Anda di halaman 1dari 28

TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN JIWA DI KOMUNTAS,

RUMAH SAKIT UMUM, DAN RUMAH SAKIT JIWA

DISUSUN OLEH :

Adelia Rimba Alamsyah (2019727064)

Ismi Nurazizah (2019727007)

Siti Asiyah (2019727086)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
SEMESTER GENAP 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Makalah
ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Trend dan Issue
Keperawatan Jiwa di Komunitas, Rumah Sakit Umum, dan Rumah Sakit Jiwa” yang
penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Keperawatan Jiwa di
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada
dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas ini.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Jakarta , Februari 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan..................................................................................... 2
1. Tujuan Umum .................................................................................. 2
2. Tujuan Khusus ................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORITIS ................................................................................. 4
A. Definisi Keperawatan Jiwa ..................................................................... 4
B. Trend dan Isu dalam Keperawatan Jiwa ................................................. 4
1. Definisi Trend .................................................................................. 4
2. Definisi Isu ....................................................................................... 5
C. Trend dan Isu dalam Keperawatan Jiwa ................................................. 5
D. Trend dan Issue Keperawatan Jiwa di Komunitas .................................. 6
1. Definisi Bullying .............................................................................. 6
2. Faktor Penyebab Terjadinya Bullying ............................................. 6
3. Jenis-Jenis Bullying ......................................................................... 8
4. Unsur-Unsur Bullying ...................................................................... 9
5. Respon Korban Bullying ................................................................ 10
6. Trend dan Isu Bullying pada Anak ................................................ 11
7. Upaya Mengatasi Bullying ............................................................ 12
E. Trend dan Isu Keperawatan Jiwa dalam Rumah Sakit Umum ............. 14
1. HIV/AIDS ...................................................................................... 14
2. NAPZA .......................................................................................... 15
F. Trend dan Issue Keperawatan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa .................... 17
1. Definisi Bunuh Diri ....................................................................... 18
2. Karakteristik Kepribadian Seseorang yang Ingin Bunuh Diri ....... 18
3. Faktor-Faktor Penyebab Bunuh Diri ............................................. 19
4. Jenis Bunuh Diri ............................................................................ 20
5. Terapi Lingkungan pada Kondisi Khusus Bunuh Diri (Suicide) ... 20
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 21
A. Kesimpulan ........................................................................................... 21
B. Saran ..................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini masalah kesehatan jiwa menjadi masalah yang paling mengancam di dunia.
Setiap tahun korban akibat gangguan jiwa selalu meningkat. Hal ini disebabkan
oleh beban hidup yang semakin lama semakin berat.

Gangguan jiwa tidak hanya terjadi pada kalangan bawah tetapi juga kalangan
pejabat dan kalangan menengah ke atas. Pada saat ini penyakit gangguan jiwa tidak
hanya dialami oleh orang dewasa dan lansia tetapi juga oleh anak-anak dan remaja.
Seseorang yang terkena gangguan jiwa akan melakukan hal yang seharusnya tidak
dilakukan seperti menggunakan obat-obatan terlarang dan melakukan bunuh diri.
Selain itu, saat ini banyak sekali kasus-kasus gangguan jiwa akibat dari kekerasan
(bullying). Adapun salah satu penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa
adalah perkembangan otak yang tidak sempurna ketika masih janin yang
menyebabkan penyakit skizofrenia.

Beberapa Negara di dunia seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, Inggris dan lain-
lainnya menyatakan bahwa kasus bunuh diri sudah menjadi masalah besar di
negaranya. Hal ini diperkuat oleh data dari WHO (2016) dalam Winurini (2019)
yaitu pada tahun 2016, setiap 40 detik seseorang kehilangan nyawa karena bunuh
diri dan lebih dari 800.000 orang meninggal karena bunuh diri tiap tahunnya. Di
indonesia sendiri didapatkan data dari Yoligov (2019) dalam Winurini (2019)
bahwa 27% orang Indonesia berfikiran untuk bunuh diri, 21% jarang memikirkan
hal tersebut, dan 6% sering mengalami. Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul
dalam Andari (2017) menyatakan bahwa hingga Juli 2017, kasus bunuh diri di
kabupaten tersebut mencapai 20 orang dan 2 orang mencoba bunuh diri.

Selain itu, tidak sedikit penderita penyakit serius seperti HIV yang mengalami
gangguan jiwa. Seperti yang kita ketahui, HIV tidak hanya disebabkan oleh
berhubungan badan dan berganti-ganti pasangan, namun juga disebabkan karena
menggunakan jarum suntik untuk penggunaan NAPZA atau obat-obatan secara

1
bersamaan. Hal ini diperkuat oleh Infodatin (2017) yang menyatakan bahwa 35 juta
orang didunia mengidap HIV dan 19 juta orang di dunia tidak mengetahui bahwa
mereka positif HIV. Di Indonesia sendiri, didapatkan data dari Infodatin (2017)
bahwa pada tahun 2017 terdapat 48.300 kasus dan daerah dengan presentasi
penderita HIV terbanyak ada di Jawa Timur, yaitu 8.204 kasus pada tahun 2017.

Saat ini banyak sekali kasus-kasus gangguan jiwa akibat dari kekerasan (bullying).
Hal ini diperkuat oleh data dari Jessamyn (2014) dalam Fadhli (2017) menyatakan
bahwa pada tahun 2014 sebanyak 16,5% siswa di Amerika Serikat terpapar dengan
perilaku bullying. Sedangkan, di Indonesia sendiri belum memliki catatan komplit
oleh lembaga dan instansi tentang bullying. Akan tetapi, KPAI (2015) dalam Fadhli
(2017) menyatakan bahwa tahun 2011-2014 tercatat 369 pengaduan terkait
bullying. Polresta Padang (2016) dalam Fadhli (2017) menyampaikan bahwa pada
Januari-Jui 2016 terdapat 16 kasus bullying.

