mengganggu keseimbangan (Mauk,2010).
Faktor resiko perubahan kemampuan mendengar pada lansia seperti proses
penyakit, medikasi ototoksik, dan pengaruh lingkungan. Dampak fungsional dan
komplikasi dari gangguan tersebut berpengaruh pada pemahaman dalam
berbicara, gangguan komunikasi, kebosanan aptis, rendah diri atau rasa malu,
isolasi sosial atau menarik diri dari aktivitas sosial dan isolasi yang berlebih
dapat menimbulkan efek psiko logis dan fisik serta ketakutan dan kecemasan
yang berhubungan dengan bahaya keamanan lingkungan (Widyanto, 2014).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Mahasiswa mendapat gambaran dan pengalaman tentang penetapan proses


asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap lansia dengan gangguan
sensori.

2. Tujuan Khusus

Mahasiswa/i diharapkan mampu :


a. Mengetahui Perubahan Terkait Usia terhadap Fungsi Pendengaran
b. Mengetahui Faktor Risiko Gangguan Pendengaran
c. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan
Pendengaran
BAB II

KONSEP TEORI
B. Konsep Menua
Menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional)
tahun 1995 dalam Muhith (2016) lansia adalah individu yang berusia diatas 60
tahun, pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi
biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Sedangkan menurut Pudjiastuti (2003)
dalam Muhith (2016) lansia bukan merupakan penyakit, namun merupakan
tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
Menurut Constantanides (Siti Bandiyah (2009) dalam Muhith, 2016) menua
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang di derita. Proses penuaan merupakan proses yang berhubungan dengan
umur seseorang. Manusia mengalami perubahan sesuai pertambahan umurnya,
seperti berkurangnya fungsi-fungsi organ tubuh.

Menurut Dewi (2014) proses menua yang terjadi bersifat individual, yang
berarti :

1. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda


2. Setiap lansia memiliki kebiasaan yang berbeda
3. Tidak ada satu faktor pun yang dapat mencegah proses menua
Dalam Sunaryo (2015) adapun faktor yang mempengaruhi proses penuaan
dibagi atas dua bagian yaitu :
1. Faktor Genetik : melibatkan perbaikan DNA, respons terhadap stres, dan
pertahanan terhadap antioksidan.
2. Faktor Lingkungan : meliputi pemasukan kalori, berbagai macam
penyakit, stres dari luar misal radiasi atau bahan-bahan kimia.
Kedua faktor diatas akan mempengaruhi aktivitas metabolisme sel yang akan
menyebabkan terjadinya stres oksidasi sehingga terjadi kerusakan pada sel yang
menyebabkan terjadinya proses penuaan.

Menurut Siti Bandiyah (2009) dalam Muhith, 2016. Penuaan dapat terjadi
secara fisiologis dan patologis. Faktor yang mempengaruhi yaitu hereditas atau
genetik, nutrisi atau makanan, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan,
dan stres.

1. Hereditas atau Genetik


Kematian sel merupakan seluruh program kehidupan yang dikaitkan
dengan peran DNA yang penting dalam mekanisme pengendalian fungsi
sel. Secara genetik, perempuan ditentukann oleh sepasang kromosom X
sedangkan laki-laki oleh satu kromosom X. Kromosom X ini ternyata
membawa unsur kehidupan sehingga perempuan berumur lebih panjang
daripada laki-laki.
2. Nutrisi/Makanan
Nutrisi yang berlebihan atau kekurangan dapat mengganggu
keseimbangan reaksi kekebalan.
3. Status Kesehatan
Penyakit yang selama ini selalu dikaitkan dengan proses penuaan,
sebenarnya bukan disebabkan oleh proses menuanya sendiri, tetapi lebih
disebabkan oleh faktor luar yang merugikan dan berlangsung tetap
berkepanjangan.
4. Pengalaman Hidup
a. Paparan sinar matahari : kulit yang tak terlindung sinar matahari akan
mudah ternoda oleh flek, kerutan, dan menjadi kusam.
b. Kurang olahraga : olahraga membantu pembentukan otot yang
menyebabkan lancarnya sirkulasi darah.
c. Konsumsi alkohol : alkohol dapat memperbesar pembuluh darah
kecil pada kulit dan menyebabkan peningkatan aliran darah dekat
permukaan kulit.
5. Lingkungan
Proses menua secara biologis berlangsung secara alami dan tidak dapat
dihindaro, tetapi seharusnya dapat dipertahankan dalam status yang sehat.
6. Stres
Tekanan kehidupan sehari-hari dalam lingkungan rumah, pekerjaan,
ataupun masyarakat yang tercermin dalam bentuk gaya hidup akan
berpengaruh terhadap proses penuaan.
Dari Proses penuaan tersebut, secara individual tahap proses menua
terjadi pada orang dengan usia yang berbeda-beda. Masing-masing lanjut
usia mempunyai kebiasaan yang berbeda sehingga tidak ada satu faktor
pun ditemukan untuk mencegah proses menua, untuk itu dijelaskan
melalui beberapa teori tentang proses penuaan. Terdapat beberapa teori
tentang penuaan yang dijelaskan oleh Maryam (2008) dalam Sunaryo
(2015) yaitu teori biologi, teori psikologi, teori sosial, teori genetika, teori
rusaknya sistem imun tubuh, teori menua akibat metabolisme, dan teori
kejiwaan sosial.
a. Teori Biologis : teori ini berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan
seseorang dari lahir sampai meninggal. Teori ini dalam proses menua
mengacu pada asumsi bahwa proses menua merupakan perubahan yang
terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh selama masih hidup, dan lebih
menekankan pada perubahan kondisi tingkat struktural sel/organ tubuh
termasuk di dalamnya adalah pengaruh agen patologis.
b. Teori Psikologis : teori ini menjelaskan bagaimana seseorang merespons
pada tugas perkembangannya. Teori ini terdiri dari teori Hierarki
kebutuhan manusia Maslow, teori Individualsm Jung, Teori delapan
tingkat perkembangan erikson, dan optimalisasi selektif dengan
kompensasi.
c. Teori Kultural : teori ini dikemukakan oleh Blakemore dan Boneham
(1992), ahli antropologi menjelaskan bahwa tempat kelahiran seseorang
berpengaruh pada budaya yang dianut seseorang. Dipercayai bahwa
kaum tua tidak dapat mengabaikan sosial budaya mereka, hal ini
menjelaskan bahwa budaya yang dimiliki seeorang sejak lahir akan tetap
dipertahankan sampai tua.
d. Teori Sosial : teori ini dikemukakan oleh Lemon (1972), yang meliputi
teori aktivitas, teori pembebasan, dan teori kesinambungan.
Teori aktivitas menyatakan lanjut usia yang sukses adalah mereka yang
aktif dan mengikuti banyak kegiatan sosial. Teori pembebasan
menerangkan bahwa dengan berubahnya usia seseorang, secara
berangsur orang tersebut mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya. Sedangkan teori kesinambungan yaitu teori yang
mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia,
yaitu pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambaran
kelak pada saat lansia.
e. Teori Genetika : yaitu proses penuaan terlihat mempunyai komponen
genetik, hal ini dapat dilihat dari pengamatan bahwa anggota keluarga
yang sama cenderung hidup pada umur yang sama dam mempunyai
umur yang rata-rata sama, tanpa mengikutsertakan meninggal akibat
kecelakaan dan penyakit.
f. Teori rusaknya sistem imun tubuh : mutasi yang terjadi secara berulang
mengakibatkan kemampuan sistem imun untuk mengenal dirinya
berkuran, menurun mengakibatkan kelainan pada sel, dan dianggap sel
asing sehingga dihancurkan. Perubahan ini yang disebut terjadinya
autoimun.
g. Teori menua akibat metabolisme : pada zaman dulu, pendapat tentang
lanjut usia adalah botak, mudah bingung, pendengaran sangat menurun,
bungkuk, dan sering dijumpai kesulitan dalam proses eliminasi urin
(seperti inkontinensia urin).
h. Teori kejiwaan sosial : teori ini meneliti dampak atau pengaruh sosial
terhadap perilaku manusia, seperti sikap, keyakinan, serta perilaku.