Dari banyaknya kasus yang dijabarkan diatas, seluruh Negara di dunia berusaha
untuk meningkatkan kesehatan jiwa warga negaranya. Begitu juga dengan
Indonesia yang berusaha meningkatkan pelayanan pada pasiennya dengan
meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan jiwa. Untuk itu, penulis tertarik
untuk membahas tentang trend dan isu keperawatan jiwa di Rumah Sakit Umum,
Rumah Sakit Jiwa, dan Komunitas.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini, terdiri dari :
1. Tujuan Umum
Agar pemmbaca, khususnya mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami
tentang trend dan isu keperawatan jiwa di Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit
Jiwa, dan Komunitas.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan :
a. Definisi Keperawatan Jiwa
b. Trend dan Isu dalam Keperawatan Jiwa
c. Trend dan Isu dalam Keperawatan Jiwa dalam Rumah Sakit Umum

2
d. Trend dan Isu dalam Keperawatan Jiwa dalam Komuitas
e. Trend dan Isu dalam Keperawatan Jiwa dalam Rumah Sakit Jiwa

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Keperawatan Jiwa


Perawatan Pskitiarik atau keperawatan kesehatan jiwa adalah proses dimana
perawat membantu individu atau kelompok dalam mengembangkan konsep diri
yang positif, meningkatkan pola hubungan antar pribadi yang lebih harmonis, serta
agar berperan produktif di masyarakat (Yosep dan Titin, 2016).
Keperawatan kesehatan jiwa adalah pelayanan keperawatan yang komprehensif,
holistic, dan paripurna yang berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa, rentan
terhadap stress (resiko gangguan jiwa), dan dalam tahap pemulihan serta
pencegahan kekambuhan (gangguan jiwa) (Keliat dkk, 2016).
Keperawatan jiwa adalah pelayanan yang diberikan untuk meningkatkan
kemampuan klien dan keluarga dalam mengatasi masalah yang mereka alami.
Peningkatan kemampuan tersebut dilakukan dengan memberikan tindakan
keperawatan (Keliat dkk, 2019).
Kesehatan jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak gangguan jiwa melainkan
mengandung berbagai karakteristik yang bersifat positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadian yang bersangkutan. Kesehatan jiwa merupakan salah satu indikator
untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat. Indikator kesehatan jiwa dimasa
yang akan datang bukan lagi masalah klinis seperti prevalensi gangguan jiwa,
melainkan berorientasi pada konteks kehidupan sosial. Oleh karena itu upaya
menjamin kesehatan jiwa merupakan tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan
melibatkan berbagai profesi termasuk keperawatan.

B. Trend dan Isu dalam Keperawatan Jiwa


1. Definisi Trend
Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa,
trend juga dapat di definisikan sebagai salah satu gambaran ataupun informasi
yang terjadi saat ini, sedang popular di kalangan masyarakat sehingga banyak
menjadi bahan perbincangan, dan kejadiannya berdasarkan fakta.

4
2. Definisi Isu
Isu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau
tidak terjadi pada masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter,
sosial, politik, hukum, pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat,
kematian, ataupun tentang krisis. Isu adalah sesuatu yang sedang di bicarakan
oleh banyak namun belum jelas faktannya atau buktinya.

C. Trend dan Isu dalam Keperawatan Jiwa


Trend dan Isu Keperawatan adalah sesuatu yang sedang dibicarakan banyak orang
tentang praktek keperawatan baik itu berdasarkan fakta ataupun tidak. Trend dan
isu keperawatan tentunya menyangkut tentang aspek legal dan etis keperawatan
berisi tentang masalah-masalah yang sedang hangat dibicarakan dan dianggap
penting. Masalah-masalah tersebut dapat dianggap ancaman atau tantangan yang
akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional maupun
global.
Ada beberapa trend penting yang menjadi perhatian dalam keperawatan jiwa di
antaranya adalah kesehatan jiwa dimulai pada masa konsepsi, trend peningkatan
masalah kesehatan jiwa, kecenderungan dalam penyebab gangguan jiwa,
kecenderungan situasi di era global, globalisasi dan perubahan orientasi sehat,
kecenderungan penyakit jiwa, meningkatkan post traumatic syndrome,
meningkatnya masalah psikososial, trend bunuh diri pada anak, masalah AIDS dan
NAPZA, pattern of parenting, perspektif life span history, kekerasan, masalah
ekonomi dan kemiskinan.
Beberapa Issue seputar pelayanan keperawatan mental psikiatri atau keperawatan
jiwa, yaitu :
1. Pelayanan keperawatan mental psikiatri yang masih kurang bisa dipertanggung
jawabkan secara ilmiah hal ini dikarenakan masih kurangnya hasil-hasil riset
keperawatan tentang keperawatan jiwa klinik.
2. Perawat psikiatri yang ada kurang siap menghadapi pasar bebas karena
pendidikan yang rendah dan belum adanya licence untuk praktek yang bisa
diakui secara internasional.

5
3. Pembedaan perawat jiwa berdasarkan pendidikan dan pengalaman. Seringkali
tidak jelas dalam “position description”, job responsibility dan system reward
di dalam pelayanan keperawatan dimana mereka bekerja (stuart sudeen, 1995).
Dalam makalah ini, kelompok akan membahas masalah trend dan isu keperawatan
jiwa dengan HIV/AIDS & NAPZA, masalah bunuh diri pada anak, dan masalah
kekerasan (bullying).