B. Konsep Perubahan Menua pada Organ Pendengaran

Perubahan pada proses menua meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke
semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernapasan, pendengaran,
penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal,
gastrointestinal, genital urinnaria, endokrin, dan integumen (Siti Bandiyah
(2009) dalam Muhith (2016). Pada perubahan fisiologi pendengaran lansia
terdapat beberapa masalah yang sering ditemui diantaranya:
a. Presbiakusis (gangguan pada pendengaran)
b. Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 65
tahun.
c. Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
d. terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya
kreatin.

Maryam (2008) menjelaskan bahwa perubahan pada telinga luar sehubungan


dengan proses penuaan adalah kulit telinga berkurang elastisitasnya. Daerah
lobus yang merupakan satu satunya bagian yang tidak disokong oleh kartilago
mengalami pengeriputan, aurikel tampak lebih besar, dan tragus sering ditutupi
oleh rumbai-rumbai rambut yang kasar. Saluran auditorius menjadi dangkal
akibat lipatan ke dalam, pada dindingnya silis menjadi lebih kaku dan kasar
juga produksi serumen agak berkurang dan cenderung menjadi lebih kering.

Perubahan atrofi telinga tengah, khususnya membran timpani karena proses


penuaan tidak mempunyai pengaruh jelas pada pendengaran. Perubahan yang
tampak pada telinga dalam adalah koklea yang berisi organ corti sebagai unit
fungsional pendengaran mengalami penurunan sehingga mengakibatkan
presbikusis. Lebih kurang 40% dari populasi lansia mengalami gangguan
pendengaran (presbikusis). Gangguan pendengaran mulai dari derajat ringan
sampai berat dapat dipantau dengan menggunakan alat audiometer. Pada
umumya laki-laki lebih sering menderita gangguan pendengaran dibandingkan
perempuan. Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu
atau beberapa bagian koklea (striae vaskularis, sel rambut, dan membran
basilaris) maupun serabut saraf auditori. Presbikusis ini juga merupakan hasil
interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor eksternal, seperti pajanan
suara berisik terus menerus, obat ototoksik, dan penyakit sistemik. Presbikusis
terbagi dua menjadi presbikusis perifer dan sentral.

Menurut Miller, 2015 perubahan – perubahan fungsional yang terjadi pada


pendengaran lansia diantaranya :

Struktur Perubahan Akibat


Telinga Bagian Luar  Rambut lebih panjang Potensial penumpukan
dan tebal serumen dan konduksi
 Kulit lebih tipis dan suara terganggu
kering
 Kreatin meningkat
Telinga Bagian Tengah  Ketahanan membran Potensial penumpukan
timpani yang serumen dan konduksi
berkurang suara terganggu
 Ossicles yang
mengeras
 Otot dan ligamen yang
lemah serta kaku
Telinga Bagian Dalam  Neuron yang Potensial penumpukan
Sistem Syaraf berkurang, serumen dan konduksi
endolymph, sel suara terganggu
rambut, dan
persediaan darah
 Degeneratif ganglion
spiral dan pembuluh
darah arteri
 Menurunnya
fleksibilitas membran
basaliar
 Degenerasi sistem
pemrosesan terpusat

Gangguan pendengaran merupakan ketidakmampuan secara parsial atau


total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Gangguan
pendengaran dapat terjadi pada berbagai kelompok usia. Gangguan
pendengaran pada lansia umumnya disebabkan koagulasi cairan yang terjadi
selama otitis media atau tumor seperti kolesteatoma. Gangguan ini dapat diatasi
dengan operasi. Hilangnya sel-sel rambut koklear, reseptor sensorik primer
sistem pendengaran atau sel saraf koklear ganglion, brain stem trucks dikenal
dengan sensoric neural hearing loss. Kerusakan sistem ini sangat kompleks dan
umumnya tidak dapat disembuhkan.

Menurut Nugroho (2012) lansia sering mengalami penurunan penglihatan,


pendengaran, wicara dan persepsi. Gangguan pendengaran pada lansia dapat
terjadi berupa penurunan hingga tuli (tuli lansia). Bentuk ketulian syang selama
ini dikenal :

a. Tuli perseptif, yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf
b. Tuli konduktif, yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan struktur
penghantar rangsang suara
Penyebab gangguan pendengaran yang lain seperti sindrom Meniere dengan
gejala seperti vertigo, mual, muntah, telinga terasa penuh, tinnitus, dan
hilangnya daya pendengaran dan aquostik neuroma (Pujiastuti, 2003).
Pendengaran
Perubahan Morfologis Perubahan Fisiologis
 Penurunan sel rambut koklea  Kesulitan mendengar suara
 Perubahan telinga dalam berfrekuensi tinggi
 Degenerasi pusat pendengaran  Penurunan kemampuan
 Hilangnya fungsi neurotransmitter membedakan pola titik nada
 Penurunan kemampuan dan
penerimaan bicara
 Penurunan fungsi membedakan
ucapan

Presbikusis merupakan gangguan pendengaran sensorineurial yang dikaitkan


dengan lanjut usia dan merupakan penyebab terbanyak gangguan terbanyak
pada orangtua. Presbikusis umumnya terjadi mlai usia 65 tahun, simetris pada
telinga kiri dan kanan (Rantung, 2018). Risiko gangguan pendengaran pada
usia diatas 65 tahun bervariasi, namun diperkirakan sekitar 40-50% populasi
pada usia tersebut mengalami gangguan pendengaran. Risiko terjadinya
demensia juga meningkat setiap 20 tahun di periode usia lanjut. Hal ini
membutuhkan perhatian mengingat beberapa studi menunjukkan bahwa
gangguan pendengaran merupakan faktor independen pencetus demensia dan
gangguan fungsi kognitif (Asyari, 2020).

C. Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan Pendengaran


1. Pengkajian
Menurut Sunaryo (2015) status kesehatan lansia dikaji secara
komprehensif, akurat, dan sistematis. Informasi yang dikumpulkan selama
pengkajian harus daat dipahami dan didiskusikan dengan anggota tim,
keluarga klien, dan pemberi pelayanan interdisipliner. Pengkajian disini
meliputi aspek fisik, psikis sosial, dan spiritual dengan melakukan kegiatan
pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan (CGA :
Comprehensive Geriatric Assesment).
Pengkajian pada lansia yang ada di keluarga dilakukan dengan
melibatkan keluarga sebagai orang terdekat yang mengetahui masalah
kesehatan klien. Sedangkan pengkajian pada kelompok lansia di panti
ataupun masyarakat melibatkan penanggung jawab kelompok lansia,
kultural, tokoh masyarakat, serta petugas kesehatan.
Format pengkajian yang digunakan terdiri atas :
 Data dasar (identitas, alamat, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, dan
suku bangsa)
 Data biopsikososial serta spiritualkultural
 Lingkungan
 Satatus Fungsional
 Fasilitas penunjang kesehatan yang ada
 Pemeriksaan Fisik
Pada lansia dengan masalah gangguan pendengaran dapat dilakukan
pengkajian mulai dari pengkajian riwayat kasus. Perawat dapat mempelajari
kapan klien mulai suatu masalah pendengaran juga gejala lain yang
berhubungan dengan itu (missal akumulasi serumen, nyeri pada telinga
perubahan dalam persepsi kata, respons yang tidak sesuai percakapan,
tinnitus atau vertigo). Informasi dapat diperoleh dari pengkajian fungsional
pada lingkungan tempat tinggal jug dari pengkajian dengan menggunakan
sebuah garputala, detak arloji, dan suara bisikan. Perawat harus waspada
terhadap petunjuk lain yang menandai adanya penurunan pendengaran,
seperti lansia meminta orang lain untuk mengulangi pernyataannya.
Menggerakkan kepala sebelah kanan dan kiri sebagai suatu usaha untuk
memahami lebih baik apa yang telah dikatakan. Menarik diri dari aktivitas
sosial, memberi respon yang tidak sesuai, dan mengeraskan suara televise
atau radio agar mendengarnya.
Hal – hal berikut ini dapat digunakan untuk membantu dalam menentukan
status pendengaran lansia yaitu:
a. Berdiri di belakang klien, tepukkan tangan dengan nyaring dan amati
apakah klien bereaksi terhadap suara gaduh yang tiba - tiba.
b. Berbicara beberapa kata yang mempunyai suara konsonan frekuensi
tinggi dan minta klien untuk mengulangi (misal : Fanta, susu, dll).
c. Observasi untuk menentukan apakah klien sedang membaca gerak bibir.
d. Tentukan apakah kalian dapat mendengar detik arloji (pada kedua
telinga).