D. Trend dan Issue Keperawatan Jiwa di Komunitas


Bullying menjadi salah satu hal yang sedang hangat diperbincangkan oleh
masyarakat, karena saat ini kasus tersebut sering dilaporkan atau ditemukan.
Jessamyn (2014) dalam Fadhli (2017) menyatakan bahwa pada tahun 2014
sebanyak 16,5% siswa di Amerika Serikat terpapar dengan perilaku bullying.
Sedangkan, di Indonesia sendiri belum memliki catatan komplit oleh lembaga dan
instansi tentang bullying. Akan tetapi, KPAI (2015) dalam Fadhli (2017)
menyatakan bahwa tahun 2011-2014 tercatat 369 pengaduan terkait bullying.
Polresta Padang (2016) dalam Fadhli (2017) menyampaikan bahwa pada Januari-
Jui 2016 terdapat 16 kasus bullying.
1. Definisi Bullying
Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi pemaksaan
secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang
yang lebih lemah (Zakiyah dkk, 2017).
Bullying adalah tindakan kekerasan yang dilakukan secara berulang dan
melibatkan adanya kekuatan fisik antara korban dan pelaku (Yani dkk, 2016).
Bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke
dalam aksi sehingga menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan
secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak
bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang
(Astuti, 2008).

2. Faktor Penyebab Terjadinya Bullying


Menurut Ariesto (2009) dalam Jurnal Zakiyah, dkk (2017) faktor penyebab
terjadinya bullying meliputi :
a. Keluarga

6
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah, seperti
orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan atau situasi
rumah yang penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari
perilaku tersebut dan kemudian menirukan kepada temannya. Jika tidak ada
konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku tersebut, maka
akan terbentuk suatu persepsi bahwa seseorang yang memiliki kekuatan
diperbolehkan untuk berperilaku agresif. Dari sinilah anak
mengembangkan perilaku bullying.
b. Sekolah
Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah karena pihak
sekolah sering mengabaikan kasus ini. Akibatnya, anak sebagai pelaku
bullying mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk
melakukan intimidasi terhadap anak lain. Sehingga, tidak mengembangkan
rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah.
c. Kelompok sebaya
Kelompok sebaya merupakan faktor dominan yang merubah seseorang
menjadi pelaku bullying. Ketika anak tidak memiliki pedoman dalam
memilih kelompok bermain, anak tersebut bisa masuk ke dalam kelompok
bermain yang mengarah pada kenakalan remaja. Salah satunya, bullying.
Karena, beberapa anak melakukan bullying sebagai usaha untuk
membuktikan bahwa mereka bisa masuk ke dalam kelompok tertentu,
meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.
d. Kondisi lingkungan sosial
Kondisi lingkungan sosial dapat menjadi penyebab timbulnya perilaku
bullying. Salah satu faktor yang menyebabkan tindakan tersebut adalah
kemiskinan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan berbuat apa saja
demi memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran jika di
lingkungan sekolah sering terjadi pemalakan antar siswanya.
e. Tayangan Televisi dan media cetak
Televisi dan media cetak membentuk pola perilaku bullying dari segi
tayangan yang mereka tampilkan. Survey yang dilakukan kompas
memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang

7
ditontonnya, umumnya mereka meniru geraknya (64%) dan kata-katanya
(43%) (Saripah, 2006 dalam Jurnal Zakiyah dkk, 2017).

3. Jenis-Jenis Bullying
Menurut Coloroso (2007) dan Ariesto (2009) dalam Jurnal Zakiyah, dkk
(2017) bullying terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Bullying fisik
Penindasan fisik merupakan jenis bullying yang paling tampak dan paling
dapat diidentifikasi diantara bentuk-bentuk penindasan lainnya, namun
kejadian penindasan fisik terhitung kurang dari sepertiga insiden
penindasan yang dilaporkan oleh siswa. Contoh bullying secara fisik
diantaranya memukul, mencekik, menyikut, meninju, menendang,
menggigit, memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga
ke posisi yang menyakitkan, serta merusak dan menghancurkan pakaian
serta barang-barang milik anak yang tertindas. Semakin kuat dan dewasa
pelaku, maka semakin berbahaya jenis serangannya, bahkan walaupun
tidak dimaksudkan untuk mencederai secara serius.
b. Bullying verbal
Bullying (kekerasan) verbal adalah bentuk penindasan yang paling umum
digunakan, baik oleh anak perempuan maupun anak laki-laki. Kekerasan
ini sangat mudah dilakukan tanpa terdeteksi. Contoh bullying verbal, yaitu
mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi
nama panggilan, sarkasme, mencela, memaki, menyebarkan gosip.
c. Bullying relasional
Bullying relasional adalah pelemahan harga diri korban. Bullying jenis ini
paling sulit dideteksi dari luar dan terbagi menjadi 2 jenis yaitu :
1) Non verbal langsung : melihat dengan sinis, menjulurkan lidah,
ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam,
biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal.
2) Non verbal tidak langsung : mendiamkan seseorang, memanipulasi
persahabatan sehingga retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan,
mengirimkan surat kaleng.
d. Cyber bullying

8
Cyber bullying adalah bentuk bullying yang terjadi karena perkembangan
teknologi, internet, dan media sosial. Cyber bullying biasanya berupa pesan
yang menyakitkan atau menggunakan gambar, voicemail yang kejam,
menelepon terus menerus tanpa henti namun tidak mengatakan apa-apa
(silent calls), membuat website yang digunakan untuk mempermalukan
korban, korban dihindarkan atau dijauhi dari chat room dan lainnya, dan
happy slapping (video yang berisi proses pembullyan dan disebarluaskan).
e. Penganiayaan seksual
Menurut Videbeck (2012) penganiayaan ini meliputi tindakan seksual
yang dilakukan pada anak yang berusia kurang dari 18 tahun. Tindakan ini
mencakup inses, pemerkosaan, sodomi, tindakan cabul (menggesek,
meraba, atau memperlihatkan alat kelamin), dan eksploitasi (membuat,
mengumumkan, atau menjual pornografi yang melibatkan anak kecil dan
memaksa anak kecil melakukan tindakan cabul).