Pengkajian penururnan pendengaran pada lansia dipengaruhi oleh beberapa


faktor. Respons – respons batasan karakteristik yang berhubungan dengan
suatu perubahan dalam pendengaran sangat yang tidak sesuai mungkin salah
diinterpretasikan sebagai kebingungan, atau klien mungkin tidak mampu
memahami kalimat dan mengikuti instruksi. Batasan karakteristik yang
berhubungan dengan suatu perubahan dalam pendengaran sangat bervariasi
di antara individu. Karakteristiknya dapat berupa perubahan dalam persepsi
pendengaran, adanya suara berdenging di telinga (tinnitus), nyeri pada satu
atau kedua telinga, perubahan kemampuan untuk mendengar suara frekuensi
tinggi, menarik diri, ansietas, respons tidak sesuai dalam percakapan, dan
bukti –bukti klinis tentang gangguan pendengaran.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) intervensi keperawatan sesuai
dengan pengkajian diatas yaitu:
a. Gangguan persepsi sensori
b. Gangguan komunikasi verbal
c. Resiko harga diri rendah situasional
d. Gangguan interaksi sosial
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) intervensi keperawatan sesuai
dengan diagnosa diatas, yaitu :
a. Gangguan Persepsi Sensori
Intervensi Utama : Meminimalisasi Rangsangan
R/: mengurangi jumlah atau pola rangsangan baik internal maupun
eksternal (misal : suara, cahaya, dll).

Intervensi Pendukung :

1) Dukungan Pengungkapan Kebutuhan


R/: memudahkan klien mengungkapkan kebutuhan dan
keinginan secara efektif.
2) Restrukturisasi Kognitif
R/: memfasilitasi mengubah pola pikir terdistorsi, melihat diri
sendiri dan dunia secara realistis.
3) Teknik Menenangkan
R/: teknik relaksasi dengan pembentukan imajinasi individu
dengan menggunakan semua indera melalui pemrosesan
kognitif untuk mengurani stres.
4) Terapi Kognitif Perilaku
R/: menggunakan teknik berfikir, merasa dan berperilaku
mengenai suatu kejadian untuk memulihkan penyadaran
diri.
b. Gangguan Komunikasi Verbal
Intervensi Utama : Promosi Komunikasi ; Pendengaran
R/: menggunakan teknik komunikasi tambahan pada individu dengan
gangguan pendengaran.

Intervensi Pendukung :

1) Dukungan Kepatuhan Program Pengobatan


R/: memfasilitasi ketepatan dan keteraturan menjalani
program pengobatan yang sudah ditentukan
2) Dukungan Pengambilan Keputusan
R/: memberikan informasi dan dukungan saat pembuatan
keputusan kesehatan
3) Perawatan Telinga
R/: mengidentifikasi, merawat dan mencegah gangguan pada
telinga dan pendengaran
4) Terapi Sentuhan
R/: untuk memfokuskan, mengarahkan, dan memodulasi
medan energi dalam upaya penyembuhan.
5) Terapi Validasi
R/: menggunakan metode komunikasi terapeutik dengan
berfokus pada konten emosional
c. Risiko Harga Diri Rendah Situasional
Intervensi Utama :
1) Dukungan Penampilan Peran
R/: memfasilitasi pasien dan keluarga untuk memperbaiki
hubungan dengan mengklarifikasi dan memenuhi perilaku
peran tertentu
2) Promosi Harga Diri
R/: meningkatkan penilaian terhadap kemampuan diri
3) Promosi Koping
R/: meningkatkan upaya kognitif dan perilaku untuk menilai
dan merespon stressor dan/atau kemampuan menggunakan
sumber-sumber yang ada
Intervensi Pendukung :
1) Dukungan Emosional
R/: memfasilitasi penerimaan kondisi emosional
2) Dukungan Kelompok
R/: memfasilitasi peningkatan kemampuan penyelesaian
masalah dan perasaan didukung oleh kelompok individu
dengan pengalaman dan masalah yang sama sehingga lebih
memahami situasi masing-masing
3) Dukungan Pengambilan Keputusan
R/: memberikan informasi dan dukungan saat pembuatan
keputusan kesehatan
4) Dukungan Pengungkapan Kebutuhan
R/: memudahkan klien mengungkapkan kebutuhan dan
keinginan secara efektif
5) Latihan Asertif
R/: mengajarkan kemampuan pengungkapan perasaan,
kebutuhan, dan pendapat secara efektif dengan menghargai
hak orang lain
6) Modifikasi Perilaku
R/: mengubah pengembangan atau peningkatan keterampilan
sosial interpersonal
7) Penentuan Tujuan Bersama
R/: mengidentifikasi, menyusun, dan memprioritaskan tujuan
perawatan bersama dengan pasien sebagai dasar untuk
mengembangkan rencana perawatan
8) Promosi Citra Tubuh
R/: meningkatkan perbaikan perubahan peresepsi terhadapp
fisik pasien
9) Restrukturisasi Kognitif
R/: memfasilitasi mengubah pola pikir terdistorsi, melihat diri
sendiri dan dunia secara realistis.

10) Konseling
R/: memberikan bimbingan untuk meningkatkan atau
mendukung penanganan, pemecahan masalah, dan
hubungan interpersonal
d. Gangguan Interaksi Sosial
Intervensi Utama :
1) Modifikasi Perilaku Keterampilan Sosial
R/: mengubah pengembangan atau peningkatan keterampilan
sosial interpersonal
2) Promosi Sosialisasi
R/: meningkatkan kemampuan untuk berinteraksi dengan
orang lain

Intervensi Pendukung :

1) Dukungan Kelompok
R/: memfasilitasi peningkatan kemampuan penyelesaian
masalah dan perasaan didukung oleh kelompok individu
dengan pengalaman dan masalah yang sama sehingga lebih
memahami situasi masing-masing
2) Promosi Dukungan Sosial
R/: meningkatkan kemampuan untuk berinteraksi dengan
orang lain
3) Promosi Hubungan Positif
R/: meningkatkan interaksi antara dua orang atau lebih yang
saling menguntungkan dan ditandai dengan adanya timbal
balik yang sesuai
4) Promosi Keutuhan Keluarga
R/: meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pasien untuk
menjaga dan meningkatkan kerekatan dan keutuhan
keluarga
5) Promosi Komunikasi Efektif
R/: meningkatkan kemampuan pasien untuk pengambilan
keputusan kesehatan pasien
6) Promosi Komunikasi : Pendengaran
R/: menggunakan teknik komunikasi tambahan pada individu
dengan gangguan pendengaran
7) Promosi Koping
R/: meningkatkan upaya kognitif dan perilaku untuk menilai
dan merespon stresor dan/atau kemampuan menggunakan
sumber-sumber yang ada
8) Terapi Kelompok
R/: menggunakan kelompo dengan masalah yang sama untuk
memberikan dukungan emosional dan perilaku, melatih
perilaku baru, dan berbagi informasi kesehatan
9) Terapi Keluarga
R/: menggunakan keluarga untuk menggerakkan keluarga
melakukan cara hidup yang lebih produktif
4. Evaluasi Keperawatan
Menurut Asmadi (2008) evaluasi adalah tahap akhir dari proses
keperawatan. Evaluasi terbagi menjadi 2 , yaitu :
a. Evaluasi Formatif
Meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP yakni
Subjektif, Objektif, Analisa data dan Perencanaan.
b. Evaluasi Sumatif
Dilakukan setelah seluruh aktivitas proses keperawatan selesai
dilakukan. Bertujuan untuk menilai dan memonitor kualitas pelayanan
asuhan keperawatan.