4. Unsur-Unsur Bullying
Menurut Yayasan Semai Jiwa Aspini (2008) unsur-unsur bullying terdiri dari:
a. Pelaku bullying
Pelaku bullying adalah agresor, provokator, dan inisiator situasi bullying.
Pelaku umumnya adalah anak yang bertubuh besar dan kuat, namun tidak
jarang juga bertubuh kecil yang mendominasi kalangan teman-temannya.
Ditemukan begitu banyak alasan seseorang menjadi pelaku bullying, yaitu
pelaku merasa puas apabila ia berkuasa, kepercayaan diri yang tinggi,
pelampiasan kekesalan dan kekecewaan, dan medapatkan perlakuan tidak
menyenangkan (dianiaya) di rumah.
b. Korban bullying
Korban bullying bukan sekedar pelaku pasif, karena ia turut berperan
memelihara dan melestarikan situasi bullying dengan bersikap diam. Sikap
diam ini tentunya beralasan, seperti bila melaporkan tidak akan
menyelesaikan masalah (bila korban melapor pada guru atau orang tua,
guru akan menegur pelaku tersebut. Sehingga, pelaku akan memberi
siksaan yang lebih keras), anak-anak memiliki sistem nilai (mengadukan
orang lain bukan sifat ksatria dan mengadukan orang lain adalah wujud

9
sifat anak-anak), korban bullying umumnya meyakini bahwa orang tua dan
guru tidak akan mampu menangani situasi ini.
c. Saksi bullying
Bullying terkadang menyerupai sebuah pertunjukan, ia tidak akan
berlangsung tanpa ada penonton. Untuk itu terdapat saksi bullying, saksi
ini berperan serta melalui dua cara, yaitu secara aktif dengan menyoraki
dan mendukung pelaku bullying serta secara pasif dengan diam karena
alasan takut dan bersikap acuh tak acuh.

5. Respon Korban Bullying


Respon korban bullying sangat bergantung pada tingkat perkembangan korban
pada saat terjadi tindak kekerasan tersebut. Untuk itu, tiap pihak yang peduli
dengan korban, termasuk perawat perlu memahami tahap perkembangan
individu. Sehingga, dapat mengidentifikasi dampak bullying sesuai dengan
titik rawan pada tiap tahap perkembangan individu. Menurut Boyd dan Nihart
(1998) dalam Buku Hamid (2009) respon korban bullying terbagi menjadi :
a. Respon fisik
Respon fisik yang terjadi dapat berupa cedera ringan hingga berat. Cedera
ringan biasanya seperti memar dan lecet pada wajah, kepala, leher, dan alat
pergerakan. Sedangkan, cedera berat meliputi trauma, laserasi, fraktur,
kehilangan pengelihatan dan pendengaran akibat pukulan pada kepala.
b. Respon psikologis
Respon psikologis yang dapat terjadi, yaitu :
1) Harga Diri Rendah
Harga diri rendah merupakan akibat langsung dari penganiayaan fisik
atau seksual. Salah satu teknik yang digunakan pelaku adalah
mengendalikan dan membuat korban merasa tidak berdaya dengan cara
menghina korban.

2) Rasa Bersalah dan Malu


Bullying berkaitan erat dengan rasa bersalah dan malu. Perasaan
bersalah membuat korban meyakini bahwa mereka yang salah sehingga
menyebabkan terjadinya bullying. Sedangkan, perasaan malu membuat

10
korban menjadi tidak berani meminta bantuan ke tenaga kesehatan dan
melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang.
3) Marah
Perasaan marah yang tidak terkendalikan dan kesulitan untuk
mengekspresikan kemarahan sering dialami oleh korban bullying.
Kemarahan ini ditunjukan kepada pelaku atau orang lain yang
menurutnya seharusnya membela korban dan dapat mencegah kejadian
tersebut (Hendricks-Matthews, 1993 dalam Hamid,2008).
4) Gangguan stres pasca trauma (GSP)
GSP adalah gangguan perilaku yang diperlihatkan seseorang yang
mengalami peristiwa traumatik. Penderita akan berespon dengan sangat
ketakutan dan tidak berdaya, karena terus mengingat trauma melalui
memori, mimpi, dan kilas balik (Videbeck, 2012).
c. Respon intrapersonal
Anak-anak korban bullying akan tumbuh sebagai orang dewasa yang sulit
menjalin hubungan rasa percaya dan intim.

6. Trend dan Isu Bullying pada Anak


a. Trend bullying
Menurut Yayasan Semai Jiwa Aspini (2008) trend bullying yang sedang
berkembang di masyarakat adalah :
1) Bullying dapat membuat pelaku merasa senang
2) Bullying terjadi karena sering melihat atau mendapatkan perlakuan
yang kurang baik di lingkungan sekitar
3) Bullying terjadi karena tayangan TV yang tidak mendidik
4) Bila korban melapor pada guru atau orang tua, guru akan menegur
pelaku tersebut. Sehingga, pelaku akan memberi siksaan yang lebih
keras.

b. Isu bullying
Menurut Darmawan (2017) dan Yayasan Semai Jiwa Aspini (2008) isu
bullying yang sedang berkembang di masyarakat adalah :

11
1) Bullying bukan suatu masalah jika dikaitkan dengan kehidupan
akademik dan personal siswa
2) Bullying adalah suatu kebiasaan atau hal yang lumrah
3) Bullying bukan suatu masalah karena tidak dapat memberikan dampak
bagi korban
4) Bullying adalah ajang untuk bercanda dan menunjukan eksistensi diri
5) Korban bullying umumnya meyakini bahwa orang tua dan guru tidak
akan mampu menangani situasi ini.

7. Upaya Mengatasi Bullying


Menurut Kemenpppa (2015) upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi
bullying
meliputi program pencegahan dan penanganan menggunakan intervensi
pemulihan sosial (rehabilitasi) seperti yang akan dijabarkan dibawah ini :
a. Pencegahan
Pencegahan dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, sehingga harus
dilakukan ke beberapa pihak, seperti :
1) Pencegahan melalui anak
Melakukan edukasi kepada anak tentang bullying, agar anak mampu :
a) Mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya bullying
b) Melawan ketika terjadi bullying pada dirinya
c) Memberikan bantuan ketika melihat bullying terjadi (melerai atau
mendamaikan, mendukung teman dengan mengembalikan
kepercayaan, melaporkan kepada pihak sekolah, orang tua, tokoh
masyarakat)
2) Pencegahan melalui keluarga
Meningkatkan ketahanan keluarga dan memperkuat pola pengasuhan,
seperti :
a) Menanamkan nilai-nilai keagamaan dan mengajarkan cinta kasih
antar sesama
b) Memberikan lingkungan yang penuh kasih sayang sejak dini
dengan memperlihatkan cara beinterakasi antar anggota keluarga

12
c) Membangun rasa percaya diri anak, memupuk keberanian dan
ketegasan anak serta mengembangkan kemampuan anak untuk
bersosialiasi
d) Mengajarkan etika terhadap sesama (menumbuhkan kepedulian dan
sikap menghargai), beri teguran mendidik jika anak melakukan
kesalahan
e) Mendampingi anak dalam menyerap informasi utamanya dari
media televisi, internet dan media elektronik lainnya
3) Pencegahan melalui sekolah
a) Merancang dan membuat desain program pencegahan yang
berisikan pesan kepada murid bahwa perilaku bully tidak diterima
di sekolah dan membuat kebijakan “anti bullying”
b) Membangun komunikasi efektif antara guru dan murid
c) Diskusi dan ceramah mengenai perilaku bully di sekolah
d) Menciptakan suasana lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan
kondusif
e) Menyediakan bantuan kepada murid yang menjadi korban bully
f) Melakukan pertemuan berkala dengan orangtua atau komite
sekolah
4) Pencegahan melalui masyarakat
Pencegahan melalui masyarakat dapat dilakukan dengan cara
membangun kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan
anak dimulai dari tingkat desa atau kampung (Perlindungan Anak
Terintegrasi Berbasis Masyarakat : PATBM).
b. Penanganan menggunakan intervensi pemulihan sosial (rehabilitasi)
Rehabilitasi merupakan proses intervensi yang memberikan gambaran
yang jelas kepada pelaku bahwa bullying adalah tingkah laku yang tidak
baik. Pendekatan rehabilitasi dilakukan dengan mengintegrasikan kembali
murid yang menjadi korban dan murid yang telah melakukan tindakan
agresif (bullying) bersama dengan murid lainnya ke dalam komunitas
sekolah agar bisa menjadi anggota komunitas sekolah yang patuh dan
berpegang teguh pada peraturan dan nilai-nilai yang berlaku. Program
pendekatan pemulihan sosial ini mempunyai nilai utama yaitu

13
penghormatan, pertimbangan dan partisipasi. Prinsip yang digunakan
adalah :
1) Mengharapkan yang terbaik dari orang lain
2) Bertanggung jawab terhadap tingkah laku dan menghargai perasaan
orang lain
3) Bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan
4) Peduli kepada orang lain

E. Trend dan Isu Keperawatan Jiwa dalam Rumah Sakit Umum


HIV/AIDS dan NAPZA menjadi salah satu hal yang sedang hangat
diperbincangkan dan banyak ditemui kasusnya di rumah sakit umum. Berikut ini
adalah penjelasan terkait trend dan isu tentang HIV/AIDS dan NAPZA.
1. HIV/AIDS
a. Sejarah Perkembangan HIV/AIDS
Penyakit AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1981 di Amerika Serikat
yang kemudian dengan pesatnya menyebar ke seluruh dunia. Menurut data
Word Health Organization (WHO) secara global 36,9 juta orang di dunia
menderita HIV pada tahun 2017 dan 21,7 juta orang atau 59% dari orang
yang mengidap HIV telah menerima pengobatan antiretroviral pada akhir
2017. Penyakit AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1981 di Amerika
Serikat yang kemudian dengan pesatnya menyebar ke seluruh dunia.
Pada tahun 2017 trend penderita HIV bergeser ke ibu rumah tangga menurut
komisi penanggulangan AIDS (KPA). Total ada 18 kasus. Jika dikaitkan
dengan para WPS (wanita pekerja seks) maka 1 orang WPS dalam 1 malam
rata-rata melayani tamunya 5 orangdikali 30 hari sama dengan 150 orang
dan 50% nya pria beristri (75 orang). Dari 75 orang beristri ini 25 orang istri
sedang hamil. Hal ini yang menjadi penyebab HIV dapat menular ke Ibu
Rumah Tangga.

b. Isu HIV/AIDS
Adapun isu yang berkembang dimasyarakat sampai saat ini adalah
informasi hoax yang beredar mengenai penularan HIV/AIDS. Hal ini

14
berimbas pada sikap masyarakat terhadap orang dengan HIV/AIDS.
Dimana stigma terhadap HIV/AIDS pun menjadi negatif. Berbagai isu
terkait penularan HIV/AIDS yaitu :
1) Terompet tahun baru
2) Baju bekas
3) Makanan kaleng
4) Pembalut
5) Bangku bioskop
Faktanya, HIV dapat ditularkan melalui pertukaran berbagai cairan tubuh
dari orang yang terinfeksi seperti darah, air susu ibu, air mani, dan cairan
vagina. Jadi tak perlu khawatir berdekatan dengan penderita HIV, karena
HIV tidak akan tertular lewat hubungan sehari-hari seperti berciuman,
berpelukan, berbagi barang pribadi, berbagi makanan, dan berbagi
minuman. Menurut dr. Teguh Karyadi, Sp.PD,KAI, dari RS Cipto
Mangunkusumo, diperlukan kedekatan yang luar biasa antara seorang
pengidap dengan orang lain agar terinfeksi karena hanya paparan cairan
tubuh seperti darah dan cairan kelamin yang bias menularkan virus.
Perawat merupakan komponen terbesar dari seluruh tim kesehatan, maka
upaya-upaya pengcegahan melalui edukasi dan penatalaksanaan
keperawatan menjadi hal yang sangat penting karena perawat senantiasa
berada di sisi klien dalam rentang waktu yang lama di banding tim
kesehatan lainnya.

2. NAPZA
Gangguan penggunaan zat adiktif ini sangat berkaitan dan merupakan dampak
dari pembangunan serta teknologi dari suatu negara yang semakin maju. Hal
terpenting yang mendukung merebaknya NAPZA di negara kita adalah
perangkat hukum yang lemah bahkan terkadang oknum aparat hukum
seringkali menjadi backing, ditambah dengan keragu-raguan penentuan
hukuman bagi pengedar dan pemakai, sehingga dampaknya SDM Indonesia
kalah dengan Malaysia yang lebih bertindak tegas terhadap pengedar dan
pemakai NAPZA.

15
Kondisi ini akan semakin menigkat untuk masa yang akan datang khususnya
dalam era globalisasi. Melalui NAPZA dalam 1,3 juta orang pemuda yang
berusia 15-25 tahun telah membunuh 30 orang perbulannya. Masalah lainnya
muncul seiring dengan merebaknya pemakaian NAPZA. Menjelang tahun
2008 pertumbuhan HIV AIDS di dunia dapat mencapai 4 orang permenit. Ini
merupakan ancaman hilangnya kehidupan dan runtuhnya peradaban.
Dikhususkan kepada tim kesehatan harus merasa terpanggil menyelamatkan
generasi penerus bangsa dari cangkraman NAPZA. Penyalahgunaan narkoba
dalam periode rutin dan masa waktu panjang bias mempengaruhi kesehatan
jiwa penggunanya seperti cemas, depresi, bahkan gangguan jiwa.
a. Alasan Remaja Menggunakan Narkoba
Saat ini, terdapat banyak alasan mengapa remaja menggunakan narkoba,
seperti anticipatory beliefts, relieving beliefs, facilitative atau permissive
beliefs, budaya mencari kenikmatan sesaat (hedonistic), kepribadian
remaja, tekanan kelompok sebaya, keterasingan remaja, stress, rasa tidak
aman, dan penilaian diri rendah
b. Trend NAPZA
Trend terkait NAPZA yang saat ini sedang berkembang bagi generasi muda
adalah :
1) Menggunakan NAPZA agar dapat diterima oleh lingkungan
2) Menggunakan NAPZA untuk mengurangi stress, kecemasan,
keletihan, terbebas dari rasa murung, dan mengatasi masalah pribadi.
3) NAPZA dapat membuat pengguna merasa nikmat, enak, dan nyaman
pada awal pemakaian.
c. Rehabilitasi Pengguna NAPZA
Rehabilitasi penggunaan NAPZA terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Rehabilitasi Medis
Dalam rehabilitasi medis terdapat beberapa jenis terapi, yaitu Program
Terapi Rumatan Metadone (PTRM) dan terapi complementer.

2) Rehabilitasi Non Medis

16
Dalam rehabilitasi non medis terdapat beberapa jenis terapi, yaitu
Therapeutic Community (TC) dan criminon.
3) Rehabilitasi After Care

F. Trend dan Issue Keperawatan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa


Ada banyak trend dan issue keperawatan di Indonesia, namun yang akan kelompok
angkat saat ini adalah trend dan issue yang terjadi pada anak dan remaja yang
melakukan upaya bunuh diri sehingga harus dilarikan ke rumah sakit jiwa. Pilar
utama yang bertanggung jawab dalam trend upaya bunuh diri pada anak dan remaja
di Indonesia adalah keluarga dan lingkungan terdekat pada anak. Menurut riset,
dirumah anak anak menonton TV rata-rata 8 jam sehari, bila 2 jam acara tersebut
menayangkan kekerasan, maka menurut Learning Theory ia akan merekam
kejadian tersebut sebagai cara pemecahan masalah. Lalu apabila dirumahnya ia juga
menyaksikan pertengkaran ayah dan ibunya, maka metode pemecahan masalah
dengan kekerasan akan semakin terekam diingatan anak tersebut. Anak akan lebih
besar melakukan upaya bunuh diri bila berasal dari keluarga yang menerapkan pola
asuh otoriter atau keluarga yang pernah melakukan bunuh diri.
Adapula bunuh diri yang dilakukan oleh pelajar karena perasaan pelajar yang
terasingkan dari lingkungannya, dan sehingga membuat pelajar menjadi
kekurangan percaya diri untuk beradaptasi dilingkungan sekitarnya, dan pada anak
yang memiliki masalah dikeluarganya atau merasa tidak dipedulikan oleh keluarga
akan berdampak lebih buruk. Secara umum, stress muncul karena terjadinya
kegagalan beradaptasi, dan dapat terjadi dilingkungan keluarga, sekolah, pergaulan
dalam masyarakat, dan sebagainya.
Menurut Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2010 menyebutkan
angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6-1,8 persen per 100.000 jiwa.
Berdasarkan rata-rata statistik, dalam sehari setidaknya ada dua hingga tiga orang
yang melakukan bunuh diri di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat
setidaknya ada 812 kasus bunuh diri di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2015.
Angka tersebut adalah yang tercatat di kepolisian. Angka riil di lapangan bisa jadi
lebih tinggi. dan terus meningkat pertahunnya. Jika tidak ada upaya bersama
pencegahan bunuh diri, angka tersebut bisa tumbuh hingga 2,4 per 100.000 jiwa
pada tahun 2020.

17
Jenis kepribadian yang paling sering melakukan bunuh diri adalah tipe agresif,
bermusuhan, putus asa, harga diri rendah, dan kepribadian anti sosial, gangguan
emosi dan keluarga dengan alkoholisme. Seorang anak yang berupaya bunuh diri
sangat rentan terhadap pengaruh stressor sosial, seperti percekcokan keluarga yang
kronis, penyiksaan, penelantaran, kehilangan sesuatu yang dicintai, kegagalan
akademik, dan lingkungan yang buruk.
1. Definisi Bunuh Diri
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang
disebabkan karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang
digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat dan Akemat, 2009)
Pikiran untuk bunuh diri lazim muncul pada individu gangguan alam perasaan
pada saat depresi. Individu dengan gangguan depresi, bipolar, skizofernia,
kecanduan obat terlarang berisiko tinggi terhadap bunuh diri. Pada ide bunuh
diri individu berpikir dan mencari bagaimana dia melakukan bunuh diri
(Baradero, 2018)
Menurut seorang sosiolog dari Prancis bernama Email Durkheim (2013)
memandang bunuh diri sebagai masalah sosial, dan tertarik dengan fakta sosial,
seperti kelompok religious dan partai daripada aspek psikologis atau
biologisnya. Sedangkan menurut Kartono (2000) mendefinisikan bunuh diri
adalah perbuatan manusia yang disadari dan bertujuan untuk menyakiti diri
sendiri dan menghentikan kehidupan sendiri. Definisi tersebut mengandung 5
hal penting yaitu merupakan perbuatan manusia, ada keinginan yang disadari
untuk mati, memiliki motivasi tertentu, bertujuan menggapai kematian, adanya
instropeksi penuh kesadaran mengenai satu konsep tentang kematian atau
penghentian hidup.

2. Karakteristik Kepribadian Seseorang yang Ingin Bunuh Diri


Karakteristis kepribadian seseorang yang cenderung ingin bunuh diri, yaitu :

18
a. Ambivalensi
Keinginan untuk tetap hidup dan keinginan untuk mati berkecamuk pada
pelaku bunuh diri. Terdapat dorongan untuk lari dari pedihnya kehidupan,
sekaligus terdapat pula keinginan untuk bertahan hidup. Banyak pelaku
bunuh diri sesungguhnya tidak ingin mati, hanya saja mereka merasa tidak
bahagia dengan kehidupannya. Bila diberikan dukungan dan keinginan
untuk hidup ditingkatkan, maka resiko bunuh diri akan berkurang.
b. Impulsivitas
Bunuh diri juga merupakan tindakan impulsif, sebagaimana juga impuls lain,
impuls bunuh diri juga bersifat sementara dan berlangsung hanya beberapa
menit atau beberapa jam. Biasanya dicetuskan oleh peristiwa sehar hari yang
negatif. Dengan mengatasi keadaan krisis nya serta mengulur waktu, maka
petugas kesegatan dapat menolong untuk mengurangi keinginan bunuh diri.
c. Rigiditas
Bunuh diri juga merupakan tindakan impulsif, sebagaimana juga impuls
lain, impuls bunuh diri juga bersifat sementara dan berlangsung hanya
beberapa menit atau beberapa jam. Biasanya dicetuskan oleh peristiwa sehar
hari yang negatif. Dengan mengatasi keadaan krisis nya serta mengulur
waktu, maka petugas kesegatan dapat menolong untuk mengurangi
keinginan bunuh diri.

3. Faktor-Faktor Penyebab Bunuh Diri


Sampai saat ini belum di dapatkan penyebab yang pasti dari bunuh diri. Bunuh
diri merupakan interaksi yang kompleks dari faktor-faktor genetik,
organobiologik, psikologik, dan sosiokultural. Faktor faktor itu dapat saling
menguatkan atau melemahkan terjadinya tindakan bunuh diri pada seseorang
individu. Bunuh diri bukanlah merupakan satu hal tetapi terdiri dari banyak
fenomena yang tumpang tindih. Oleh sebab itu, tidak ada satupun kasus bunuh
diri yang memiliki etiologi yang sama. Berikut beberapa faktor penyebab bunuh
diri yang didasarkan pada kasus bunuh diri yang berbeda beda tetapi memiliki
efek interaksi diantaranya :
a. Major – depressive illness, affective disorder

19
b. Penyalahgunaan obat-obatan (sebanyak 50% korban percobaan bunuh diri
memiliki level alkohol dalam darah yang positif)
c. Memiliki pikiran bunuh diri, berbicara dan mempersiapkan bunuh diri
d. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
e. Isolasi, hidup sendiri, kehilangan dukungan, penolakan
f. Didalam keluarga memiliki riwayat bunuh diri
g. Stressor atau kejadian hidup yang negatif (masalah pekerjaan, pernikahan,
seksual, patologi keluarga, konflik interpersonal, kehilangan, berhubungan
dengan teman atau kelompok yang suicidal)

4. Jenis Bunuh Diri


Bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Bunuh diri egoistik (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu
seolah olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat
menerangkan mengapa mereka yang tidak menikah lebih rentan untuk
melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang sudah
menikah.
b. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terikat pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk
bunuh diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa
kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
c. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara
individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-
norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan.
Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena
tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan kebutuhannya.
5. Terapi Lingkungan pada Kondisi Khusus Bunuh Diri (Suicide)
Ruang aman dan nyaman, terhindar dari alat yang dapat digunakan untuk
mencederai diri sendiri atau orang lain, alat alat medis, obat obatan dan jenis
cairan medis dilemari dalam keadaan terkunci, ruangan harus ditempatkan di

20
lantai satu dan keseluruhan ruangan mudah di pantau oleh petugas kesehatan,
tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang cerah dan
meningkatkan gairah hidup pasien, warna dinding cerah, adanya bacaan ringan,
lucu dan memotivasi hidup, hadirkan music ceria, televisi dan film komedi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

21
Pada saat ini masalah kesehatan jiwa menjadi masalah yang paling mengancam di
dunia. Setiap tahun korban akibat gangguan jiwa selalu meningkat. Hal ini
disebabkan oleh beban hidup yang semakin lama semakin berat. Gangguan jiwa ini
tidak hanya terjadi pada kalangan bawah tetapi juga kalangan pejabat dan kalangan
menengah ke atas. Pada saat ini penyakit gangguan jiwa tidak hanya dialami oleh
orang dewasa dan lansia tetapi juga oleh anak-anak dan remaja.

Trend dan isu keperawatan jiwa yang saat ini sedang berkembang di masyarakat
berkaitan dengan bullying, HIV/AIDS dan NAPZA, serta bunuh diri. Trend
bullying yang ada adalah bullying dapat membuat pelaku merasa senang, bullying
terjadi karena sering melihat atau mendapatkan perlakuan yang kurang baik di
lingkungan sekitar, bullying terjadi karena tayangan TV yang tidak mendidik, dan
bila korban melapor pada guru atau orang tua, guru akan menegur pelaku tersebut.
Sehingga, pelaku akan memberi siksaan yang lebih keras. Sedangkan, isu bullying
adalah bullying bukan suatu masalah jika dikaitkan dengan kehidupan akademik
dan personal siswa, bullying adalah suatu kebiasaan atau hal yang lumrah, bullying
bukan suatu masalah karena tidak dapat memberikan dampak bagi korban, bullying
adalah ajang untuk bercanda dan menunjukan eksistensi diri, korban bullying
umumnya meyakini bahwa orang tua dan guru tidak akan mampu menangani situasi
ini.

Sedangkan, isu tentang HIV/AIDS yang banyak berkembang di masyarakat


berkaitan dengan penularan HIV/AIDS melalui terompet tahun baru, baju bekas,
makanan kaleng, pembalut, dan bangku bioskop. Untuk NAPZA, trend yang
banyak berkembang adalah NAPZA digunakan agar dapat diterima oleh
lingkungan, mengurangi stress, kecemasan, keletihan, terbebas dari rasa murung,
dan mengatasi masalah pribadi, serta memberikan efek nikmat, enak, dan nyaman
pada awal pemakaian.

B. Saran
Diharapkan pembaca khususnya mahasiswa/i mampu memahami dan mencari lebih
banyak lagi terkait trend dan isu keperawatan jiwa yang sedang hangat
diperbincangkan saat ini.

22
23
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Ponny Retno. (2008). Meredam Bullying. Jakarta: Kompas


Gramedia.

Baradeo, M. 2018. Kesehatan Mental Psikiatri : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta :


EGC

Damaiyanti, M. Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Aditama

Hamid, Achir Yani S. (2009). Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: EGC.

Keliat, Budi Anna dkk. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC.

. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, Budi Anna dan Akemat. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri.
Jakarta: EGC

Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. Philadelphia:
Lippincott- Raven Publisher.

Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Videbeck, Sheila L. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. (Renata Komalasari


Penerjemah). Jakarta: EGC.

Yayasan Semai Jiwa Aspini. (2008). Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan
Sekitar Anak. Jakarta: PT Grasindo.

Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.


Yosep, Iyus dan Titin Sutini. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance
Mental Health Nursing. Bandung: PT. Refika Aditama.

Andari, Soetji. (2017). Fenomena Bunuh Diri di Kabupaten Gunung Kidul.


https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://ejournal.ke
msos.go.id

Darmawan. (2017). Fenomena Bullying di Lingkungan Sekolah.


https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.neliti
.com

Fadhli, Muhammad. (2017). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku
Bullying Siswa SMPN 1 Kecamatan Akabiluru Kabupaten 50 Kota.
http://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://scholar.unand
.ac.id

Infodatin. (2017). Situasi Umum HIV/AIDS dan Test HIV.


https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.kemk
es.go.id

Kemenpppa. (2015). Bullying.


https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.keme
npppa.go.id/lib

Winurini, Sulis. (2019). Pencegahan Bunuh Diri di Indonesia.


https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://berkas.dpr.g
o.id

Yani, Athi Linda dkk. (2016). Eksplorasi Fenomena Korban Bullying pada Kesehatan
Jiwa Remaja di Pesantren.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://jik.ub.ac.id

Zakiyah, Ela Zain dkk. (2017). Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Melakukan
Bullying.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://journal.unpa
d.ac.id

Anda mungkin juga menyukai