BAB III
TINJAUAN KASUS
Seorang laki – laki usia 65 tahun tinggal dipanti werda, mengeluh sudah 3 minggu
mengalami penurunan fungsi pendengaran pada kedua telinga terutama telinga kanan.
Klien jarang membersihkan lubang telinga. Kedua lubang telinga terlihat kotor. Klien
terlihat memperhatikan gerakan bibir lawan bicara saat berkomunikasi. 1minggu lalu
klien mengalami kecelakaan saat akan menyebrang jalan karena tidak mendengar
suara klakson motor.

A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Fokus
DS:
a. Pasien mengeluh sudah 3 minggu mengalami penurunan fungsi
pendengaran pada kedua telinga terutama telinga kanan.
b. Klien mengatakan bahwa 1 minggu yang lalu klien mengalami kecelakaan
saat akan menyebrang jalan karena tidak mendengar suara klakson motor.
c. Klien mengatakan jarang membersihkan lubang telinganya.
DO:
a. Kedua lubang telinga terlihat kotor
b. Klien terlihat memperhatikan gerakan bibir lawan bicara saat
berkomunikasi

2. Analisa Data

Analisa Data Masalah

DS: Gangguan persepsi sensori:
1. Pasien mengeluh sudah 3 minggu pendengaran 
mengalami penurunan fungsi
pendengaran pada kedua telinga
terutama telinga kanan
2. Klien mengatakan bahwa 1
minggu yang lalu klien
mengalami kecelakaan saat akan
menyebrang jalan karena tidak
mendengar suara klakson motor

DO:
1. Klien terlihat memperhatikan
gerakan bibir lawan bicara saat
berkomunikasi
Gangguan Personal Hygiene; Telinga
DS:
1. Klien mengatakan jarang
membersihkan lubang telinganya

DO:
1. Kedua lubang telinga terlihat
kotor

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori: pendengaran.
2. Gangguan personal Hygiene; Telinga.

C. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa KriteriaHasil Intervensi


o
1 Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kemampuan
sensori: pendengaran selama 3 x 24 jam masalah mendengar
keperawatan dapat teratasi. 2. Observasi ketajaman
Kriteria Hasil: pendengaran.
1. Pasien bisa mendengar 3. Fasilitasi penetapan jadwal
dengan baik. pemeriksaan pendengaran
2. Pasien dapat berespon dengan tepat.
dengan tepat terhadap 4. Lakukan pemeriksaan
petunjuk suara. audiometri, tes weber, atau tes
rinne
5. Anjurkan klien membersihkan
serumen yang menutupi lubang
telinga.
6. Berikan lingkungan yang
tenang dan tidak bising.
7. Anjurkan klien menggunakan
alat bantu dengar (jika di
perlukan).
8. Pertahankan kontak mata
selama berkomunikasi
9. Hindari kebisingan saat
berkomunikasi
10. Gunakan bahasa Isyarat jika
diperlukan
11. Berhadapan dengan pasien
secara langsung selama
berkomunikasi
2 Gangguan personal Setelah dilakukan tindakan a. Bersihkan telinga luar.
Hygiene; telinga. selama 3 x 24 jam masalah b. Bersihkan serumen telinga
keperawatan dapat teratasi. dengan kapas yang lembut.
Kriteria Hasil: c. Ajarkan cara membersihkan
a. Telinga klien terlihat telinga bagian luar.
bersih. d. Ajarkan cara menggunakan
dan merawat alat bantu
dengar.

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Lansia adalah individu yang berusia diatas 60 tahun, pada umumnya
memiiki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis,
sosial dan ekonomi. Sedangka menurut Pudjiastuti (2003) dalam Muhith (2016)
lansia bukan merupakan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu
proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stres lingkungan.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring dengan proses menua
tersebut tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa
disebut penyakit degeneratif.
Perubahan pada sistem indra yang dibahas meliputi pengelihatan
pendengaran, pengecap, penciuman, dan peraba.

B. SARAN
Dalam melakukan asuhan keperawatan gerontik kita sebagai perawat harus
meningkatkan rasa peduli terhadap klien dan melakukan pengawasan pada klien.
Keluarga harus memberi dukungan dan motivasi pada klien untuk
mengembangkan kemampuan berhubungan dengan orang lain. Keluarga harus
memotivasi klien untuk selalu menjaga kebersihan telinganya.

Lampiran

Dari kelompok kami menemukan jurnal penelitian menurut Rantung( 2018)


mengenai “Gambaran Audiometri Pada Lansia Di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Terlantar Senja Cerah Manado Tahun 2018”. Didalam jurnal tersebut peneliti
melakukan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran derajat pendengaran
dari hasil pemeriksaan audiometri pada lansia di BPSLUT Senja Cerah Manado.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada lansia di BPSLUT Senja


Cerah Manado pada tanggal 20 Oktober 2018, dapat disimpulkan bahwa jumlah
responden yang mengikuti penelitian adalah sebanyak 24 orang yang terdiri dari 9
laki- laki dan 15 perempuan. Pada pemeriksaan kondisi fisik telinga ditemukan
keadaan terdapat serumen adalah sebanyak 3 responden pada telinga kanan dan 4
responden pada telinga kiri.

Pada pemeriksaan dengan tes weber didapatkan sebanyak 4 responden dengan


lateralisasi kearah kiri dan sebanyak 24 responden tidak didapatkan ada lateralisasi.

Pada pemeriksaan tes rinne didapatkan pada telinga kanan dan kirisebanyak
24 responden dengan hasil positif.

Pada pemeriksaan audiometri didapatkan derajat pendengaran pada telinga


kanan sebagai berikut, derajat ringan adalah sebanyak 1 responden, derajat sedang 5
responden, derajat sedang- berat sebanyak 12 responden, derajat berat sebanyak 3
responden, dan tuli total sebanyak 3 responden, sedangkan untuk telinga kiri yakni
derajat ringan adalah sebanyak 2 responden, derajat sedang sebanyak 6 responden,
derajat sedang-berat sebanyak 11 responden, derajat berat sebanyak 3 responden dan
tuli total sebanyak 2 responden.

DAFTAR PUSTAKA

Asyari, Ade., Hendra Permana., dkk. (2020). Hubungan Gangguan Pendengaran


dengan Penurunan Fungsi Kognitif pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran
Andalas Vol.43 Hal. 8-14

Dewi, Sofia R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Deepublish

Miller, Carol. (2015). Nursing for Wellness in Older Adults Seventh Edition.

Wolters Kluwer: China

Muhith, Abdul. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Andi

Nugroho, Wahjudi. (2012). Komunikasi dalan Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC

Pujiastuti, Sri Surini. (2003). Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC

R. Siti Maryam, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika

Rantung, Petra., Ora I P., Steward K M. (2018). Gambaran Audiometri pada

Lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja Cerah Manado
Tahun 2018. Jurnal Medik dan Rehabilitasi (JMR) Vol. 1 Nomor 2

Sunaryo, Rahayu, dkk. (2015). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Andi

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai